L 15-05-2009
D
E
F
I
N
I
S
I
E
T
I
O
L
O
G
I
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium,
yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan
burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus
S
E
J
A
R
A
H
Memasuki milenium ke-3, infeksi malaria masih
merupakan problema klinik bagi negara tropik/subtropik dan negara berkembang maupun negara yang
sudah maju. Malaria merupakan penyebab kematian
utama penyak.it tropik diperkirakan satu juta
penduduk dunia meninggal tiap tahunnya dan
T
R
A
N
S
M
I
S
I
D
A
N
E
P
I
D
E
M
I
O
L
O
G
I
D
a
u
r
H
i
d
u
p
P
a
r
a
s
i
t
M
a
l
a
r
i
a
Infeksi parasit malaria pada
manusia mulai bila nyamuk
anopheles betina menggigit
manusia dan nyamuk akan
melepaskan sporozoit ke dalam
pembuluh darah dimana sebagian
besar dalam waktu 45 inenit akan
menuju ke hati dan sebagian kecil
sisanya akan mati di darah. Di
dalam sel parenkim hati mulailah
perkembangan aseksual
(intrahepatic schizogony atau
pre-erythrocytes schizogony).
Perkembangan ini memerlukan
waktu 5,5 hari untuk plasmodium
falciparum dan 15hari untuk
plasmodium malariae. Setelah sel
parenkim hati terinfeksi, terbentuk
sizont hati yang apabila pecah
akan mengeluarkan banyak
merozoit ke sirkulasi darah. Pada
P. vivaxdan ovale, sebagian parasit
Malaria 1755
hemozoin yang dapat dilihat secara
mikroskopik. Eritrosit yang berparasit
menjadi lebih elastik dan dinding
berubah lonjong, pada P. falciparum
dinding eritrosit membentuk tonjolan
yang disebut knob yang nantinya penting
dalam proses
cytoadherence
dan
rosetting. Setelah 36jam invasi kedalam
eritrosit, parasit berubah menjadi sizont,
dan bila sizont pecah akan mengeluarkan
6 - 36 merozoit dan siap menginfeksi
eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini
pada Pfalciparum, P. vivax dan P. ovale
ialah 48 jam dan pada P. malariae adalah
72 jam. (Gambar 1)
l
r
r
Faktor
parasit
:
- Resi
sten
si
obat
- Kece
pata
n
multi
pli
ka
si
- Cara
invas
i
- Sitoa
dhere
ns
- Roset
ing
Po
lim
orfi
sm
e
ant
og
eni
k
- Varia
si
a
n
t
i
g
e
n
i
c
(
P
f
E
M
P
1
)
- To
ksi
n
ma
lari
a
Fakto
r
sosial
dan
geogr
afi :
- Ak
se
s
m
en
da
pa
t
pe
ng
ob
at
an
- Fa
kto
r
fak
tor
b
u
d
a
y
a
d
a
n
- lmunitas
- Sitokin
proinflamasi
- Genetik
- Umur
Kehamilan
e
k
o
n
o
m
i
- Stabilita
s politik
- lntensit
as
trans
misi
nyam
uk
Manifestasi klinik
Asimptomatik
D
e
m
a
m
(
s
p
e
si
fi
k
)
Mala
ria
bera
t
Kematian
P
A
T
O
G
E
N
E
S
I
S
D
A
N
P
A
T
O
L
O
G
I
Setelah
melaluijaringan
hati
P.falciparum
melepaskan
18-24
merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit
yang di lepaskan akan masuk dalam sel
RES di
limpa
dan
mengalami
fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang
lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa
akan menginvasi eritrosit. Selanjutnya
parasit
berkembang
biak
secara
aseksual dalam eritrosit. Bentuk
aseksual parasit dalam eritrosit (EP)
inilah yang bertanggung jawab dalam
patogenesa terjadinya malaria pada
manusia. Patogenesa malaria yang
banyak diteliti adalah patogenesa
malaria yang disebabkan oleh
P
.
f
a
l
c
i
p
a
r
u
m
.
Patogenesis malaria falsiparum
dipengaruhi oleh faktor parasit dan
faktor penjamu (host). Yang termasuk
dalam faktor parasit adalah intensitas
transmisi , densitas parasit dan
virulensi parasit. Sedangkan
berbagai
penelitian
bertentangan.
sering
saling
P
A
T
O
L
O
G
I
Studi patologi malaria hanya dapat
dilakukan pada malaria falsiparum
karena kematian biasanya disebabkan oleh
P.falciparum. Selain perubahan jaringan
dalam patologi malaria yang penting ialah
keadaan mikro-vaskular dimana parasit
malaria berada. Beberapa organ yang
terlibat antara lain otak, jantung-paru.
hati-limpa, ginjal. usus, dan sumsum
tulang. Pada otopsi dijumpai otak yang
membengkak dengan perdarahan petekie
yang multipel pada jaringan putih (white
matter). Perdarahanjarang pada substansi
abu-abu. Tidak dijumpai
hemiasi.
Hampir seluruh pembuluh kapiler dan
vena penuh dengan parasit. Pada jantung
dan paru selain sekuestrasi,jantung relatif
normal. bi la anemia tampak pucat dan
dilatasi. Pada paru di jumpai gambaran
edema paru. pembentukan membran
hialin, adanya aggregasi leukosit. Pada
Ginjal
tampak
bengkak.
tubulus
mengalarni iskemia. sekuestrasi pada
kapiler glomeruls,
proliferasi sel
mesangial dan endotel. Pada pemeriksaan
imunofluorensen
dijumpai
deposisi
imunoglobulin pada membran basal
kapiler glomerulus. Pada saluran cema
bagian atas dapat terjadi perdarahan
I
M
U
N
O
L
O
G
I
Imunitas terhadap malaria sangat
kompleks, melibatkan hampir seluruh
komponen sistim imun baik spesifik
maupun
non-spesifik,
imunitas
humoral maupun seluler, yang timbul
secara
alami
maupun
didapat
(acquired)
akibat
infeksi
atau
vaksinasi. lmunitas spesifik timbulnya
lambat. Imunitas hanya bersifat jangka
pendek (short lived) dan barangkali
tidak ada imunitas yang permanen dan
sempuma.
Bentuk imunitas terhadap malaria
dapat dibedakan atas : I). lmunitas
alamiah
non-imunologis
berupa
kelainan-kelainan genetik polimorfisme
yang
dikaitkan dengan
resistensi
terhadap malaria. Misalnya: hemoglobin
S (sickle cell trait), hemoglobin C,
hemoglobin E, talasemia a/ , defisiensi
glukosa-6 pospat dehidrogenase (G6PD),
ovalositosis herediter, golongan darah
Duffy negatif kebal terhadap infeksi P.
vivax, individu dengan human leucocyte
antigen (HLA) tertentu misalnya HLA
Bw 53 lebih rentan terhadap malaria
dan melindungi terhadap malaria
berat; 2). Imunitas didapat non-spesifik
Perhatian
pembuatan
vaksin
banyak ditujukan pada stadium
sporozoit,
terutama
dengan
menggunakan epitop tertentu dari
sirkumsporozoid.
Respon
imun
spesifik
ini
diatur
dan/atau
G
E
J
A
L
A
K
L
I
N
I
S
Manifestasi klinik malaria tergantung
pada imunitas penderita, tingginya
transmissi infeksi malaria. Berat/
ringannya infeksi dipengaruhi oleh
jenis plasmodium (P. Falciparum
sering memberikan komplikasi), daerah
asal infeksi (pola resistensi terhadap
pengobatan), umur (usia Ianjut dan
bayi sering lebih berat), ada dugaan
konstitusi genetik, keadaan kesehatan
dan nutrisi, kemoprofilaktis
dan
pengobatan sebelumnya. (Gambar 2)
MANIFESTA
SI MALARIA
TANPA
KOMPLIKASI
Dikenal 4 jenis plasmodium (P) yaitu
P. vivax, merupakan infeksi yang
paling sering dan menyebabkan
malaria tertiana/ vivax, P. falciparum,
memberikan banyak komplikasi dan
mempunyai perlangsungan
yang
M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i
U
m
u
m
M
a
l
a
r
i
a
Malaria
mempunyai
gambaran
karakteristik demam periodik, anemia
dan splenomegali. Masa inkubasi
bervariasi pada masing-masing
Malaria 1757
plasmodium.
(Tabel
1)
Keluhan
prodromal
dapat
terjadi
sebelum
terjadinya demam berupa kelesuan,
malaise, sakit kepala, sakit belakang,
merasa dingin di punggung, nyeri sendi
dan tulang, demam ringan, anoreksia ,
perut tak enak, diare ringan dan kadangkadang dingin. Keluhan prodromal
sering terjadi pada P. vivax dan ovale,
sedang pada P.falciparum dan malariae
keluhan prodromal tidakjelas bahkan
gejala dapat mendadak.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya "
Trias Malaria "secara berurutan:
periode dingin (15-60 menit) : mulai
menggigil,
penderita
sering
membungkus diri dengan selimut atau
sarung dan pada saat menggigil ering
seluruh badan bergetar dan gigi-gigi
saling
terantuk,
diikuti
dengan
meningkatnya temperatur; diikuti dengan
periode panas : penderita muka merah,
nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi
beberapa jam , diikuti dengan keadaan
berkeringat;
kemudian
periode
berkeringat:
penderita
berkeringat
banyak dan temperatur turun, dan
penderita merasa sehat.Trias malaria
lebih sering terjadi pada infeksi P.
vivax , pada P. falciparum menggigil
dapat berlangsung berat ataupun tidak
ada.Periode tidak panas berlangsung
12jam pada P. falciparum, 36jam pada
P. vivax dan ovale, 60 jam pada P.
malariae.
Anaemia merupakan gejala yang
sering dijumpai pada infeksi
malaria.
Beberapa
mekanisme
terjadinya anaemia ialah : pengrusakan
eritrosit
oleh
parasit,
hambatan
berulangnya
gejala
klinik
atau
parasitemia yang lebih lama dari waktu
diantara serangan periodik dari infeksi
prime yaitu setelah periode yang lama
dari masa latent (sampai 5 tahun),
biasanya terjadi karena infeksi tidak
sembuh atau oleh bentuk
diluar
eritrosit (hati) pada malaria vivaks atau
ovale.
Recrudescense:
berulangnya gejala
klinik dan parasitemia dalam masa 8
rninggu sesudah berakhirnya serangan
primer. Recrudescense dapat terjadi
berupa berulangnya gejala klinik
sesudah periode laten dari serangan
primer.
Relapse
atau
Rechute:
ialah
Manifestasi
Klinik
Malaria
Tertiana/
M.Vivax/ M.Benigna.
12 (9-14)
24,36,
Vivax
48
Tipe
Ovate
48
Malariae
72
13(12-17) 12
++
bulan
17 (16-18)
++
28 (18-40)
Manifestasi Klinik
2
S
IM
P
1
T
a
O
M
KUNIS
----
----
3
5
6a
5a
AMBANG PIROGENITAS
--------
---
NILA!
KLI
NIS,
ME
NIN
GKA
T
SES
UAI
DEN
GAN
IMU
NIT
AS
P
A
R
A
S
I
T
E
M
I
A
P
A
T
E
N
PARASIT
EMIA
PATEN
Stadiu
m
jaringa
n hati
P
r
i
m
e
r
&
Sekun
der
P
E
N
Y
E
B
A
B
I'
R
A
D
I
K
A
L
A
T
A
U
S
P
O
N
T
A
N
1. Masa
lnkubasi
2. Masa
Prepaten
3. Seranga
n primer
paroksis
mal
3. Masa
laten (
masa
laten
klinis)
4. Rekru
densi
5. Masa
laten
Manifestasi
Klinis Malaria
Malariae/M.
Quartana
M. malariae banyak dijumpai didaerah
Afrika, Amerika latin, sebagian Asia.
Penyebarannya tidak seluas P. vivax dan
P.falciparum. Masa inkubasi 18 - 40 hari.
Manifestasi klinik seperti pada malaria
vivax hanya berlangsung lebih ringan,
anaemia jarang terjadi, splenomegali
sering dijumpai walaupun pembesaran
ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap
3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan
parasitemia sangat rendah < 1%.
Komplikasi jarang terjadi, sindroma
nefrotik dilaporkan pada infeksi
plasmodium malariae pada anak-anak
Afrika. Diduga komplikasi ginjal
disebabkan oleh karena deposit kompleks
immun pada glomerulus ginjal. Hal ini
M
a
n
if
e
s
t
a
s
i
K
li
n
i
s
M
a
l
a
r
i
a
O
v
a
t
e
Merupakan bentuk yang paling ringan
dari semua jenis malaria. Masa inkubasi
11-16 hari, serangan paroksismal 3-4
hari terjadi malam hari dan jarang lebih
dari 10 kali walaupun tanpa terapi.
Apabila terjadi infeksi campuran dengan
plasmodium lain, maka P.ovale tidak
akan tampak didarah tepi, tetapi
plasmodium yang lain yang akan
ditemukan. Gejala Klinis hampir sama
dengan malaria vivaks, lebih ringan,
puncak panas lebih rendah dan
perlangsungan lebih pendek, dan dapat
sembuh spontan tanpa pengobatan.
Serangan menggigil jarang terjadi dan
splenomegali jarang sampai dapat diraba.
Manifestasi
klinis
Malaria
Tropika/M.
falsiparum
Malaria tropika merupakan bentuk yang
paling berat, ditandai dengan panas yang
ireguler,
anaemia,
splenomegali,
parasitemia sering dijumpai, dan sering
terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14
hari. Malaria tropika mempunyai
perlangsungan
yang
cepat,
dan
parasitemia yang tinggi dan menyerang
semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal
yang sering dijumpai yaitu sakit kepala,
nyeri belakang/ tungkai, lesu, perasaan
dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit
sulit ditemui pada penderita dengan
pengobatan supresif. Panas biasanya
ireguler dan tidak periodik, sering terjadi
hiperpireksia dengan temperatur di atas
40C. Gejala lain berupa konvulsi,
pneumonia aspirasi dan banyak keringat
D
I
A
G
N
O
S
I
S
M
A
L
A
R
I
A
Diagnosa malaria sering memerlukan
anamnesa yang tepat dari penderita
tentang asal penderita apakah dari
daerah
endemik malaria,
riwayat
berpergian ke daerah malaria, riwayat
pengobatan kuratip maupun preventip.
Peme
riksaa
n
Tetes
Darah
Untuk
Malari
a
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi
untuk menemukan adanya parasit
malaria
sangat
penting
untuk
menegakkan diagnosa. Pemeriksaan
satu kali dengan hasil negatip tidak
mengenyampingkan diagnosa malaria.
Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil
negatip maka diagnosa malaria dapat
dikesampingkan.
Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan oleh tenaga
laboratorik yang berpengalaman dalam
pemeriksaan
parasit
malaria.
Pemeriksaan pada saat penderita
demam atau panas dapat meningkatkan
kemungkinan ditemukannya parasit.
Pemeriksaan
dengan
stimulasi
adrenalin
1:1000
tidak
jelas
manfaatnya dan sering membahayakan
terutama penderita dengan hipertensi.
Pemeriksaan parasit malaria melalui
aspirasi sumsum tulang hanya untuk
maksud akademis dan tidak sebagai cara
diagnosa
yang
praktis.
Adapun
pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan
melalui :
Tetesan preparat darah tebal. Merupakan
cara terbaik untuk menemukan parasit
malaria karena tetesan darah cukup
banyak dibandingkan preparat darah
tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya
untuk studi di lapangan. Ketebalan
dalam membuat sediaan perlu untuk
memudahkan
identifikasi
parasit.
Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5
menit
(diperkirakan
100 lapang
T
e
s
A
n
t
i
g
e
n
:
P
F
t
e
s
t
Yaitu
mendeteksi
antigen
dari
P.Falciparum (Histidine Rich Protein
If). Deteksii sangat cepat hanya 3 - 5
menit, tidak memerlukan latihan
khusus, sensitivitasnya baik, tidak
memerlukan alat khusus. Deteksi
untuk antigen vivaks sudah beredar di
pasaran yaitu dengan metode ICT. Tes
sejenis dengan mendeteksi laktat
dehidrogenase
dari
plasmodium
(pLDH)
dengan
cara
immunochromatographic
telah
dipasarkan
dengan
nama
tes
OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi
dari 0 - 200 parasit/ul darah dan dapat
membedakan apakah
infeksi
P.
Falciparum atau P. vivax. Sensitivitas
sampai 95% dan hasil positif salah
lebih rendah dari tes deteksi HRP-2.
Tes ini sekarang dikenal sebagai tes
cepat (Rapid Test). Tes ini tersedia
dalam berbagai nama tergantung pabrik
pembuatnya
T
e
s
S
e
r
o
l
o
g
i
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak
tahun 1962 dengan memakai tehnik
indirectfluorescent antibody test. Tes ini
berguna mendeteksi adanya antibodi
specifik terhadap malaria atau pada
keadaan dimana parasit sangat minimal.
Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat
diagnostik sebab antibodi barn terjadi
setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat
tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor
darah. Titer> 1:200 dianggap sebagai
infeksi barn; dan test> 1: 20 dinyatakan
positip. Metode metode tes serologi antara
lain indirect haemagglutination test,
immuno precipitation techniques, ELISA
test, radio-immunoassay.
Pemeriksaan
PCR
(Polymerase
Chain
Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka
dengan teknologi amplifikasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan
sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.
Keunggulan tes ini walaupun jumlah
parasit sangat sedikit dapat memberikan
hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai
sarana penelitian dan belum untuk
pemeriksaan rutin.
Malaria 1759
D
I
A
G
N
O
S
I
S
B
A
N
D
I
N
G
M
A
L
A
R
I
A
Demam merupakan salah satu gejala
malaria yang menonjol, yang juga
dijumpai pada hampir semua penyakit
infeksi seperti infeksi virus pada sistim
respiratorius,
influenza,
bruselosis,
demam tifoid, demam dengue, dan
infeksi
bakterial
lainnya
seperti
pneumonia, infeksis saluran kencing,
tuberkulosis. Pada daerah hiper-endemik
sering dijumpai penderita dengan
imunitas yang tinggi sehingga penderita
dengan infeksi malaria tetapi tidak
menunjukkan gejala klinis malaria. Pada
malaria
berat
diagnosa
banding
tergantung manifestasi malaria beratnya.
Pada malaria dengan ikterus, diagnosa
KO
MP
LIK
ASI
PE
NY
AKI
T
MA
LA
RIA
Komplikasi malaria umumnya disebabkan
karena P. falciparum dan sering di sebut
pernicious manifestations. Sering terjadi
mendadak
tanpa
gejala
gejala
sebelumnya, dan sering terjadi pada
penderita yang tidak imun seperti pada
orang
pendatang
dan
kehamilan.
Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh
penderita malaria yang dirawat di RS dan
20% dari padanya merupakan kasus yang
fatal. Data di Minahasa insiden malaria
berat ialah 6% dari kasus yang dirawat di
RS dengan mortalitas 10-20%.
Penderita malaria dengan komplikasi
umumnya digolongkan sebagai malaria
berat
yang
menurut
WHO
M
a
l
a
r
i
a
S
e
r
e
b
r
a
l
Terjadi kira-kira 2% pada penderita nonimun, walaupun demikian masih sering
dijumpai pula didaerah endemik seperti
di Jepara (Jawa Tengah), Sulawesi Utara,
Maluku, dan Irian Jaya. Secara sporadik
juga ditemui pada beberapa kota besar di
Indonesia umumnya sebagai kasus
import. Merupakan komplikasi yang
paling berbahaya dan memberikan
mortalitas 20-50% dengan pengobatan .
Penelitian
di
Indonesia
mortalitas
berkisar 21,5%- 30,5%. Gejala malaria
serebral dapat ditandai dengan koma yang
tak bisa dibangunkan, bila dinilai
dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
G
a
g
a
l
G
i
n
j
a
l
A
k
u
t
(
G
G
A
)
Kelainan fungsi ginjal sering terjadi
pada penderita malaria dewasa.
Kelainan fungsi ginjal dapat pre-renal
karena dehidrasi (> 50%) dan hanya 510% disebabkan nekrosis tubulus
akut.
Gangguan
ginjal
diduga
disebabkan adanya anoksia karena
penurunan aliran darah ke ginjal
akibat dari sumbatan kapiler. Sebagai
akibatnya terjadi penurunan filtrasi
pada glomerulus. Secara klinis dapat
terjadi fase oliguria ataupun poliuria.
Pemeriksaan
laboratorium
yang
diperlukan yaitu urin mikroskopik,
berat jenis urin, natrium urin, serum
natrium, kalium, ureum, kreatinin,
analisa gas darah serta produksi urin.
Apabila berat jenis (B.J) urin <
1.010 menunjukkan dugaan nekrosis
tubulus akut; sedangkan urin yang
pekat BJ.> 1,015, rasio urea urin:
darah > 4:1, natrium urin < 20
mmol/l
menunjukkan
keadaan
dehidrasi. Beberapa faktor risiko
yang mempermudah terjadinya GGA
ialah
hiperparasitemia,
hipotensi,
ikterus, hemoglobinuri. Penanganan
penderita dengan kelainan fungsi
ginjal di Minahasa memberikan
mortalitas 48%. Dialisis merupakan
pilihan pengobatan untuk menurunkan
mortalitas.Seperti
pada
hiperbilirubinemia, anuria dapat terus
berlangsung walaupun pemeriksaan
parasit sudah negatif.
K
e
l
a
i
n
a
n
H
a
t
i
(
M
a
l
a
r
i
a
B
i
l
i
o
s
a
)
Jaundice atau ikterus sering dijumpai
pada infeksi malaria falsiparum. Pada
penelitian di Minahasa dari 836
penderita malaria, hepatomegali 15,9%,
hiperbilirubinemi 14,9% dan
peningkatan serum transaminase 5,7%.
Pada malaria biliosa (malaria dengan
ikterus) dijumpai
ikterus hemolitik 17,2%; ikterus
obstruktip intra-hepatal 11,4% dan
tipe campuran parenkimatosa, hemolitik
dan obstruktip 78,6%, peningkatan
SGOT rata-rata 121 mU/ml dan SGPT
80,8 mU/ml dengan ratio de Ritis 1,5.
Peningkatan transaminase biasanya
ringan sampai sedang danjarang
melebihi 200 iu, ikterus yang berat
sering dijumpai walaupun tanpa diikuti
kegagalan hati. Penelitian di Minahasa
pada 109 penderita malaria berat, kadar
bilirubin tertinggi ialah 36,4 mg/di,
bilirubin normal (< 1,2 mg/di)
H
i
p
o
g
l
i
k
e
m
i
a
Hipoglikemi dilaporkan sebagai keadaan
terminal pada binatang dengan malaria
berat. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan metabolik dari parasit telah
menghabiskan cadangan glikogen dalam
hati. Hipoglikemia dapat tanpa gejala
pada penderita dengan keadaan umum
yang
berat
ataupun
penurunan
kesadaran. Pada
penderita dengan
malaria cerebral di Thailand dilaporkan
adanya hipoglikemi sebanyak 12,5%,
sedangkan
di
Minahasa
insiden
hipoglikemia
berkisar
17,4%-21,8%.
Penyebab terjadinya hipoglikemi yang
paling sering ialah karena pemberian
tempi kina (dapat terjadi 3 jam setelah
infus kina). Penyebab lainnya ialah
kegagalan glukoneogenesis pada penderita
dengan ikterik, hiperparasitemia oleh
karena parasit mengkonsumsi karbohidrat, dan pada TNF-a yang meningkat.
Hipoglikemi dapat pula terjadi pada
primigravida dengan malaria tanpa
komplikasi. Hipoglikemia kadang-kadang
sulit diobati dengan cara konvensionil,
disebabkan hipoglikemia yang persisten
karena hiperinsulinemia akibat kina.
Mungkin dengan pemberian diazoksid
dimana terjadi hambatan sekresi insulin
merupakan cara pengobatan yang dapat
dipertimbangkan.
Blackwater
Fever(Malari
a
Haemoglobi
nuria)
Adalah suatu sindrom dengan gejala
karakteristik serangan akut, menggigil,
demam,
hemolisis
intravaskular,
hemoglobinemi, hemoglobinuri dan gaga!
ginjal.
Biasanya
terjadi
sebagai
komplikasi dari infeksi P.falciparum yang
berulang-ulang pada orang non-imun atau
dengan pengobatan kina yang tidak
adekuat. Akan tetapi adanya hemolisis
karena kina ataupun antibodi terhadap
kina belum pemah dibuktikan. Malaria
hemoglobinuria
dapat terjadi
pada
penderita tanpa kekurangan ensim G-6PD dan biasanya parasit falsiparum
positif, ataupun pada penderita dengan
kekurangan G-6-PD yang biasanya
disebabkan karena pemberian primakuin.
M
a
l
a
r
i
a
A
l
g
i
d
Adalah
terjadinya
syok
vaskular,
ditandai dengan hipotensi (tekanan
sistolik kurang dari 70 mmHg),
perubahan
tahanan
perifer
dan
berkurangnya
perfusi
jaringan.
Gambaran klinik berupa perasaan dingin
dan basah pada kulit, temperatur rektal
tinggi, kulit tidak elastik, pucat.
Pemafasan dangkal, nadi cepat, tekanan
darah turun dan sering tekanan sistolik
tak terukur dan nadi yang normal.
Keadaan ini sering dihubungkan dengan
terjadinya septisemia gram negatif.
Hipotensi biasanya berespon dengan
pemberian NaCl 0,9% dan obat
inotropik.
K
e
c
e
n
d
e
r
u
n
g
a
n
P
e
r
d
a
r
a
h
a
n
Perdarahan spontan berupa perdarahan
gusi, epistaksis, perdarahan di bawah
kulit dari petekie, purpura, hematoma
dapat terjadi sebagai komplikasi malaria
tropika. Perdarahan ini dapat terjadi
karena trombositopenia, atau gangguan
koagulasi intravaskular ataupun gangguan
koagulasi karena gangguan fungsi hati.
Trombositopenia
disebabkan
karena
pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi
intravaskular jarang terjadi kecuali pada
stadium akhir dari suatu infeksi
P.falciparum yang berat.
E
d
e
m
a
P
a
r
u
Sering terjadi pada malaria dewasa dan
jarang
pada
anak.
Edema
paru
merupakan komplikasi yang paling berat
dari malaria
tropika
dan
sering
menyebabkan kematian. Edema paru
dapat terjadi karena kelebihan cairan atau
adult respiratory distress syndrome.
Beberapa faktor yang memudahkan
timbulnya edema paru ialah kelebihan
cairan, kehamilan, malaria serebral,
hiperparasitemi, hipotensi, asidosis dan
uremi . Adanya peningkatan respirasi
M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i
G
a
s
t
r
o
i
n
t
e
s
t
i
n
a
l
Manifestasi gastro-intestinal sering
dijumpai
pada
malaria,
gejala
gejalanya ialah : tak enak diperut,
flatulensi, mual, muntah, diare dan
konstipasi.
Kadang-kadang
gejala
menjadi berat berupa sindroma billious
remittentfever yaitu gejala gastrointestinal dengan hepatomegali, ikterik
(hiperbilirubinemia dan peningkatan
H
i
p
o
n
a
t
r
e
m
i
a
b
o
l
i
k
L
a
i
n
n
y
a
rka
lem
ia
(pa
da
gag
a!
gin
jal)
H
i
p
o
a
l
b
u
m
i
n
e
m
i
a
H
i
p
e
r
p
h
o
s
p
h
o
l
i
p
e
d
e
m
i
a
Hipertrigly
ceremia
dan
hipocholest
erolemia
T-4 rendah, TSH basal
normal (sick euthyroid
syndrome)
M
A
L
A
R
I
A
P
A
D
A
K
E
H
A
M
I
L
A
N
Malaria lebih sering dijumpai pada
kehamilan trimester I
dan II
dibandingkan pada wanita yang tidak
hamil. Malaria berat juga lebih sering
pada wanita hamil dan masa
puerperium di daerah mesoendemik
dan hipoendemik. Hal ini disebabkan
karena penurunan imunitas selama
kehamilan. Beberapa faktor yang
menyebabkan turunnya respon imun
pada kehamilan seperti : peningkatan
dari
hormon
steroid
dan
gonodotropin, a foetoprotein dan
penurunan dari lmfosit menyebabkan
kemudahan terjadinya infeksi malaria.
Ibu hamil dengan infeksi HIV
PENYAKIT
YANG
BERHUBUNGAN
DENGAN MALARIA
Yaitu penyakit atau keadaan klinik
Sind
rom
Sple
nom
egal
i
Trop
ik
(SS
T)
SST sering dijumpai dinegara tropik
yang penyebabnya antara lain malaria,
kala-azar, schistosomiasis, disebut juga
Hyper-reactive
Malarial
Splenomegaly (Big Spleen Disease)
SST berbeda dengan splenomegali
karena malaria. Splenomegali karena
malaria sering dijumpai
Malaria 1761
di daerah endemik malaria dengan
parasitemia intermiten dan ditemukan
hemozoin (pigmen malaria) pada sistem
retikulo-endotelial. Sering pada umur
dewasa dengan terbentuknya imunitas,
parasitemia menghilang dan limpa
mengecil. Pada SST terjadi pada
penduduk daerah endemik biasanya anakanak, spleen tidak mengecil, bahkan
membesar, terjadi peningkatan serum
lgM and antibodi terhadap malaria.
Etiologi diduga merupakan respon
imunologik terhadap malaria dimana
terjadi peningkatan dari IgM. Gejala
klinik berupa bengkak pada perut karena
splenomegali, merasa lemah, anoreksia,
berat badan turun dan anemia.
Pembesaran limpa mencapai umbilikus
sampai fossa iliaka (derajat 4-5
Hackett). Anemia biasanya
normokromik-normositik dengan
peningkatan retikulosit. Anemia
hemolitik dapat terjadi pada kehamilan
dengan SST, sedangkan trombositopenia
jarang menyebabkan manifestasi
perdarahan. Kriteria
diagnostik yang dipakai untuk
menegakkan SST yaitu :
Splenomegali (limpa > 10 cm bawah
arcus costarum) dan anemia.
Antibodi terhadap malaria meningkat
lgM meningkat > 2 SD dari normal
setempat
Penurunan besarnya limpa, lgM
dan antibodi setelah 3 bulan
pengobatan kemoprofilaktis
Limfositosis pada sinusoid hati
Respons imunitas selluler dan
humoral normal terhadap antigen.
Pengobatan :
pemberian kemoprofilaktis dalam
jangka waktu panjang akan
menurunkan besarnya limpa dan
immunogolbulin.
splenektomi tidak dianjurkan karena
mortalitas yang meningkat karena
memudahkan terjadinya infeksi.
tanpa pengobatan prognosis jelek,
50% meninggal dalamfollow up.
SINDROMA NEFROTIK
Sindrom nefrotik (SN) dengan gambaran
karakteristik
berupa
albuminuria,
hipoalbumin,
edema
dan
hiperkolesterolemia, dapat terjadi pada
penderita anak-anak dengan infeksi
plasmodium malariae. Gambaran patologi
dapat
bervariasi berupa
penebalan
setempat
dari
kapiler glomerulus,
sklerosis sebagian, dan peningkatan selsel mesangial. Gambaran klinik penderita
umumnya < 15 tahun, edema, proteinuria
> 3 g/24 jam, serum albumin < 3 g/dl,
dan dijumpai asites. Hipertensi dan uremi
dijumpai pada penderita SN dewasa dan
jarang pada anak-anak. Komplikasi
berupa infeksi, trombosis yang dapat
menyebabkan
kematian.
Pengobatan
secara konservatif dengan pemberian
MALARIA
OLEH
KARENA
TRASFUSI
DARAH
Malaria karena transfusi darah dari
donor yang terinfeksi malaria cukup
sering terutama pada daerah yang
menggunakan
donor
komersial.
Dilaporkan 3500 kasus malaria oleh
karena transfusi darah dalam 65 tahun
terakhir. Parasit malaria tetap hidup
dalam darah donor kira-kira satu
minggu bila dipakai anti-coagulant yang
mengandung dekstrose dapat sampai 10
hari. Bila komponen darah dilakukan
cryopreserved, parasit dapat hidup
sampai 2 tahun. Inkubasi tergantung
banyak faktor, asal darah, berapa
banyak darah dipakai, apa darah yang
disimpan di Bank Darah, dan sensitivitas
dari penerima darah. Umumnya inkubasi
berkisar 16 - 23 hari (bervariasi
P.falciparum 8 - 29 hari, P. vivax 8 - 30
hari).
Bila seseorang pernah mendapat
transfusi darah, dan setelah 3 bulan
terjadi
demam
yang
tak jelas
penyebabnya, harus dibuktikan terhadap
infeksi malaria dengan pemeriksaan
darah tepi berkali-kali tiap 6-8 jam.
Pencegahan
terhadap malaria
akibat transfusi :
Deteksi darah donor dengan
pemeriksaan tetes tebal : biasanya
sulit karena parasit malaria biasanya
hanya sedikit.
Pemeriksaan
serologis
donor
dengan
metode
indirect
fluorescent
antibody (IFA), bila negatif boleh
sebagai donor, bila hasil 1: 256
RESISTE
NSI
TERHAD
AP
OBAT
MALARI
A
Kira-kira 40 tahun lalu telah
terdeteksi
beberapa
strain
P.Falciparum yang resisten terhadap
proguanil
dan pirimetamin.
lni
menandakan kemampuan P.Falciparum
tetap
hidup
dengan
pemberian
kemoterapi anti malaria. Beberapa
laporan tentang resisten terhadap obat
malaria,
yaitu
terhadap
4
Aminokuinolin
(Klorokuin
dan
Amodiakuin) .tahun 1957 di Thailand
dan
tahun
1959
diperbatasan
Kolumbia dan Venezuela.Tahun 1978
dilaporkan beberapa daerah Afrika
yang resisten terhadap klorokuin, yaitu
Kenya, pulau Komoro, Madagaskar,
Tanzania,Uganda dan Zambia, dan
tahun 1983 di daerah Pasifik Barat,
India dan Cina Selatan.Tahun 1993
beberapa daerah P.Falciparum yang
masih sensitif terhadap klorokuin
DETEKSI
RESISTENSI
TERHADAP OBAT
MALARIA
T
e
s
I
n
V
i
v
o
Secara praktis, dugaan resistensi
terhadap obat malaria dapat dilihat pada
kasus akut malaria falsiparum yang
tidak berespon dengan pengobatan
standar atau terjadi rekrudesensi dari
gejala dan parasit dalam darah yang
terdeteksi setelah hilang sementara
waktu oleh karena pengobatan. Kriteria
hari.
Resisten derajat II : bila parasit
menurun tetapi tidak pemah hilang
selama 7 hari atau hilang sementara
kemudian muncul kembali pada hari
ke-7 pada tes standar.
Resistensi derajat I dini :parasit
menjadi negatip selama 7 hari, tetapi
muncul kembali setelah hari ke-8
sampai hari ke-14.
Resistensi derajat I kasep : parasit
menjadi negatif selama 7 hari, tetapi
muncul kembali setelah hari ke-15
sampai hari ke- 28.
h
a
s
i
l
Respons
Keterangan
t
e
s
:
dengan
komplikasi/malaria
berat
memakai obat parenteral (lihat bab.
Penanganan Malaria berat), malaria
biasa diobati dengan per oral"; 2).
Penderita malaria harus mendapatkan
pengobatan yang efektif, tidak terjadi
kegagalan pengobatan dan mencegah
terjadinya transmisi yaitu dengan
pengobatan ACT (Artemisinin base
Combination Therapy); 3). Pemberian
pengobatan
dengan
ACT
harus
berdasarkan hasil pemeriksaan malaria
yang positif dan dilakukan monitoring
efek/respon pengobatan; 4). Pengobatan
malaria klinis/ tanpa hasil pemeriksaan
malaria memakai obat non-ACT
PEN
GOB
ATA
N
PEN
DERI
TA
MAL
ARIA
Secara global WHO telah menetapkan
dipakainya pengobatan malaria dengan
memakai obat ACT (Artemisinin base
Combination
Therapy).
Golongan
artemisinin (ART) telah dipilih sebagai
obat utama karena efektif dalam
mengatasi plasmodium yang resisten
dengan
pengobatan.
Selain
itu
artemisinin juga bekerja membunuh
plasmodium dalam semua stadium
Kegagalan
Pengobatan
Dini
(ETF= Early
Treatment
Failure)
Kegagalan Pengobatan
Kasep
(LTF=Late Treatment
failure)
termasuk
gametosit.
Juga efektif
terhadap semua spesies, P. falciparum,
P.vivax maupun lainnya. Laporan
kegagalan
terhadap
ART
belum
dilaporkan saat ini.
G
o
l
o
n
g
a
n
A
r
t
e
m
i
s
i
n
i
n
Berasal dari tanaman Artemisia annua.
L yang disebut dalam bah. Cina sebagai
Qinghaosu . Obat ini termasuk
kelompok
seskuiterpen
lakton
mempunyai beberapa formula seperti :
artemisinin,
artemeter,
arte-eter,
artesunat,
asam
artelinik
dan
dihidroartemisinin. Obat ini bekerja
sangat cepat dengan paruh waktu kirakira 2jam, larut dalam air, bekerja
sebagai
Bila penderita berkembang dengan salah
satu keadaan:
- Ada tanda bahaya/malaria berat
pada Hl,H2,H3 dan
parasitemia.
- Parasitemia pada H2 > HO.
- Parasitemia pada H3 >= 25 % HO.
- Parasite
mia pada H3
dengan
Temp.> 37,5
C Bila
penderita
berkembang
dengan
salah satu
keadaan sbb
pada H4H28 yang
sebelumnya
tidak ada
persaratan
ETF sbb:
- Ada
tanda
bahaya/
malaria
berat
Respon
Klinis
Memadai
(ACR=Appro
priate
Clinical
Respon)
setelah H3 dan
parasitemia Genis
parasit =HO).
- Parasitemia pada
H4 - H 28
disertai
temperature >
37,5C disebut Late
clinical
Nama Obat
Kemasan/Tablet/Cap Dosis
Failure= LCF )
- Parasitemia pada H7/
Hl4/ H21/ H28 Genis
parasit=HO), tanpa
demam disebut Late
Parasitological
Fai/ure ( LPF)
Bila penderita
sebelumnya tidak
berkembang dengan salah
satu persaratan ETF dan
LTF, dan tidak ada
parasitemia selama
diikuti.
I. Artesunat
Oral: 50 mg/
200
mg
Inj
e
k
si
i
m
/i
v
:
6
0
m
g
/a
m
p
Su
p
p
o
si
to
ri
a : 100/
200
mg/sup
Hari I :
2
mg/kg
BB, 2
x sehari, hari II
-V
:
dosis
tunggal
2,4 mg/kg hari I; 1,2
mg/kg/ hari
minimal 3 hari I
bisa minum oral
2. A
T
e
s
I
n
V
i
t
r
o
Dengan menggunakan tes standar kit
yang didistribusi oleh WHO di Manila.
Medium yang sama digunakan pada
TRAGER'S kultur. Tes terdiri dari :
piringan plastik ukuran 8 X 12
cm,mengandung 12 obat yang
diencerkan (klorokuin, quinine atau
meflokuin sesuai kebutuhan) dan
kontrol.
darah heparin/EDTA diteteskan
pada medium,kemudian diinkubasi
pada suhu 37,5 C selama 24 - 26
jam
setelah itu supematan diambil dan
dibuat preparat tebal.
setelah pengecatan, hasil tes
didapat dengan menghitung
proporsi schizont dewasa
dibandingkan dengan kontrol.
r
t
e
m
e
t
e
r
Oral :
40mg/
50mg
4mg/kg
dibagi 2
dosis hari
I; 2mg/kg/
hari untuk
6 hari
3,2 mg/kg BB
pada hari I;
1,6 mg/kg
selama 3
hari/ bisa
minum
oral
Injeksi
80
mg/am
p
3. Artemisinin
4. Dihidroartem
Oral 250mg
S
u
p
p
o
s
it
o
ri
a
:
I
00/
20
0/3
00
I
40
01
500
mg/s
upp
isinin
Oral :
20/60/80 mg
Supposit
oria : 80
2mg/kg BB/dosis 2 x
sehari hari I dan 1 x
sehari
4
hari
5. Art
heet
her
6. Asa
m
arte
lini
k
m
g/
su
p
Inje
ks
i
i.
m
:
1
5
0
m
g/
a
m
p
selanjutnya
13 arteeher
(artemotil): 4,8
dan 1,6
mg/kg 6
jam
kemudia
n dan
hari I;
1,6
mg/kg 4
hari
selanjut
nya
'
Penggunaan golongan
:
A
r
t
e
s
u
n
a
t
e
+
m
e
f
l
o
q
u
i
n
e
A
r
t
e
s
u
n
a
t
e
+
a
m
o
d
i
a
q
i
n
e
A
r
t
e
s
u
n
a
t
e
u
n
a
t
e
+
p
y
r
o
n
a
r
i
d
i
n
e
k
l
o
r
o
k
u
i
n
Art
esu
nat
e
+
sul
fad
oks
inpiri
me
ta
mi
ne
A
r
t
e
s
A
r
t
e
c
o
m
+
p
r
i
m
a
Artesunate +
chlorproguani
l-dapsone
(CDA/Lapdap
plus)
Dihidroartemis
inin+
Piperakuin +
Trimethoprim
(Artecom)
k
u
i
n
(
C
V
S
)
D
i
h
i
d
r
o
a
r
t
e
m
i
s
i
n
i
n
+
n
a
p
h
t
h
o
q
u
i
n
e
Dari
kombinasi
di
atas
i
a
l
a
h
Pengo
batan
Malaria
Denga
n Obatobat
NonACT
Walaupun resistensi terhadap
obat-obat standar golongan non
ACT telah dilaporkan dari
seluruh propinsi di Indonesia,
beberapa daerah masih cukup
efektif baik terhadap klorokuin
maupun
sulfadoksin
pirimetamin (kegagalan masih
kurang 25% ). Dibeberapa
daerah
pengobatan
menggunakan obat standard
seperti
klorokuin
dan
sulfadoksin pirimetamin masih
dapat
digunakan
dengan
pengawasan terhadap respon
pengobatan.
:
Klorokuin difosfatlsulfat,
250 mg garam (150 mg
basa), dosis 25 mg basa/kg
BB untuk 3 hari, terbagi 10
mg/kg BB hari I dan hari
II, 5 mg /kg BB pada hari
III. Pada orang dewasa
biasa dipakai dosis 4 tablet
hari I & II dan 2 tablet hari
III. Dipakai untuk P.
Falciparum maupun P.
Vivax.
O
b
a
t
n
o
n
A
C
T
SulfadoksinPirimetamin(SP),
(500
mg sulfadoksin + 25 mg
pirimetamin), dosis orang
dewasa 3 tablet dosis
tunggal ( 1 kali). Atau
dosis
anak
memakai
takaran pirimetamin 1,25
mg/kg BB. Obat ini hanya
dipakai untuk plasmodium
falciparum
dan
tidak
efektif untuk P.vivax. Bila
terjadi kegagalan dengan
obat
klorokuin
dapat
menggunakan SP
Kina sulfat : (1 tablet 220
mg), dosis yang dianjurkan
ialah 3 x I 0 mg/ kg BB
selama 7 hari, dapat
dipakai
untuk
P.
Falciparum maupun P.
Vivax.
Kina
dipakai
sebagai obat cadangan
untuk mengatasi resistensi
n
g
a
n
k
i
p
a
s
a
n
g
i
n
/
k
e
r
t
a
s
b
a
j
u
y
a
n
g
t
i
p
i
s
/
t
e
r
b
u
k
a
cairan cukup
Pemberian cairan: oral,
sonde, infus, maksimal
1500 ml. cairan masuk
diukur jumlah per 24
jam
cairan keluar diukur per 24 jam
kurang cairan
akan
memperberat
fungsi ginjal
kelebihan
cairan
menyebabkan
edema paru
Diet : porsi kecil dan sering, cukup
kalori, karbohidrat dan garam.
Perhatikan kebersihan mulut
Perhatikan diuresis dan defekasi,
aseptik kateterisasi.
Kebersihan kulit : mandikan tiap hari
dan keringkan .
Perawatan mata : hindarkan
trauma, tutup dengan kain/gas
lembab.
Perawatan anak :
hati-hati
aspirasi,
hisap lendir
sesering
mungkin.
letakkan
posisi kepala
sedikit
rendah.
posisi dirubah cukup sering.
pemberian cairan dan obat
harus hati-hati.
D
e
r
i
v
a
t
A
R
T
E
M
I
S
I
N
I
N
Merupakan obat baru yang berasal dari
China (Qinghaosu) yang memberikan
efektivitas yang tinggi terhadap strain
yang multi resisten. Ada 3 jenis:
Artesunate dalam bentuk puyer,
dikemas dengan pelarutnya dapat
diberikan secara i.v dan ada yang
diberikan i.m; Baik i.v maupun i.m pada
studi di Afrika pada anak-anak
memberikan klirens parasit yang sama
adekuat. Pada beberapa studi dalam
membandingkan
dengan
kina
mempunyai efek klirens parasit lebih
cepat walaupun perbedaan mortalitas
tidak berbeda bermakna dengan kina.
Keuntungan ialah efek hipoglikemi yang
kurang dan efek kardiotoksik yang juga
minimal. Masih sedang dilakukan uji
coba dalam skala besar untuk menilai efek
moratalitas
dalamjangkauan
angka
statistik yang bermakna.
Dosis pemakaian artesunate ialah :
2,4 mg/kg BB pada hari pertama dibagi 2
dosis, kemudian dilanjutkan dosis 1,2
mg/kg BB pada hari ke-25. Pada beberapa penelitian dipakai 7
hari pengobatan ataupun dengan
menambahkan
doksisiklin/tetrasiklin
untuk mencegah terjadinya recrudensi.
Artemeter dalam larutan minyak dan
diberikan i.m. Dalam penelitian di
K
i
n
a
(
K
i
n
a
H
C
l
/
K
i
n
i
n
A
n
t
i
p
i
r
i
n
)
Kina merupakan obat anti-malaria yang
sangat efektif untuk semua jenis
plasmodium
dan
efektif
sebagai
sizontosida maupun gametosida. Dipilih
sebagai obat utama untuk malaria berat
karena masih berefek kuat terhadap
P.falciparum yang resisten terhadap
klorokuin, dapat diberikan dengan cepat
(i.v) dan cukup aman.
Cara pemberian dan dosis: a). Dosis
loading dengan 20 mg/kgBB Kina HCI
dalam 100-200 cc cairan 5% dekstrose
(atau NaCl 0,9%) selama 4 jam, dan segera
dilanjutkan
dengan
10mg/KgBB
dilarutkan dalam 200ml dekstrose 5%
diberikan dalam waktu 4 jam, selanjutnya
32 jam).
Bila cara i.v per infus tidak
memungkinkan dalam diberikan secara
intra muskuler atau subkutan dengan
cara: l). 3,5 mg/ Kg BB kloroluin basa
tiap 6jam interval atau, 2). 2,5 mg/kg
BB klorokuin basa tiap 4jam.
Bila penderita sudah dapat minum
oral segera pengobatan parenteral
dihentikan biasanya setelah 2 kali
pemberian parenteral.
Excha
nge
Trans
fusion
(Trans
fusi
Ganti)
Tindakan exchange transfasion dapat
menurunkan secara cepar keadaan
parasitemia. Pada malaria berat tindakan
transfusi ganti berguna untuk :
mengeluarkan eritrosit yang berparasit,
menurunkan toksin basil parasit dan
metabolismenya (sitokin dan radikal
bebas) dan memperbaiki anemianya.
Indikasi transfusi tukar (exchange
blood transfasion/EBT) adalah :
Parasitemi
a > 30%
tanpa
komplikasi
berat
Parasitemia > I 0% disertai
komplikasi berat lainnya seperti :
serebral
malaria,
ARF,
ARDS,jaundice (bilirubin total> 25
mg%) dan anemia berat.
Parasitemia > 10% dengan gaga!
pengobatan setelah 12-24 jam
pemberian kemoterapi anti malaria
yang optimal.
Parasitemia
>
10%
disertai
prognosis buruk (misal :lanjut usia,
P
E
M
B
E
RI
AN
CA
IR
AN
DA
N
NU
TRI
SI
Pemberian cairan merupakan bagian
yang penting dalam penanganan
Malaria
malaria berat. Pemberian cairan yang
tidak adekuat (kurang) akan
menyebabkan timbulnya nekrosis
tubuler akut. Sebaliknya pemberian
cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan edema paru. Pada
sebagian penderita malaria berat sudah
mengalami sakit beberapa hari Iamanya
sehingga mungkin intake sudah kurang,
penderita juga sering muntah muntah,
dan bila panas tinggi akan memperberat
keadaan dehidrasi. Ideal bila pemberian
cairan dapat diperhitungkan secara Iebih
tepat, misalnya:
Maintenance cairan diperhitungkan
berdasar BB, misal untuk BB 50
k
g
d
i
b
u
t
u
h
k
a
n
c
a
i
r
a
n
1
5
0
0
1765
m
l
.
Derajat dehidrasinya: dehidrasi ringan
ditambah 10 %, dehidrasi sedang
ditambah 20% dan dehidrasi berat
ditambah 30%. Setiap kenaikan suhu
I0C
ditambah
IO%
kebutuhan
maintenence.
Pemantauan pemberian cairan lebih
akurat bila dilakukan pemasangan
CVP line.Cara di atas tidak selalu dapat
dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat
Puskesmas/RS Kabupaten. Sering kali
pemberian cairan dengan perkiraan,
misalnya 1500-2000 ml/24 jam dapat
sebagai pegangan. Mashaal membatasi
cairan
1500
mV24
jam
untuk
menghindari edema paru. Cairan yang
sering dipakai ialah Dekstrose 5% untuk
menghindari hipoglikemi khususnya pada
pemberian kina. Bila dapat diukur kadar
elektrolit
(natrium),
dipertimbangan
pemberian NaCl bila diperlukan.
PENANGANAN
KERUSAKAN/GANGGUAN
FUNGSI ORGAN.
Tindakan/Pengobatan
Tambahan Pada Malaria
Serebral
Kejang merupakan salah satu komplikasi
dari
malaria
serebral.
Penanganan/pencegahan kejang penting
untuk
menghindarkan
aspirasi.
Penanganan kejang dapat dipilih
di
bawah ini :
Diazepam: i.v IO mg;
atau intra-rektal 0,5-1,0
mg/kgBB.
P
a
r
a
d
e
l
h
i
d
:
0
,
I
m
g
/
k
g
B
B
Klormetiazol (bila kejang berulangulang) dipakai 0,8% Iarutan infus
sampai kejang hilang
Fenitoin:
5
mg/kgBB
i.v
diberikan selama 20
menit.
F
e
n
o
b
a
r
b
i
t
a
l
Pemberian
fenobarbital
3,5
mg/kgBB (umur di atas 6 tahun)
mengurangi terjadinya konvulsi.
Anti-TNF dan pentoksifilin dan
desferioksamin, prostasiklin, asetilsistein
merupakan obat-obat yang pernah dicoba
untuk malaria serebral dan tidak terbukti
manfaatnya, sedangkan heparin, dekstran,
sislosporin,
epinephrin
dan
hiperimunglobulin
tidak
terbukti
berpengaruh menurunkan mortalitas.
Kortikosteroid seperti deksametason baik
dengan dosis sedang ataupun dosis tinggi
tidak terbukti menurunkan mortalitas
pada malaria serebral, karena itu
seyogyanya tidak dipergunakan lagi.
Pcnggunaan
steroid
justru
memperpanjang lamanya koma dan
menimbulkan banyak efek samping
seperti
pneumoni dan
perdarahan
gastrointestinal.
Tindakan/Pen
gobatan
pada Gagal
Ginjal Akut
Bila terjadi oliguri (dehidrasi) infus 300500 ml NaCl 0,9 untuk rehidrasi sesuai
dengan perhitungan kebutuhan cairan,
kalau produksi urin kurang dari 60 mV
jam, diberikan furosemid 40-80 mg i.v.
Setelah 2 - 3 jam tak ada urin,
pertimbangan
melakukan
dialysis,
semakin dini dialysis dilakukan prognosa
lebih baik. Bila penderita hipotensi,
dopamin dapat diberikan dengan dosis
2,5-5,0 ug/kg/menit. Kebutuhan protein
dibatasi 20 g/hari dan kalori diberikan
dengan diet karbohidrat 200 g/hari.
Hemodialisis Iebih baik dari peritonealdialisis karena efek samping perdarahan
dan infeksi. Indikasi dialisis antara lain
ialah gejala uremia, gejala kelebihan
cairan seperti edema paru atau gaga!
Ti
n
d
a
k
a
n
T
er
h
a
d
a
p
M
al
ar
ia
B
ili
o
s
a
H
i
p
o
g
l
i
k
e
m
i
a
Periksa kadar gula darah secara cepat
dengan glukometer pada setiap penderita
malaria berat (malaria serebral, malaria
dengan keharnilan,malaria biliosa). Bila
kadar gula darah kurang dari 40 mg/di,
maka diberikan 50 ml Dekstrose 40%i.v
dilanjutkan dengan glukosa IO% per
infus. Monitor gula darah tiap 4-6 jam,
bila gula darah masih di bawah 40
mg/dl, diulang pemberian bolus 50 ml
Dextrose 40%. Bila perlu obat yang
menekan produksi
insulin
seperti
diazokside, glukagon atau somatostatin
analogue.
P
e
n
a
n
g
a
n
a
n
M
a
l
a
r
i
a
A
l
g
i
d
Tujuan dalam penanganan malaria
algid/malaria
dengan
syok yaitu
memperbaiki gangguan hemodinarnik.
Diberikan cairan infus plasma atau NaCl
0,9% untuk mengembalikan volume
darah ( 1L cairan mengandung
dekstran/plasma diberikan dalam 1jam).
Bila belum ada perbaikan tekanan darah
dan denyut jantung, di berikan lagi 1L
cairan isotonis (NaCl 0,9%). Hipotensi
biasanya berespon terhadap cairan. Bila
tak berhasil dapat dipakai dopamin
dengan dosis 2-4 ampul doparnin
(lamp= 200 mg) dalam 500 ml
Dekstrose 5%, dengan tetesan infus
mulai 1-2 mcg/kg/ menit. Tetesan
sampai 5 mcg/kg/menit dopamin
menyebabkan
vasodilatasi
dan
memperbaiki sirkulasi ginjal.
P
e
n
a
n
g
a
n
a
n
E
d
e
m
a
P
a
r
u
Edema paru merupakan komplikasi
yang fatal, pada malaria berat
sebaiknya dilakukan penanganan untuk
mencegah terjadinya edema paru.
Pemberian cairan dibatasi, sebaiknya
menggunakan monitoring dengan CVP
line. Pemberian cairan melebihi 1500
ml cenderung memberikan edema
paru. Bila ada anemi, transfusi darah
diberikan perlahan-lahan. (1unit darah
dalam 4jam). Mengurangi beban
jantung kanan dengan tidur setengah
duduk, pada edema paru karena
kelebihan cairan dapat diberikan
diuretika, yaitu furosemide 40 mg i.v.
Untuk memperbaiki hipoksia diberikan
oksigen konsentrasi tinggi (6-8 Vmenit)
dan bila mungkin dengan bantuan
respirator mekanik.
P
e
n
a
n
g
a
n
a
n
A
n
e
m
i
Bila anemi kurang dari 5 g/dl atau
hematokrit kurang dari 15% diberikan
tranfusi darah whole blood atau
packed cells. Darah segar lebih baik
dibanding darah biasa. Transfusi
sebaiknya pelan-pelan, kalau perlu
dengan monitoring CVP line atau
dengan memberikan furosemid 20 mg
sebelum transfusi.
Penanganan
Terhadap
lnfeksi
Sekunder/Sep
sis
Infeksi sekunder yang sering terjadi
yaitu pneumonia karena aspirasi, sepsis
yang berasal dari infeksi perut dan
infeksi
saluran
kencing
karena
pemasangan kateter. Antibiotika yang
dianjurkan sebelum diperoleh hasil
kultur ialah kombinasi ampisilin dan
gentamisin,
atau
bila
mungkin
sefalosporin
generasi
ke
III
(seftizoksim,
seftriakson
atau
ceftazidime).
P
R
O
G
N
O
S
I
S
Pada infeksi malaria hanya terjadi
,
.
1766 Tropik
lnfeksi
di
RS,
kecep
atan
diagn
osa
dan
penan
ganan
yang
tepat.
Wala
upun
demi
kian
morta
litas
pende
rita
malar
ia
berat
di
dunia
masih
cukup
tinggi
berva
riasi
15%60%
terga
ntung
fasilit
as
pemb
eri
pelay
ana
n.
Ma
kin
ban
yakj
uml
ah
ko
mpl
ikas
i
aka
n
diik
uti
den
gan
peni
ngk
atan
mor
talit
as,
mis
alny
a
pen
deri
ta
den
gan
mal
aria
sere
bral
den
gan
hipoglikemi,
PENCEGAHAN
Tindakan
menghindarkan
menggigit
Bila
plasmodium
yang terbukti
Etaquin,
Vaksinasi
proteksi
Patarroyo,
yang bermanfaat,
respon terbaik
REFERENSI
Barnes KI,
Harijanto,
Harijanto
Krogstad
R. Dolin
2831.
Krudsood S,
Wilairatan
a
P,
Vannapha
n S, et all
: Clinical
experience
with
intravenou
s quinine,
intramusc
ular
artemether
and
intravenou
s
artesunate
for
the
treatment
of severe
malaria in
Thailand.
SouthEast
Asia
J.
Trop Med
Public
Health
2003:
34(1): 54
-61.
Njuguna PW,
Newton CR :
Management
of severe
falciparum
malaria.
Journal of
Post
Graduate
Medicine
2004; 50 :
45- 50
Olliaro
PL,
Taylor WR
:
Developi
ng
artemisi
nin
based
drug
combina
tions for
the
treatmen
t
of
drug
resistant
falciparu
m
malaria:
A
review.
Journal
of Post
Graduate
Medicin
e 2004;
50 :4044
RBM : ACT
:
the
way
foeward
for
treating
malaria.
Http://w
ww.rbm.
who.int/
cmc_upl
oad/
0/000/01
5/364/
RBMinf
osheet_9
.htm
Taylor TE,
Strickland GT:
Trapuz A, Jereb
Critical Care
White NJ, Breman
-Hill, New York
White NJ. : Malaria.
WHO : A global strategy
WHO : The use
Report of ajoint
WHO : Severe Falciparum
WHO : Antimalarial
nical Consultation,
Woodrow CJ, Haynes