Anda di halaman 1dari 62

Scan By Dr.Suvianto H.

L 15-05-2009

1754 Tropik lnfeksi

D
E
F
I
N
I
S
I

plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium


ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah
merah) dan mengalami pemhiakan aseksual di
jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual
terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina.
Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium
yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung
dan reptil dan 22 pada binatang primata)

Adalah penyakit infeksi parasit yang


disebabkan
oleh
plasmodium
yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa
demam, menggigil, anemia dan splenomegali.
Dapat berlangsung akut ataupun kronik.
Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa
komplikasi ataupun mengalami komplikasi
sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.
Sejenis infeksi parasit yang menyerupai
malaria ialah infeksi babesiosa yang
menyebabkan babesiosis.

Parasit Malaria yang


terdapat
di
Indonesia
Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah
plasmodium vivax yang menyebabkan malaria
tertiana (Benign Malaria) dan plasmodium
falciparum yang menyebabkan malaria tropika
(Malignan Malaria). Plas modium malariae pernah
juga dijumpai pada kasus kami tetapi sangat
jarang. Plasmodium ovale pernah dilaporkan
dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor, pulau Owi
(utara Irian Jaya).

E
T
I
O
L
O
G
I
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium,
yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan
burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus

S
E
J
A
R
A
H
Memasuki milenium ke-3, infeksi malaria masih
merupakan problema klinik bagi negara tropik/subtropik dan negara berkembang maupun negara yang
sudah maju. Malaria merupakan penyebab kematian
utama penyak.it tropik diperkirakan satu juta
penduduk dunia meninggal tiap tahunnya dan

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

terjadi kasus malaria baru 200-300 juta/tahun.


Malaria berasal dari bahasa Italia (mala +
aria) yang berarti "udara yang jelek/salah",
baru sekitar tahun 1880 Charles Louis
Alphonse Laveran dapat membuktikan bahwa
malaria disebabkan oleh adanya parasit
didalam sel darah merah, dan kemudian
Ronald Ross membuktikan siklus hidup
plasmodium dan transmisi penularannya pada
nyamuk. Oleh karena penemuannya Laveran
dan Ross mendapat hadiah Nobel.
Laporan kasus malaria yaitu adanya
demam dengan splenomegali telah dituliskan
dalam literature kuno dari Cina yaitu Nei
Ching Canon of Medicine pada 1700 SM
dan dari Mesir dalam Ebers Papyrus pada
tahun 1570 SM. Tahun 1948 ditemukan
siklus exoeritrositer pada
P. cynomolgi oleh Shortt dan Garnham; dan
pada tahun 1980 Krotoski
dan Garnham menemukan bentuk di
jaringan yang disebut hipnozoit yang
menyebabkan terjadinya relaps.
Pada permulaan abad-20 juga ditandai
dengan ditemukannya pepisida untuk
membunuh nyamuk yaitu
dichlorodiphenyl-trichloroethane (DDT) oleh Paul
Muller (Swiss). Suksesnya eradikasi
malaria dalam era tahun 1960-an ternyata
tidak sepenuhnya menghilangkan penyakit
malaria di dunia. Di Indonesia dengan adanya
program KOPEM (Komando Operasi
Pembasmian Malaria), malaria hanya
dapat dikontrol untuk daerah Jawa dan
Bali. Sampai sekarang masih banyak
kantung-kantung malaria khususnya daerah
Indonesia kawasan Timur (Irian, Maluku,
Timor Timur, NTT, Kalimantan dan
sebagian besar Sulawesi), beberapa daerah
Sumatera (Lampung, Riau, Bengkulu dan
Sumatera Barat dan Utara) dan sebagian
kecil Jawa (Jepara, sekitar Yogya dan Jawa
Barat).

Walaupun kina merupakan obat


pertama
yang
digunakan
untuk
mengobati demam (diduga oleh malaria)
pada tahun 1820 oleh Pelletier dan
Caventou, obat untuk malaria baru
dapat disintesa secara kimiawi yaitu
primakuin (1924), quinacrine ( 1930),
klorokuin ( 1934), amodi aquine(l 946),
primakuin ( 1950) dan pirimetamin
(1951). Deng an meluasnya resistensi
terhadap
pengobatan
kloroquin,
sulfadoksin pirimetamin serta onat-obat
lainnya, WHO melalui RBM ( Roll
Back Malaria) telah mencanangkan
perubahan pemakaian obat baru yaitu
kombinasi artemisinin (Artemisinin-base
Combination Therapy= ACT) untuk
mengatasi masalah resistensi pengabatan
dan
menurunkan morbiditas
dan
mortalitas.
D
I
S
T
R
I
B
U
S
I
D
A
N
I
N
S
I
D
E
N
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari
100 negara di benua Afrika, Asia,
Amerika (bagian Selatan) dan daerah

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

Oceania dan kepulauan Caribia.


Lebih dari 1.6 triliun manusia
terpapar oleh
malaria dengan
dugaan morbiditas 200-300 juta
dan mortalitas lebih dari I juta
pertahun. Beberapa daerah yang
bebas malaria yaitu Amerika
Serikat, Canada, negara di Eropa
(kecuali Rusia), Israel, Singapura,
Hongkong, Japan, Taiwan, Korea,
Brunei dan Australia. Negara
tersebut terhindar dari malaria
karena vektor kontrolnya yang
baik; walaupun demikian di negara
tersebut makin banyak dijumpai
kasus malaria yang di import
karena pendatang dari negara
malaria
atau
penduduknya
mengunjungi
daerah-daerah
malaria.
P. falciparum dan P. malariae umumnya di
jumpai pada semua negara
dengan malaria; di Afrika, Haiti dan
Papua
Nugini
umumnya
P.
falciparum;
P. vivax banyak di Amerika Latin.
Di
Amerika
Selatan,
Asia
Tanggara, negara Oceania dan
India umumnya P falciparum dan
P. vivax. P. ovale biasanya hanya
di Afrika. Di Indonesia kawasan
Timur mulai dari Kalimantan,
Sulawesi Tengah samapai ke
Utara, Maluku, Irian Jaya dan dari
Lombor sampai Nusatenggara
Timur
serta
Timor
Timur
merupakan
daerah
endemis
malaria dengan P. falciparum dan
P. vivax. Beberapa daerah di
Sumatera mulai dari Lampung,
Riau, Jambi dan Batam kasus
malaria cenderung meningkat.

T
R

A
N
S
M
I
S
I
D
A
N
E
P
I
D
E
M
I
O
L
O
G
I

D
a
u
r
H
i
d
u
p
P
a
r
a
s
i
t
M
a
l
a
r

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

i
a
Infeksi parasit malaria pada
manusia mulai bila nyamuk
anopheles betina menggigit
manusia dan nyamuk akan
melepaskan sporozoit ke dalam
pembuluh darah dimana sebagian
besar dalam waktu 45 inenit akan
menuju ke hati dan sebagian kecil
sisanya akan mati di darah. Di
dalam sel parenkim hati mulailah
perkembangan aseksual
(intrahepatic schizogony atau
pre-erythrocytes schizogony).
Perkembangan ini memerlukan
waktu 5,5 hari untuk plasmodium
falciparum dan 15hari untuk
plasmodium malariae. Setelah sel
parenkim hati terinfeksi, terbentuk
sizont hati yang apabila pecah
akan mengeluarkan banyak
merozoit ke sirkulasi darah. Pada
P. vivaxdan ovale, sebagian parasit

di dalam sel hati membentuk hipnozoit


yang dapat bertahan sampai bertahuntahun, dan bentuk ini yang akan
menyebabkan terjadinya relaps pada
malaria.
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit
akan menyerang eritrosit
dan masuk melalui reseptor permukaan
eritrosit. Pada P. vivax reseptor ini
berhubungan dengan faktor antigen
Duffy Fya atau Fyb.
Hal ini
menyebabkan individu dengan golongan
darah Duffi negatiftidak terinfeksi malaria
vivax. Reseptor untuk P. falciparum
diduga suatu glycophorins, sedangkan
pada P malariae dan P. ovate belum
diketahui. Dalam waktu
]. rnng dari 12jcil I' parasit berubah
menjadi bentuk ring, pada P.falciparum
menjadi bentuk stereo - headphones,
yang mengandung kromatin dalam
intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit
tumbuh setelah memakan hemoglobin
dan dalam metabolismenya membentuk
pigment yang disebut

Malaria 1755
hemozoin yang dapat dilihat secara
mikroskopik. Eritrosit yang berparasit
menjadi lebih elastik dan dinding
berubah lonjong, pada P. falciparum
dinding eritrosit membentuk tonjolan
yang disebut knob yang nantinya penting
dalam proses
cytoadherence
dan
rosetting. Setelah 36jam invasi kedalam
eritrosit, parasit berubah menjadi sizont,
dan bila sizont pecah akan mengeluarkan
6 - 36 merozoit dan siap menginfeksi
eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini
pada Pfalciparum, P. vivax dan P. ovale
ialah 48 jam dan pada P. malariae adalah
72 jam. (Gambar 1)

l
r

yang masuk dalam faktor penjamu


adalah tingkat endemisitas daerah
tempat tinggal, genetik, usia, status
nutrisi dan status imunologi. Parasit
dalam eritrosit (EP) secara garis besar
mengalami 2 stadium, yaitu stadium
cincin pada 24 jam I dan stadium matur
pada 24 jam ke II. Permukaan EP
stadium
cincin akan menampilkan
antigen
RESA
(Ring-erythrocyte
surgace antigen) yang menghilang
setelah parasit masuk stadium matur.
Permukaan membran EP stadium matur
akan mengalami penonjolan
dan
membentuk knob dengan Histidin Richprotein-I (HRP1) sebagai
komponen
utamanya.
Selanjutnya
bila
EP
tersebut
mengalami
merogoni,
akan
dilepaskan toksin malaria berupa
GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol
yang merangsang pelepasan TNF-a
dan interleukin-I (IL-1) dari makrofag.

r
Faktor
parasit
:
- Resi
sten
si
obat
- Kece
pata
n
multi

pli
ka
si
- Cara
invas
i
- Sitoa
dhere
ns
- Roset
ing
Po
lim
orfi
sm
e
ant
og
eni
k
- Varia
si

a
n
t
i
g
e
n
i
c
(
P
f
E
M
P
1
)
- To
ksi
n
ma
lari
a

Gambar 1. Daur hidup plasmodiumdan


mekanisme invasi eritrosit. (disalin
dari:

Fakto
r
sosial
dan
geogr
afi :
- Ak
se
s
m
en
da
pa
t
pe
ng
ob
at
an
- Fa
kto
r
fak
tor

b
u
d
a
y
a
d
a
n

Faktor pejamu (Host):

- lmunitas
- Sitokin

proinflamasi

- Genetik
- Umur

Kehamilan

e
k
o
n
o
m
i
- Stabilita
s politik
- lntensit
as
trans
misi
nyam
uk

Manifestasi klinik

Miller LH . The pathogenic basis of Malaria. Nature


2002, 415 : 673 - 679)
1

Asimptomatik

D
e
m
a
m
(
s
p
e
si
fi
k
)

Mala
ria
bera
t

Kematian

Di dalam darah sebagian parasit


akan membentuk garnet jantan dan
betina, dan bila nyamuk menghisap
darah manusia yang sakit akan terjadi
siklus seksual dalam tubuh nyamuk.
Setelah terjadi perkawinan akan
terbentuk zygote dan menjadi lebih
bergerak
menjadi
ookinet
yang
menembus dinding perut nyamuk dan
akhirnya menjadi bentuk oocyst yang
akan
menjadi
masak
dan
mengeluarkan sporozoit yang akan
bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk
dan siap menginfeksi manusia.
Tingginya side positive rate (SPR)
menentukan endemisitas suatu
daerah dan pola klinis penyakit
malaria akan berbeda. Secara tradisi
end
emi
sita
s
dae
rah
dib
agi
me
nja
di:
HIPOENDEMIK
: bila
parasit rate atau spleen rate 0
- 10%
MESOENDEMIK : bila paras
it rate atau spleen rate 10 50%
HIPERENDEMIK
:
bila
parasit rate atau spleen rate 50
- 75%
HOLOENDEMIK
: bila
parasit rate atau spleen rate
> 75%
Parasit rate dan spleen rate
ditentukan pada pemeriksaan anak-anak

usia 2 - 9 tahun. Pada daerah


holoendemik banyak penderita anak-anak
dengan anemia berat, pada daerah
hiperendemik dan mesoendemik mulai
banyak malaria serebral pada usia kanakkanak (2 - 10tahun), sedangkan pada
daerah hipoendemik/daerah tidak stabil
banyak dijumpai malaria serebral, malaria
dengan gangguan fungsi hati atau
gangguan fungsi ginjal pada usia dewasa.

P
A
T
O
G
E
N
E
S
I
S
D
A
N
P
A
T
O
L
O
G
I
Setelah
melaluijaringan
hati
P.falciparum
melepaskan
18-24
merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit
yang di lepaskan akan masuk dalam sel
RES di
limpa
dan
mengalami
fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang
lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa
akan menginvasi eritrosit. Selanjutnya

parasit
berkembang
biak
secara
aseksual dalam eritrosit. Bentuk
aseksual parasit dalam eritrosit (EP)
inilah yang bertanggung jawab dalam
patogenesa terjadinya malaria pada
manusia. Patogenesa malaria yang
banyak diteliti adalah patogenesa
malaria yang disebabkan oleh
P
.
f
a
l
c
i
p
a
r
u
m
.
Patogenesis malaria falsiparum
dipengaruhi oleh faktor parasit dan
faktor penjamu (host). Yang termasuk
dalam faktor parasit adalah intensitas
transmisi , densitas parasit dan
virulensi parasit. Sedangkan

Gambar 2. Gambaran klinis ditentukan


oleh faktor parasit , pejamu dan sosial
geografi. (Sumber : Miller LH, Baruch D I,
Marsk K, Doumbo Ok. The pathogenesis
basis of malaria, Nature 2002; 415:673)

Sitoadherensi. Sitoadherensi ialah


perlekatan antara EP stadium matur pada
permukaan
endotel
vaskuler.
Perlekatan terjadi dengan cara molekul
adhesif yang terletak dipermukaan
knob EP melekat dengan molekul
molekul
adhesif
yang
terletak
dipermukaan
endotel
vaskular.
Molekul adhesif di permukaan knob
EP secara kolektif disebut PfEMP-1,
Pfalciparum erythrocyte membrane
protein-I.
Molekul
adhesif
dipermukaan sel endotel vaskular
adalah
CD36,
trombospondin,
intercellular - adhesion molecule - I
(ICAM-1), vascular cell adhesion
molecule - I (VCAM), endothel
leucocyte adhesion molecule-I (EI.AMI) dan glycosaminoglycan chondroitin
sulfate A. PfEMP-1 merupakan
protein-protein hasil ekspresi genetik
oleh sekelompok gen yang berada
dipermukaan knob. Kelompok gen ini
disebut
gen VAR.
Gen VAR
mempunyai kapasitas variasi antigenik
yang sangat besar.
Sekuestrasi. Sitoadheren
menyebabkan EP matur tidak
beredar
kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam
eritrosit matur yang tinggal dalam
jaringan mikrovaskular disebut EP
matur yang mengalami sekuestrasi.
Hanya P falciparum yang mengalami
sekuestrasi, karena pada plasmo dium
lainnya seluruh siklus terjadi pada
pembuluh darah perifer. Sekuestrasi

terjadi pada organ-organ vital dan


hampir semua jaringan dalam tubuh.
Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak,
diikuti dengan hepar dan ginjal, paru
jantung, usus dan kulit. Sekuestrasi ini
diduga memegang peranan utama
dalam patofisiologi malaria berat.
Rosetting ialah berkelompoknya EP
matur yang diselubungi 10 atau
lebih eritrosit yang non-parasit.
Plasmodium yang dapat melakukan
sitoadherensi
juga
yang dapat
melakukan
rosetting.
Rosetting

menyebabkan obstruksi aliran darah


lokal/dalam
jaringan
sehingga
mempermudah terjadinya sitoadheren.
Sitokin. Sitokin terbentuk dari sel
endotel, monosit dan makrofag
setelah mendapat stimulasi dari
malaria toksin (LPS , GPI ). Sitokin ini
antara lain TNF-a (tumor necrosis
factor-alpha), interleukin-I (IL-I),
interleukin-6 (JL-6), interleukin-3
(IL-3), LT ( lymphotoxin) dan
inteiferon-gamma
(INF-y).
Dari
beberapa penelitian dibuktikan bahwa

1756 Tropik lnfeksi


penderita
malaria
serebral
yang
meninggal atau dengan komplikasi berat
seperti hipoglikemia mempunyai kadar
TNF-a yang tinggi. Demikian juga
malaria tanpa komplikasi kadar TNF-a,
IL- I, IL-6 lebih rendah dari malaria
serebra!. Walaupun demikian hasil ini
tidak konsisten karena juga dijumpai
penderita malaria yang mati dengan
TNF normal/rendah atau pada malaria
serebral yang hidup dengan sitokin yang
tinggi. Oleh karenanya diduga adanya
peran dari neurotransmitter yang lain
sebagai free-radical dalam kaskade ini
seperti nitrit-oxide sebagai faktor yang
penting dalam patogenesa malaria berat.
Nitrit Oksida. Akhir-akhir ini
banyak diteliti peran mediator nitrit
oksid (NO) baik dalam menumbuhkan
malaria berat terutama malaria serebral,
maupun
sebaliknya
NO
justru
memberikan
efek
protektifkarena
membatasi perkembangan parasit dan
menurunkan ekspresi molekuladhesi.
Diduga produksi NO lokal di organ
terutama otak yang berlebihan dapat
mengganggu fungsi organ tersebut.
Sebaliknya pendapat lain menyatakan
kadar NO yang tepat, memberikan
perlindungan terhadap malaria berat.
Justru kadar NO yang rendah mungkin
menimbulkan
ma
laria
berat.
ditunjukkan dari rendahnya kadar nitrat
dan nitrit total pada cairan serebrospiral.
Anak-anak penderita malaria serebral di
Afrika, mempunyai kadar arginin pada
pasien tersebut rendah. Masalah peran
sitokin prointlamasi dan NO pada
patogenesis malaria berat masih con
troversial. banyak hipotesis yang belum
dapat dibuktikan dengan jelas dan hasil

berbagai
penelitian
bertentangan.

sering

saling

P
A
T
O
L
O
G
I
Studi patologi malaria hanya dapat
dilakukan pada malaria falsiparum
karena kematian biasanya disebabkan oleh
P.falciparum. Selain perubahan jaringan
dalam patologi malaria yang penting ialah
keadaan mikro-vaskular dimana parasit
malaria berada. Beberapa organ yang
terlibat antara lain otak, jantung-paru.
hati-limpa, ginjal. usus, dan sumsum
tulang. Pada otopsi dijumpai otak yang
membengkak dengan perdarahan petekie
yang multipel pada jaringan putih (white
matter). Perdarahanjarang pada substansi
abu-abu. Tidak dijumpai
hemiasi.
Hampir seluruh pembuluh kapiler dan
vena penuh dengan parasit. Pada jantung
dan paru selain sekuestrasi,jantung relatif
normal. bi la anemia tampak pucat dan
dilatasi. Pada paru di jumpai gambaran
edema paru. pembentukan membran
hialin, adanya aggregasi leukosit. Pada
Ginjal
tampak
bengkak.
tubulus
mengalarni iskemia. sekuestrasi pada
kapiler glomeruls,
proliferasi sel
mesangial dan endotel. Pada pemeriksaan
imunofluorensen
dijumpai
deposisi
imunoglobulin pada membran basal
kapiler glomerulus. Pada saluran cema
bagian atas dapat terjadi perdarahan

karena erosi, selain sekuestrasi juga


dijumpai iskemia yang menyebabkan
nyeri perut. Pada sumsum tulang
dijumpai dyserythropoises, makrofag
mengandung banyak pigment, dan
erythrophagocytosis.

I
M
U
N
O
L
O
G
I
Imunitas terhadap malaria sangat
kompleks, melibatkan hampir seluruh
komponen sistim imun baik spesifik
maupun
non-spesifik,
imunitas
humoral maupun seluler, yang timbul
secara
alami
maupun
didapat
(acquired)
akibat
infeksi
atau
vaksinasi. lmunitas spesifik timbulnya
lambat. Imunitas hanya bersifat jangka
pendek (short lived) dan barangkali
tidak ada imunitas yang permanen dan
sempuma.
Bentuk imunitas terhadap malaria
dapat dibedakan atas : I). lmunitas
alamiah
non-imunologis
berupa
kelainan-kelainan genetik polimorfisme
yang
dikaitkan dengan
resistensi
terhadap malaria. Misalnya: hemoglobin
S (sickle cell trait), hemoglobin C,
hemoglobin E, talasemia a/ , defisiensi
glukosa-6 pospat dehidrogenase (G6PD),
ovalositosis herediter, golongan darah
Duffy negatif kebal terhadap infeksi P.
vivax, individu dengan human leucocyte
antigen (HLA) tertentu misalnya HLA
Bw 53 lebih rentan terhadap malaria
dan melindungi terhadap malaria
berat; 2). Imunitas didapat non-spesifik

(non-adaptive/innate). Sporozoit yang


masuk darah segera dihadapi oleh respon
imun
non-spesifik
yang
terutama
dilakukan oleh makrofag dan monosit,
yang menhasilkan sitokin-sitokin seperti
TNF, IL- I , IL - 2 , IL- 4 , IL - 6 , IL-8,
IL- I 0, secara langsung menghambat
pertumbuhan
parasit
(sitostatik),
membunuh parasit

(sitotoksik); 3). Imunitas didapat


spesifik. Tanggapan sistim imun
terhadap infeksi malaria mempunyai
sifat spesies spesifik, strain spesifik,
dan stage spesifik. Imunitas terhadap
stadium siklus hidup parasit (stage
spesific), dibagi menjadi:
Imunit
as
pada
stadiu
m
eksoeri
trositer
:
Eksoeritrositer
ekstrahepatal
(stadium sporozoit), respons
imun
pada stadium ini : a). antibodi
yang
menghambat
masuknya
sporozoit ke
hepatosit.
b).
antibodi
yang
membunuh
sporozoit
melalui
opsonisasi
Contoh
:
Sirkumsporozoid
protein
(Circumsporozoid
protein/CSP), Sporozoid Threonin
and
asparagin rich protein
(STARP), Sporozoid and liver
stage
antigen
(SALSA),
Plasmodium falcifarum sporozoite
surface protein-2 ( SSP-2 I
Trombospondin
related
anonymous protein = TRAP).
Eksoeritrositer intrahepatik,
respons imun pada stadium ini:
Limfosit T sitotoksik CDS+,
antigen/ antibodi pada stadium
hepatosit:
Liver
stage
antigen
-1
(LSA-1), LSA2, LSA-3
Imunitas pada stadium aseksual
eritrositer berupa: antibodi yang
mengaglutinasi merozoit, antibodi

yang menghambat cytoadherance,


antibodi
yang
menghambat
pelepasan atau menetralkan toksintoksin paras it.
Contoh : Antigen dan antibodi
pada stadium merozoit : Merozoit
surface
antigen/protein
-l(MSA/MSP-1), MSA- 2, MSP-3,
Apical membrane Antigen (AMA-1),
Eritrocyte Binding Antigen - 175
(EBA- 175), Rhoptry Associated
Protein - I (RAP- I), Glutamine
Rich Protein (GLURP)
Antigen dan antibodi pada stadium
aseksual eritrositer : Pf - 155/ Ring
Eritrocyte Surface Antigen (RESA),
Pf-155 Ring Eritrocyte Sur face
Antigen (RESA), Serine Repeat
Antigen (SERA), Histidine Rich
protein-2 (HRP-2), P. falcifarum
Eritrocyte Membrane Protein - I I
Pf - EMP-1, Pf-EMP-2, Mature
Parasite Infective Erytrocyte Sur
face Antigen (MESA), Pf-EMP-3,
Heat Shock Protein- 70 (HSP-70)
Imunitas pada stadium seksual
berupa : antibodi yang membunuh
gametosit,
antibodi
yang
menghambat fertilisasi, antibodi
yang menghambat transformasi
zigot
menjadi
ookinete,
antigen/antibodi
pada
stadium
seksual prefertilisasi : Pf- 230
(Transmission blocking antibody),
Pf - 48/45, Pf- 7125, Pf-16, Pf-320,
dan antigen/antibodi pada stadium
seksual post fertilisasi, misal : Pf25, Pf-28

Perhatian
pembuatan
vaksin
banyak ditujukan pada stadium
sporozoit,
terutama
dengan
menggunakan epitop tertentu dari
sirkumsporozoid.
Respon
imun
spesifik
ini
diatur
dan/atau

dilaksanakan langsung oleh limfosit


T untuk imunitas seluler dan limfosit
B untuk imunitas humoral.

G
E
J
A
L
A
K
L
I
N
I
S
Manifestasi klinik malaria tergantung
pada imunitas penderita, tingginya
transmissi infeksi malaria. Berat/
ringannya infeksi dipengaruhi oleh
jenis plasmodium (P. Falciparum
sering memberikan komplikasi), daerah
asal infeksi (pola resistensi terhadap
pengobatan), umur (usia Ianjut dan
bayi sering lebih berat), ada dugaan
konstitusi genetik, keadaan kesehatan
dan nutrisi, kemoprofilaktis
dan
pengobatan sebelumnya. (Gambar 2)
MANIFESTA
SI MALARIA
TANPA
KOMPLIKASI
Dikenal 4 jenis plasmodium (P) yaitu
P. vivax, merupakan infeksi yang
paling sering dan menyebabkan
malaria tertiana/ vivax, P. falciparum,
memberikan banyak komplikasi dan
mempunyai perlangsungan
yang

cukup ganas, mudah resisten dengan


pengobatan
dan
memyebabkan
malaria
tropika/falsiparum,
P.
malariae, cukup jarang namun dapat
menimbulkan sindroma nefrotik dan
menyebabkan
malaria
quartana/
malariae dan P. ovale dijumpai pada
daerah Afrika dan Pasifik Barat,
memberikan infeksi yang paling
ringan dan sering sembuh spontan
tanpa
pengobatan,
menyebabkan
malaria ovale.

M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i
U
m
u
m
M
a
l
a
r
i
a
Malaria
mempunyai
gambaran
karakteristik demam periodik, anemia
dan splenomegali. Masa inkubasi
bervariasi pada masing-masing

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

Malaria 1757
plasmodium.
(Tabel
1)
Keluhan
prodromal
dapat
terjadi
sebelum
terjadinya demam berupa kelesuan,
malaise, sakit kepala, sakit belakang,
merasa dingin di punggung, nyeri sendi
dan tulang, demam ringan, anoreksia ,
perut tak enak, diare ringan dan kadangkadang dingin. Keluhan prodromal
sering terjadi pada P. vivax dan ovale,
sedang pada P.falciparum dan malariae
keluhan prodromal tidakjelas bahkan
gejala dapat mendadak.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya "
Trias Malaria "secara berurutan:
periode dingin (15-60 menit) : mulai
menggigil,
penderita
sering
membungkus diri dengan selimut atau
sarung dan pada saat menggigil ering
seluruh badan bergetar dan gigi-gigi
saling
terantuk,
diikuti
dengan
meningkatnya temperatur; diikuti dengan
periode panas : penderita muka merah,
nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi
beberapa jam , diikuti dengan keadaan
berkeringat;
kemudian
periode
berkeringat:
penderita
berkeringat
banyak dan temperatur turun, dan
penderita merasa sehat.Trias malaria
lebih sering terjadi pada infeksi P.
vivax , pada P. falciparum menggigil
dapat berlangsung berat ataupun tidak
ada.Periode tidak panas berlangsung
12jam pada P. falciparum, 36jam pada
P. vivax dan ovale, 60 jam pada P.
malariae.
Anaemia merupakan gejala yang
sering dijumpai pada infeksi
malaria.
Beberapa
mekanisme
terjadinya anaemia ialah : pengrusakan
eritrosit
oleh
parasit,
hambatan

eritropoiesis sementara, hemolisis oleh


karena proses complement mediated
immune
complex,
eritrofagositosis,
penghambatan pengeluaran retikulosit,
dan pengaruh sitokin. Pembesaran limpa
(splenomegali) sering dijumpai pada
penderita malaria, limpa akan teraba
setelah 3- hari dari serangan infeksi akut,
limpa menjadi bengkak, nyeri dan
hiperemis. Limpa merupakan organ yang
penting dalam pertahanan tubuh terhadap
infeksi malaria , penelitian pada binatang
percobaan limpa menghapuskan eritrosit
yang
terinfeksi
melalui perubahan
metabolisme, antigenik dan rheological
dari eritrosit yang terinfeksi.

Beberapa keadaan klinik dalam


perjalanan infeksi malaria ialah:
(Gambar 3)
Serangan primer: yaitu keadaan
mulai dari akhir masa inkubasi dan
mulai terjadi serangan paroksismal
yang terdiri dari dingin/menggigil;
panas dan berkeringat. Serangan
paroksismal ini dapat pendek atau
panjang tergantung dari perbanyakan
parasit
dan
keadaan
immunitas
penderita.

berulangnya
gejala
klinik
atau
parasitemia yang lebih lama dari waktu
diantara serangan periodik dari infeksi
prime yaitu setelah periode yang lama
dari masa latent (sampai 5 tahun),
biasanya terjadi karena infeksi tidak
sembuh atau oleh bentuk
diluar
eritrosit (hati) pada malaria vivaks atau
ovale.

Periode latent :yaitu periode tanpa

Inkubasi 12-17 hari, ladang-kadang


lebih panjang 12- 20 hari. Pada hari hari
pertama panas iregular, kadang-kadang
remiten atau intermiten, pada saat
tersebut perasaan dingin atau menggigil
jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe
panas menjadi intenniten dan periodik
setiap 48 jam dengan gejala klasik trias
malaria. Serangan paroksismal biasanya
terjadi waktu sore hari. Kepadatan
parasit mencapai maksimal dalam
waktu 7-14 hari. Pada rninggu kedua
limpa mulai teraba. Parasitemia mulai
menurun setelah 14hari, limpa masih
membesar dan panas masih berlangsung,
pada akhir rninggu kelima panas mulai
turun secara krisis. Pada
malaria
vivaks

gejala dan tanpa parasitemia selama


terjadinya infeksi malaria. Biasanya
terjadi
diantara
dua
keadaan
paroksismal.

Recrudescense:

berulangnya gejala
klinik dan parasitemia dalam masa 8
rninggu sesudah berakhirnya serangan
primer. Recrudescense dapat terjadi
berupa berulangnya gejala klinik
sesudah periode laten dari serangan
primer.

Recurrence : yaitu berulangnya gejala


klinik atau parasitemia setelah 24
minggu berakhirnya serangan primer.

Relapse

atau

Rechute:

ialah

Manifestasi
Klinik
Malaria
Tertiana/
M.Vivax/ M.Benigna.

Tabet 1. Manifestasi Klinik lnfeksi


Plasmodium
Plasmodium Masa lnkubasi (hari)
Panas Oam) Relaps
Recrudensi
Falsiparum

12 (9-14)
24,36,

Vivax
48
Tipe

Ovate
48
Malariae
72

13(12-17) 12

++
bulan
17 (16-18)

++

28 (18-40)

(disalin dari Cook 1988)


48

Anemia kronik; splenomegali ruptur


limpa.

Manifestasi Klinik

sama dengan vivax


Rekrudensi sampai 50 tahun;
splenomegali menetap;limpa
jarang ruptur; sindroma nefrotik.

Gejala gastrointestinal; hemolisis;


anemia; ikterus hemoglobinuria; syok;
algid malaria; gejala serebral; edema
paru ; hipoglikemi; gangguan
kehamilan; kelainan retina; kematian.

2
S
IM
P
1
T
a
O
M

KUNIS

----

----

3
5

6a

5a
AMBANG PIROGENITAS

--------

---

NILA!

KLI
NIS,
ME
NIN
GKA
T
SES
UAI
DEN
GAN
IMU
NIT
AS

P
A
R
A
S
I
T
E
M
I
A
P
A
T
E
N

PARASIT
EMIA
PATEN

Stadiu
m
jaringa
n hati

P
r
i
m
e
r

&
Sekun
der

P
E
N
Y
E
B
A
B

I'

R
A
D
I
K
A
L
A
T
A
U
S
P
O
N
T
A
N

1. Masa
lnkubasi
2. Masa
Prepaten
3. Seranga
n primer
paroksis
mal

3. Masa
laten (
masa
laten
klinis)
4. Rekru
densi
5. Masa
laten

Gambar 3. Perjalanan klinis infeksi malaria

5a. Masa laten parasit


6. R
ekur
ensi
klinis
(rela
ps
ranja
ng)
6a.R
elap
s
para
sit

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

1758 Tropik lnfeksi


manifestasi klinik dapat berlangsung
secara berat tapi kurang membahayakan,
limpa dapat membesar sampai derajat 4
atau 5 (ukuran Hackett). Malaria serebral
jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan
karena hipoalbuminemia.
Mortalitas
malaria vivaks rendah tetapi morbiditas
tinggi karena seringnya terjadi relapse.
Pada penderita yang semi immune
perlangsungan malaria vivax tidak
spesifik dan ringan saja; parasitemia
hanya rendah; serangan demam hanya
pendek dan penyembuhan lebih cepat.
Resistensi terhadap kloroquin pada
malaria vivaks juga dilaporkan di lrian
Jaya dan di daerah lainnya. Relaps sering
terjadi
karena
keluamya
bentuk
hipnozoit yang tertinggal di hati pada
saat status imun tubuh menurun.

terbukti dengan adanya peningkatan lg M


bersama peningkatan titer antibodinya.
Pada pemeriksaan dapat dijumpai edema,
asites,
proteinuria
yang
banyak,
hipoproteinaemia, tanpa uremia dan
hipertensi. Keadaan ini prognosisnya
jelek, respons terhadap pengobatan anti
malaria tidak menolong, diet dengan
kurang garam dan tinggi protein, dan
diuretik boleh dicoba, steroid tidak
berguna. Pengobatan dengan azatioprin
dengan dosis 2-2,5 mg/kg B.B selama 12
bulan tampaknya memberikan hasil yang
baik;
siklofosfamid
lebih
sering
memberikan effek toksik. Recrudescense
sering terjadi pada plasmodium malariae,
parasit dapat bertahan lama dalam darah
perifer, sedangkan bentuk diluar eritrosit
(di hati) tidak terjadi pada P. malariae.

Manifestasi
Klinis Malaria
Malariae/M.
Quartana
M. malariae banyak dijumpai didaerah
Afrika, Amerika latin, sebagian Asia.
Penyebarannya tidak seluas P. vivax dan
P.falciparum. Masa inkubasi 18 - 40 hari.
Manifestasi klinik seperti pada malaria
vivax hanya berlangsung lebih ringan,
anaemia jarang terjadi, splenomegali
sering dijumpai walaupun pembesaran
ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap
3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan
parasitemia sangat rendah < 1%.
Komplikasi jarang terjadi, sindroma
nefrotik dilaporkan pada infeksi
plasmodium malariae pada anak-anak
Afrika. Diduga komplikasi ginjal
disebabkan oleh karena deposit kompleks
immun pada glomerulus ginjal. Hal ini

M
a
n
if
e
s
t
a
s
i
K
li
n
i
s
M
a
l
a
r
i

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

a
O
v
a
t
e
Merupakan bentuk yang paling ringan
dari semua jenis malaria. Masa inkubasi
11-16 hari, serangan paroksismal 3-4
hari terjadi malam hari dan jarang lebih
dari 10 kali walaupun tanpa terapi.
Apabila terjadi infeksi campuran dengan
plasmodium lain, maka P.ovale tidak
akan tampak didarah tepi, tetapi
plasmodium yang lain yang akan
ditemukan. Gejala Klinis hampir sama
dengan malaria vivaks, lebih ringan,
puncak panas lebih rendah dan
perlangsungan lebih pendek, dan dapat
sembuh spontan tanpa pengobatan.
Serangan menggigil jarang terjadi dan
splenomegali jarang sampai dapat diraba.
Manifestasi
klinis
Malaria
Tropika/M.
falsiparum
Malaria tropika merupakan bentuk yang
paling berat, ditandai dengan panas yang
ireguler,
anaemia,
splenomegali,
parasitemia sering dijumpai, dan sering
terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14
hari. Malaria tropika mempunyai
perlangsungan
yang
cepat,
dan
parasitemia yang tinggi dan menyerang
semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal
yang sering dijumpai yaitu sakit kepala,
nyeri belakang/ tungkai, lesu, perasaan
dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit
sulit ditemui pada penderita dengan
pengobatan supresif. Panas biasanya
ireguler dan tidak periodik, sering terjadi
hiperpireksia dengan temperatur di atas
40C. Gejala lain berupa konvulsi,
pneumonia aspirasi dan banyak keringat

walaupun temperatur normal. Apabila


infeksi memberat nadi cepat, nausea,
muntah, diarea menjadi berat dan diikuti
kelainan paru (batuk). Splenomegali
dijumpai lebih sering dari hepatomegali
dan nyeri pada perabaan; hati membesar
dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan
urin dapat berupa albuminuria, hialin dan
kristal yang granuler. Anemia lebih
menonjol
dengan
leukopenia
dan
monositosis.

D
I
A
G
N
O
S
I
S
M
A
L
A
R
I
A
Diagnosa malaria sering memerlukan
anamnesa yang tepat dari penderita
tentang asal penderita apakah dari
daerah
endemik malaria,
riwayat
berpergian ke daerah malaria, riwayat
pengobatan kuratip maupun preventip.

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

Peme
riksaa
n
Tetes
Darah
Untuk
Malari
a
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi
untuk menemukan adanya parasit
malaria
sangat
penting
untuk
menegakkan diagnosa. Pemeriksaan
satu kali dengan hasil negatip tidak
mengenyampingkan diagnosa malaria.
Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil
negatip maka diagnosa malaria dapat
dikesampingkan.
Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan oleh tenaga
laboratorik yang berpengalaman dalam
pemeriksaan
parasit
malaria.
Pemeriksaan pada saat penderita
demam atau panas dapat meningkatkan
kemungkinan ditemukannya parasit.
Pemeriksaan
dengan
stimulasi
adrenalin
1:1000
tidak
jelas
manfaatnya dan sering membahayakan
terutama penderita dengan hipertensi.
Pemeriksaan parasit malaria melalui
aspirasi sumsum tulang hanya untuk
maksud akademis dan tidak sebagai cara
diagnosa
yang
praktis.
Adapun
pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan
melalui :
Tetesan preparat darah tebal. Merupakan
cara terbaik untuk menemukan parasit
malaria karena tetesan darah cukup
banyak dibandingkan preparat darah
tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya
untuk studi di lapangan. Ketebalan
dalam membuat sediaan perlu untuk
memudahkan
identifikasi
parasit.
Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5
menit
(diperkirakan
100 lapang

pandangan dengan pembesaran kuat).


Preparat dinyatakan negatip bila setelah
diperiksa 200 lapang pandangan dengan
pembesaran kuat 700- 1000 kali tidak
ditemukan parasit. Hitung parasit dapat
dilakukan pada tetes tebal dengan
menghitungjumlah parasit per 200
leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka
hitung parasitnya ialah jumlah parasit
dikalikan 50 merupakan jumlah parasit
per mikro-liter darah.
Tetesan darah tipis. Digunakan untuk
identifikasi jenis plasmodium, bila
dengan preparat darah tebal sulit
ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan
sebagai hitung parasit (parasite count),
dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit
yang mengandung parasit per 1000 sel
darah merah. Bilajumlah parasit >
100.000/ul darah menandakan infeksi
yang berat. Hitung parasit penting untuk
menentukan prognosa penderita malaria,
walaupun komplikasi juga dapat timbul
dengan jumlah parasit yang minimal.
Pengecafan dilakukan dengan cat
Giemsa, atau Leishman 's, atau Field's
dan juga Romanowsky. Pengecatan
Giemsa yang umum dipakai pada
beberapa laboratorium dan merupakan
pengecatan yang mudah dengan hasil
yang cukup baik.

T
e
s
A
n
t
i
g
e
n

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

:
P
F
t
e
s
t
Yaitu
mendeteksi
antigen
dari
P.Falciparum (Histidine Rich Protein
If). Deteksii sangat cepat hanya 3 - 5
menit, tidak memerlukan latihan
khusus, sensitivitasnya baik, tidak
memerlukan alat khusus. Deteksi
untuk antigen vivaks sudah beredar di
pasaran yaitu dengan metode ICT. Tes
sejenis dengan mendeteksi laktat
dehidrogenase
dari
plasmodium
(pLDH)
dengan
cara
immunochromatographic
telah
dipasarkan
dengan
nama
tes
OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi
dari 0 - 200 parasit/ul darah dan dapat
membedakan apakah
infeksi
P.
Falciparum atau P. vivax. Sensitivitas
sampai 95% dan hasil positif salah
lebih rendah dari tes deteksi HRP-2.
Tes ini sekarang dikenal sebagai tes
cepat (Rapid Test). Tes ini tersedia
dalam berbagai nama tergantung pabrik
pembuatnya
T
e
s

S
e
r
o
l
o
g
i
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak
tahun 1962 dengan memakai tehnik
indirectfluorescent antibody test. Tes ini
berguna mendeteksi adanya antibodi
specifik terhadap malaria atau pada
keadaan dimana parasit sangat minimal.
Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat
diagnostik sebab antibodi barn terjadi
setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat
tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor
darah. Titer> 1:200 dianggap sebagai
infeksi barn; dan test> 1: 20 dinyatakan
positip. Metode metode tes serologi antara
lain indirect haemagglutination test,
immuno precipitation techniques, ELISA
test, radio-immunoassay.
Pemeriksaan
PCR
(Polymerase
Chain
Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka
dengan teknologi amplifikasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan
sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.
Keunggulan tes ini walaupun jumlah
parasit sangat sedikit dapat memberikan
hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai
sarana penelitian dan belum untuk
pemeriksaan rutin.

Malaria 1759
D
I
A
G
N
O
S
I
S
B
A
N
D
I
N
G
M
A
L
A
R
I
A
Demam merupakan salah satu gejala
malaria yang menonjol, yang juga
dijumpai pada hampir semua penyakit
infeksi seperti infeksi virus pada sistim
respiratorius,
influenza,
bruselosis,
demam tifoid, demam dengue, dan
infeksi
bakterial
lainnya
seperti
pneumonia, infeksis saluran kencing,
tuberkulosis. Pada daerah hiper-endemik
sering dijumpai penderita dengan
imunitas yang tinggi sehingga penderita
dengan infeksi malaria tetapi tidak
menunjukkan gejala klinis malaria. Pada
malaria
berat
diagnosa
banding
tergantung manifestasi malaria beratnya.
Pada malaria dengan ikterus, diagnosa

banding ialah demam tifoid dengan


hepatitis, kolesistitis, abses hati, dan
leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul
ikterus biasanya tidak dijumpai demam
lagi. Pada malaria serebral harus
dibedakan dengan infeksi pada otak
lainnya seperti meningitis, ensefalitis,
tifoid ensefalopati,
tripanososmiasis.
Penurunan kesadaran dan koma dapat
terjadi
pada
gangguan
metabolik
(diabetes, uremi), gangguan serebro
vaskular (strok), eklampsia, epilepsi, dan
tumor otak.

KO
MP
LIK
ASI
PE
NY
AKI
T
MA
LA
RIA
Komplikasi malaria umumnya disebabkan
karena P. falciparum dan sering di sebut
pernicious manifestations. Sering terjadi
mendadak
tanpa
gejala
gejala
sebelumnya, dan sering terjadi pada
penderita yang tidak imun seperti pada
orang
pendatang
dan
kehamilan.
Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh
penderita malaria yang dirawat di RS dan
20% dari padanya merupakan kasus yang
fatal. Data di Minahasa insiden malaria
berat ialah 6% dari kasus yang dirawat di
RS dengan mortalitas 10-20%.
Penderita malaria dengan komplikasi
umumnya digolongkan sebagai malaria
berat
yang
menurut
WHO

didefinisikan sebagai infeksi


P. falciparum dengan satu atau lebih
komplikasi sebagai berikut: I). Malaria
Serebral (coma) yang tidak disebabkan
oleh penyakit lain atau lebih dari 30
menit setelah serangan kejang; derajat
penurunan kesadaran harus dilakukan
penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma
Scale); 2). Acidemia/acidosis: pH darah
< 7.25 atau plasma bicarbonate< 15
mmol/l, kadar laktat vena <>5 mmol/l,
klinis pernafasan dalam/ respiratory
distress; 3). Anemia berat (Hb < 5
g/dl atau hematokrit
< 15%) pada keadaan parasit >
10.000/ul; bila anemianya hipokromik
dan/atau
miktositik
harus
dikesampingkan
adanya
anemia
defisiensi
besi,
talasemia/
hemoglobinopati lainnya; 4). Gaga!
ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24
jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg
BB pada anak-anak) setelah dilakukan
rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/di;
5). Edema paru non-kardiogenik/ARDS
(Adult
Respitarory
Distress
Syndrome); 6). Hipoglikemi : gula darah
< 40 mg/di; 7). Gaga! sirkulasi atau
Syok : tekanan sistolik < 70 mmHg (anak
1-5 tahun <50 mmHg); disertai keringat
dingin atau perbedaan temperatur kulitmukosa > 10 C; 8). Perdarahan spontan
dari hidung, gusi, saluran cerna, dan/
atau disertai kelainan laboratorik adanya
gangguan koagulasi intravaskuler; 9).
Kejang berulang lebih dari 2 kali/ 24
jam; 10). Makroskopik hemoglobinuri
oleh karena infeksi malaria akut (bukan
karena obat anti malaria /kelainan
eritrosit (kekurangan G-6-PD); 11).
Diagnosa
post-mortem
dengan
ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler pada jaringan otak.
Beberapa keadaan lain yangjuga

digolongkan sebagai malaria berat sesuai


dengan gambaran klinik daerah setempat
ialah : 1). Gangguan kesadaran ringan
(GCS < 15) di Indonesia
sering
dalam keadaan delirium; 2). Kelemahan
otot (tak bisa duduk/ berjalan) tanpa
kelainan neurologik; 3). Hiperparasitemia
> 5% pada daerah hipoendemik atau
daearah tak stabil malaria; 4). Ikterik (
bilirubin > 3 mg/dl) bila disertai gagal
oragan lain; 5). Hiperpireksia (temperatur
rektal > 40 C) pada orang dewasa/anak.

M
a
l
a
r
i
a
S
e
r
e
b
r
a
l
Terjadi kira-kira 2% pada penderita nonimun, walaupun demikian masih sering
dijumpai pula didaerah endemik seperti
di Jepara (Jawa Tengah), Sulawesi Utara,
Maluku, dan Irian Jaya. Secara sporadik
juga ditemui pada beberapa kota besar di
Indonesia umumnya sebagai kasus
import. Merupakan komplikasi yang
paling berbahaya dan memberikan
mortalitas 20-50% dengan pengobatan .
Penelitian
di
Indonesia
mortalitas
berkisar 21,5%- 30,5%. Gejala malaria
serebral dapat ditandai dengan koma yang
tak bisa dibangunkan, bila dinilai
dengan GCS (Glasgow Coma Scale)

ialah di bawah 7 atau equal dengan


keadaan klinis soporous. Sebagian
penderita terjadi gangguan kesadaran
yang lebih ringan seperti apati,
somnolen, delirium dan perubahan
tingkah laku (penderita tidak mau
bicara). Dalam praktek keadaan ini
harus ditangani sebagai malaria serebral
setelah
penyebab
lain
dapat
disingkirkan. Penurunan kesadaran
menetap untuk waktu lebih dari 30
menit, tidak sementara panas atau
hipoglikemi membantu meyakinkan
keadaan malaria serebral. Kejang,
kaku kuduk dan hemiparese dapat
terjadi walaupun cukup jarang. Pada
pemeriksaan neurologik reaksi mata
divergen, pupil ukuran normal dan
reaktif, funduskopi normal atau dapat
terjadi perdarahan. Papiledema jarang,
refleks komea normal pada orang
dewasa, sedangkan pada anak refleks
cornea dapat hilang. Refleks abdomen
dan
kremaster
normal,
sedang
Babinsky
abnormal
pada
50%
penderita.
Pada
keadaan
berat
penderita dapat mengalami dekortikasi (
lengan flexi dan tungkai extensi),
decerebrasi (lengan dan tungkai
extensi), opistotonus, deviasi mata ke
atas dan lateral. Keadaan ini sering
disertai dengan hiperventilasi. Lama
koma pada orang dewasa dapat 2-3
hari, sedang pada anak satu hari.
Diduga pada malaria serebral terjadi
sumbatan kapiler pembuluh darah
otak sehingga terjadi anoksia otak.
Sumbatan tersebut terjadi karena
eritrosit yang mengandung parasit sulit
melalui pembuluh kapiler karena proses
sitoadherensi dan sekuestrasi parasit.
Akan tetapi penelitian Warrell DA
menyatakan bahwa tidak ada perubahan
cerebral blood flow, cerebra vasculer

resistence, ataupun cerebral metabolic


rate for oxygen pada penderita koma
dibandingkan penderita yang telah
pulih kesadarannya. Kadar laktat pada
cairan serebro-spinal (CSS) meningkat
pada malaria serebral yaitu > 2.2
mmol/l (19,6 mg/di) dan dapat
dijadikan indikator prognosis; yaitu bila
kadar laktat > 6 mmol/l mempunyai
prognosa yang fatal. Pada pengukuran
tekanan intrakranial meningkat pada
anak-anak (80% ), sedangkan pada
penderita dewasa biasanya normal. Pada
pemeriksaan CT scan biasanya normal,
adanya edema serebri hanya dijumpai
pada kasus-kasus yang agonal. Pada
malaria serebral biasanya dapat disertai
gangguan fungsi organ lain seperti
ikterik, gaga) ginjal, hipoglikemia dan
edema paru. Bila terjadi lebih dari 3
komplikasi organ, maka
prognosa
kematian > 75%.

G
a
g
a
l
G
i
n
j
a
l
A
k
u
t
(
G
G
A

)
Kelainan fungsi ginjal sering terjadi
pada penderita malaria dewasa.
Kelainan fungsi ginjal dapat pre-renal
karena dehidrasi (> 50%) dan hanya 510% disebabkan nekrosis tubulus
akut.
Gangguan
ginjal
diduga
disebabkan adanya anoksia karena
penurunan aliran darah ke ginjal
akibat dari sumbatan kapiler. Sebagai
akibatnya terjadi penurunan filtrasi
pada glomerulus. Secara klinis dapat
terjadi fase oliguria ataupun poliuria.
Pemeriksaan
laboratorium
yang
diperlukan yaitu urin mikroskopik,
berat jenis urin, natrium urin, serum
natrium, kalium, ureum, kreatinin,
analisa gas darah serta produksi urin.
Apabila berat jenis (B.J) urin <
1.010 menunjukkan dugaan nekrosis
tubulus akut; sedangkan urin yang
pekat BJ.> 1,015, rasio urea urin:
darah > 4:1, natrium urin < 20
mmol/l
menunjukkan
keadaan
dehidrasi. Beberapa faktor risiko
yang mempermudah terjadinya GGA
ialah
hiperparasitemia,
hipotensi,
ikterus, hemoglobinuri. Penanganan
penderita dengan kelainan fungsi
ginjal di Minahasa memberikan
mortalitas 48%. Dialisis merupakan
pilihan pengobatan untuk menurunkan
mortalitas.Seperti
pada
hiperbilirubinemia, anuria dapat terus
berlangsung walaupun pemeriksaan
parasit sudah negatif.
K
e
l
a
i
n
a
n

H
a
t
i
(
M
a
l
a
r
i
a
B
i
l
i
o
s
a
)
Jaundice atau ikterus sering dijumpai
pada infeksi malaria falsiparum. Pada
penelitian di Minahasa dari 836
penderita malaria, hepatomegali 15,9%,
hiperbilirubinemi 14,9% dan
peningkatan serum transaminase 5,7%.
Pada malaria biliosa (malaria dengan
ikterus) dijumpai
ikterus hemolitik 17,2%; ikterus
obstruktip intra-hepatal 11,4% dan
tipe campuran parenkimatosa, hemolitik
dan obstruktip 78,6%, peningkatan
SGOT rata-rata 121 mU/ml dan SGPT
80,8 mU/ml dengan ratio de Ritis 1,5.
Peningkatan transaminase biasanya
ringan sampai sedang danjarang
melebihi 200 iu, ikterus yang berat
sering dijumpai walaupun tanpa diikuti
kegagalan hati. Penelitian di Minahasa
pada 109 penderita malaria berat, kadar
bilirubin tertinggi ialah 36,4 mg/di,
bilirubin normal (< 1,2 mg/di)

1760 Tropik lnfeksi


dijumpai
28
penderita
(25%)
mortalitasnya 11%, bilirubin 1,2 mg% 2
mg/di dijumpai pada
17 penderita
(16%) mortalitasnya 17%, bilirubin
> 2 mg/di- 3mg/dl pada 13penderita
(12%) dengan mortalitas 29% serta
bilirubin > 3 mg/di dijumpai pada 51
penderita (46%) dan mortalitasnya
33%. Serum SGOT bervariasi dari 6
-243 u/l sedangkan SGPT bervariasi
dari 4 - 154 u/l. Alkali fosfatase
bervariasi dari 5 - 534 u/l dan gammaGT bervariasi 4- 603 u/l. White (1996)
memakai batas bilirubin >2,5 mg/di,
SGOT/ .SGPT > 3 x normal
menunjukkan prognosis yang jelek.

H
i
p
o
g
l
i
k
e
m
i
a
Hipoglikemi dilaporkan sebagai keadaan
terminal pada binatang dengan malaria
berat. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan metabolik dari parasit telah
menghabiskan cadangan glikogen dalam
hati. Hipoglikemia dapat tanpa gejala
pada penderita dengan keadaan umum
yang
berat
ataupun
penurunan
kesadaran. Pada
penderita dengan
malaria cerebral di Thailand dilaporkan
adanya hipoglikemi sebanyak 12,5%,
sedangkan
di
Minahasa
insiden

hipoglikemia
berkisar
17,4%-21,8%.
Penyebab terjadinya hipoglikemi yang
paling sering ialah karena pemberian
tempi kina (dapat terjadi 3 jam setelah
infus kina). Penyebab lainnya ialah
kegagalan glukoneogenesis pada penderita
dengan ikterik, hiperparasitemia oleh
karena parasit mengkonsumsi karbohidrat, dan pada TNF-a yang meningkat.
Hipoglikemi dapat pula terjadi pada
primigravida dengan malaria tanpa
komplikasi. Hipoglikemia kadang-kadang
sulit diobati dengan cara konvensionil,
disebabkan hipoglikemia yang persisten
karena hiperinsulinemia akibat kina.
Mungkin dengan pemberian diazoksid
dimana terjadi hambatan sekresi insulin
merupakan cara pengobatan yang dapat
dipertimbangkan.

Blackwater
Fever(Malari
a
Haemoglobi
nuria)
Adalah suatu sindrom dengan gejala
karakteristik serangan akut, menggigil,
demam,
hemolisis
intravaskular,
hemoglobinemi, hemoglobinuri dan gaga!
ginjal.
Biasanya
terjadi
sebagai
komplikasi dari infeksi P.falciparum yang
berulang-ulang pada orang non-imun atau
dengan pengobatan kina yang tidak
adekuat. Akan tetapi adanya hemolisis
karena kina ataupun antibodi terhadap
kina belum pemah dibuktikan. Malaria
hemoglobinuria
dapat terjadi
pada
penderita tanpa kekurangan ensim G-6PD dan biasanya parasit falsiparum
positif, ataupun pada penderita dengan
kekurangan G-6-PD yang biasanya
disebabkan karena pemberian primakuin.

M
a
l
a
r
i
a
A
l
g
i
d
Adalah
terjadinya
syok
vaskular,
ditandai dengan hipotensi (tekanan
sistolik kurang dari 70 mmHg),
perubahan
tahanan
perifer
dan
berkurangnya
perfusi
jaringan.
Gambaran klinik berupa perasaan dingin
dan basah pada kulit, temperatur rektal
tinggi, kulit tidak elastik, pucat.
Pemafasan dangkal, nadi cepat, tekanan
darah turun dan sering tekanan sistolik
tak terukur dan nadi yang normal.
Keadaan ini sering dihubungkan dengan
terjadinya septisemia gram negatif.
Hipotensi biasanya berespon dengan
pemberian NaCl 0,9% dan obat
inotropik.

K
e
c
e
n
d
e
r
u
n
g
a
n
P

e
r
d
a
r
a
h
a
n
Perdarahan spontan berupa perdarahan
gusi, epistaksis, perdarahan di bawah
kulit dari petekie, purpura, hematoma
dapat terjadi sebagai komplikasi malaria
tropika. Perdarahan ini dapat terjadi
karena trombositopenia, atau gangguan
koagulasi intravaskular ataupun gangguan
koagulasi karena gangguan fungsi hati.
Trombositopenia
disebabkan
karena
pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi
intravaskular jarang terjadi kecuali pada
stadium akhir dari suatu infeksi
P.falciparum yang berat.

E
d
e
m
a
P
a
r
u
Sering terjadi pada malaria dewasa dan
jarang
pada
anak.
Edema
paru
merupakan komplikasi yang paling berat
dari malaria
tropika
dan
sering
menyebabkan kematian. Edema paru
dapat terjadi karena kelebihan cairan atau
adult respiratory distress syndrome.
Beberapa faktor yang memudahkan
timbulnya edema paru ialah kelebihan
cairan, kehamilan, malaria serebral,
hiperparasitemi, hipotensi, asidosis dan
uremi . Adanya peningkatan respirasi

merupakan gejala awal, bila frekwensi


pemafasan
> 35 kali/menit prognosanyajelek. Pada
otopsi dijumpai adanya kombinasi edema
yang difus, kongestif paru, perdarahan,
dan pembentukan membran hialin. Oleh
karenanya istilah edema paru mungkin
kurang tepat, bahkan

sering disebut sebagai insuffisiensi paru


akut atau adult respiratory distress
syndrome.
Pada
pemeriksaan
radiologik
dijumpai
peningkatan
gambaran
bronko-vaskular
tanpa
pembesaran jantung.

M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i
G
a
s
t
r
o
i
n
t
e
s
t
i
n
a
l
Manifestasi gastro-intestinal sering
dijumpai
pada
malaria,
gejala
gejalanya ialah : tak enak diperut,
flatulensi, mual, muntah, diare dan
konstipasi.
Kadang-kadang
gejala
menjadi berat berupa sindroma billious
remittentfever yaitu gejala gastrointestinal dengan hepatomegali, ikterik
(hiperbilirubinemia dan peningkatan

SGOT/SGPT) dan gaga) ginjal,


malaria disenteri menyerupai disenteri
basiler, dan malaria kolera yang jarang
pada P. falciparum berupa diare cair
yang banyak, muntah, kramp otot dan
dehidrasi

H
i
p
o
n
a
t
r
e
m
i
a

b
o
l
i
k
L
a
i
n
n
y
a

Asidosis metabolik ditandai dengan


hiperventilasi (pernafasan Kussmaul),
peningkatan asam laktat, pH turun
dan peningkatan bikarbonat. Asidosis
biasanya
disertai
edema
paru,
hiperparasitemia, syok, gaga! ginjal dan
Hiponatremia sering dijumpai pada
hipoglikemia.
penderita malaria falsiparum dan
Hipo
biasanya bersamaan dengan penurunan
kalse
osmolaritas
plasma.
Terjadinya
mia
hiponatremia dapat disebabkan karena
dan
kehilangan cairan dan garam melalui
hipop
muntah dan mencret ataupun terjadinya
hosph
atemi
sindroma abnormalitas hormon antia
diuretik
(SAHAD),
akan
tetapi
pengukuran hormon diuretik yang H
i
pemah dilakukan hanya dijumpai
p
peningkatan pada 1 diantara 17
e
penderita.
r
m
G
a
a
g
n
n
g
e
g
s
u
e
a
m
n
i
a
M
H
e
i
t
p
a
e

rka
lem
ia
(pa
da
gag
a!
gin
jal)
H
i
p
o
a
l
b
u
m
i
n
e
m
i
a
H
i
p
e
r
p
h
o
s
p
h
o
l
i
p
e
d
e
m
i
a
Hipertrigly
ceremia
dan

hipocholest
erolemia
T-4 rendah, TSH basal
normal (sick euthyroid
syndrome)

M
A
L
A
R
I
A
P
A
D
A
K
E
H
A
M
I
L
A
N
Malaria lebih sering dijumpai pada
kehamilan trimester I
dan II
dibandingkan pada wanita yang tidak
hamil. Malaria berat juga lebih sering
pada wanita hamil dan masa
puerperium di daerah mesoendemik
dan hipoendemik. Hal ini disebabkan
karena penurunan imunitas selama
kehamilan. Beberapa faktor yang
menyebabkan turunnya respon imun
pada kehamilan seperti : peningkatan
dari
hormon
steroid
dan
gonodotropin, a foetoprotein dan
penurunan dari lmfosit menyebabkan
kemudahan terjadinya infeksi malaria.
Ibu hamil dengan infeksi HIV

cenderung mendapat infeksi malaria dan


sering mendapatkan malaria con genital
pada bayinya dan berat bayi lahir
rendah.
Komplikasi pada kehamilan karena
infeksi malaria ialah abortus,
penyulit
pada
partus
(anemia,
hepatosple[\omegali),
bayi
lahir
dengan berat badan rendah, anemia,
gangguan fungsi ginjal, edema paru,
hipoglikemia dan malaria kongenital.
Oleh karenanya perlu pemberian obat
pencegahan terhadap malaria pada
wanita hamil di daerah endemik.
Pencegahan terhadap malaria pada ibu
hamil dengan pemberian klorokuin 250
mg tiap minggu mulai dari kehamilan
trimester III sampai satu bulan postpartum.

PENYAKIT
YANG
BERHUBUNGAN
DENGAN MALARIA
Yaitu penyakit atau keadaan klinik

yang sering dijumpai pada daerah


endemik
malaria
yang
ada
hubungannya dengan infeksi parasit
malaria yaitu Sindrom Splenomegali
Tropik (SST), Sindroma Nefrotik (NS)
dan Burkit Limfoma (BL).

Sind
rom
Sple
nom
egal
i
Trop
ik
(SS
T)
SST sering dijumpai dinegara tropik
yang penyebabnya antara lain malaria,
kala-azar, schistosomiasis, disebut juga
Hyper-reactive
Malarial
Splenomegaly (Big Spleen Disease)
SST berbeda dengan splenomegali
karena malaria. Splenomegali karena
malaria sering dijumpai

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

Malaria 1761
di daerah endemik malaria dengan
parasitemia intermiten dan ditemukan
hemozoin (pigmen malaria) pada sistem
retikulo-endotelial. Sering pada umur
dewasa dengan terbentuknya imunitas,
parasitemia menghilang dan limpa
mengecil. Pada SST terjadi pada
penduduk daerah endemik biasanya anakanak, spleen tidak mengecil, bahkan
membesar, terjadi peningkatan serum
lgM and antibodi terhadap malaria.
Etiologi diduga merupakan respon
imunologik terhadap malaria dimana
terjadi peningkatan dari IgM. Gejala
klinik berupa bengkak pada perut karena
splenomegali, merasa lemah, anoreksia,
berat badan turun dan anemia.
Pembesaran limpa mencapai umbilikus
sampai fossa iliaka (derajat 4-5
Hackett). Anemia biasanya
normokromik-normositik dengan
peningkatan retikulosit. Anemia
hemolitik dapat terjadi pada kehamilan
dengan SST, sedangkan trombositopenia
jarang menyebabkan manifestasi
perdarahan. Kriteria
diagnostik yang dipakai untuk
menegakkan SST yaitu :
Splenomegali (limpa > 10 cm bawah
arcus costarum) dan anemia.
Antibodi terhadap malaria meningkat
lgM meningkat > 2 SD dari normal
setempat
Penurunan besarnya limpa, lgM
dan antibodi setelah 3 bulan
pengobatan kemoprofilaktis
Limfositosis pada sinusoid hati
Respons imunitas selluler dan
humoral normal terhadap antigen.

Respons limfosit normal terhadap


Phytohaemagglutinin (PHA) .
Hipersplenism terjadi hanya pada
beberapa kasus dan berhubungan
dengan besarnya splenomegali
Limfositosis perifer dan pada sumsum
tulang.
Volume plasma meningkat.

Pengobatan :
pemberian kemoprofilaktis dalam
jangka waktu panjang akan
menurunkan besarnya limpa dan
immunogolbulin.
splenektomi tidak dianjurkan karena
mortalitas yang meningkat karena
memudahkan terjadinya infeksi.
tanpa pengobatan prognosis jelek,
50% meninggal dalamfollow up.

SINDROMA NEFROTIK
Sindrom nefrotik (SN) dengan gambaran
karakteristik
berupa
albuminuria,
hipoalbumin,
edema
dan
hiperkolesterolemia, dapat terjadi pada
penderita anak-anak dengan infeksi
plasmodium malariae. Gambaran patologi
dapat
bervariasi berupa
penebalan
setempat
dari
kapiler glomerulus,
sklerosis sebagian, dan peningkatan selsel mesangial. Gambaran klinik penderita
umumnya < 15 tahun, edema, proteinuria
> 3 g/24 jam, serum albumin < 3 g/dl,
dan dijumpai asites. Hipertensi dan uremi
dijumpai pada penderita SN dewasa dan
jarang pada anak-anak. Komplikasi
berupa infeksi, trombosis yang dapat
menyebabkan
kematian.
Pengobatan
secara konservatif dengan pemberian

diuretika, diet, mengkontrol hipertensi


dan mencegah infeksi. Pemberian steroid
hanya bermanfaat pada lesi minimal dan
biasanya mudah relaps. Apabila steroid
tidak berhasil dapat dicoba dengan
siklofosfamid, azathioprin. Pemberian
hanya obat anti-malaria pada SN oleh
karena malaria tidak menunjukkan
manfaat, akan tetapi penulis lain
menyatakan perbaikan yang dramatik.
Akan tetapi Giles dalam penelitian di
Nigeria mengobati SN dengan anti
malaria selama 6 bulan ternyata tidak
membawa hasil.

BURKITT'S LIMFOMA (BL)


Pada daerah hiper atau holo-endemik
malaria sering dijumpai Burkitt's
limfoma yaitu merupakan tumor limfosit
B. Terjadinya tumor ini belum diketahui,
diduga
gangguan
pada
sel-sel
penolong/supresi T dipengaruhi oleh
P.falciparum sehingga sel limfosit T
kurang menghambat pembiakan virus
Epstein Barr. BL sering dijumpai pada
usia 2 - 16 tahun dengan puncak pada
usia 4 dan 9 tahun, dan pria lebih sering
dari wanita. Tumor dijumpai pada rahang
atau massa pada perut, ovarium, ginjal
dan kelenjar limfe mesenterial. Tumor
dapat berkembang dengan cepat, ukuran
dapat menjadi dobbel dalam 3 hari dan
pada gastrointestinal dapat memberikan
tanda-tanda
obstruksi.
Pengobatan
dengan sitostatika memberikan survival
yang panjang kira-kira 50%.

MALARIA
OLEH
KARENA
TRASFUSI
DARAH
Malaria karena transfusi darah dari
donor yang terinfeksi malaria cukup
sering terutama pada daerah yang
menggunakan
donor
komersial.
Dilaporkan 3500 kasus malaria oleh
karena transfusi darah dalam 65 tahun
terakhir. Parasit malaria tetap hidup
dalam darah donor kira-kira satu
minggu bila dipakai anti-coagulant yang
mengandung dekstrose dapat sampai 10
hari. Bila komponen darah dilakukan
cryopreserved, parasit dapat hidup
sampai 2 tahun. Inkubasi tergantung
banyak faktor, asal darah, berapa
banyak darah dipakai, apa darah yang
disimpan di Bank Darah, dan sensitivitas
dari penerima darah. Umumnya inkubasi
berkisar 16 - 23 hari (bervariasi
P.falciparum 8 - 29 hari, P. vivax 8 - 30
hari).
Bila seseorang pernah mendapat
transfusi darah, dan setelah 3 bulan
terjadi
demam
yang
tak jelas
penyebabnya, harus dibuktikan terhadap
infeksi malaria dengan pemeriksaan
darah tepi berkali-kali tiap 6-8 jam.
Pencegahan
terhadap malaria
akibat transfusi :
Deteksi darah donor dengan
pemeriksaan tetes tebal : biasanya
sulit karena parasit malaria biasanya
hanya sedikit.
Pemeriksaan
serologis
donor
dengan
metode
indirect
fluorescent
antibody (IFA), bila negatif boleh
sebagai donor, bila hasil 1: 256

tidak boleh sebagai donor (infeksi


baru).
Pengobatan
pencegahan
untuk
semua donor darah
rutin.
Pengobatan terhadap donor tibatiba, 48 jam sebelum darah
diambil.
Pengobatan
terhadap
recipient
(penerima
darah)

RESISTE
NSI
TERHAD
AP
OBAT
MALARI
A
Kira-kira 40 tahun lalu telah
terdeteksi
beberapa
strain
P.Falciparum yang resisten terhadap
proguanil
dan pirimetamin.
lni
menandakan kemampuan P.Falciparum
tetap
hidup
dengan
pemberian
kemoterapi anti malaria. Beberapa
laporan tentang resisten terhadap obat
malaria,
yaitu
terhadap
4
Aminokuinolin
(Klorokuin
dan
Amodiakuin) .tahun 1957 di Thailand
dan
tahun
1959
diperbatasan
Kolumbia dan Venezuela.Tahun 1978
dilaporkan beberapa daerah Afrika
yang resisten terhadap klorokuin, yaitu
Kenya, pulau Komoro, Madagaskar,
Tanzania,Uganda dan Zambia, dan
tahun 1983 di daerah Pasifik Barat,
India dan Cina Selatan.Tahun 1993
beberapa daerah P.Falciparum yang
masih sensitif terhadap klorokuin

antara lain Karabia, Terusan Panama,


Oman dan daerah perbatasan Yaman
dengan Arab Saudi.
Malaria Falsiparum yang resisten
terhadap klorokuin in vitro atau in vivo
pernah dilaporkan di 27 propinsi
Indonesia dengan bervariasi dari derajat
RI Riii. Resistensi terhadap
sulfadoksin-pirimetamin di 11 propinsi
(lrian jaya, Lampung, Jawa Tengah,
Sumatera Utara, Aceh, Riau, Sulawsi
Selatan, DKI Jakarta, Kalimantan
Timur, dan Sulawesi Utara), dengan
derajat RI-RII, resisten terhadap kina di
5 propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah,
NTT, Irian Jaya dan Kalimantan Timur)
sedangkan terhadap meflokuin di 3
propinsi (Jawa Tengah, Irian Jaya dan
Kalimantan Timur) dengan derajat RI Riii dan Halofantrin di Kalimantan
Timur, walaupun obat-obatan tersebut
belum dipakai di Indonesia. Kasus
resistensi yang ditemukan di DKI
Jakarta dan Bali adalah merupakan
kasus impor. Dalam 5 tahun terakhir
perkembangan kasus resistensi sudah
demikian meluas, tercatat sudah lebih
dari 10 propinsi yang mengalami
resistensi lebih dari 25% terhadap obat
klorokuin maupun SP.

DETEKSI
RESISTENSI
TERHADAP OBAT
MALARIA
T
e
s
I
n
V

i
v
o
Secara praktis, dugaan resistensi
terhadap obat malaria dapat dilihat pada
kasus akut malaria falsiparum yang
tidak berespon dengan pengobatan
standar atau terjadi rekrudesensi dari
gejala dan parasit dalam darah yang
terdeteksi setelah hilang sementara
waktu oleh karena pengobatan. Kriteria

untuk mengetahui parasit


malaria
resisten terhadap 4 Aminokuinolin
dipergunakan sejak tahun 1974 sebagai
prosedur baku untuk menentukan
respons parasit malaria terhadap
klorokuin dan telah direkomendasi oleh
WHO. Tes in vivo meliputi tes
standard yaitu dilakukan pemeriksaan
darah tets tebal malaria setiap hari
selama 7 hari yang biasanya dilakukan di
RS atau PUSKESMAS rawat nginap;
atau tes diperpanjang/lengkap

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

1762 Tropik lnfeksi


(extended test) yang basanya dilakukan di
lapangan/di lokasi yaitu tes selama 28 hari,
pemeriksaan malaria ditambah dengan
hari 14, 21 sampai 28 hari setelah
pengobatan. Untuk mengetahui resistensi
lebih awal dipergunakan tes 3 hari
(Simplified 3 days resistency test), yaitu
dilakukan pemeriksaan malaria tiap hari
sampai 48 jam setelah pengobatan (hari
ke-3).
I
n
t
e
r
p
r
e
t
a
s
i

hari.
Resisten derajat II : bila parasit
menurun tetapi tidak pemah hilang
selama 7 hari atau hilang sementara
kemudian muncul kembali pada hari
ke-7 pada tes standar.
Resistensi derajat I dini :parasit
menjadi negatip selama 7 hari, tetapi
muncul kembali setelah hari ke-8
sampai hari ke-14.
Resistensi derajat I kasep : parasit
menjadi negatif selama 7 hari, tetapi
muncul kembali setelah hari ke-15
sampai hari ke- 28.

Tes resistensi di atas hanya


ditentukan berdasarkan pemeriksaan
parasit, oleh karena WHO pada tahun
1996 yang disempumakan pada tahun
2001 menetapkan penentuan respon
terhadap pengobatan yang memasukkan
kriteria klinis di samping pemeriksaan
parasitologis.

h
a
s
i
l

Respons
Keterangan

t
e
s
:

Resisten derajat III : bila parasit


tidak menurun atau malahan naik
pada standard tes 7 hari; atau hitung
parasit pada 48 jam pengobatan tidak
turun di bawah 75 % dibandingkan
hari I (sebelum terapi) pada tes 3

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

dengan
komplikasi/malaria
berat
memakai obat parenteral (lihat bab.
Penanganan Malaria berat), malaria
biasa diobati dengan per oral"; 2).
Penderita malaria harus mendapatkan
pengobatan yang efektif, tidak terjadi
kegagalan pengobatan dan mencegah
terjadinya transmisi yaitu dengan
pengobatan ACT (Artemisinin base
Combination Therapy); 3). Pemberian
pengobatan
dengan
ACT
harus
berdasarkan hasil pemeriksaan malaria
yang positif dan dilakukan monitoring
efek/respon pengobatan; 4). Pengobatan
malaria klinis/ tanpa hasil pemeriksaan
malaria memakai obat non-ACT

PEN
GOB
ATA
N
PEN
DERI
TA
MAL
ARIA
Secara global WHO telah menetapkan
dipakainya pengobatan malaria dengan
memakai obat ACT (Artemisinin base
Combination
Therapy).
Golongan
artemisinin (ART) telah dipilih sebagai
obat utama karena efektif dalam
mengatasi plasmodium yang resisten
dengan
pengobatan.
Selain
itu
artemisinin juga bekerja membunuh
plasmodium dalam semua stadium
Kegagalan
Pengobatan
Dini
(ETF= Early
Treatment
Failure)

Kegagalan Pengobatan
Kasep
(LTF=Late Treatment
failure)

termasuk
gametosit.
Juga efektif
terhadap semua spesies, P. falciparum,
P.vivax maupun lainnya. Laporan
kegagalan
terhadap
ART
belum
dilaporkan saat ini.

G
o
l
o
n
g
a
n
A
r
t
e
m
i
s
i
n
i
n
Berasal dari tanaman Artemisia annua.
L yang disebut dalam bah. Cina sebagai
Qinghaosu . Obat ini termasuk
kelompok
seskuiterpen
lakton
mempunyai beberapa formula seperti :
artemisinin,
artemeter,
arte-eter,
artesunat,
asam
artelinik
dan
dihidroartemisinin. Obat ini bekerja
sangat cepat dengan paruh waktu kirakira 2jam, larut dalam air, bekerja
sebagai
Bila penderita berkembang dengan salah
satu keadaan:
- Ada tanda bahaya/malaria berat
pada Hl,H2,H3 dan
parasitemia.
- Parasitemia pada H2 > HO.
- Parasitemia pada H3 >= 25 % HO.

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

- Parasite
mia pada H3
dengan
Temp.> 37,5
C Bila
penderita
berkembang
dengan
salah satu
keadaan sbb
pada H4H28 yang
sebelumnya
tidak ada
persaratan
ETF sbb:
- Ada
tanda
bahaya/
malaria
berat

Respon
Klinis
Memadai
(ACR=Appro
priate
Clinical
Respon)

setelah H3 dan
parasitemia Genis
parasit =HO).
- Parasitemia pada
H4 - H 28
disertai
temperature >
37,5C disebut Late
clinical

obat sizontocidal darah. Karena


beberapa penelitian bahwa pemakaian
obat tunggal menimbulkan terjadinya
rekrudensi, maka di rekomendasikan
untuk dipakai dengan kombinasi obat
lain,. Dengan demikian juga akan
memperpendek pemakaian obat. Obat
ini cepat diubah dalam bentuk
aktifnya dan penyediaan ada yang
oral,
parenteral/injeksi
dan
suppositoria.

Nama Obat
Kemasan/Tablet/Cap Dosis

Failure= LCF )
- Parasitemia pada H7/
Hl4/ H21/ H28 Genis
parasit=HO), tanpa
demam disebut Late
Parasitological
Fai/ure ( LPF)
Bila penderita
sebelumnya tidak
berkembang dengan salah
satu persaratan ETF dan
LTF, dan tidak ada
parasitemia selama
diikuti.

I. Artesunat

Oral: 50 mg/
200
mg
Inj
e
k
si
i
m
/i
v
:
6
0
m
g
/a
m
p
Su
p
p
o
si
to
ri

a : 100/
200
mg/sup

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

Hari I :
2
mg/kg
BB, 2

x sehari, hari II
-V
:
dosis
tunggal
2,4 mg/kg hari I; 1,2

mg/kg/ hari
minimal 3 hari I
bisa minum oral

2. A

T
e
s
I
n
V
i
t
r
o
Dengan menggunakan tes standar kit
yang didistribusi oleh WHO di Manila.
Medium yang sama digunakan pada
TRAGER'S kultur. Tes terdiri dari :
piringan plastik ukuran 8 X 12
cm,mengandung 12 obat yang
diencerkan (klorokuin, quinine atau
meflokuin sesuai kebutuhan) dan
kontrol.
darah heparin/EDTA diteteskan
pada medium,kemudian diinkubasi
pada suhu 37,5 C selama 24 - 26
jam
setelah itu supematan diambil dan
dibuat preparat tebal.
setelah pengecatan, hasil tes
didapat dengan menghitung
proporsi schizont dewasa
dibandingkan dengan kontrol.

r
t
e
m
e
t
e
r

1600 mg/ 3 hari


atau 5
mg/kg/ 12jam

Oral :
40mg/
50mg

4mg/kg
dibagi 2
dosis hari
I; 2mg/kg/
hari untuk
6 hari
3,2 mg/kg BB
pada hari I;
1,6 mg/kg
selama 3
hari/ bisa
minum
oral

Injeksi
80
mg/am
p

3. Artemisinin

4. Dihidroartem

Oral 250mg
S
u
p
p
o
s
it
o
ri
a
:
I
00/
20
0/3
00
I
40
01
500
mg/s
upp

isinin
Oral :
20/60/80 mg
Supposit
oria : 80

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

20mg/kg dibagi 2 dosis hrI; 1Omg/kg


untuk 6 hari 2800mg/ 3 hari; yaitu 600
mg dan 400mg hari I dan
2x400mg,2hari berikutnya

PENANGANAN PENDERITA TANPA


KOMPLIKASI (MALARIA BIASA)
Semua individu dengan infeksi malaria
yaitu mereka dengan ditemukannya
plasmodium aseksual didalam darahnya,
malaria klinis tanpa ditemukan parasit
dalam darahnya perlu diobati.
Prinsip pengobatan malaria: I). Penderita
tergolong
malaria
biasa
(tanpa
komplikasi) atau penderita malaria berat/
dengan komplikasi. "Penderita

2mg/kg BB/dosis 2 x
sehari hari I dan 1 x
sehari
4
hari

5. Art
heet
her

6. Asa
m
arte
lini
k

m
g/
su
p
Inje
ks
i
i.
m
:
1
5
0
m
g/
a
m
p

selanjutnya

13 arteeher
(artemotil): 4,8
dan 1,6
mg/kg 6
jam
kemudia
n dan
hari I;
1,6
mg/kg 4
hari
selanjut
nya

Pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy)


Malaria 1763
i

'

Penggunaan golongan

artemisinin secara monoterapi akan


mengakibatkan
)
terjadinya
rekrudensi.
Karenanya
WHO
memberikan petunjuk
penggunaan artemisinin dengan
mengkombinasikan dengan obat
anti malaria yang lain. Hal ini
disebut
Artemisinin
base
Combination Therapy (ACT).
Kombinasi obat ini dapat
berupa kombinasi dosis tetap
(fixed dose) atau kombinasi tidak
tetap
(non-fixed
dose).
Kombinasi dosis tetap lebih
memudahkan
pemberian
pengobatan. Contoh ialah "CoArtem"
yaitu
kombinasi
artemeter (20mg)+ lumefantrine
( l20mg). Dosis Coartem 4 tablet
2 x 1 sehari selama 3 hari.
Kombinasi tetap yang lain
ialah dihidroartemisinin (40mg)
+ piperakuin (320mg) yaitu
"Artekin". Dosis artekin untuk
dewasa : dosis awal 2tablet, 8
jam kemudian 2 tablet, 24 jam
dan 32 jam, masing-masing 2
tablet.
Kom
bina
si
ACT
yang
tidak
tetap
misa
lnya

:
A
r
t
e
s
u
n
a
t
e
+

m
e
f
l
o
q
u
i
n
e
A
r
t
e
s
u
n
a
t
e
+
a
m
o
d
i

a
q
i
n
e
A
r
t
e
s
u
n
a
t
e

u
n
a
t
e
+
p
y
r
o
n
a
r
i
d
i
n
e

k
l
o
r
o
k
u
i
n
Art
esu
nat
e
+
sul
fad
oks
inpiri
me
ta
mi
ne
A
r
t
e
s

A
r
t
e
c
o
m
+
p
r
i
m
a

Artesunate +
chlorproguani
l-dapsone
(CDA/Lapdap
plus)
Dihidroartemis
inin+
Piperakuin +
Trimethoprim
(Artecom)

k
u
i
n

(
C
V
S
)
D
i
h
i
d
r
o
a
r
t
e
m
i
s
i
n
i
n
+
n
a
p
h
t
h
o
q
u
i
n
e
Dari

kombinasi

di

atas

yang tersedia di Indonesia


saat ini ialah kombinasi
artesunate + amodiakuin
dengan
nama
dagang
"ARTESDIAQUINE" atau
Artesumoon. Dosis untuk
orang
dewasa
yaitu
artesunate (50mg/tablet)
200mg pada hari I-III (4
tablet).
Untuk
Amodiaquine(200mg/table
t) yaitu 3 tablet hari I dan
II dan 11/2 tablet hari III.
Artesumoon
ialah
kombinasi yang dikemas
sebagai blister dengan
aturan pakai tiap blister/
hari
(artesunate
+
amodiakuin)
diminum
selama 3 hari. Dosis
amodiakuin adalah 25 -30
mg/kg BB selama 3 hari.
Pengembangan
terhadap
pengobatan
masa depan ialah dengan
tersedianya
formula
kombinasi yang mudah
bagi
penderita
baik
dewasa maupun anak
(dosis
tetap)
dan
kombinasi yang paling
poten dan efektif dengan
toksisitas yang rendah.
Sekarang
sedang
dikembangkan obat semi
sinthetik
artemisinin
seperti artemison ataupun
trioksalones sintetik.
Catatan : Untuk
pemakaian obat golongan
artemisinin
HARUS
disertai/dibuktikan dengan
pemeriksaan parasit yang
positif, setidak tidaknya
dengan tes cepat antigen

yang positif. Bila malaria


klinis/tidak
ada
hasil
pemeriksaan
parasitologik
TETAP menggunakan obat nonACT.

i
a
l
a
h

Pengo
batan
Malaria
Denga
n Obatobat
NonACT
Walaupun resistensi terhadap
obat-obat standar golongan non
ACT telah dilaporkan dari
seluruh propinsi di Indonesia,
beberapa daerah masih cukup
efektif baik terhadap klorokuin
maupun
sulfadoksin
pirimetamin (kegagalan masih
kurang 25% ). Dibeberapa
daerah
pengobatan
menggunakan obat standard
seperti
klorokuin
dan
sulfadoksin pirimetamin masih
dapat
digunakan
dengan
pengawasan terhadap respon
pengobatan.

:
Klorokuin difosfatlsulfat,
250 mg garam (150 mg
basa), dosis 25 mg basa/kg
BB untuk 3 hari, terbagi 10
mg/kg BB hari I dan hari
II, 5 mg /kg BB pada hari
III. Pada orang dewasa
biasa dipakai dosis 4 tablet
hari I & II dan 2 tablet hari
III. Dipakai untuk P.
Falciparum maupun P.
Vivax.

O
b
a
t
n
o
n
A
C
T

SulfadoksinPirimetamin(SP),
(500
mg sulfadoksin + 25 mg
pirimetamin), dosis orang
dewasa 3 tablet dosis
tunggal ( 1 kali). Atau
dosis
anak
memakai
takaran pirimetamin 1,25
mg/kg BB. Obat ini hanya
dipakai untuk plasmodium
falciparum
dan
tidak
efektif untuk P.vivax. Bila
terjadi kegagalan dengan
obat
klorokuin
dapat
menggunakan SP
Kina sulfat : (1 tablet 220
mg), dosis yang dianjurkan
ialah 3 x I 0 mg/ kg BB
selama 7 hari, dapat
dipakai
untuk
P.
Falciparum maupun P.
Vivax.
Kina
dipakai
sebagai obat cadangan
untuk mengatasi resistensi

terhadap klorokuin dan SP.


Pemakaian obat ini untuk waktu
yang lama (7 hari) menyebabkan
kegagalan
untuk
memakai
sampai selesai.

Primakuin : ( 1tablet 15 mg),


dipakai sebagai obat pelengkap/
pengobatan radical terhadap P.
Falciparum maupun P. Vivax. Pada
P. Falciparum dosis nya 45mg (3
tablet)
dosis
tunggal
untuk
membunuh garnet; sedangkan untuk
P. Vivax dosisnya l 5mg/ hari selama
14 hari yaitu untuk membunuh garnet
dan hipnozoit (anti-relaps).

Penggunaan Obat Kombinasi Non-act


Apabila pola resistensi masih
rendah
dan
belum
terjadi
multiresistensi,
dan
belum
tersedianya
obat
golongan
artemisinin, dapat menggunakan
obat standar yang dikombinasikan.
Contoh kombinasi ini adalah
sebagai berikut : a). Kombinasi
Klorokuin
+
SulfadoksinPirimetamin; b). Kombinasi SP +
Kina; c). Kombinasi Klorokuin +
Doksisiklin/
Tetrasiklin;
d).
Kombinasi
SP+
Doksisiklin/Tetrasiklin; e). Kina +
Doksisiklin Tetrasiklin; t). Kina +
Klindamisin
Pemakaian obat-obat kombinasi
ini juga harus dilakukan
monitoring
respon pengobatan sebab
perkembangan resistensi terhadap
obat ma laria berlangsung cepat dan
meluas.
PENANGANAN PENDERITA MALARIA
BERAT
Penanganan
malaria
berat
tergantung kecepatan dan ketepatan
dalam melakukan diagnosa seawal
mungkin. Sebaiknya penderita yang
diduga menderita malaria berat
dirawat pada bilik intensif untuk
dapat dilakukan pengawasan serta

tindakan-tindakan yang tepat. Prinsip


penanganan malaria berat ialah :
Tindakan UMUM/ tindakan
perawatan
Terhadap parasitemianya yaitu
dengan: 1). Pemberian obat anti
malaria, 2). Exchange transfussion
(transfusi ganti)
Pemberian cairan/nutrisi
Penanganan terhadap gangguan
fungsi organ yang mengalami
komplikasi.

TINDAKAN UMUM (Tindakan Perawatan di


Bilik Perawatan lntensif (ICU)
Pertahankan fungsi vital : sirkulasi,
respirasi, kebutuhan cairan dan
nutrisi.
Hindarkan trauma : dekubitus, jatuh
dari tempat tidur
Hati-hati komplikasi: kateter.isasi,
defekasi, edema paru karena over
hidrasi
Monitoring : temperatur, nadi, tensi,
dan respirasi tiap 1/2 jam.
Perhatikan timbulnya ikterus dan
perdarahan.
Monitoring : ukuran dan reaksi pupil,
kejang, tonus otot.
Baringkan/posisi tidur sesuai dengan
kebutuhan
Sirkulasi: hipotensi "' posisi
Trendenlenburg's, perhatikan wama
dan temperatur kulit
Cegah hiperpireksi:
tidak pernah
memakai botol
panas/selimut
listrik kompres
air/air es/alkohol
ki
p
as
d
e

n
g
a
n
k
i
p
a
s
a
n
g
i
n
/
k
e
r
t
a
s
b
a
j
u
y
a
n
g
t
i
p
i
s
/
t
e
r
b
u

k
a
cairan cukup
Pemberian cairan: oral,
sonde, infus, maksimal
1500 ml. cairan masuk
diukur jumlah per 24
jam
cairan keluar diukur per 24 jam
kurang cairan
akan
memperberat
fungsi ginjal
kelebihan
cairan
menyebabkan
edema paru
Diet : porsi kecil dan sering, cukup
kalori, karbohidrat dan garam.
Perhatikan kebersihan mulut
Perhatikan diuresis dan defekasi,
aseptik kateterisasi.
Kebersihan kulit : mandikan tiap hari

dan keringkan .
Perawatan mata : hindarkan
trauma, tutup dengan kain/gas
lembab.
Perawatan anak :
hati-hati
aspirasi,
hisap lendir
sesering
mungkin.
letakkan
posisi kepala
sedikit
rendah.
posisi dirubah cukup sering.
pemberian cairan dan obat
harus hati-hati.

PEMBERIAN OBAT ANTI MALARIA


PADA MALARIA BERAT
Pemberian obat anti malaria(OAM)
pada malaria berat berbeda dengan

1764 Tropik lnfeksi


malaria biasa karena pada malaria berat
diperlukan daya membunuh parasit
secara cepat dan bertahan cukup lama
didarah untuk segera menurunkan derajat
parasitemi. Oleh karenanya dipilih
pemakaian obat per parenteral
(i.v per infus) yang berefek langsung
dalam peredaran darah dan kurang
t
e
r
j
a
d
i
n
y
a
r
e
s
i
s
t
e
n
s
i
.

D
e
r
i
v
a
t
A
R
T

E
M
I
S
I
N
I
N
Merupakan obat baru yang berasal dari
China (Qinghaosu) yang memberikan
efektivitas yang tinggi terhadap strain
yang multi resisten. Ada 3 jenis:
Artesunate dalam bentuk puyer,
dikemas dengan pelarutnya dapat
diberikan secara i.v dan ada yang
diberikan i.m; Baik i.v maupun i.m pada
studi di Afrika pada anak-anak
memberikan klirens parasit yang sama
adekuat. Pada beberapa studi dalam
membandingkan
dengan
kina
mempunyai efek klirens parasit lebih
cepat walaupun perbedaan mortalitas
tidak berbeda bermakna dengan kina.
Keuntungan ialah efek hipoglikemi yang
kurang dan efek kardiotoksik yang juga
minimal. Masih sedang dilakukan uji
coba dalam skala besar untuk menilai efek
moratalitas
dalamjangkauan
angka
statistik yang bermakna.
Dosis pemakaian artesunate ialah :
2,4 mg/kg BB pada hari pertama dibagi 2
dosis, kemudian dilanjutkan dosis 1,2
mg/kg BB pada hari ke-25. Pada beberapa penelitian dipakai 7
hari pengobatan ataupun dengan
menambahkan
doksisiklin/tetrasiklin
untuk mencegah terjadinya recrudensi.
Artemeter dalam larutan minyak dan
diberikan i.m. Dalam penelitian di

beberapa tempat di Indonesia artemeter


untuk malaria berat memberikan respon
yang cukup baik yang tidak berbeda
dengan pengobatan kina, hanya pada
penggunaan artemeter kurang dijumpai
hipoglikemia.
Dosis : Artemeter 3,2 mg/kgBB i.m
sebagai dosis loading dibagi 2
dosis (tiap 12 jam), diikuti dengan 1,6
mg/kgBB/24 jam selama 4 hari. Pada
dua penelitian yang paling akhir meliputi
skala besar di Vietnam dan Afrika,
dilaporkan dengan pengobatan artemeter
i.m dapat mempercepat hilangnya parasit
tetapi memperpanjang masa koma dan
tidak
berbeda
mortalitasnya
dibandingkan dengan pengobatan kina.
Artemisinin dalam bentuk suppositoria,
yang
ada
ialah
artesunat,
dihidroartemisinin
dan
artemisinis.
Bentuk suppositoria dapat dipakai obat
malaria berat khususnya pada anak-anak
atau keadaan lain dimana tidak
memungkinkan pemakaian parenteral.
Beberapa studi di Thailand maupun
Afrika,
penggunaan
artesunate
suppositoria
sama efektif
dengan
pengobatan parenteral lainnya. Dosis
tunggal artesunate 10 mg/kg BB dapat
menurunkan parasitemia dalam 24 jam
yang pertama.
Untuk mencegah terjadinya
recrudensi pada penggunaan
artemisinin
dianjurkan untuk menambah obat lain
malaria seperti mefloquine atau lainnya.
Pada pemakaian artesunate, dengan
menambah mefloquine rekrudensi turun
dari 24% menjadi 5%, sedangkan
penambahan mefloquine pada pemakaian
artemeter rekrudensi turun dari 42%
menjadi 20%.

K
i

n
a
(
K
i
n
a
H
C
l
/
K
i
n
i
n
A
n
t
i
p
i
r
i
n
)
Kina merupakan obat anti-malaria yang
sangat efektif untuk semua jenis
plasmodium
dan
efektif
sebagai
sizontosida maupun gametosida. Dipilih
sebagai obat utama untuk malaria berat
karena masih berefek kuat terhadap
P.falciparum yang resisten terhadap
klorokuin, dapat diberikan dengan cepat
(i.v) dan cukup aman.
Cara pemberian dan dosis: a). Dosis
loading dengan 20 mg/kgBB Kina HCI
dalam 100-200 cc cairan 5% dekstrose
(atau NaCl 0,9%) selama 4 jam, dan segera
dilanjutkan
dengan
10mg/KgBB
dilarutkan dalam 200ml dekstrose 5%
diberikan dalam waktu 4 jam, selanjutnya

diberikan dengan dosis yang sama


diberikan tiap 8 jam. Apabila penderita
sudah sadar, kina diberikan peroral
dengan dosis 3x 400-600 mg selama 7
hari dihitung dari pemberian hari I
pemberian parenteral (10 mg/KgBB/ 8
jam). Dosis loading tidak dianjurkan
untuk penderita yang tclah mendapat
kina atau meflokuin 24 jam sebelumnya,
tidak diberikan pada usia lanjut atau
penderita
dengan
EKG dijumpai
pemanjangan Q-Tc interval ataupun
aritmia; b). Digunakan dosis tetap 500
mg Kina HCI (dihitung BB rata rata 50
Kg) dilarutkan dalam cairan 5% Dextrose
dan diberikan selama 6
- 8 jam berkesinambungan tergantung
kebutuhan cairan tubuh. Pada

penelitian di Minahasa ternyata dosis


awal 500 mg/8 jam per infus
memberikan mortalitas yang lebih
rendah dibandingkan dosis awal 1000
mg. Cara pemakaian ini lebih sederhana
karena tidak memerlukan pemakaian
mikro-drips; c). Kina dapat diberikan
secara intramuskuler bila melalui infus
tidak memungkinkan. Dosis loading 20
mg/Kg BB diberikan i.m terbagi pada 2
tempat suntikan, kemudian diikuti
dengan dosis I 0 mg/Kg BB tiap 8 jam
sampai penderita dapat minum per oral.
Kinidin. Bila kina tidak tersedia maka
isomemya yaitu kinidin cukup aman
dan efektif sebagai anti malaria. Dosis:
loading 15 mg basa/kgBB dilarutkan
dalam 250 ml cairan isotonik diberikan
dalam 4jam, diteruskan dengan 7,5 mg
basa/kgBB dalam 4 jam, tiap 8 jam,
dilanjutkan per oral setelah sadar.
C
a
t
a
t
a
n
:

Kinidin efektif bila sudah


terjadi resistensi terhadap
Kina.
Kinidin
lebih
toksik
dibandi
ngkan
Kina.
Kinidin
juga
menim
bulkan
hipogli
kemia

Beberapa ha! yang perlu


diperhatikan
pada
pemberian kina:
Kina tidak diberikan intravena
(i.v) bolus karena efek toksik
pada jantung dan saraf. Apabila
harus diberikan i.v caranya dengan
mengencerkan dengan 30-50 ml
cairan isotonis dan diberikan i.v
lambat (dengan pompa infus)
selama 30 menit.
Pemberian Kina dapat diikuti
dengan terjadinya hipoglikemi
karenanya perlu diperiksa gula
darah/12 jam.
Pemberian dosis di atas
tidak
berbahaya
bagi
wanita hamil.
Bila pemberian sudah 48 jam dan
belum ada perbaikan, dan atau
penderita dengan gangguan fungsi
ginjal dosis dapat diturunkan
setengahnya (30-50% ).
Pemberian
dosis
di
atas
memerlukan pengamatan yang
cermat, sebaiknya digunakan
mikrodrip untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan cairan.
Klorokuin.
Klorokuin
masih
merupakan OAM yang efektif terhadap
P. falciparum yang sensitif terhadap
klorokuin.
Keuntungan
tidak
menyebabkan hipoglikemi dan tidak
mengganggu kehamilan.
Dengan
meluasnya
resistensi
terhadap
klorokuin, obat ini sudah jarang
dipakai untuk pengobatan malaria
berat.
Dosis loading : klorokuin I 0 mg
basa/kgBB dilarutkan 500 ml cairan
isotonis diberikan dalam 8 jam, dan
dilanjutkan dengan dosis 5 mg basal
kgBB per infus selama 8 jam diulang
3 kali (dosis total 25 mg/kgBB selama

32 jam).
Bila cara i.v per infus tidak
memungkinkan dalam diberikan secara
intra muskuler atau subkutan dengan
cara: l). 3,5 mg/ Kg BB kloroluin basa
tiap 6jam interval atau, 2). 2,5 mg/kg
BB klorokuin basa tiap 4jam.
Bila penderita sudah dapat minum
oral segera pengobatan parenteral
dihentikan biasanya setelah 2 kali
pemberian parenteral.

Excha
nge
Trans
fusion
(Trans
fusi
Ganti)
Tindakan exchange transfasion dapat
menurunkan secara cepar keadaan
parasitemia. Pada malaria berat tindakan
transfusi ganti berguna untuk :
mengeluarkan eritrosit yang berparasit,
menurunkan toksin basil parasit dan
metabolismenya (sitokin dan radikal
bebas) dan memperbaiki anemianya.
Indikasi transfusi tukar (exchange
blood transfasion/EBT) adalah :
Parasitemi
a > 30%
tanpa
komplikasi
berat
Parasitemia > I 0% disertai
komplikasi berat lainnya seperti :
serebral
malaria,
ARF,
ARDS,jaundice (bilirubin total> 25
mg%) dan anemia berat.
Parasitemia > 10% dengan gaga!
pengobatan setelah 12-24 jam
pemberian kemoterapi anti malaria
yang optimal.
Parasitemia
>
10%
disertai
prognosis buruk (misal :lanjut usia,

adanya late stage parasites/skizon


pada darah perifer)
Pastikan darah transfusi bebas
infeksi (malaria, HIV, Hepatitis) dan
ada fasilitas untuk melakukan dan
memonitor prosedur transfusi ganti.

P
E
M
B
E

RI
AN
CA
IR
AN
DA
N
NU
TRI
SI
Pemberian cairan merupakan bagian
yang penting dalam penanganan

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

Malaria
malaria berat. Pemberian cairan yang
tidak adekuat (kurang) akan
menyebabkan timbulnya nekrosis
tubuler akut. Sebaliknya pemberian
cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan edema paru. Pada
sebagian penderita malaria berat sudah
mengalami sakit beberapa hari Iamanya
sehingga mungkin intake sudah kurang,
penderita juga sering muntah muntah,
dan bila panas tinggi akan memperberat
keadaan dehidrasi. Ideal bila pemberian
cairan dapat diperhitungkan secara Iebih
tepat, misalnya:
Maintenance cairan diperhitungkan
berdasar BB, misal untuk BB 50
k
g
d
i
b
u
t
u
h
k
a
n
c
a
i
r
a
n
1
5
0
0

1765

m
l
.
Derajat dehidrasinya: dehidrasi ringan
ditambah 10 %, dehidrasi sedang
ditambah 20% dan dehidrasi berat
ditambah 30%. Setiap kenaikan suhu
I0C
ditambah
IO%
kebutuhan
maintenence.
Pemantauan pemberian cairan lebih
akurat bila dilakukan pemasangan
CVP line.Cara di atas tidak selalu dapat
dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat
Puskesmas/RS Kabupaten. Sering kali
pemberian cairan dengan perkiraan,
misalnya 1500-2000 ml/24 jam dapat
sebagai pegangan. Mashaal membatasi
cairan
1500
mV24
jam
untuk
menghindari edema paru. Cairan yang
sering dipakai ialah Dekstrose 5% untuk
menghindari hipoglikemi khususnya pada
pemberian kina. Bila dapat diukur kadar
elektrolit
(natrium),
dipertimbangan
pemberian NaCl bila diperlukan.

PENANGANAN
KERUSAKAN/GANGGUAN
FUNGSI ORGAN.
Tindakan/Pengobatan
Tambahan Pada Malaria
Serebral
Kejang merupakan salah satu komplikasi
dari
malaria
serebral.
Penanganan/pencegahan kejang penting
untuk
menghindarkan
aspirasi.
Penanganan kejang dapat dipilih
di
bawah ini :
Diazepam: i.v IO mg;
atau intra-rektal 0,5-1,0

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

mg/kgBB.
P
a
r
a
d
e
l
h
i
d
:
0
,
I
m
g
/
k
g
B
B
Klormetiazol (bila kejang berulangulang) dipakai 0,8% Iarutan infus
sampai kejang hilang
Fenitoin:
5
mg/kgBB
i.v
diberikan selama 20
menit.
F
e
n
o
b
a
r
b
i
t
a
l

Pemberian
fenobarbital
3,5
mg/kgBB (umur di atas 6 tahun)
mengurangi terjadinya konvulsi.
Anti-TNF dan pentoksifilin dan
desferioksamin, prostasiklin, asetilsistein
merupakan obat-obat yang pernah dicoba
untuk malaria serebral dan tidak terbukti
manfaatnya, sedangkan heparin, dekstran,
sislosporin,
epinephrin
dan
hiperimunglobulin
tidak
terbukti
berpengaruh menurunkan mortalitas.
Kortikosteroid seperti deksametason baik
dengan dosis sedang ataupun dosis tinggi
tidak terbukti menurunkan mortalitas
pada malaria serebral, karena itu
seyogyanya tidak dipergunakan lagi.
Pcnggunaan
steroid
justru
memperpanjang lamanya koma dan
menimbulkan banyak efek samping
seperti
pneumoni dan
perdarahan
gastrointestinal.

Tindakan/Pen
gobatan
pada Gagal
Ginjal Akut
Bila terjadi oliguri (dehidrasi) infus 300500 ml NaCl 0,9 untuk rehidrasi sesuai
dengan perhitungan kebutuhan cairan,
kalau produksi urin kurang dari 60 mV
jam, diberikan furosemid 40-80 mg i.v.
Setelah 2 - 3 jam tak ada urin,
pertimbangan
melakukan
dialysis,
semakin dini dialysis dilakukan prognosa
lebih baik. Bila penderita hipotensi,
dopamin dapat diberikan dengan dosis
2,5-5,0 ug/kg/menit. Kebutuhan protein
dibatasi 20 g/hari dan kalori diberikan
dengan diet karbohidrat 200 g/hari.
Hemodialisis Iebih baik dari peritonealdialisis karena efek samping perdarahan
dan infeksi. Indikasi dialisis antara lain
ialah gejala uremia, gejala kelebihan
cairan seperti edema paru atau gaga!

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

jantung kongestif, adanya bising gesek


perikard, hiperkalemia, asidosis HC03
< 15 meq/l. Bila terjadi hiperkalemia,
diberikan regular insulin IO unit i.v/ i.m
bersama-sama 50 ml dekstrose 40%,
monitor gula darah dan serum kalium.
Sebagai pilihan lain dapat diberikan 1020 ml kalsium glukonat IO% i.v pelanpelan. Altematif lain yaitu resonium A 15
g/8 jam per oral atau resonium enema 30
g/8 jam. Bila pemeriksaan kadar kalium
darah
tak tersedia dapat dilakukan
monitoring
dengan
pemeriksaan
elektrokardiografi.
Hipokalemi terjadi 40% dari
penderita malaria serebral. Bila
kalium
3,0 - 3,5 meq/l diberikan KC! per infus
25 meq; kalium 2,0 - 2,9 meq/l
diberikan KC! per infus 50-75 meq.
Pemberian KC! tidak melebihi 100

meq/hari dan tidak diberikan i.v bolus.


Hiponatremi
dapat
memberikan
penurunan kesadaran.
Kebutuhan
Natrium dapat dihitung: BB (kg) x 60%
x Na. defisit (meq/l). Satu liter NaCl
0,9% = 154 meq; I g NaCl puyer = 17
meq. Asidosis (pH < 7,15) merupakan
komplikasi akhir dari malaria berat dan
sering bersama-sama dengan kegagalan
fungsi ginjal. Pengobatannya dengan
pemberian
bikarbonat.
Kebutuhan
Bikarbonat (meq) = 1/3 B.B(kg) x
defisit
bikarbonat
dikonfersikan
dalamjumlah ml 8,4% NaHCO,. Bila
pemberian natrium dikuatirkan terjadinya
edema paru, dapat diberikan THAM
(tris-hydroxymethyl-aminomethan) atau
pyruvate
dehydrogenase
activator
dichloroacetate. Dialisis merupakan
pilihan terbaik.

Ti
n
d
a
k
a
n
T
er
h
a
d
a
p
M
al
ar
ia
B
ili
o
s
a

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

Vitamin K dapat diberikan 10mg/hari


i.v selama 3 hari untuk memperbaiki
faktor koagulasi yang tergantung
vitamin K. Gangguan faktor koagulasi
lebih sering dijumpai pada penderita
dengan ikterik yang berat. Hati-hati
dengan obat-obatan yang mengganggu
fungsi hati
seperti
parasetamol,
tetrasiklin.

H
i
p
o
g
l
i
k
e
m
i
a
Periksa kadar gula darah secara cepat
dengan glukometer pada setiap penderita
malaria berat (malaria serebral, malaria
dengan keharnilan,malaria biliosa). Bila
kadar gula darah kurang dari 40 mg/di,
maka diberikan 50 ml Dekstrose 40%i.v
dilanjutkan dengan glukosa IO% per
infus. Monitor gula darah tiap 4-6 jam,
bila gula darah masih di bawah 40
mg/dl, diulang pemberian bolus 50 ml
Dextrose 40%. Bila perlu obat yang
menekan produksi
insulin
seperti
diazokside, glukagon atau somatostatin
analogue.
P
e
n
a
n
g
a

n
a
n
M
a
l
a
r
i
a
A
l
g
i
d
Tujuan dalam penanganan malaria
algid/malaria
dengan
syok yaitu
memperbaiki gangguan hemodinarnik.
Diberikan cairan infus plasma atau NaCl
0,9% untuk mengembalikan volume
darah ( 1L cairan mengandung
dekstran/plasma diberikan dalam 1jam).
Bila belum ada perbaikan tekanan darah
dan denyut jantung, di berikan lagi 1L
cairan isotonis (NaCl 0,9%). Hipotensi
biasanya berespon terhadap cairan. Bila
tak berhasil dapat dipakai dopamin
dengan dosis 2-4 ampul doparnin
(lamp= 200 mg) dalam 500 ml
Dekstrose 5%, dengan tetesan infus
mulai 1-2 mcg/kg/ menit. Tetesan
sampai 5 mcg/kg/menit dopamin
menyebabkan
vasodilatasi
dan
memperbaiki sirkulasi ginjal.
P
e
n
a
n
g
a

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

n
a
n
E
d
e
m
a
P
a
r
u
Edema paru merupakan komplikasi
yang fatal, pada malaria berat
sebaiknya dilakukan penanganan untuk
mencegah terjadinya edema paru.
Pemberian cairan dibatasi, sebaiknya
menggunakan monitoring dengan CVP
line. Pemberian cairan melebihi 1500
ml cenderung memberikan edema
paru. Bila ada anemi, transfusi darah
diberikan perlahan-lahan. (1unit darah
dalam 4jam). Mengurangi beban
jantung kanan dengan tidur setengah
duduk, pada edema paru karena
kelebihan cairan dapat diberikan
diuretika, yaitu furosemide 40 mg i.v.
Untuk memperbaiki hipoksia diberikan
oksigen konsentrasi tinggi (6-8 Vmenit)
dan bila mungkin dengan bantuan
respirator mekanik.
P
e
n
a
n
g
a
n
a
n

A
n
e
m
i
Bila anemi kurang dari 5 g/dl atau
hematokrit kurang dari 15% diberikan
tranfusi darah whole blood atau
packed cells. Darah segar lebih baik
dibanding darah biasa. Transfusi
sebaiknya pelan-pelan, kalau perlu
dengan monitoring CVP line atau
dengan memberikan furosemid 20 mg
sebelum transfusi.
Penanganan
Terhadap
lnfeksi
Sekunder/Sep
sis
Infeksi sekunder yang sering terjadi
yaitu pneumonia karena aspirasi, sepsis
yang berasal dari infeksi perut dan
infeksi
saluran
kencing
karena
pemasangan kateter. Antibiotika yang
dianjurkan sebelum diperoleh hasil
kultur ialah kombinasi ampisilin dan
gentamisin,
atau
bila
mungkin
sefalosporin
generasi
ke
III
(seftizoksim,
seftriakson
atau
ceftazidime).
P
R
O
G
N
O
S
I
S
Pada infeksi malaria hanya terjadi

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

mortalitas bila mengalarni malaria berat.


Pada
malaria
berat,
mortalitas

tergantung pada kecepatan penderita


tiba

,
.

Scan By Dr.Suvianto H.L 15-05-2009

1766 Tropik
lnfeksi
di
RS,
kecep
atan
diagn
osa
dan
penan
ganan
yang
tepat.
Wala
upun
demi
kian
morta
litas
pende
rita
malar
ia
berat
di
dunia
masih
cukup
tinggi
berva
riasi
15%60%
terga
ntung
fasilit
as
pemb
eri
pelay

ana
n.
Ma
kin
ban
yakj
uml
ah
ko
mpl
ikas
i
aka
n
diik
uti
den
gan
peni
ngk
atan
mor
talit
as,
mis
alny
a
pen
deri
ta
den
gan
mal
aria
sere
bral
den
gan

hipoglikemi,

PENCEGAHAN
Tindakan
menghindarkan
menggigit
Bila
plasmodium
yang terbukti
Etaquin,
Vaksinasi
proteksi
Patarroyo,
yang bermanfaat,
respon terbaik
REFERENSI
Barnes KI,
Harijanto,
Harijanto
Krogstad
R. Dolin

2831.
Krudsood S,
Wilairatan
a
P,
Vannapha
n S, et all
: Clinical
experience
with
intravenou
s quinine,
intramusc
ular
artemether
and
intravenou
s
artesunate
for
the
treatment
of severe
malaria in
Thailand.
SouthEast
Asia
J.
Trop Med
Public
Health
2003:
34(1): 54
-61.
Njuguna PW,
Newton CR :
Management
of severe
falciparum
malaria.
Journal of
Post
Graduate
Medicine
2004; 50 :
45- 50
Olliaro
PL,
Taylor WR

:
Developi
ng
artemisi
nin
based
drug
combina
tions for
the
treatmen
t
of
drug
resistant
falciparu
m
malaria:
A
review.
Journal
of Post
Graduate
Medicin
e 2004;
50 :4044
RBM : ACT
:
the
way
foeward
for
treating
malaria.
Http://w
ww.rbm.
who.int/
cmc_upl
oad/
0/000/01
5/364/
RBMinf
osheet_9
.htm
Taylor TE,

Strickland GT:
Trapuz A, Jereb
Critical Care
White NJ, Breman
-Hill, New York
White NJ. : Malaria.
WHO : A global strategy
WHO : The use
Report of ajoint
WHO : Severe Falciparum
WHO : Antimalarial
nical Consultation,
Woodrow CJ, Haynes

Anda mungkin juga menyukai