Anda di halaman 1dari 12
Forum Teknik Sipil No. X/-Januari 2001 37 BEBERAPA METODE POLA JARINGAN STASIUN HUJAN DAN IMPLIKASINYA PADA KETELITIAN ANALISIS IT Wayan Yasa” dan Sri Harto Br.”” INTISARI Komponen masukan utama dalam proses hidrologi adalah hujan. Kualitas dan kuantitas data hujan menentukan kualitas ketepatan perencana- an dan pengelolaan sumber daya air. Agar memperoleh data yang akurat maka perhatian khusus perlu diberikan pada kondisi stasiun hujan, jumlah stasiun hujan, kerapatan dan pola penyebaran serta ketelitian pencatatannya. Berbagai usaha terus dilakukan untuk mencapai tujuan di ates, namun sampai saat ini rekomendasi metode yang akurat atau yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi yang bisa diterapkan dalam mengevaluasi kondisi Jaringan belum ada. Baxyak metode yang dapat digunakan untuk mengeva- Juasi jaringan stasiun huyjan yang masing-masing metode memiliki prosedur dan tahap analisis yang berbeda, Pada penelitian ini metode pola jaringan yang digunakan yaitu metode jaringan Kagan, jaringan berdasarkan variasi curah hujan dan jaringan square grid technique. Berdasarkan hasil analisis, metode pola jaringun Kagan memberikan hasil yang baik hal ini ditunjukkan dengan penyimpangan rerata hujan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan jaringan tersedia dan pola Jaringan lain meskipun jumlah stasiun yang disyaratkan dengan kesalahan 10 % paling minimum . Disamping itu pola jaringan Kagan sangat cocok digunakan untuk tahap awal evaluasi hal ini dibuktikan dengan penerapan Persamaan Sri Harto di Pulau Lombok jumlah stasiun yang disyaratkan hampir sama Kate Kunci : Jumlah stasiun, Kerapatan, Penyebaran PENDAHULUAN Hujan yang jatuh di permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor alam se- hingga penyebarannya tidak akan merata dengan intensitas yang sama untuk suatu wilayah sungai. Kedalaman, penyebaran dan intensitas hujan yang tidak merata dapat diketahui dengan menempatkan stasiun penakar hujan yang tepat baik lokasi, jumlah dan penyebarannya Penempatan stasiun penakar hujan pada umumnya didasarkan pada kebutuhan sesaat dan jangka menengah untuk kebutuhan sektoral, sehingga belum memperhatikan pengembangan sumber daya air secara menyeluruh. Hel ini dapat dimengerti karena penempatan stasiun tersebut pada awalnya memang dirancang agar dapat muda diope- rasikan dan mudah terjangkau. ” Mahasiswa Program Pascasarjana Jurusan Teknik Sipil FT. UGM. ” Guru Besar Bidang Hidrologi Jurusan Teknik Sipil FT. UGM 38 I Wayan Yasa & Sri Harto Br., Beberapa Mtetode Pola Jaringant.... Kerapatan (density) stasiun hujan dalam DAS merupakan salah satu faktor penting dalam analisis hidrologi, terutama yang menyangkut parameter hujannya. Hal ini berkaitan dengan berapa besar sebaran dan kerapatan stasiun hujan da lam suatu DAS dapat memberikan data yang mewakili DAS yang bersangkutan, serta berapa besar sebaran dan kerapatannya berpengaruh terhadap tingkat kesalahan nilai rerata datanya, Permasalahan jueilah dan sebaran stasiun hujan dalam DAS di Indonesia sampai saat ini masih Kurang mendapat perbatian. Hal ini terbukti masih belum adanya petunjuk yang baku tentang metode yang tepat tentang pola penempatan dan penyebaran stasiun penakar hujan. TINJAUAN PUSTAKA Jaringan Stasiun Hujan Menurut Sri Harto (1986) jaringan pengamatan hidrologi (Aydrologic network) pada umumnya dapat diactikan sebagai suatu set stasiun pengukuran yang diatur sede- mikian rupa sehingga besaran variabel disebarang titik dalam daerah tersebut dapat ditetapkan. Jaringan pengamatan diperlukan dalam pengumputan data karena dua alasan (Sri Harto, 1986) yaitu : 1. Keingintahuan terhadap fenomena yang terjadi, 2. Variabilitas data yang sangat tinggi memerlukan tambahan secara teratur dan menerus untuk dapat mengetahui karakter variabel tersebut. Beberapa penelitian yang telah banyak dilakukan khususnya di Pulau Jawa (Sri arto dan Vermeulen, 1987) yang menyatakan bahwa kerapatan jaringan stasiun hujan dan penyimpangan perkiraan hujan DAS yang menunjukkan kenampakan yang sama, yaitu memiliki hubungan eksponensial antara jumlah stasiun hujan yang digunakan dalam suatu analisis dengan besar penyimpangan perkiraan dibandingkan dengan suatu patokan tertentu. Penyimpangan tersebut bukan hanya disebabkan oleh jumlah stasiun hujan, akan tetapi pengaruh pola penempatan stasiun-stasiun tersebut. 1. Cara Kagan Metode Kagan selain dapat dipakai untuk mendapatkan jumlah stasiun yang dibutuhkan dengan tingkat ketelitian tertentu, dapat juga digunakan untuk membuat pola penempatan stasiun hujan dengan jelss. Hubungan antara jumtah stasiun hujan, jarak antar stasiun dan besar kesalahan dinyata dalam persamaan | s/d 4 berikut. 1-240) wes Forum Teknik Sipil No. X/t-Januari 2001 39 = 107% 4) dengan rj: koefisien korelasi hujan antar stasiun dengan jarak d, ti: koefisien korelasi hujan antar stasiun diekstrapolasi, d Jarak antar stasiun, dalam km, Ky: radius korelasi, Z, : kesalahan perataan, dalam %, Zz: kesalahan interpolasi, dalam %, C, : koefisien variasi hujan bulanan, A: vas DAS, dalam km?, n —:_ jumlah stasiun hujan yang tersedia, ! Jarak antar stasiun, dalam km. 2. Berdasarkan sifat statistik data hujan Metode ini yaitu menghubungkan kerapatan jaringan dengan sifat statistik data hujan terutama untuk jaringan hujan bulanan, Keakuratan hasil yang diperoleh sangat tergantung dari keberadaan stasiun hujan yang tersedia terutama penyebaran stasiun hujan yang merata ,Adapun persamaan yang digunakan adalah: XT =X +Xq+Xz..Xq ..) ©) JK = XP +X3 4X3 40K2 ves sessed) 2 _ JK-(xT?/n) a eens (8) cy = 100vS beste oe (9) Xx 2 Cy n-(Z) ..(10) dengan: XT : total curah hujan bulanan, X > curah hujan rerata, JK: jumlah kuadrat curah hujan, S?- : varian data hujan, N —: jumlah stasiun yang dibutubkan, P —: derajat kesalahan perataan hujan (%), Cy = Koefisien variasi curah hujan, 40 41 Wayan Yasa & Sri Harto Br., Beberapa Metode Pola Jaringan.. 3. Square Grid Technique Square Grid Technique merupakan salah satu metode yang dikembangkan untuk menetapkan kerapatan jaringan stasiun. Adapun tahapan-tahapan pemanfaatan metode ini adalah sebagai berikut: a. Persamaan dasar yang digunakan yaitu Hujan = fimpasan + penguapan, b, Membagi DAS menjadi beberapa Grid, pada umumnya ukuran grid dipakai 1 sampai 10 km. Perbandingan antara luas DAS dengan luas grid lebih besar dari 6 dipandang memadai, c. Menghitung besarnya evaporasi, yaitu dengan menggunakan cara Ture veel) PET =a(ly + 5. dengan PET : evaporasi potensial (mm), a: keefisien yang merupakan fungsi jumtah hari perbuian, t : temperatur rata-rata tiap bulan (° C), I, : radiasi global selama | bulan. h Ig =Igq(0.18+0.6255) dengan I, : radiasi maksimum secara teoritis, H_ : lamanya penyinaran secara astronomi dalam 1 hari, h: lamanya penyinaran matahari pada stasiun yang diukur. d. Perkiraan besamnya limpasan (hujan - evaporasi) €, Mengurangi secara rambang stasiun-stasiun hujan yang ada dapat dicari korelasi antara kerapatan jaringan hujan dengan kesalahan interpolasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Kerapatan Jaringan Tersedia Luas Pulau Lombok + 4738,7 km? memiliki penakar hujan baik otomatis maupun manual yang tersebar di masing-masing sub satuan wilayah sungai Pemasangan stasiun hujan sampai saat ini belum terkoordinasi dengan baik antar masing-masing instansi terkait schingga penyebarannya pada sub satuan wilayah sungai tidak merata. Pulau Lombok dibagi menjadi empat sub satuan wilayah sungai dengan Juas dan kerapatan stasiun hujan ditunjukkan seperti pada Tabel 1 Tabel 1. Kerapatan stasiun hujan tersedia Nama sub Jumlab Kerapatan No | Kode SWS Luas, Stasiun | _km*/ sta T LOI Jelateng 3017 +> z 250,85 2] Loo Dodokan 2027 a7 43,127 3 L093 Putih 1197 8 149,625 4 L.04 Menanga 1013 28 36,179 Sumber : Panitia Tata Pengaturan Air Pulau Lombok (PTPA) Forum Teknik Sipil No, X/t-Januari 2001 41 1, Pola jaringan Kagan Koefisien variasi Koefisien variasi curah hujan masing-masing sub satuan wilayah sungai berki- sar antara 0.495 sampai 0.812 atau rerata koefisien variasi hujan Pulau Lombok yaitu sebesar 0.62. Koefisien variasi terkecil terjadi pada Sub SWS Dodokan dan terbesar pada Sub SWS Putih Jarak dan korelasi antar stasiun Semakin dekat jarak stasiun semestinya korelasi yang diperoleh akan semakin besar atau mendekati satu, tetapi tidak jarang di sub SWS Pulau Lombok ditemukan sebaliknya. Berdasarkan hasil analisis, koefisien korelasi terendah adalah 0.715 yaitu terjadi pada sub SWS Menanga. z 3 z § 2 & 10 20 _ 15: Jarak Stasiun (km) Gambar I. Hubungan jarak stasiun dengan koefisien korelasi sub SWS Dodokan Kesalahan perataan, kesalahan interpolasi dan panjang sisi jaringan Hasil analisis menunjukkan sub satuan wilayah sungai di Pulau Lombok kesa- Jahan perataan sebesar 1.50 % sampai 28.18 %. Besarnya nilai ini dengan asumsi untuk kesalahan perataan terkecil digunakan 100 stasiun hujan dan kesalahan perataan terbe- sar digunakan 2 stasiun. Berdasarkan hasil analisis tersebut jika dibandingkan antara kerapatan jaringan yang tersedia pada sub satuan wilayah sungai Pulau Lombok untuk kesalahan perataan 5 % hanya sub satuan wilayah sungai Dodokan yang memenuhi persyaratan jaringan Kagan, sedangkan untuk kesalahan perataan 10% jaringan yang memenuhi persyaratan yaitu sub satuan wilayah sungai Dodokan dan Menanga. Panjang sisi jaringan yang diperoleh untuk kesalahan perataan 5% yaitu berkisar antara 5.24 km sampai 8.80 km atau rata-rata 6.19 km, sedangkan untuk kesalahan 10 % terpendek diperoleh 7.58 km dan terpanjang 9.56 km atau rata-rata 10.56 km 2 J Wayan Yasa & Sri Harto Br., Beberapa Metode Pota Jaringan.... ee 60 80 = Kesaiahan Perataan : Jumlah Stasiun —e—Kesalahn Interpolasi Gambar 2. Grafik hubungan jumlah stasiun dengan kesalahan Sub SWS Dodokan 2. Pola jaringan berdasarkan variasi curah hujan Derajat kesalahan perataan hujan Besar kesalahan perataan hujan pada sub SWS Pulau Lombok berkisar antara 4.95 % sampai 57.42 % dengan asumsi kesalahan terkecil menggunakan 100 stasiun dan kesalahan terbesar menggunakan 2 stasiun. Kesalahan 4.95 % terjadi di Sub SWS Dodokan dan kesalahan 57.42 terjadi di Sub SWS Putih Jumlah pos pengamat curah kujan yang dibutukkan Berdasarkan hasil analisis kesaiahan perataan 5 % menghasilkan jumlah stasiun yang sangat banyak untuk semua Sub Satuan Wilayah Sungai di Pulau Lombok. Berdasarkan hasil tersebut tidak satupun Sub Satuan Wilayah Sungai yang memenuhi persyaratan tersebut, sedangkan untuk kesalahan perataan 10 % hanya Sub Satuan Wilayah Sungai Dodokan dan menanga yang memenuhi persyaratan yaitu sebanyak 25 dan 28 buah Stasiun. Kesolahan perataan hujon (%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Jumlch stasiun hujan (n) Gambar 3. Grafik hubungan jumlah stasiun dengan derajat kesalahan perataan hujan Sub SWS Dodokan Distribusi penyebaran stasiun hujan Penempatan atau penyebaran stasiun dilakukan dengan cara membagi wilayak menjadi bagian-bagian yang sama luas tergantung dari jumlah stasiun yang dibutuhkan. Penyebaran stasiun hujan pada sub satuan wilayah sungai Dodokan ditunjukkan seperti pada Lampiran. Forum Teknik Sipil No. X-Januari 2001 3. Pola jaringan square grid technique Pembagian grid 43 Pembagian grid dilakukan dengan cara membagi luas sub satuan wilayah sungai menjadi beberapa bagian sama besar, namun demikian pada kondisi tertentu karena bentuk sub satuan wilayah sungai maka beberapa grid mempunyai luas yang lebih kecil. Pembagian grid masing-masing Sub SWS ditunjukkan seperti pada lampiran. Penguapan Dari hasil analisis dengan menggunakan metode Turc besarnya nilai penguapan hasil perhitungan dan hasil pengukuran ditunjukkan seperti pada Tabel 5. Tabel 3. Nilai penguapan hasil pengukuran dan perhitungan Sub SWS Dodokan Stasiun | Pelambik Kopang Terukur Terhitung Terukur Terhitung Tahun (mm) (mm) (mm) (mm) 1992 51 95.74 64 101-41 1993 60 92.00 56 96.86 1994 59 86.58 52 88.60 1995 57 71.81 52 7374 1996 62 73.74 50 75.78 1997 7 77.40 49 79.18 Rerata 60,00 82.88 53.83 85.93 Perkiraan limpasan Perhitungan perkiraan limpasan dilakukan secara berulang sampai mendapatkan nilai K (perbandingan antara limpasan terukur dan limpasan hasil estimasi) yang mendekati 1. Tabel 4. Limpasan hasil analisis Sub SWS Dodokan Limpasan (ram) Nolgriel so} gmt, | Terakar | istimasi K(Terukur? cn] Hojan (mm) _| (mm) _| Estimasi (mm) 1 A . : 1479.500 | 1345.890 1.099 9.031 1745.170 2) B | 1 [Gunung Sari | 1479.500 | 1345,890] 1.099 9.031 | 1745.170 s/c]. 1756.170 | 1633240} 1.075 7.000 | 2506.670 as] od] - 1756.170 | 1633240} 1.075 7.009 | 2506.670 se 1761.370 | 1729270] 1.019 1922 | 1815.170 ef rl. 1479,500 | 1345890] 1.099 9.031 | 1745.170 7 | G | 15 Pringarata | 1345000 | 1139240] 1.181 15.298 | 1939.830 5 [Sesaot 1756.170 | 1633240] 1.075 7.000 | 2506.670 3] H | 2 [Suranaai | 981.500 | 941.640 | 1.042 4.061 | 2445.00 6 furang Sue | 936.330 | 941,910) 0.994 0.596 | 1956.00 9] 1 | 8 [Lingkuk Limd 1761370 | 1729270] 1.019 1.822 | 1815.170 wo} 3 1946,480 | 1014390] 1.032 3,066 | 1960.170 44 I Wayan Yasa & Sri Harto Br., Beberapa Metode Pola Jaringan. Sambungan tabel 4. Limpasan (mm) No Giie x game Terukur | Estimasi | K(Terukur/ |Kesalahan| Hujan (mm) _[ (ram) | Estimasiy | (%) | (mm) u K 3 / Kuripan 1046.480 | 1014.390 1.032 3.066 1060.170 iz} L | 12 |Mantang | 2241.680 } 2209.580| 1.015 1432 | 2100330 1 |Pengadang | 1548.170 | 1516070} 1.021 2.073 | 1602.00 13] M | 16 |Kopang | 1797340 | 1765.240| 1.018 1.786 | 1708.170 4 N 1219.170 | 1196.290 1.0)9 1.877 1279.170 15] 0 | 7 {Kabul 1219.170 } 1196290] 1.019 1377 | 1279.170 16| P| 1a | Proya 621,000 | 1598120] 1.014 Lal} 1681.00 13° | Mujur 1347,170 | 1324.290 1.017 1.698 1407.170 17] Q | 9 |Loang Make] 110.330 | 1077450) 1.021 2.079 | 160.330 17 |Janapria | 1109.30 | 1086.450| 1.021 2.063 | 169.330 18 s 10 | Mangkung, 1685.170 | 1662.290 04 1.358 1745.170 19] T | 12 |Rembitan | 1041.00 | 1018.120} 1.022 2.198 | 101.500 20} v | 37 | sepit 858.300 | 833.620 | 1.027 2.665 | 918.500 alu 1347.170 | 1324290] 1.017 698 | 1407.170 2z{ Ww 858.500 | 935.620 | 1.027 2665 | 918.500 aly 1347.170 | 1324290 | 1.017 1.698_|_1407.170 Jumlah stasiun hujan Perkiraan jumlah stasiun hujan yang dibutuhkan pada masing ~ masing Sub SWS dilakukan dengan cara mengurangi jumlah stasiun hujan yang sudah ada secara rambang. Jumlah stasiun yang dibutuhkan ditunjukan seperti pada Gambar 4 g § z 3 g a 15 16 Jumlah stasiun Gambar 4. Hubungan antara jumlah stasiun dan kesalahan interpolasi Sub SWS Dodokan Ploting stasiun hujan Tata letak penempatan stasiun hujan pada masing-masing sub satuan wilayah sungai sama dengan letak stasiun tersedia... Ploting stasiun hujan dilakukan pada setiap pengurangan jumlah stasiun sehingga bisa diketahui lokasi stasiun pada setiap kerapatan. Gambar $ menunjukkan salah satu ploting hujan Sub SWS Dodokan dengan kerapatan 112.6 km’/sta. Forum Teknik Sipil No. X/t-Januari 2001 45 z 3 i Arah Barat- Timur (km) «> Gambar 5, Ploting stasiun hujan Sub SWS Dodokan kerapatan 112.6 ken’/stasiun dengan referensi stasiun Kuripan Perbandingan jumlah stasiun hujan Berdasarkan hasil analisis tersebut dan dibandingkan ‘dengan persamaan Sri Haro dan Kohler jumlah stasiun hujan yang dibutuhkan masing-masing metode ditunjukkan seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan jumlah stasiun hujan dan kesalahan perataan beberapa persamaan pola jaringan Im] Sta | Persamean | Persamaan | Persamaan | Persamaan | Persamaan SriHarto_| Kohler Kagan _| VariasiC.H {Square Grid 15.62 25.31 20.68 34.99 12. | 9.67 16.31 12,69 22.13 10.99 6.73 11.69 8.77 15.65 9.44 5.45 9.62 7.07 12.78 7.70 4.68 8.38 6.06 11.06 6.95 417 753 5.38 9.90 597 3.79 6.90 488 9.03 5.13 3.50 6.41 4.50 8.36 4.40 3.26 6.04 4.19 7.82 3.78 2.90 5.40 3.72 7.00 2.79 2.64 4.95 3.37 6.39 2.05 2.43 459 3.11 5.91 LS) 227 431 2.90 5.53 112 2.13 497 2.72 5.22 0.82 2.02 3.87 257 4.95 tL 0.61 Penyimpangan Perkiraan Hujan Rerata Besamya penyimpangan curah hujan rerata sub satuan wilayah sungai Dodokan dengan kondisi jaringan masing-masing metode ditunjukkan seperti pada Tabel 6. 46 1 Wayan Yasa & Sri Harto Br., Beberapa Metode Pola Jaringat Tabel 6. Rekapitulasi curah hujan rerata Sub Satuan Wilayah Sungai Dodokan dengan kondisi masing-masing jaringan CA rerata (mm) No | Tahun {J.Tersedia] J. Kagan | J. VariasiC.H | J. Square Grid Z1=10% P=10% P=10% T | 1982 | 1627914 | 163.556 1825568 | 1795.988 2 | 1983 | 1688.027 | 1703.38 1901.194 1881.145 3 | 1984 | 1917.759 | 1953.486 1951.991 1991.130 4 | 1985 | 1598.187 | 1635.93 1607.782 1555.180 5 | 1986 | 1719.474 | 1660.066 1767.496 1730,725 6 | 1987 | 1582692 | 1588.614 1591.070 1611.484 7 | 1988 | 1601.183 | 1615.384 1597325, 1562.705 8 | 1989 | 1922.843 | 1862.806 1969.431 1918.721 9 | 1990 | 1609.416 | 1607.046 1531.664 1617320 10 | 1991 | 1690.495 | 1701.138 1620,690 1674.955 1 | 1992 | 1836.211 | 1845.982 1896,744 1897.22 1591042 | 1626.705 1564.810 1574.109 1358.058 | 1459.280 1347.959 1337.496 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Keberadaan jaringan stasiun hujan di Pulau Lombok tidak terkoordinasi dengan baik antar instansi dan belum pemah dilakukan evaluasi baik jumlah, kondisi stasiun, dan penyebarannya, 2. Kebutuhan stasiun hujan masing-masing sub satuan wilayah sungai bervariasi tergantung dari metode yang digunakan. Jaringan Kagan untuk kesalahan 5 % membutuhkan minimal 20 stasiun dan kesalahan 10 % maksimal 15 stasiun, Jaringan berdasarkan variasi curah hujan untuk kesalahan 5% membutubkan minimal 100 stasiun dan kesalahan 10 % minimal 25 stasiun, sedangkan jaringan square grid technique untuk kesalahan 10 % membutubkan 14 stasiun 3. Kuantitas jumfah stasiun yang telah ada pada sub satuan wilayah sungai dapat memenuhi jumlah stasiun yang disyaratkan jaringan Kagan dan jaringan berdasar- kan variasi curah hujan yaitu sub SWS Dodokan dan menanga dengan kemung- kinan kesalahan 10 % , sedangkan kemungkinan kesalahan 5 % hanya sub SWS Dodokan yang memenuhi persyaratan jaringan Kagan yang memenuhi. 4. Analisis perata-rataan hujan dengan kondisi jaringan tersedia, jaringan Kagan, jaringan berdasarkan variasi curah hujan, jaringan square grid tidak memperli- hatkan perbedaan secara signifikan walaupun jumlah stasiun yang digunakan berbeda, sehingga jika diperlukan evaluasi jaringan stasivn hujan dianjurkan menggunakan cara Kagan disamping didapat pertambahan kesalahan yang kecil juga jelas penempatan dan penyebaran stasiunnya. Forum Teknik Sipil No. X/1-Januari 2001 a7 UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih diucapkan kepada pimpinan Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA) Pulau Lombok, Kepala Dinas PU Pengairan Nusa Tenggara Barat beserta staf yang telah banyak memberikan bantuan pengumpulan data untuk menunjang penelitian tesis ini. DAFTAR PUSTAKA Dawdy D.R., Moss M.E., dan Matalas N.C., 1972 , “Aplication of Systems Analysis to Network Design” Cassbook on Hydrological Network Design Practice, WMO- NO 324, Geneva. Husain T., 1990, “ Hydrolodic Uncertanty Measure and Network Design” , Water Resources Bulletin, Vol 25 No 3, 527. Linsfey, Kohler, dan Paulhus, 1996,” Hidrologi untuk Insinyur”, Edisi ke 3, Erlangga, Bandung. Martha J.W., dan Adidarma W., 1988,” Mengenal Dasar-Dasar Hidrologi”, Nova, Bandung. Nugroho, Alimursid D., Abuzar A.,”Rumus-rumus Statistik Serta Penerapannya”, Rajawali Jakarta Prajitno D.,1981, “ Aaaiisa Regresi korelasi” Liberty, Yogyakarta. Rodda J.C., 1972, “ Planning The Apatial Distribution of Hydrometeorological Stations to Meet an Error Criterion”, Cassbook on Hydrological Network Design Practice, WMO-NO 324, Geneva, Sri Harto Br., 1987,” Pengaruh Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan terkadap Ketelitian Perkiraan Hujan Rata-Rata”, Proceeding Seminar Tinjawan Sistem Hidrologi dan Hidraulika, PAU, UGM. Sri Harto Br, 1993,” Analisis Hidrologi” Gramedia, Jakarta. Solomon, 1972,” Joint Maping” Cassbook on Hydrological Network Design Practice, WMO-NO 324, Geneva. Soemarto C.D.,1995, “Hidrologi Teknik”, Edisi ke 2, Erlangga Jakarta. Supranto J.1998, “ Statistik Teori dan Aplikasi, “ Edisi ke 5, Erlangga, Jakarta 43 1 Wayan Yasa & Sri Harto Br., Beberapa Metode Pola Jaringan.... Pembagian Grid sub satuan wilayah Sungai Dodokan

Anda mungkin juga menyukai