Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN TUTORIAL

MODUL THT
TRIGGER 2

OLEH :
Kelompok Tutorial XI
Fasilitator

: dr.Fionaliza, M.KM

Anggota

1. Suci Leni Mimanda


2. Uphik Try Kurniati
3. Chairunnisa Permata Sari
4. Citra Nabila
5. Sarah Arafhanie
6. Revina Rinda Mutia
7. Pipit Arika
8. Anastasya Shinta Yuliani
9. Windri Of Frita
10.Sri Muharni Sarah

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami tutorial 11 dapat
menyelesaikan penulisan makalah modul THT yang berjudul Hidung
Tersumbat
Kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam penulisan makalah ini, serta seluruh pihak yang terlibat dalam proses
pembelajaran. Kami menyadari bahwa dalam proses pembutan makalah ini
masih jauh dari sempurna.

Padang , Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI
1.

Kata Pengantar ..........................................................................................................


2

2.

Daftar isi......................................................................................................................
3

3.

Pendahuluan...............................................................................................................
4

4.

Step 1............................................................................................................................
5

5.

Step 2............................................................................................................................
5

6.

Step 3............................................................................................................................
5

7.

Step 4............................................................................................................................
6

8.

Step 5.......................................................................................................................6

9.

Step 7............................................................................................................................
7

10. Kesimpulan........................................................................................................... 12
11. Daftar pustaka..................................................................................................... 12

PENDAHULUAN
Modul THT
Trigger 2
Nurul, umur 20 tahun, merasakan hidungnya tersumbat terus menerus sejak lama.
Keluhan dibiarkan saja karena kekurangan biaya. Disamping itu, nani juga mengeluh
sering bersin-bersin terutama kalau kontak dengan debu. Ingus encer, kadang sedikit
kental. Pemeriksaan fisik: tanda fital dalam batas normal. Pemeriksaan rinoskopi
anterior ditemukan pada kedua kavum nasi sempit, adanya massa lonjong, putih keabuabuan, bening, tidak nyeri bila disentuh, tidak berdarah bila ditusuk. Apakah
kemungkinan penyakit nurul?

STEP I : CLARIFY UNFAMILIAR TERMS


1. Rinoskopi anterior : pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan spekulum
STEP II DEFINE THE PROBLEMS
1. Apa diagnosis pada trigger?
2. Apa penyebab kasus pada trigger?
3. Apa tatalaksana awal pada kasus?
STEP III BRAINSTROM POSSIBLE HYPOTHESIS OR EXPLANATION
1.polip nasal
2. Radang pada fosa hidung dan alergi
3. Berikan dekongestan & anti histamin
STEP IV ARRANGE EXPLANATION INTO A TENTATIVE SOLUTION

Nurul,20 th

Hidung tersumbat bersin-bersin bila kontak


dengan debu, ingus encer dan kental

Pf: vital sign (n)

Rinoskopi anterior : kavum nasi sempit ada masa


lonjong putih keabuabuan bening lunak, tidak nyeri
tidak berdarah

Polip nasal

STEP V DEFINE LEARNING OBJECTIVE


Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Polip nasal :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Definisi
Etio
Patofisiologi
Diagnosis
Tatalaksana
Komplikasi

STEP 7 (Share The Result Of Information Gathering And Private Study)


1. Polip Nasal
a. Anatomi

Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke bawah :
1.Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. ala nasi
5. kolumela
6. lubang hidung (nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis
pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar
dan menyempit. Batas atasnasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks
(akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang
yang terdapat pada bagian inferior disebut nares,yang dibatasi oleh :

Superior: os frontal, os nasal, os maksila

Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor
dan kartilago alaris minor.

Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang
membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini
berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa
kranial media.
Batas batas kavum nasi:
Posterior : berhubungan dengan nasofaring
Atap
: os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale
dan sebagian os vomer
Lantai
: merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,
bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian
inidipisahkan dengan kavum oris oleh palatum durum.
Medial
: septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan
(dekstradansinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit,
jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor.
Lateral
: dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, osetmoid,
konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

b. Definisi
Polip nasal adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa.
c. Etiologi
Terjadinya polip nasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal: mur, alergi, infeksi, dan
inflamasidominasi eosinofil. Deviai septum juga dicurigai sebagai salah satu faktor
yang mempermudah terjadinya polip nasi. Penyebab lainnya diduga karena adanya
intoleransi aspirin, perubahan polisakarida dan ketidakseimbangan vasomotor.
d. Patofisiologi
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik disfungsi saraf
otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan
mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, terutama di
daerah sempit di kompleks ostiometal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh
reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan
Na oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip
dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai.
d. Diagnosis

1. Anamnesa
Keluhan utama : hidung tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinhorea mulai
yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia.
Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di
daerah frontal.
Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, suara sengau,
halitosis, gangguan tidur.
RPD: riwayat rinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat
lainnya serta alergi makanan.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat
yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan
Pembagian stadium polip nasal:
Stadium 1: polip masih terbatas di meatus medius
Stadium 2: polip sudh keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung
tapi belum memenuhi rongga hidung
Stadium 3: polip yang masif
Naso-endoskopi akan sangat membantu dalam mendiagnosis kasus polip yang
baru (stadium 1 dan 2)
Makroskopis
Secara makroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan
permukaan lici, berbetuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak
bening, lobular, dapat tunggal atau multiple dan tidak sensitif (bia ditekan/
ditusuk tidak tersa sakit)
Mikroskopis
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa
hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang
sembab. Sel-sel nya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan
makrofag.

3. Pemeriksaan penunjang

Endoskopi nasal dan sinus


Untuk memastikan adanya polip nasal maupun sinus dan untuk
menentukan letak polip nasal tersebut.

Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT-scan)


Bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada proses radang, polip atau sumbatan pada kompleks
ostiomeatal.

4. Diagnosis banding
Konka Polipoid
Ciri-cirinya: tidak bertangkai, sukar digerakkan, nyeri bila ditekan
dengan pinset, mudah berdarah, dapat mengecil pada pemakaian
vasokonstriktor (kapas adrenalin).

Angiofibroma Nasofaring Juvenil


Dari anamnesis diperoleh adanya keluhan sumbatan pada hidung dan
epistaksis berulang yang masif. Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul
rhinorhea kronis yang diikuti gangguan penciuman. Pada pemeriksaan
fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa tumor yang
konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah
muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan.

Keganasan pada hidung


Gejalaklinis berupa obstruksi hidung, rhinorhea, epistaksis, diplopia,
proptosis, gangguanvisus, penonjolan pada palatum, nyeri pada pipi,
sakit kepala hebat dan dapat disertai likuorhea.

e. Tatalaksana
Tujuan utama pengobatan adalah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah
komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
1. Terapi konservatif
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medikamentosa.

a. Kortikosteroid sistemik
Merupakan terapi efektif sebagai terapi jangka pendek pada polip nasal.
Pasien yang responsif terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dapat
diberikansecara aman sebanyak 3-4 kali setahun, terutama untuk pasien
yang tidak dapat dilakukan operasi.
b. Kortikosteroid spray
Dapat mengecilkan ukuran polip, tetapi relatif tidak efektif unutk polip
yang masif Kortikosteroid topikal, intranasal spray, mengecilkan ukuran
polip dan sangat efektif pada pemberian postoperatif untuk mencegah
kekambuhan.
2. Terapi operatif
Terapi operasi dilakukan pada kasus polip yang berulang atau polip yang
sangat besar, sehingga tidak dapat diobati dengan terapi konservatif. Dapat
dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau
cunam dengan analgesik lokal.
Tindakan operasi yang dapat dilakukan meliputi :
a. Polipektomi intranasal
b. Antrostomi intranasal
c. Ethmoidektomi intranasal
d. Ethmoidektomi ekstranasale.
e. Caldwell-Luc (CWL)
f. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)
f. Komplikasi
Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran besar atau
dalam jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi
sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep apnea - kondisi serius nafas dimana
akan stop dan start bernafas beberapa kali selama tidur. Dalam kondisi parah,
akan mengubah bentuk wajah dan penyebab penglihatan ganda/berbayang.

KESIMPULAN
Polip nasal adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Diagnosis
polip nasi berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
penatalaksanaan penderita polip nasi dengan cara operatif (polipektomi) atau dengan
non operatif (kortikosteroid).

DAFTAR PUSTAKA

Nizar NW, Mangunkusumo E. Polip hidung. Buku ajar Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2000: 9799.
Adams GL, Boies LR, Higler PH. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
EGC, !997: 173-94

Anda mungkin juga menyukai