Disusun Oleh:
Khairul Saleh Pulungan
1407101030046
Pembimbing :
dr. Adi Purnawarman, Sp.JP (K)-FIHA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah
koroner disebut penyakit jantung koroner yang lebih dikenal dengan sindroma
koroner akut. Penyakit ini menyerang pembuluh darah yang mengalirkan darah ke
jantung sehingga terjadi penyempitan pada arteri koroner. Penyempitan arteri
koroner ini terjadi akibat proses aterosklerosis atau spasme ataupun kombinasi
dari keduanya.1,2
Definisi
Angina pektoris merupakan suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri
dada yang khas, yaitu dada seperti ditekan benda berat, seperti ditusuk-tusuk dan
nyeri sering menjalar kelengan kiri atau ke kedua lengan. Nyeri timbul biasanya
saat melakukan aktifitas dan dapat menghilang saat aktifitas dihentikan, nyeri juga
dapat dipicu oleh aktifitas emosional. Angina terjadi sebagai konsekuensi dari
Angina stabil
Nyeri dada yang dicetuskan oleh sejumlah stimulus, angina stabil hilang
serangan
yang
lama
dan
hanya
menghilang
sebagian
dengan
nitrat
Angina prinzmetal
Angina prinzametal adalah angina yang muncul saat istirahat dan elevasi
berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil,
lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya,
3.
Epidemiologi
Peneletian yang dilakukan oleh Guthrie, Vlodaver, Nicoloff, dan Edwards
Patogenesis
Menurut American Heart Association (AHA) patogenesis angina pektoris tak
stabil disebabkan karena adanya ruptur plak, trombosis dan agregasi trombosit,
Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pectoris
tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh
koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal.4
Dua pertiga dari pembuluh yang mengalamai ruptur sebelumnya
mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina
tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic
cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan
adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu timbunan lemak. Kadangkadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya
enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan
dinding plak (fibrous cap).4,6
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh
darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat
akan terjadi angina tak stabil.4
Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag
dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan
thrombus kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang
ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi factor jaringan dalam plak tidak
stabil. Setelah berhubungan dengan darah, factor jaringan berinteraksi dengan
factor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan thrombin dan fibrin.4
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet
dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokontriksi dan pembentukan trombus. Factor sistemik dan inflamasi ikut
Gambaran Klinis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih
berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual,
sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan
jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pemeriksaan fisik sewaktu angina dapat
tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau
ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat
menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.4,8
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American
Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga
Gambar 1. Algorithm to risk stratify patients with unstable angina based on ECG and
repeated Troponin measurements6
2.6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa:4,8
Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran EKG penderita angina pektoris tak stabil dapat berupa depresi
segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang
ikatan his dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG
pada UAP bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri
ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan
kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam
waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi elevasi
gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
Uji latih
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat
normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.
Tujuan dari stress test adalah:
-
menunjukan tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat
treadmill. Bila hasilnya negative maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya
positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan
untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan
pembuluh koronernya apakah perlu dilakukan tindakan revaskularisasi PCI karena
resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis
angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal
ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding
regional jantung, menandakan prognosis kurang baik.
Rontgen Thoraks
Rontgen toraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran
jantung dapat menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut Europian Society
of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I
positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian
bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.
CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan d otot
skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam
beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.
Pada dasarnya pengobatan pada angina pektoris bertujuan untuk
memperpanjang hidup dan memperbaiki
Penatalaksanaan
Pengobatan Medikal
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3
jenis obat yaitu :4,9,10
1. Obat anti-iskemia
pemberian
tiklopidin
harus
diperhatikan
efek
samping
granulositopenia.
3. Obat anti-trombin
Tindakan Pembedahan
Prinsipnya bertujuan untuk memberi darah yang lebih banyak kepada otot
jantung dan memperbaiki obstruksi arteri koroner. Ada 4 dasar jenis
pembedahan:11
1. Ventricular aneurysmectomy : rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel
kiri.
2. Coronary arteriotomy : memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri
koroner.
3. Internal thoracic mammary : revaskularisasi terhadap miokard.
Komplikasi
Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen yang berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal
terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium
mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah
periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerob lenyap dan sel
tidak memenuhi kebutuhan energinya. Aritmia, karena insidens PJK dan hipertensi
tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik.
Bila curah jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran
darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung . Gagal jantung
terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan
disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau
tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang
lama (kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera
pada ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard. 12
2.9
Stratifikasi Risiko4
Delapan puluh persen dengan angina tak stabil dapat distabilkan dalam 48
untuk
medikamentosa
atau
menentukan
pasien
apakah
membutuhkan
pasien
cukup
pemeriksaan
dengan
angiografi
terapi
dan
tidak memaiaki obat anti angina dan ECG normal atau tidak ada perubahan dari
sebelumnya; enzim jantung tidak meningkat termasuk Troponin dan biasanya usia
masih muda.
Risiko sedang bila ada angina yang baru dan makin berat, didapatkan
angina pada waktu istirahat, tak ada perubahan segmen ST, dan enzim jantung
tidak meningkat.
Risiko tinggi bila pasien mempunyai angina waktu istirahat, angina
berlangsung lama, atau angina paska infark; sebelumnya sudah mendapat terapi
yang intensive, usia lanjut, didapatkan perubahan segmen ST yang baru,
didapatkan kenaikan Torponin, dan ada keadaan hemodinamik tidak stabil.
Bila manifestasi iskemia datang kembali secara spontan atau pada waktu
pemeriksaan, maka pasien sebaiknya dilakukan angiografi, bila pasien tetap stabil
dan termasuk risiko rendah maka terapi medikamentosa sudah cukup. Hanya
pasien dengan risiko tinggi yang membutuhkan tindakan invasif segera, dengan
kemungkinan tindakan revaskularisasi.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. AM
Usia
: 68 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
No. CM
: 1-04-50-22
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Banda Aceh
Tanggal MRS
: 20 Maret 2015
: 150/100 mmHg
Nadi
: 110 kali/menit
Pernapasan
: 26 kali/menit
Suhu
: 36,8 0C
Pemeriksaan fisik
Kepala dan Leher
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- JVP tidak meningkat (5+2 cm H2O)
- Pembesaran KGB di leher (-)
Thorak
Paru-paru
Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, penggunaan otot
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Tampak datar
Auskultasi
: Peristaltik normal
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Edema (-/-)
- Tampak sianosis pada kuku (-)
- Deformitas (-)
Diagnosis Kerja : Angina Pektoris Tak Stabil + HHD
2. Pemeriksaan Elektrokardiografi
09 Februari 2015
9,7 gr/dL
30%
3,9 x 106/mm3
7,1 x 103/mm3
253 x 103/mm3
1/0/68/19/11
< 0,10 ng/mL
22 U/L
43 mg/dL
0,61 mg/dL
114 mg/dL
Interpretasi EKG :
Ritme : Sinus
Rate : 115 kali / menit
Axis
: Normoaxis
Interval PR : 0,12
Gel P : 0,08 s / 0,3 mV
Komplek QRS : 0,08 s
Segmen ST :
ST Elevasi : (-)
ST Depresi : (-)
T inverted : (-)
LVH : (+)
RVH : (-)
3. Foto thoraks
Kesan: cardiomegali dan
aortosclerosis
Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
a. Tirah baring
Medikamentosa
Terapi Kardiologi:
a. IVFD NaCl 20 gtt/menit
b. Inj. Arixtra 2,5 mg/hari
c. ISDN 5 mg 3 x 1
d. Concor 5 mg 1 x 1
e. Simvastatin 40 mg 1 x 1
f. Aspilet 80 mg 1 x 1
g. Platogrix 75 mg 1 x 1
h. Cardace 10 mg 1 x 1
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: Dubia ad bonam
BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang didapatkan bahwa pasien mengalami angina pektoris tak stabil dan
HHD. Diagnosis angina pektoris tak stabil ditegakkan berdasarkan keluhan yang
dialami pasien yaitu nyeri dada semakin memberat, menjalar sampai ke bahu. Hal
ini sesuai dengan salah satu kriteria angina tak stabil yaitu angina yang makin
bertambah berat, sebelumnya didahului oleh angina stabil, lalu serangan angina
timbul lebih sering, dan lebih berat nyeri yang dirasakan.
Hipertensi
resiko terjadinya angina pektoris tak stabil. Pasien mengaku mengalami hipertensi
sejak 5 tahun SMRS. Hipertensi yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan terbentuknya plak di arteri koroner. Pembentukan plak ini
mengakibatkan sirkulasi darah di jantung mengalami gangguan dan jika dibiarkan
dapat terjadi ruptur plak. Ruptur plak merupakan salah satu penyebab angina
pektoris tidak stabil. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus sehingga tiba-tiba dapat
terjadi oklusi subtotal atau total dari arteri koroner yang sebelumnya mempunyai
penyempitan yang minimal.
Dari anamnesis didapatkan pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak.
Hal ini merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan terbentuknya
plak di arteri koroner.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
World Health Organization. Deaths from coronary heart disease. Cited 2014
Feb Available from URL : http://www.who.int/cardiovasculardiseases/
cvd_14_deathHD.pdf
4.
5.
Trisnohadi, Hanafi B. 2006. Angina Pectoris Tak Stabil dalam Aru W.S,
Bambang S, Idrus A, Marcelius S.K, Siti S.S (Editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.Penerbit FK UI 2006. Jakarta. P.1606-8.
6.
7.
8.
9.
10. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1998.
11. Anwar TB. Nyeri dada. Universitas Sumatera Utara: e-USU Repository;
2004.
12. Barriento, Aida Suarez; Romero, Pedro Lopez; Vivas, David and et al.
Circadian Variations of Infarct Size in Acute Myocardial Infarctionm, 2011.
Accessed 21 Feb 2014. Avalaibale form: http://www.suc.org.uy/
correosuc/correosuc6-51_archivos/Heart-2011-CircadianVariations.pdf