Anda di halaman 1dari 20

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAH ANALISIS DAN APLIKASI


KONSEP-KONSEP DASAR
GANGGUAN JIWA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Jiwa Lanjut 1 Semester 2

Oleh
Kelompok 5 :
SOIMAH
USWATUN HASANAH
WAHYUDI MULYANINGRAT

1506707732
1506707852
1506707915

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
DEPOK
FEBRUARI, 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
rahmat-Nya sehingga makalah tentang Analisis dan Aplikasi Konsep-Konsep
Dasar Gangguan Jiwa ini dapat kami selesaikan tepat waktu. Makalah tentang
Analisis dan Aplikasi Konsep-Konsep Dasar Gangguan Jiwa ini bertujuan untuk
menganalisis aplikasi Konsep-Konsep Dasar Gangguan Jiwa. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas Mata Ajar Keperawatan Jiwa Lanjut 1 pada
Program Magister Peminatan Keperawatan Jiwa.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT melimpahkan
karunia-Nya yang setimpal dengan amal baik mereka. Tak lupa pula tim penulis
sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya bila dalam penyusunan
makalah ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Kritik dan saran penyusun
harapkan untuk dijadikan masukan perbaikan makalah ini. Mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Depok, Februari 2016
Tim Penulis

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
1.

PENDAHULUAN
............................................................1
1.1.Latar Belakng ..................................................................................
1.2.Tujuan ..............................................................................................

2.

GAMBARAN KASUS

3.

LANDASAN TEORI
............................................................4
3.1.Rentang Respon Sehat Jiwa (Adatif-maladaptif) ............................
3.2.Konsep Stress ..................................................................................
3.3.Konsep dan Fungsi Otak .................................................................

1
2

............................................................3
4
5
8

4.

PEMBAHASAN
..........................................................14
4.1.Rentang Sehat Jiwa (Adaptif-maladaptif) ........................................ 14
4.2.Konsep Stress-Adaptasi .................................................................... 14
4.3.Konsep dan Fungsi Otak .................................................................. 14

5.

PENUTUP

..........................................................16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kondisi sehat baik sehat fisik maupun psikologis merupakan dambaan
setiap manusia. Undang-Undang Republik Indonesia No 36 tahun 2009
menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan
salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kesehatan dalam
Undang Undang No 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan
sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku
dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional
(Johnson, 1997, dalam Videbeck, 2008). Zaman semakin berkembang,
kondisi perekonomian semakin sulit, tingkat persaingan hidup semakin
tinggi, pergeseran nilai-nilai budaya, masalah rumah tangga, merupakan
stressor tersendiri yang apabila tidak diatasi dapat menjadi faktor pencetus
gangguan

jiwa

baik

ringan

maupun

berat.

Data

WHO

(2006)

mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan


jiwa dimana panik dan cemas adalah gejala ditimbulkan yaitu depresi,
penggunaan alkohol, gangguan bipolar, dan skizofrenia (Irmansyah, 2008).
Untuk tahun 2008 diperkirakan terjadi peningkatan morbiditas gangguan
jiwa sekitar 50 juta atau 25 persen dari 220 juta penduduk Indonesia yang
mengalami gangguan jiwa. Artinya, satu dari empat penduduk Indonesia
mengidap penyakit jiwa dari tingkat paling ringan sampai berat (Hawari,
2008).
Dalam masalah kesehatan jiwa konsep yang digunakan oleh perawat
adalah model stress adaptasi, dimana manusia dipandang dalam rentang
adaptif

dan

maladaptif.

Seseorang

yang

tidak

didiagnosis

sakit

memungkinkan memiliki respon koping yang maladaptif, sebaliknya


seseorang yang didiagnosis sakit bisa memiliki respon koping yang adaptif.
Sedangkan medis memandang manusia berdasarkan rentang sehat-sakit.
Berdasarkan hal tersebut maka kedua rentang ini menggambarkan model
praktik keperawatan dan medis yang saling melengkapi (Stuart, 2007).
Perawat kesehatan jiwa profesional melakukan praktik keperawatan
dengan menggunakan model konseptual hal ini dikarenakan suatu model
dapat mengorganisasi kumpulan pengetahuan yang kompleks seperti konsep
yang berhubungan dengan perilaku manusia. Model stress adaptasi
keperawatan kesehatan mental adalah suatu model yang mempengaruhi
keberadaan sehat atau sakit suatu hasil dari berbagai karakteristik individu
yang berinteraksi dengan sejumlah faktor lingkungan.
Model ini mengembangkan landasan teoritis, komponen psikososial,
rentang respon koping & keperawatan yang dilandasi pada tahapan
pengobatan

klien,

dalam

rangka

meningkatkan

kesehatan

klien,

pemeliharaan dan memulihkan penyakit baik yang bersifat akut maupun


kronis.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1.

1.2.2.

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep rentang sehat jiwa (adaptifmaladaptif), konsep stress-adaptasi, serta konsep dan fungsi otak.
Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menganalisa kasus terkait konsep rentang sehat jiwa
(adaptif-maladaptif), konsep stress-adaptasi, serta konsep dan fungsi
otak.

BAB II
GAMBARAN KASUS

Tn. AAN (Angga Awaludin Nursamsi) 19 tahun CM 235795, masuk RS Marzoeki


Mahdi yang ke-2 yaitu tanggal 19 November 2015. Pengkajian dilakukan pada
tanggal 26 November 2015 di ruang Dewi Amba. Diagnosis medis Schizoprenia
Paranoid. Keluhan utama saat masuk RS adalah melamun, menyendiri dan
berbicara sendiri, marah marah, keluyuran Kondisi saat ini klien tenang, cukup
kooperatif, lemas, mengatakan sering mengantuk Riwayat herediter gangguan
jiwa dari paman keluarga pihak ayah, tidak riwayat jatuh, riwayat pernah
dioperasi karena menelan seruling waktu kecil. Klien sebelumnya pernah dirawat
di RSMM karena mendengar suara-suara yang tidak bewujud. Setelah pulang dari
RSJ yang pertama, klien tidak teratur minum obat dan akhirnya putus obat. Klien
mengatakan pernah kecewa karena tidak jadi dibelika hadiah saat khatam al
quran padahal sudah dijanjikan oleh ayah. Klien tidak mempunyai sahabat dekat
untuk teman bercerita dan lebih sering menyendiri karena merasa tenang. Klien
pernah bekerja membantu tetangga berjualan bakso, tetapi dipecat + 1 tahun yang
lalu karena sering melamun dan berbicara sendiri sehingga tidak banyak
membantu dalam pekerjaannya. Klien sebelum masuk ke rumah sakit membantu
ayahnya mengajar mengaji, namun sekarang aktifitasnya terganggu karena masuk
RSJ. Kontak mata klien ada dan tahan lama, konsentrasi bagus, daya ingat jangka
panjang bagus namun kurang dalam daya ingat jangka pendek. Klien mengatakan
sedih karena tidak ada keluarga yang menemani dan takut saat suara-suara yang
didengarnya muncul. Orang yang paling dekat dengan klien adalah ibunya. Klien
tinggal di rumah bersama dengan ayah dan ibunya serta ke-3 adiknya. Pola
komunikasi keluarga demokratis namun kadang otoriter jika diperlukan. Pola asuh
keluarga kurang baik, karena klien sering dibanding bandingkan dengan adiknya
yang sudah bekerja dan berpenghasilan.
Penampilan klien agak lusuh karena bangun tidur, klien tampak lemas dan
mengantuk saat berbicara. Terapi medis yang didapatkan klien adalah resperidon
2x2 mg, trihexipenidil 2x2 mg, dan clozapin 1x25 mg.
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1. Rentang Respon Sehat Jiwa (Adatif-maladaptif)


Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan sejahtera dikaitkan dengan
kebahagiaan, kegembiraan, kepuasan, pencapaian, optimisme, dan harapan
(Stuart, 2016). Kesehatan jiwa melibatkan sejumlah kriteria yang terdapat
dalam suatu rentang. Berikut merupakan 6 kriteria sebagai indikator sehat
jiwa yaitu :
3.1.1.

Sikap positif terhadap diri sendiri

3.1.2.

Berkembang, aktualisasi diri dan ketahanan diri

3.1.3.

Integritas

3.1.4.

Otonomi

3.1.5.

Persepsi sesuai realitas

3.1.6.

Penguasaan lingkungan

Masalah psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu baik


yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal
balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab
terjadinya gangguan jiwa (atau gangguan kesehatan) secara nyata, atau
sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial.
Ciri-ciri Masalah Psikososial :
3.1.1.

Cemas, khawatir berlebihan, takut

3.1.2.

Mudah tersinggung

3.1.3.

Sulit konsentrasi

3.1.4.

Bersifat ragu-ragu/merasa rendah diri

3.1.5.

Merasa kecewa

3.1.6.

Pemarah dan agresif

3.1.7.

Reaksi fisik seperti : jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala

Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh
individu yang menyebabkan distress, disfungsi, dan menurunkan kualitas
hidup (Stuart, 2016). Ciri-ciri gangguan jiwa yaitu :
3.1.1.

Marah tanpa sebab

3.1.2.

Mengurung diri

3.1.3.

Tidak mengenali orang

3.1.4.

Bicara kacau

3.1.5.

Bicara sendiri

3.1.6.

Tidak mampu merawat diri

Kesehatan jiwa berada pada rentang sehat-sakit yang dapat digambarkan


sebagai berikut :

Respons Adaptif

Respons Maladaftif

Sehat Jiwa

Masalah Psikososial

Gangguan Jiwa

Pikiran logis

Pikiran kadang menyimpang

Waham

Persepsi akurat

Ilusi

Halusinasi

Emosi konsisten

Reaksi emosional

Ketidakmampuan
mengendalikan emosi

Perilaku sesuai

Perilaku kadang tidak sesuai

Hubungan sosial

Menarik diri

Ketidakteraturan
Isolasi sosial

memuaskan
3.2. Konsep Stress
Stres Adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap
tuntutan beban atasnya (Selye, 1976 dalam Potter & Perry, 2005). Stress adalah
stimulus atau penyebab adanya respon yang berada di luar individu dan sebagai
faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaan individu terhadap
penyakit (Lyon & werner, 1987 dalam Smeltzer & Bare, 2005).
Stress (Lazarus, 1999) merupakan hubungan antara seseorang dengan
lingkungan yang bersumber dari bio-psiko-sosio yang dapat membuat lebih baik
atau membahayakan.(Boyd, 2008). Sehingga dapat disimpulkan dari berbagai
definisi para ahli bahwa stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh
transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak
antara tuntutan yang berasal dari situasi dan sumber daya sistem biologis,
psikologis dan sosial dari seseorang. Sedangkan semua stimuli yang mengawali
atau mencetuskan perubahan disebut stressor. Stressor dapat berasal dari internal
yaitu dari dalam diri sesorang, misalnya demam, kondisi seperti kehamilan atau
5

menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah dan stressor berasal
dari eksternal atau dari luar diri seseorang, seperti perubahan suhu lingkungan,
perubahan dalam peran keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan.
Pembagian Stress :
Menurut Hans Selye, secara makro stres terbagi menjadi 2:
3.2.1. Fisiologik (Eustress), misalnya saat bayi dilahirkan, masa pubertas,
3.2.2.

kehamilan, persalinan, dll.


Patologik (Distress), stres yang terjadi pada kehidupan sehari-hari (reallife stress) misalnya terkena infeksi, terpapar sinar ultra violet dalam
waktu lama. Beberapa sosial stres seperti, kehilangan pekerjaan, PHK,
kehilangan rumah, dan personal stres seperti, kematian pasangan
hidup/anak, perceraian, dll.

Respons patofisiologis terhadap stress dapat dibedakan menjadi (2) yaitu :


3.2.1.

Respon Fisiologis
a. Syndrom adaptasi umum/ General Adaptation Syndrome (GAS)
GAS pada dasarnya merupakan reaksi fisiologis akibat rangsangan
fisik dan psikososial. Bila individu terancam oleh stress isyaratnya
akan dikirim keotak dan otak mengirim informasi ini ke hipotalamus
sehingga sistem syaraf otonom dan endokrin terstimulasi akibatnya
terjadi suatu perubahan fisiologis berupa gejala dari sistem syaraf
otonom dan endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan, tahap
resisten dan tahap kehabisan tenaga :
1) Reaksi peringatan/ waspada/ alarm
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan
pikiran untuk menghadapi stressor. Terjadi peningkatan aktivitas
hormonal yang luas guna menyiapkan individu untuk melakukan
respon melawan atau menghindar. Pada tahap ini dapat terlihat
reaksi psikologis berupa syndrome khusus yang terdiri dari semua
perubahan yang penyebabnya tidak spesifik dalam sistem biologi
(fight or flight syndrome)
2) Tahap resisten
Dalam tahap resisten tubuh kembali menjadi stabil, kadar hormon,
frekuensi jantung, curah jantung, tekanan darah kembali ketingkat
normal. Individu berupaya mengadaptasi terhadap stressor jika
stress dapat diatasi tubuh akan memperbaiki kerusakan, namun jika
6

stressor terus menetap individu akan memasuki tahap ketiga dari


GAS.
3) Tahap kehabisan tenaga
Tahap kehabisan tenaga terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi
melawan stress dan ketika energi yang diperlukan untuk
mempertahankan adaptasi sudah menipis. Respon fisiologis
menghebat, tetapi tingkat energi individu terganggu dan adaptasi
terhadap stressor menghilang terjadi kehilangan regulasi fisiologis
dan jika stress berlanjut dapat terjadi kematian.
b. Local Adaptation Syndrome
LAS merupakan respons setempat terhadap stress yang dihasilkan
oleh tubuh. Misalnya pembekuan darah, penyembuhan luka,
akomodasi mata terhadap cahaya. Semua bentuk LAS memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1) Respon yang terjadi adalah setempat, respon ini tidak melibatkan
seluruh sistem tubuh
2) Respon adalah adaptif, berarti bahwa stressor diperlukan untuk
menstimulasinya
3) Respon adalah berjangka pendek. Respon tidak terdapat terus
menerus.
4) Respon adalah restoratif, berarti bahwa LAS membantu dalam
menyembuhkan homeostatis region atau bagian tubuh
Sebagai contoh LAS yang sering dihadapi oleh perawat dilingkungan
perawatan yaitu respon reflek nyeri dan respon inflamasi.
3.2.2.

Respon Psikologis
Perilaku adaptif psikologis dapat konstruktif atau desdruktif. Perilaku
konstruktif dapat membantu individu menerima tantangan untuk
menyelesaikan konflik, misalkan saja ansietas dapat menjadi konstruktif
sebagai tanda bahwa terdapat ancaman sehingga seseorang dapat
melakukan tindakan untuk mengurangi keparahannya.
Perilaku destrukitif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan
pemecahan masalah, kepribadian dan situasi yang sangat berat serta
kemampuan untuk berfungsi. Perilaku adaptif psikologis disebut juga
sebagai mekanisme koping. Mekanisme koping dapat berorientasi
terhadap tugas, yang mencakup penggunaan teknik pemecahan masalah
7

secara langsung untuk menghadapi ancaman, atau dapat juga mekanisme


pertahanan ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distress
emosional dan dengan demikian memberikan perlindungan individu
terhadap ansietas dan stress.
Adaptasi terhadap stress merupakan suatu proses yang individual dimana
masing-masing individu mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah atau
berespons dengan tingkat yang berbeda-beda. Adaptasi juga merupakan proses
berkesinambungan untuk memperoleh harmoni dalam lingkungan. Hasil akhir
yang diinginkan pada setiap sistem adalah bertahan, tumbuh dan berkembang
biak.
3.3. Konsep dan Fungsi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual
kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998).
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua bagian
Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari
cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak) dan
limbic system (sistem limbik).

3.3.1.

Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari

sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai
dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003).
Secara umum otak besar dapat terbagi menjadi dua bagian yaitu left hemisphere
(hemisfer kiri) atau lebih di kenal dengan otak kiri berfungsi untuk berhitung,
analisa dan bahasa dan Right hemisphere (otak kanan) berfungsi untuk
menghasilkan pikiran-pikiran kreatif. Cerebrum dapat dibagi berdasarkan lobus
yang ada di dalamnya, yaitu:
a.

Lobus frontalis

Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer
kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan
gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area
asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku
sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004). Kerusakan pada
lobus ini akan mengakibatkan gangguan wicara (aphasia).
b.

Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan
ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis
(White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual,
pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
Gangguan yang terjadi akibat kerusakan lobus ini adalah gangguan bahasa,
ingatan dan emosi.

c.

Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White,
2008). Gangguan yang dapat terjadi jika terdapat kerusakan pada lobus ini
adalah kerusakan asosiasi input visual, taktil dan auditoris.

d.

Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori (White, 2008). Gangguan yang dapat terjadi jika terdapat
kerusakan pada lobus ini adalah kerusakan asosiasi input visual, taktil dan
auditoris. Selain itu juga terjadi kesulitan mengenali objek yang umum seperti
orang

e.

Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).

10

Korteks Serebri

Gambaran Hemisfer serebri (Sumber; Simon dan Schuster, Fundamental Of Anatomy and
Physiology, 4th ed, New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1998)

11

12

3.3.2.

Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Cerebellum merupakan
pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan
kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian-bagian dari
cerebellum

adalah

lobus

anterior,

lobus

medialis

dan

lobus

fluccolonodularis (Purves, 2004). Serebellum berfungsi dalam menerima


dan mengintegrasi informasi deari semua area tubuh seperti otot, sendi,
organ dan komponen saraf pusat lainnya. Kerusakan bagian ini antara
menyebabkan gangguan kontrol pergerakan dan penyesuaian postural.
3.3.3.

Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya
dan medulla spinalis dibawahnya. Secara garis besar brainstem terdiri
dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
a. Pons
Merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi retikular. Contoh, pons yang menentukan kita
terjaga atau tidur. Pons juga merupakan pusat reflek tubuh.
b. Medula Oblongata
Adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju
bagian kanan badan dan begitu juga sebaliknya. Medula juga
mengontrol fungsi otomatis otak seperti detak jantung, sirkulasi darah,
pernafasan dan pencernaan. Gangguan akibat kerusakan bagian ini
adalah gangguan pernafasan, aktifitas kardiovaskuler dan kesadaran.
c. Reticular Formation
Memiliki peranan penting dalam pengaturan gerakan dan perhatian.
Selain itu juga seolah-olah berfungsi untuk mengaktifkan bagian lain
dalam otak. Berperan penting dalam meningkatkan kewaspadaan
tubuh. Kerusakan bagian ini menyebabkan penurunan kesadaran.

13

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Rentang Sehat Jiwa (Adaptif-maladaptif)
Berdasarkan kasus Tn. AAN berada pada rentang respon maladaptif yaitu
gangguan jiwa berupa gangguan persepsi sensori halusinasi. Adapun ciri ciri
gangguan jiwa yang dialami oleh Tn. AAN diantaranya marah-marah tanpa
sebab, mengurung diri, tidak mengenali diri, bicara kacau, bicara sendiri,
tidak mampu merawat diri
4.2. Konsep Stress-Adaptasi
Pada kasus Tn.AAN menurut Hans Selye, termasuk kedalam stress
Patologik (Distress) dimana Tn. AAN mengalami stres yang terjadi pada
kehidupan sehari-hari (real-life stress) berupa pola asuh keluarga yang
kurang baik, karena klien sering dibanding bandingkan dengan adiknya
yang sudah bekerja dan berpenghasilan. Tn. AAN juga mengalami sosial
stress yaitu dipecat dari pekerjaan,
4.3. Konsep dan Fungsi Otak
Halusinasi merupakan salah satu gejala positif skizofrenia, sehingga
perubahan neurobiologis pada pasien dengan halusinasi sama dengan pasien
skizofrenia. Kondisi neurobiologi pasien skizofren dari hasil studi
menunjukkan kelainan anatomi, fungsional, dan neurokimia dalam
kehidupan otaknya.
Penelitian menunjukkan bahwa korteks prefrontal dan korteks limbik
mungkin tidak sepenuhnya berkembang pada otak orang dengan skizofrenia.
Dua hasil penelitian neurobiologis yang paling konsisten dalam skizofrenia
adalah penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmiter.
Penurunan otak pada grey matter dan white matter (akson saraf (Arnsten,
2011)). Hal ini disebabkan kerusakan mielinisasi yang terjadi pada usia 6
tahun dan pada usia 13 tahun, serta berhubungan dengan teori pemangkasan
neurom abnormal selama masa remaja (Faludi dan Mirnics, 2011).
Pada pasien halusinasi terjadi gangguan pada sistem limbik dalam lobus
temporal, sehingga menimbulkan gejala positif skizofrenia. Secara fisiologis
14

fungsi lobus temporal adalah untuk menerima dan memproses informasi


pendengaran, terlibat dalam pengolahan informasi fisual tingkat tinggi,
terlibat dalam aspek kompleks memori dan pembelajaran dan penting dalam
pemahaman bahasa. Sedangkan fungsi sistem limbik secara fisiologis adalah
membentuk limbus (batasan) dari lobus temporal dan berhubungan dekat
dengan banyak struktur lain dari otak, peduli dengan pengalaman emosional
subjektif dan dengan perubahan fungsi tubuh dikaitkan dengan status mental
emosional, terlibat dalam perilaku agresif, submisif, dan seksual dengan
kesenangan, daya ingat dan pembelajaran, berhubungan dengan suasana
hati, motivasi, sensasi dan semua pusat pelestarian. Contoh klinis gangguan
sistem limbik adalah gejala kluver-bucy yang berkembang ketika sistem
limbik secara keseluruhan dihapuskan atau rusak. Gejala meliputi rasa takut
dan ketenangan (tidak terdapat reaksi emosi), terdapat tingkat perhatian
berlebihan terhadap rangsangan sensorik (tanpa henti dan mengganggu rasa
ingin tahu), agnosia visual (ketidakmampuan untuk mengenali apapun).
Pada klien Tn. AAN kemungkinan terjadi kerusakan sistem limbik pada
lobus temporal, hal ini bisa dilihat dari hasil pengkajian ditdapatkan data
bahwa klien tidak mampu memproses informasi pendengaran antara suara
yang nyata dan suara halusinasi. Keadaan emosional yang biasa saja, dan
adanya gangguan daya ingat jangka pendek.

15

BAB V
PENUTUP
Sehat jiwa merupakan keadaan sejahtera dikaitkan dengan kebahagiaan,
kegembiraan, kepuasan, pencapaian, optimisme, dan harapan. Masalah psikososial
yaitu setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis
ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi
cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa (atau gangguan
kesehatan) secara nyata. Sedangkan gangguan jiwa adalah pola perilaku atau
psikologis yang ditunjukkan oleh individu yang menyebabkan distress, disfungsi,
dan penurunan kualitas hidup manusia.
Klien dengan gangguan jiwa dipastikan mempunyai pengalaman yang tidak
menyenangkan, baik secara psikologis maupun fisik. Faktor-faktor tersebut yang
menjadi sumber stressor seseorang mengalami gangguan. Faktor lingkungan dan
kurangnya dukungan juga memicu timbulnya gejala-gejala gangguan jiwa.
Secara fisiologis klien dengan gangguan jiwa mengalami disfungsi di sistem
persarafannya yaitu otak. Kelompok kami membahas klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi. Klien dengan halusinasi mengalami gangguan di
sistem limbik pada lobus temporal otak. Gangguan neurotransmiter juga terjadi
pada pasien dengan halusinasi ini.

16

DAFTAR PUSTAKA
Corwin Elizabet C, 1997. Buku Saku Patofisiologi. EGC.Jakarta
Guyton, 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC. Jakarta
Kaplan dan Saddlock. 1997. Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara. Jakarta
Pasiak, Taufik.(2009). Unlimited Potency of The Brain. Bandung: Mizan
Stuart, Gail W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louis:
Mosby

17

Anda mungkin juga menyukai