Anda di halaman 1dari 8

Jurnal

Vertigo Hebat yang Dipengaruhi Posisi dan Tinitus


Stefania Barozzi1, Marina Socci1, Daniela Ginocchio1, Eliana Filipponi2, Maria Grazia Troja
Martinazzoli1, Antonio Cesarani1
1

Audiology Unit, Department of Clinical Sciences and Community Health, Universit degli
Studi di Milano; Fondazione IRCCS Ca Granda, Ospedale Maggiore Policlinico.
2

Rehabilitative area, SITRA, Fondazione IRCCS Ca Granda, - Ospedale Maggiore


Policlinico
International Tinnitus Journal, Vol. 18, No 1 (2013)

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik


SMF Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok
RSD dr. Soebandi Jember

Disadur oleh:
Rizky Ratnawati
112011101010

Pembimbing:
dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT

SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK


RSD DR. SOEBANDI- FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2016

Vertigo Hebat yang Dipengaruhi Posisi dan Tinitus


Stefania Barozzi, Marina Socci, Daniela Ginocchio, Eliana Filipponi, Maria Grazia Troja
Martinazzoli, Antonio Cesarani
Abstrak
Pendahuluan: pada pengalaman klinis kami, beberapa pasien dengan vertigo hebat yang
dipengaruhi posisi atau benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) dilaporkan didapatkan
tinitus yang muncul sesaat sebelum terjadinya vertigo. Obyektif: tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menjelaskan prevalensi dan gejala klinis pada episode tinitus yang terjadi
bersamaan

dengan

BPPV

dan

untuk

menjelaskan

kemungkinan

hipotesis

yang

memungkinkan. Metode: 171 pasien dengan pendengaran normal diberi perlakuan BPPV (50
laki-laki dan 122 perempuan; rentang usia: 25-77 tahun; rerata usia 60.3 tahun 14.9)
menjalani audiometri nada murni, uji imitan dan penilaian vestibular sebelum dan setelah
perlakuan reposisi. Gangguan dari tinitus tersebut diuji menggunakan skala analog visual dan
inventaris gangguan tinitus. Hasil: 19.3% pasien dilaporkan timbulnya tinitus bersamaan
dengan munculya vertigo karena posisi. Kebanyakan terjadi pada satu sisi, bersifat lokal pada
telinga yang sama dengan BPPV, dengan intensitas yang ringan dan sebentar-sebentar. Tinitus
menghilang atau menurun pada semua pasien kecuali dua, yaitu terjadi spontan, sebelum
dilakukan perlakuan terapeutik, atau sesaat setelahnya. Kesimpulan: kemungkinan asal
tinitus yang berasal dari sistem vestibular ditentukan oleh lepasnya debris makula menuju
duktus reunien dan duktus koklear sedang dibicarakan.
Kata kunci: tinitus, vertigo, penyakit vestibular.
Pendahuluan
Vertigo hebat yang dipengaruhi posisi atau benign paroxysmal positional vertigo
(BPPV) merupakan gangguan keseimbangan yang paling sering pada dewasa, mengenai
antara 17% dan 42% pasien mengeluh vertigo1. BPPV didefinisikan sebagai episode berulang
yang akut, singkat, hebat, dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gravitasi. Manifestasi
klinis yang paling sering adalah BPPV kanal posterior, yang mengenai hampir 85% hingga
95% kasus1. BPPV kanal lateral (horisontal) menganai antara 5% hingga 15% kasus 2. Bentuk
BBPV lain yang lebih jarang termasuk BPPV kanal anterior dan BPPV kanal multipel.
Walaupun masih dalam perdebatan, patofisiologi yang paling banyak diterima adalah adanya
debris abnormal (diperkirakan terpecah menjadi partikel otolitik) di atas kupula
(kupolitiasis)3 atau di dalam kanalis semisirkularis (kanal litiasis) 4. Diagnosis ditegakkan
menggunakan manuver Dix-Hallpike5 untuk BPPV kanal posterior dan uji supine roll6 untuk

BPPV kanal lateral, keduanya dapat memicu vertigo yang berhubungan dengan nistagmus
hebat yang muncul. BPPV diobati dengan manuver yang mengembalikan posisi partikel
(manuver Semont, manuver Epley, manuver berputar barbecue)7-9 dimana mempunyai tujuan
untuk memindahkan partikel kembali ke utrikulus; pada kebanyakan kasus, pasien akan pulih
setelah beberapa kali dilakukan.
Dari pengalaman klinis kami, beberapa pasien yang terkena BPPV melaporkan
timbulnya tinitus sesaat sebelum bersamaan dengan vertigo yang dipengaruhi posisi.
Beberapa tinitus sering berkurang atau menghilang setelah manuver pengobatan; tinitus
jarang muncul segera setelah manuver. Dari kepustakaan, hanya satu penelitian yang
dilakukan oleh Gavalas et al.10 menjelaskan bahwa tinitus berasal dari sistem vestibular.
Penulis mengamati bahwa tinitus menghilang segera setelah dilakukan manuver Semont dan
Epley pada beberapa pasien dan menghubungkan kepada penurunan aktivitas otonom.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan prevalensi dan gejala klinis pada
tinitus yang muncul bersamaan dengan BPPV dan mengusulkan mekanisme patofisiologi
yang mungkin.
Metode
Sebanyak 171 pasien dengan pendengaran normal diberi perlakuan BPPV, 50 laki-laki
dan 122 perempuan dengan rentang usia dari 25-77 tahun (rerata 60.3 tahun 14.9) dipakai
dalam penelitian ini. BPPV didiagnosis berdasarkan kriteria yang mengacu pada American
Academy of Otolaryngology Bedah kepala dan leher (2008) ketika pasien dilaporkan
dengan riwayat episode vertigo berulang yang dipengaruhi oleh perubahan posisi kepala
terkait gravitasi dan kemudian pada pemeriksaan klinis, didapatkan nistagmus yang dipicu
oleh manuver posisi. 136 pasien (79.5%) memiliki BPPV kanal posterior, 24 (14%) BPPV
kanal lateral, 9 (5%) BPPV kanal multipel, dan 2 (1.1%) BPPV kanal anterior.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah penyakit telinga luar atau tengah,
gangguan fungsi sendi temporomandibular, tuli dengan ambang dengar pada 0.5, 1.0, dan 2.0
kHz (PTA) > 25 dB, BPPV yang kebal terhadap ketiga manuver reposisi.
Pasien dibagi menjadi dua kelompok: kelompok 1 termasuk pasien yang tidak
menderita tinitus atau yang menderita tinitus setidaknya satu bulan sebelum munculnya
BPPV; kelompok 2 terdiri dari pasien dengan munculnya tinitus bersamaan dengan BPPV
selama sebulan terakhir.
Semua pasien menjalani pemeriksaan audiovestibular termasuk:

Riwayat terperinci dengan perhatian khusus pada tinitus. Pasien tinitus pada
kelompok 2 juga diperiksa menggunakan skala analog visual atau Visual Analogue
Scales (VAS) dari 1 hingga 10 (volume dan gangguan diatur), dan versi Italia dari

Tinnitus Handicap Inventory (THI)11.


Pemeriksaan menggunakan otoskop untuk menyingkirkan kriteria eksklusi kelainan

pada telinga luar dan membran timpani.


Audiometri nada murni dilakukan di ruangan kedap suara menggunakan audiometer
Amplaid 309 (Amplifon, Italia) dan telepon telinga yang dikaliberasi (TDH 49).
Ambang dengar nada diukur pada masing-masing telinga secara terpisah pada
frekuensi 0.25-8 kHz untuk perantara udara dan 0.25-4 kHz untuk perantara tulang.

Pasien dengan PTA > 25 dB dikeluarkan dari penelitian ini.


Timpanometri dan pengukuran reflek pendengaran dilakukan untuk memeriksa fungsi
telinga tengah menggunakan alat penganalisis telinga tengah Amplaid A766
(Amplifon, Italia) dengan pemeriksaan 226 Hz. Timpanogram digolongkan sebagai
tipe A (tekanan telinga tengah normal), tipe B (kurva datar), tipe C (tekanan dengan
puncak negatif). Pasien dengan timpanogram tipe A, kami menentukan reflek akustik
kontralateral menggunakan sinyal nada murni pada 0.5-4kHz. Pasien dengan
gangguan fungsi telinga tengah ditetapkan sebagai timpanogram selain tipe A dan/

atau tidak adanya reflek akustik dikeluarkan dari penelitian.


Pemeriksaan vestibular secara klinis, termasuk manuver Dix-Hallpike dan uji supine
roll.

Setelah didiagnosis BPPV, semua pasien diberi perlakuan menggunakan manuver reposisi
1-3: manuver Semont atau Epley untuk BPPV kanal posterior dan manuver barbecue untuk
BPPV kanal lateral.
Tujuh hari setelah tiap manuver, pasien diuji ulang untuk memastikan tidak munculnya
vertigo maupun nistagmus yang hebat. Jika manuver sukses, pasien kelompok 1 ditanya dan
mereka memperhatikan munculnya tinitus dan pasien kelompok 2 ditanya jika tinitus mereka
berubah; jika tinitus masih ada, mereka mengulang VAS dan THI.
Hasil
Dari 171 pasien BPPV, 138 (80.7%) termasuk dalam kelompok 1 dan 33 (19.3%)
termasuk dalam kelompok 2.
Dari tiap kelompok, umur dan jenis kelamin pasien, tipe (terlibatnya kanal
semisirkularis) dan sisi BPPV tercantum dalam tabel 1.

Pasien di kelompok 2 menjelaskan tinitus sebagai: berdering atau berdetik (9 pasien),


mendengung (6), mendesis (5), berkerit (5), menghembus (3), seperti laut (3) dan menyambar
(2). Tinitus muncul sebentar pada 25 (75.8%) pasien, dengan lama beberapa detik/ menit dan
berlangsung terus menerus pada 8 (24.2%). Tinitus terjadi pada satu sisi dan terletak pada
telinga yang sama dengan BPPV pada 75.8% (25) pasien dan pada telinga di sisi yang
berlawanan pada 18.2% (6). Dua pasien mengeluhkan tinitus di kedua telinga. Tinitus
berkurang dengan mengubah posisi kepala 30.3% (10) pasien.
Intensitas terjadinya tinitus menunjukkan skala VAS < 5 pada 28 (84.8) pasien dan >
5 pada 5 (15.2%) pasien. Rerata nilai THI adalah: 25/2 7.2.
Pada 24.2% (8) pasien, tinitus, yang muncul bersamaan dengan BPPV, menghilang
sendiri sebelum dilakukan manuver terapeutik. Pada kunjungan kontrol, setelah manuver
berhasil, tinitus menghilang pada 48.5% (24) pasien. Pada 18.2% (6) mengalami penurunan
intensitas dan lama; hanya pada 2 pasien yang tetap tidak mengalami perubahan.
Pada 2 pasien yang termasuk dalam kelompok 1, tinitus yang semu muncul setelah
manuver pengembalian posisi, namun berubah sendiri dalam beberapa hari.
Tabel 1. Deskripsi statistik pasien kelompok 1 dan kelompok 2. Umur, jenis kelamin, tipe
(keterlibatan kanal semisirkularis) dan sisi BPPV yang dilaporkan
N

Kelompok
1
Kelompok
2

138
(80.7%)
33
(19.3%)

Umur (tahun)
(Min/Max/Rerata
)
25 77 59.3
39 77 59.9

Jenis kelamin
Kanal semisirkular
(lakiPost/Lat/Ant/Multi
laki/perempuan)
43 95
113 18 0 7
7 26

23 6 2 2

Sisi
(kanan/kiri/bilat)
68 63 7
17 14 2

Semua pasien termasuk dalam kriteria inklusi dan mempunyai kepekaan pendengaran
normal.
Diskusi
Sejauh yang kita ketahui, ini merupakan salah satu dari beberapa penelitian dengan
perlakuan berupa tinitus pada BPPV.
Dari pengalaman yang kami dapatkan, 19.3% pasien yang menderita BPPV
dilaporkan muncul tinitus bersamaan dengan munculnya vertigo karena posisi. Kebanyakan
terjadi hanya pada satu sisi dan terletak pada telinga yang sama dengan BPPV, dengan
intensitas singkat dan sebentar-sebentar. Sekitar sepertiga dari pasien diberi perlakuan dengan
mengubah posisi kepala. Tinitus menghilang atau berkurang pada semua pasien kecuali dua,
namun terjadi sendiri, sebelum dilakukan manuver terapeutik, atau segera setelah

dilakukannya. Sebaliknya, manuver tersebut memicu timbulnya tinitus sementara pada 2


pasien.
Gavalas et al. 10 mengamati bahwa pada beberapa pasien, tinitus berhubungan dengan
gejala vestibular yang baru saja terjadi, berkurang setelah dilakukan manuver Semont dan
Epley. Bagaimana bisa menjelaskan adanya tinitus pada BPPV dan/ atau menghilangnya
selama prosedur rehabilitasi?
Terdapat tiga kemungkinan hipotesis patofisiologinya.
Adanya hubungan anatomis antara vestibulum dan sistem koklea dapat membenarkan
keterlibatan jalur pendengaran kedua kepada stimulus labirin dan menimbulkan tinitus pada
pasien BPPV. Hubungan saraf antara kedua sistem tersebut telah dijelaskan pada kanal
auditori interna, pada tingkat nuklear dan juga pada korteks pendengaran

12-14

. Adanya

hubungan saraf ini menjelaskan menetapnya tinitus setelah dilakukan neurektomi koklea
untuk tinitus yang menetap atau modifikasi tinitus melalui tes kalori vestibular. Tidak seperti,
walaupun, hal tersebut dapat membenarkan tinitus pada pasien yang tidak satu waktu dengan
manuver posisi.
Mengacu pada contoh Jastreboff, tinitus mungkin dapat disebabkan oleh interaksi
antara sistem vestibular dan sistem limbik. Pada kenyataannya, gejala vertigo dapat muncul
akut dan lebih sering menunjukkan respon emosional seperti ketakutan dan teror yang
memicu vertigo karena posisi. Tidak munculnya tinitus seharusnya dapat meringankan
pengalaman mereka ketika gejala berubah. Menurut Gavalas et al.10, hal ini secara pasti
terjadi penurunan aktivitas otonom yang dapat memicu berkurangnya tinitus setelah manuver
pengembalian posisi. Walaupun teori ini tidak menjelaskan adanya tinitus sebelum
munculnya BPPV seperti yang dialami beberapa dari pasien kami.
Hipotesis ketiga berpendapat adanya perubahan hidrodinamika pada cairan telinga
dalam. Terdapat dua teori utama mengenai sekresi dan absorbsi endolimfa pada membran
labirin. Pada teori aliran longitudinal14, endolimfa pada koklea dihasilkan di skala media
dan secara normal mengalir mealui duktus reuniens, sakulus dan duktus endolimfa dimana ia
akan diserap; pada sistem vestibular, di sisi lain, terdapat aliran endolinfa dari utrikulus dan
kanalis semisirkularis menuju kantong endolimfatik. Menurut teori aliran melingkar,
endolimfa dihasilkan dan diserap secara lokal di skala media dan utrikulus (tidak ada sel
sekretori- sel gelap- di sakulus)15. Pada kedua kasus tidak terlihat seperti bahwa debris di atas
kupula atau di dalam kanalis semisirkularis pada BPPV dapat menyebabkan modifikasi akute
pada tekanan endolimfa koklea. Hal ini mungkin terjadi, walaupun menurut teori teori aliran
melingkar, otolit atau debris makula sakulus dapat melintas melalui duktus reuniens menuju

kanal koklea. Gussen16 melaporkan bahwa atrofi makula sakulus pada manusia menyebabkan
terkumpulnya debris otolit di dalam duktus reuniens dan duktus koklearis. Berdasarkan teori
ini, hanya dengan pelepasan debris dari utrikulus ke kanalis semisirkularis menentukan
episode vertigo pada BPPV, pelepasan debris makula dari sakulus menuju duktus reuniens
dan duktus koklearis dapat menghasilkan tinitus. Teori ini juga menjelaskan mengapa pada
beberapa jenis tinitus pada pasien dapat disertai dengan BPPV yang hilang timbul dapat
menghilang dengan manuver liberatori juga selama waktu remisi dari gejala vertigo.
Pada penelitian kami, telinga yang terkena tinitus bersamaan hampir pada semua
kasus satu sisi dengan BPPV; hal ini dapat membantu tenaga kesehatan sebelum melakukan
manuver pengembalian posisi ketika BPPV belum pasti, seperti pada beberapa kasus BPPV
kanal lateral.
Kesimpulan
Pada beberapa pasien dengan BPPV, karakteristik tinitus dapat timbul, kebanyakan ringan,
sebentar, dan terletak pada telinga yang sama dengan BPPV; hal ini sering berkurang baik
secara spontan atau setelah dilakukan manuver pengembalian posisi.
Referensi
1. Bhattacharyya N, Baugh RF, Orvidas L, Barrs D, Bronston LJ, Cass S, et al.; American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation. Clinical practice guideline:
benign paroxysmal positional vertigo. Otolaryngol Head Neck Surg. 2008;139(5 Suppl 4):S47-81.
PMID: 18973840 DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j. otohns.2008.08.022
2. Cakir BO, Ercan I, Cakir ZA, Civelek S, Sayin I, Turgut S. What is the true incidence of
horizontal semicircular canal benign paroxysmal positional vertigo? Otolaryngol Head Neck Surg.
2006;134(3):451-4. PMID: 16500443 DOI: http://dx.doi. org/10.1016/j.otohns.2005.07.045
3. Schuknecht HF. Cupulolithiasis. Arch Otolaryngol. 1969;90(6):765- 78. DOI:
http://dx.doi.org/10.1001/archotol.1969.00770030767020
4. Parnes LS, McClure JA. Free-floating endolymph particles: a new operative finding during
posterior semicircular canal occlusion. Laryngoscope. 1992;102(9):988-92. PMID: 1518363
5. Dix MR, Hallpike CS. The pathology symptomatology and diagnosis of certain common
disorders of the vestibular system. Proc R Soc Med. 1952;45(6):341-54. PMID: 14941845
6. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and management of benign paroxysmal positional
vertigo (BPPV). CMAJ. 2003;169(7):681- 93. PMID: 14517129
7. Semont A, Freyss G, Vitte E. Curing the BPPV with a liberatory maneuver. Adv
Otorhinolaryngol. 1988;42:290-3. PMID: 3213745
8. Epley JM. The canalith repositioning procedure: for treatment of benign paroxysmal positional
vertigo. Otolaryngol Head Neck Surg. 1992;107(3):399-404. PMID: 1408225
9. Lempert T, Tiel-Wilck K. A positional maneuver for treatment of horizontal-canal benign
positional vertigo. Laryngoscope. 1996;106(4):476-8. PMID: 8614224 DOI: http://dx.doi.
org/10.1097/00005537-199604000-00015
10. Gavalas GJ, Passou EM, Vathilakis JM. Tinnitus of vestibular origin. Scand Audiol Suppl.
2001;(52):185-6. DOI: http://dx.doi. org/10.1080/010503901300007470
11. Monzani D, Genovese E, Marrara A, Gherpelli C, Pingani L, Forghieri M, et al. Validity of the
Italian adaptation of the Tinnitus Handicap Inventory; focus on quality of life and psychological
distress in tinnitus-sufferers. Acta Otorhinolaryngol Ital. 2008;28(3):126-34.

12. Ozdomu O, Sezen O, Kubilay U, Saka E, Duman U, San T, et al. Connections between the
facial, vestibular and cochlear nerve bundles within the internal auditory canal. J Anat.
2004;205(1):65- 75. DOI: http://dx.doi.org/10.1111/j.0021-8782.2004.00313.x
13. Fredrickson JM, Scheid P, Figge U, Kornhuber HH. Vestibular nerve projection to the cerebral
cortex
of
the
rhesus
monkey.
Exp
Brain
Res.
1966;2(4):318-27.
DOI:
http://dx.doi.org/10.1007/BF00234777
14. Odkvist LM, Rubin AM, Schwarz DW, Fredrickson JM. Vestibular and auditory cortical
projection in the guinea pig (Cavia porcellus). Exp Brain Res. 1973;18(3):279-86. DOI:
http://dx.doi.org/10.1007/ BF00234598
15. Kimura RS. Distribution, structure, and function of dark cells in the vestibular labyrinth. Ann
Otol Rhinol Laryngol. 1969;78(3):542-61.
16. Gussen R. Saccule otoconia displacement into cochlea in cochleosaccular degeneration. Arch
Otolaryngol.
1980;106(3):161-6.
PMID:
7356437
DOI:
http://dx.doi.org/10.1001/
archotol.1980.00790270025006

Anda mungkin juga menyukai