I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: By. IA
Umur
: 9 bulan
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Pejeruk, Ampenan.
Agama
: Islam.
Suku
: Sasak.
Anak ke
: Pertama
Waktu Pemeriksaan
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kejang sejak pukul 16.00 Wita, 15 menit sebelum
masuk rumah sakit. Pasien kejang seluruh tubuh dengan mata mendelik ke atas.
Sebelumnya, pasien dikeluhkan demam sejak pukul 14.00 Wita, pasien sudah diberikan
obat penurun panas oleh ibu pasien. Sekitar pukul 16.00 Wita pasien telah diberikan
diazepam melalui dubur namun kejang tidak juga berhenti sehingga pasien dibawa ke
rumah sakit. Pasien tidak dikeluhkan muntah atau buang air besar cair, pasien juga minum
dan makan seperti biasa. Pasien tidak dikeluhkan sesak napas sebelum kejang.
Sebelum dibawa ke Rumah Sakit Bayangkara, pasien dibawa ke Puskesmas,
namun disana pasien langsung diminta ke Rumah Sakit Bayangkara karena di Puskesmas
saat itu tidak ada obat.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Pasien pertama kali mengalami hal serupa pada usia 20 hari. Sejak saat itu pasien
tetap diberikan obat depaken 2 kali sehari sebanyak 1 cc.
Pasien terakhir kali kejang sekitar 1 bulan yang lalu. Pada saat itu, pasien dibawa
berobat ke Puskesmas dan di Puskesmas, pasien diberikan obat kejang melalui
dubur dan kejang pasien berhenti. Ibu pasien tidak ingat berapa lama pasien
1
kejang saat itu. Pasien rutin kontrol ke dokter dan tidak pernah melewatkan
minum obat.
-
Riwayat Kehamilan
-
Ibu pasien mengatakan bahwa ia tidak pernah mengalami sakit selama ia hamil.
Selama hamil, ibu pasien juga rutin memeriksakan kandungannya ke posyandu.
Riwayat Persalinan
-
Pasien lahir ditolong bidan di Rumah Sakit Kota Mataram. Pasien lahir normal
pervaginam. Pada saat akan melahirkan, ibu pasien mengatakan dirinya sempat
demam dan air ketuban kehijauan. Saat lahir, pasien tidak langsung menangis.
Riwayat Imunisasi
Kesadaran/GCS
Denyut jantung
Pernafasan
Suhu
: 38,3oC.
Berat Badan
: 6,5 kg
Status Gizi
: BB/U
Z-Score
= 6,5 8,9
8,9 8,0
= - 2,6 SD (status gizi kurang)
Status Lokalis
Kepala/leher:
o Kepala: bentuk dan ukuran dbn, , rambut dbn, oedema (-), deformitas (-).
o Mata: tampak mata mendelik ke atas, conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), pupil bulat isokor +/+ 3mm, RC +/+
o Kaku kuduk (-)
Thorax:
o Inspeksi : tidak ketinggalan gerak, simetris, retraksi (-)
o Palpasi
: ketinggalan gerak (-)
o Perkusi : tidak dievaluasi
o Auskultasi : Paru: bronkovesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung: irama jantung teratur, suara tambahan (-)
Abdomen:
o Inspeksi
: supel, simetris, distensi (-), jejas (-), sikatrik (-),sianosis (-), vena
kolateral (-), caput meducae (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-).
o Auskultasi : peristaltik (+) normal, metalic sound (-).
o Perkusi
: tidak dievaluasi
o Palpasi
: Hepar dan lien tidak teraba.
IV. DIAGNOSIS
Status epileptikus
V. PENATALAKSANAAN
Planning Diagnosis:
Pro pemeriksaan Penunjang:
-
Darah lengkap
Gula darah sewaktu
Elektrolit
3
CT scan
Planning Terapi
Medikamentosa:
1.
2.
3.
4.
Setelah dievaluasi selama 5 menit kejang tidak berhenti sehingga pasien membutuhkan
fenitoin (sesuai dengan alur penatalaksanaan kejang demam). Fenitoin tidak tersedia di
RS. Pasien kemudian dirujuk dengan infus dan oksigen terpasang. Kejang berhenti saat
pasien di ambulans. Lama kejang 50 menit.
Non Medikamentosa:
Keluarga diedukasi untuk dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas dan pengobatan yang
lebih lengkap.
VI. PROGNOSA
Dubia ad Malam
TINJAUAN PUSTAKA
STATUS EPILEPTIKUS
DEFINISI
Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang
yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika
seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama
lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus (Harsono, 2008).
Sedangkan dalam kamus kedokteran Dorland, 2002 disebutkan bahwa status
epileptikus adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30menit, atau adanya dua
bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan
kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan harusdimulai dalam 10 menit setelah
awitan suatu bangkitan.
Status Epileptikus (aktivitas kejang lama yang akut) merupakan suatu rentetan
kejang umum yang terjadi tanpa perbaikan kesadaran penuh di antara serangan. Istilah ini
telah diperluas untuk mencakup kejang klinis atau listrik kontinyu yang berakhir
sedikitnya 30 menit, meskipun tanpa kerusakan kesadaran (Harsono, 2008).
KLASIFIKASI
Meskipun tidak ada konsensus yang membahas mengenai sistem klasifikasi status
epileptikus, tetap diperlukan sistem klasifikasi untuk manajemen yang tepat karena
manajemen yang efektif bergantung pada tipe dari status epileptikus. Secara umum, status
epileptikus diklasifikasikan berdasarkan lokasi fokus kejang yaitu terlokalisir di satu
region kortek (onset parsial: simple atau kompleks) atau dari kedua hemisfer otak (onset
umum/general: tonik klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik). Klasifikasi lainnya
membedakan status epileptikus berdasarkan observasi klinis terhadap timbulnya konvulsi
yaitu konvulsi dan non konvulsi. Klasifikasi lainnya membagi status epileptikus melalui
pendekatan yang berbeda yaitu bedasarkan umur yaitu periode neonatus, anak, remaja,
remaja dan dewasa, dan dewasa saja. (Sirven dan Waterhouse, 2003)
ETIOLOGI
PATOGENESIS
Inhibisi yang diperantarai oleh reseptor GABA berperan dalam terminasi bangkitan.
Aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat sebagai neurotransmitter eksitasi dibutuhkan
dalam perambatan bangkitan. Aktivasi reseptor NMDA meningkatkan kadar kalsium
intraseluler
yang
menyebabkan
cedera
sel
saraf
pada
status
epileptikus.
Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa semakin lama durasi status epileptikus maka
semakin sulit dikontrol. Hal ini dikatakan sebagai akibat peralihan dari transmisi GABA
inhibisi yang inadekuat ke transmisi NMDA eksitasi yang berlebihan (Juli dan Stephen ,
2013).
Suatu lepasan muatan simpatis akan menyebabkan naiknya tekanan darah
dan bertambahnya
denyut
jantung.
Autoregulasi
peredaran
darah
otak
hilang
PATOFISIOLOGI
Faktor Predisposisi
MANIFESTASI KLINIS
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk
mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized TonicClonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari
survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74%, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.
Berikut manifestasi klinis status epileptikus berdasarkan Harsono (2005),
a. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status
Epileptikus)
Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi
dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonikklonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik
umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang
tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan
peningkatan frekuensi. Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan
fase tonik yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang
terputus-putus.
Pasien
menjadi
sianosis
selama
fase
ini,
diikuti
b. Status
Epileptikus
Klonik-Tonik-Klonik
(Clonic-Tonic-Clonic
Status
Epileptikus)
Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum
mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.
c. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan
kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjadi pada ensefalopati kronik dan
merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.
anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan
toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.
e. Status Epileptikus Absens
Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia
pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status
presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat
seperti menyerupaislow motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu
periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang
absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz
monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Pemberian
benzodiazepine berespon baik terhadap status epileptikus tipe ini.
f. Status Epileptikus Non Konvulsif
Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial
kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus nonkonvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai
perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi,
tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada
beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike
wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.
g. Status Epileptikus Parsial Sederhana
a. Status Somatomotorik
Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan
jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi
dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang
mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG
sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform
discharges pada
hemisfer
yang
berlawanan
(PLED),
dimana
sering
berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari
status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau
gangguan berbahasa (status afasik).
10
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala
sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.
h. Status Epileptikus Parsial Kompleks
Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi
yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode.Dapat terjadi
otomatisme,
gangguan
berbicara,
dan
keadaan
kebingungan
yang
berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau
frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh.Kondisi ini
dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit
memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus nonkonvulsif pada beberapa kasus.
Adapun manifestasi klinik dari status epilepsi yaitu:
11
penurunan pH yang diakibatkan oleh asidosis laktat dan terjadi perubahan saraf yang
bersifat reversibel pada tahap ini.
b.
Fase Kedua : Setelah 30 menit ada perubahan ke fase kedua yaitu kemampuan
tubuh beradaptasi menjadi berkurang dimana tekanan darah , pH dan glukosa serum
kembali normal. Kemudian, terjadilah kerusakan saraf yang bersifat irreversibel pada
tahap ini.
c.
Fase ketiga : Pada fase ketiga, aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya
hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan saraf
yang irreversibel.
d.
Fase keempat : Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama
tahap keempat, ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme
ventilasi.
e.
Fase kelima : Keadaan pada fase keempat diikuti oleh penghentian dari seluruh
klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kerusakan saraf dan kerusakan otak
berlanjut.
12
PENATALAKSANAAN
Tabel 1. Stadium penatalaksanaan kejang (Karnia, 2007)
Stadium
Stadium I
(0-10 menit)
Stadium II
(1-60 menit)
Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio-respirasi
Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
kemudian
Memasukkan 50 cc glukosa 50% dengan atau tanpa tiamin 250
mg iv
Menangani asidosis
13
Stadium III
(0-60/90 menit)
Menentukan etiologi
Bila kejang berlangsung terus selama 30 menit setelah pemberian
diazepam pertama, beri fenitoin IV 15-18 mg/kgbb dengan
Stadium IV
(30-90 menit)
kecepatan 50 mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi
Bila kejang tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien ke
ICU, beri propofol 2 mg/kgbb bolus iv, diulang bila perlu atau
tiophental (100-250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan
sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG
OAE lini
OAE Lini
OAE yang
Bangkitan
pertama
Kedua
dapat
sebaiknya
dipertimbangka
dihindari
Bangkitan
Sodium valproat
Clobazam
n
Clonazepam
umum tonik-
Lamotrigine
Levetiracetam
Phenobarbital
klonik
Topimirat
Oxcarbazepine
Phenitoin
Bangkitan
Carbamazepin
Sodium valproat
Clobazam
Carbamazepine
lena/absens
Lamotrigine
Topimirate
Gabapentin
Acetazolamide
Bangkitan
Sodium valproat
Clobazam
Oxcarbazepin
Carbamazepine
mioklonik
Topimirate
Topimirate
Gabapentin
Levetiracetam
Oxcarbazepin
Lamotrigine
Bangkitan
Sodium valproat
Piracetam
Clobazam
tonik
Topimirate
Levetiracetam
14
Phenobarbital
Carbamazepine
Acetazolamide
Gabapentin
Topiramirate
Oxcarbazepin
Bangkitan
Sodium valproat
atonik
Bangkitan
Topimirate
Carbamazepin
fokal
Oxcarbamazepin Gabapentin
Phenobarbital
(parsial)
Sodium valproat
Levetiracetam
Acetazolamide
dengan/tanpa
Topimirate
Phenitoin
umum
Lamotrigine
Clobazam
Clonazepam
sekunder
15
PEMBAHASAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17
Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologis Klinis. Yogyakarta . Gadjah Mada University
Press.
Julie L Roth, Stephen A Berman. 2013. Status Epilepticus. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com
Karnia, Nia. 2007. Kejang pada anak. Diunduh dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf
Lia Astikasari, dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta. EGC
Ramachandrannair Rajesh. 2013. Pediatric Status Epilepticus Treatment & Management
http://emedicine.medscape.com/article/908394-treatment
Sirven JI, Waterhouse E. 2003. Management of Status epilecticus. Am Fam Physician
68:469-76.
18