KEJANG DEMAM
Oleh:
Runinda Pradnyamita
0110710128
Pembimbing :
DR. dr. Mardhani, S p.A
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa kejang demam.
2. Untuk mengetahui cara menentukan suatu kejang demam merupakan kejang
demam sederhana atau komplek.
3. Untuk mengetahui cara penanganan kejang demam secara cepat dan tepat.
BAB II
TINJAUAN PUS TAKA
2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 380 celcius) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
0
2.2 Pathofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi
dimana oksigen disediakan melalui fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sistem kardiovaskuler. M elalui proses oksidasi glukosa dipecah menjadi
CO2 dan air (Staf Pengajar IKA FKUI, 1995).
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal,
membran sel dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terjadi sebaliknya.
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut sebagai potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah
2.4 Klasifikasi
Kejang demam memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang demam
sederhana dan kejang demam komplek. 80% dari kasus kejang demam
merupakan kejang demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang demam
komplek.
Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) menurut Livingstone
memiliki beberapa kriteria, yakni:
1. Terjadi pada usia 6 bulan 4 tahun
2. Lama kejang singkat kurang dari 15 menit
3. Sifatnya kejang umum, tonik dan atau klonik
4. Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar
5. Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam
6. Tanpa adanya gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
7. Tidak ada kelainan neurologi sebelum dan setelah kejang
8. Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun
9. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan adanya kelainan
(Staf Pengajar IKA FKUI, 1995)
Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri cirri
gejala klinis sebagai berikut:
1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului
oleh suatu kejang parsial
3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam
M enurut Livingstone, kejang demam komplek digolongkan sebagai epilepsi yang
diprovokasi oleh demam. Kejang tipe ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
juga perlu dibedakan apakah termasuk kejang demam sederhana atau kejang
suatu epilepsi yang dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan
kriteria Livingstone) (Iskandar W dkk, 1991).
c. Riwayat Kehamilan Ibu
Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit,
serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit. Riwayat
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman keras, konsumsi
makanan ibu selama hamil (Iskandar W dkk, 1991).
d. Riwayat Persalinan
Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa yang
menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan
panjang badan bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu juga
ditanyakan masa kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan atau lewat
bulan. Dengan mengetahui informasi yang lengkap tentang keadaan ibu saat
hamil dan riwayat persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal penting
termasuk terdapatnya asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,dsb yang
mungkin berhubungan dengan riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang
demam (Iskandar W dkk, 1991).
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah dari
kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur. Data ini
dapat diperoleh dari KM S atau kartu pemeriksaan kesehatan lainnya. Status
perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui ada
tidaknya penyimpangan. Pada anak balita perlu ditanyakan perkembangan
motorik kasar, motorik halus, sosial-personal, dan bahasa (Iskandar W dkk,
1991).
f. Riwayat Imunisasi
Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai jadwal
yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi
(Iskandar W dkk, 1991).
g. Riwayat M akanan
Riwayat Keluarga
Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya (ayah,
ibu, atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat familial
penderita (Iskandar W dkk, 1991).
pemeriksaan
CSS dilakukan
untuk
bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi (Baumer
JH, 2004).
d. pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam,
oleh sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak
khas (misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau
kejang demam fokal) (IKA FK UNAIR, 2006)
10
11
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgbb setiap 8 jam pada suhu > 38,5 C.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada
saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (Uhari dkk, 1995)
d. Pengobatan Penyebab
Antibiotik diberikan sesuai indikasi dengan penyakit penyebabnya
e. Penanganan supportif lainnya
M eliputi bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, menjaga keseimbangan
air dan elektrolit, pertahankan keseimbangan tekanan darah (IKA FK UNAIR,
2006).
2.7 Prognosa
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang
menjadi:
a. Kejang demam berulang
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
terjadinya kejang demam berulang adalah:
-
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80% sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut hanya 10% - 15% kemungkinan berulang. Kemungkinan
berulang adalah pada tahun pertama (Berg dkk).
12
b. Epilepsi
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor
resiko menjadi epilepsi adalah:
- kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
- kejang demam kompleks
- riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
M asing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4-6%. Kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam (Annegers dkk, 1987)
c. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (M aytal & Shinnar,
1990).
13
kejang demam sederhana, diberikan pada saat anak menderita penyakit yang
disertai demam, berupa diazepam 0,3 mg/kgbb/dosis per oral dan antipiretika.
Pencegahan kontinu diperuntukkan bagi kejang demam komplek, berupa asam
valproat 15-40 mg/kgbb/hari per oral dibagi menjadi 2-3 dosis (IKA FK UNAIR,
2006).
Pengobatan rumat kejang demam diberikan sampai1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan (IDAI, 2005).
14
BAB III
KAS US
: An. Syntiasari/ 9 kg
Umur
: 1tahun 5 bulan
: Islam
Suku
: Jawa/ Indonesia
Alamat
Nama Ayah
: Sukardi
Ibu
: Lilik Sufindiah
Pekerjaan
M RS tgl
: 08 Januari 2007
No Register
: 700655
Dikirim oleh:
Bidan Bululawang dengan diagnosa kejang demam
Riwayat Kehamilan:
Usia kehamilan 9 bulan, ibu rajin periksa kehamilan setiap bulan di bidan. Selama
hamil tidak ada riwayat ibu pernah menderita penyakit tertentu ataupun
mengkonsumsi obat-obatan, minum alkohol, ataupun merokok.
Riwayat Persalinan:
Riwayat Kelahiran: pasien lahir pada tanggal 15 A gustus 2005, di bidan dengan
usia kehamilan 9 bulan dengan cara biasa. Berat lahir 2900 gram dan panjang
badan ibu pasien tidak tahu. M enurut ibu, pasien langsung menangis saat lahir dan
dinyatakan tidak ada kelainan bawaan saat lahir menurut bidan.
Imunisasi:
Riwayat imunisasi: menurut ibu pasien, pasien telah mendapatkan imunisasi
lengkap karena setiap ada jadwal imunisasi, bidan selalu mengingatkan kemudian
ibu pasien segera membawa anaknya untuk diimunisasi. Buku imunisasi ada,
15
namun tidak dibawa oleh ibu. Dari pemeriksaan fisik pada lengan kanan terdapat
BCG scar.
Makanan :
Hingga usia 4 bulan, pasien hanya mendapatkan ASI. Sejak usia 4 bulan, selain
ASI pasien mendapat makanan tambahan berupa bubur nasi. Saat ini pasien
makan nasi seperti keluarga lainnya dengan komposisi sayur, tempe, telur, ikan,
daging (kadang-kadang) ditambah buah-buahan. Pasien makan 3 x sehari.
Riwayat Keluarga
Pasien tinggal serumah dengan nenek (dari ibu), ayah dan ibunya bersama dua
saudara kandungnya, laki-laki/ 8 tahun/sehat dan laki-laki/3 tahun/sehat. Ibu
pasien saat usia dua tahun pernah mengalami kejang ketika demam.
Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien ditimbang berat badannya setiap bulan di puskesmas, berat badan pasien
dinyatakan normal setiap bulannya oleh petugas puskesmas. Pasien dapat duduk
ketika berusia 8 bulan. Dapat berjalan sendiri usia 1 tahun. Sejak dapat berjalan
sendiri pasien senang mengikuti neneknya menyapu halaman rumah dan bercanda
denagn saudara-saudaranya atau tetangga sebelah rumahnya. Bicara hanya bisa
mengatakan beberapa kata.
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Pasien sering mengalami batuk pilek disertai demam sejak usia 8 bulan, dan
sembuh setelah berobat ke puskesmas, diberi puyer yang diminum 3X sehari.
Pasien belum pernah kejang sebelumnya.
3.2. Anamnesa
Diberikan oleh : Ibu pasien
Keluhan utama : Kejang
Pasien kejang 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien kejang mendadak pada
seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku, dan mata melirik ke atas. Kejang
berlangsung selama 5 menit, dan setelah kejang pasien langsung menangis.
Kurang lebih 6 jam sebelum kejang, pasien panas tinggi, oleh nenek pasien
dipakaikan jaket dan dikompres air dingin belum diberi obat, panas tidak turun
kemudian pasien kejang. Ini merupakan serangan kejang yang pertama kalinya.
16
Kemudian pasien segera dibawa ke bidan diukur suhu tubuhnya 39 derajat celcius
kemudian diberi obat penurun panas, pasien kemudian dirujuk ke RSSA. Pasien
tiba di RSSA pada tanggal 13 Desember 2006 jam delapan malam. Ibu pasien saat
usia dua tahun pernah mengalami kejang ketika demam.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien sumer-sumer (suhu badan
tidak diukur). Batuk ada namun tidak ada dahaknya, pilek tidak ada. Ibu
mengatakan sejak badan anaknya sumer-sumer nafsu makan anaknya menurun,
anaknya hanya mau minum air dan susu sedangkan makan hanya sedikit-sedikit.
Pasien belum dibawa berobat dan ibu pasien belum memberi obat apapun. Badan
pasien semakin panas kemudian kejang untuk pertama kalinya. Tidak ada riwayat
mimisan, gusi berdarah, maupun berak berwarna hitam. BAB dan BAK normal
seperti biasa, tidak ada mencret, dan air kencing berwarna kuning jernih.
Tanda vital
Thorax
: Tampak simetri
17
Abdomen
Rh -
Wh -
Extremitas
: Anemia -
cyaonosis -
Akral hangat -
- Parese -
icterus
Edema
S tatus Neurologis
Kesadaran
: Compos M entis
Tanda meningeal: kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-)
Reflek fisiologis : reflek bisep (+)|(+),reflek trisep (+)|(+), reflek patela (+)|(+)
Reflek patologis : babinsky (-), openheim (-), hoffman (-), Tromer (-) klonus
pergelangan kaki (-)
S tatus antropometri:
Panjang Badan
= 76 cm
= 79 cm
Berat Badan
= 9 kg
= 9,8 kg
Status Gizi
Lingkar dada
= 44 cm
Lingkar kepala
= 46 cm
18
Hasil Laboratorium
1. (tgl 8 Januari 2006)
a. Darah Lengkap
Lekosit
: 12.600/mm3 (6.000-15.000/L)
Hb
PCV
: 34.0 % (33-42%)
Trombosit
= 133 mmol/L
= 3,9 mmol/L
= 103 mmol/L
Cl
= 4.03 mmol/L
3.6 Planning monitoring : suhu, nadi, RR, kejang, pupil, keluhan subyektif.
19
3.7 Follow Up
Tanggal
9/1/07
Subyektif
Obyektif
Assesment
Kejang Demam
Panas (-)
Kejang (-)
Batuk (+)
IRA ec Faringitis
RR : 21 x/mnt
o
Pilek (-)
Simplek
Planning
IVFD habis infus aff
IV : Diazepam 5 mg (K/P)
Po : Paracetamol syr 3 x
cthI (k/p)
T ax : 37 C
M akan sedikit
R : M ultivitamin 1 x cthI
M inum (+)
Leukosit : 12.600
Trombosit : 304.000
HB : 11.4
20
GDA : 102
Hematokrit : 34
Ur/lre : 19,3/0,29
Tanggal
10/1/07
Subyektif
Obyektif
Kejang (-)
Assesment
Panas (-)
Simplek
RR : 20 x/mnt
o
IRA ec Faringitis
T ax : 36,9 C
M akan sedikit
M inum (+)
Riwayat
kontak
pasien
batuk
disangkal
dengan
Kejang Demam
Suspek TB Paru
Planning
IV : Diazepam 5 mg (K/P)
Po : Paracetamol syr 3 x
cthI (k/p)
Nasi 3 x 1
Work Up TB :
o Fotolateral thorax
o M antoux test
o BTA lambung 3 hr
o Darah
Hapusan
21
LED.
lengkap,
Darah
HB : 10.2
Rontgen
Tho
Ap
Dicurigai
Kejang (-)
Panas (-)
RR : 30 x/mnt
T ax : 36,9 oC
Kejang Demam
Simplek
IRA ec Faringitis
M akan sedikit
Suspek TB Paru
M inum (+)
Trombositopenia
Riwayat
kontak
pasien
batuk
disangkal
dengan
PDx : DL ulang
IV : Diazepam 5 mg (K/P)
Po : Paracetamol syr 3 x
cthI (k/p)
R : M ultivitamin 1 x cthI
Diet : Nasi 3 x 890 kal
12/1/07
Kejang (-)
- cyan -
Demam (-)
RR : 30 x/mnt
Batuk (-)
T ax : 36,9 oC
Pilek (-)
22
Kejang Demam
Simplek
IRA ec Faringitis
Suspek TB Paru
R : M ultivitamin 1 x cthI
Leukosit : 5.300
Trombosit : 257.000
HB : 10.8
Hematokrit : 32,9
M antoux test : 13/1/07
Kejang (-)
Demam (-)
Batuk (-)
Pilek (-)
T ax : 36,9 C
K/L : an (-), faring hiperemi (-)
23
Kejang Demam
Simplek
IRA ec Faringitis
M ultivitamin 3 x cthI
Keluar Rumah Sakit
Kontrol Poli
S coring TB :
Kontak
:0
M antoux
:0
BB/st gizi
:0
Demam
:0
Batuk
:0
Perbesaran klnjr : 0
Pembengkakan sendi : 0
Foto Ro Tho : 0
Skor
:0
24
BAB IV
RES UME
Identitas Penderita
Nama
:An. Syntiasari/ 9 kg
Umur
: 1 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin
: Wanita
Alamat
Pekerjaan ayah
M RS tgl
: 08 Januari 2007
Dikirim oleh:
Bidan Bululawang dengan diagnosa kejang demam
Riwayat Kehamilan:
Usia kehamilan 9 bulan, ibu rajin periksa kehamilan setiap bulan di bidan. Selama
hamil tidak ada riwayat ibu pernah menderita penyakit tertentu ataupun
mengkonsumsi obat-obatan, minum alkohol, ataupun merokok.
Riwayat Persalinan:
Riwayat Kelahiran: pasien lahir pada tanggal 15 A gustus 2005, di bidan dengan
usia kehamilan 9 bulan dengan cara biasa. Berat lahir 2900 gram dan panjang
badan ibu pasien tidak tahu. M enurut ibu, pasien langsung menangis saat lahir dan
dinyatakan tidak ada kelainan bawaan saat lahir menurut bidan.
Imunisasi:
Riwayat imunisasi: menurut ibu pasien, pasien telah mendapatkan imunisasi
lengkap karena setiap ada jadwal imunisasi, bidan selalu mengingatkan kemudian
ibu pasien segera membawa anaknya untuk diimunisasi. Buku imunisasi ada,
namun tidak dibawa oleh ibu. Dari pemeriksaan fisik pada lengan kanan terdapat
BCG scar.
25
Makanan :
Pasien hanya mendapatkan ASI hingga usia 4 bulan. Sejak usia 4 bulan, selain
ASI pasien mendapat makanan tambahan berupa bubur nasi. Saat ini pasien
makan nasi seperti keluarga lainnya dengan komposisi sayur, tempe, telur, ikan,
daging (kadang-kadang) ditambah buah-buahan. Pasien makan 3 x sehari.
Riwayat Keluarga
Pasien tinggal serumah dengan nenek (dari ibu), ayah dan ibunya bersama dua
saudara kandungnya, laki-laki/ 8 tahun/sehat dan laki-laki/3 tahun/sehat. Ibu
pasien saat usia dua tahun pernah mengalami kejang ketika demam.
Anamnesa
Diberikan oleh : Ibu pasien
Keluhan utama : Kejang
Pasien kejang 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien kejang mendadak pada
seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku, dan mata melirik ke atas. Kejang
berlangsung selama 5 menit, dan setelah kejang pasien langsung menangis.
Kurang lebih 6 jam sebelum kejang, pasien panas tinggi, oleh nenek pasien
26
dipakaikan jaket dan dikompres air dingin belum diberi obat, panas tidak turun
kemudian pasien kejang. Ini merupakan serangan kejang yang pertama kalinya.
Kemudian pasien segera dibawa ke bidan diukur suhu tubuhnya 39 derajat celcius
kemudian diberi obat penurun panas, pasien kemudian dirujuk ke RSSA. Pasien
tiba di RSSA pada tanggal 13 Desember 2006 jam delapan malam. Ibu pasien saat
usia dua tahun pernah mengalami kejang ketika demam.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien sumer-sumer (suhu badan
tidak diukur). Batuk ada namun tidak ada dahaknya, pilek tidak ada. Ibu
mengatakan sejak badan anaknya sumer-sumer nafsu makan anaknya menurun,
anaknya hanya mau minum air dan susu sedangkan makan hanya sedikit-sedikit.
Pasien belum dibawa berobat dan ibu pasien belum memberi obat apapun. Badan
pasien semakin panas kemudian kejang untuk pertama kalinya. Tidak ada riwayat
mimisan, gusi berdarah, maupun berak berwarna hitam. BAB dan BAK normal
seperti biasa, tidak ada mencret, dan air kencing berwarna kuning jernih.
Pemeriksaan fisik
KU
Tanda vital
Thorax
: Tampak simetri
cor/ Ictus tidak terlihat, teraba pada ICS IV M CL (S), HR=
110x/menit, reguler, murmur(-)
27
Abdomen
Rh -
Wh -
Extremitas
: Anemia -
cyaonosis -
Akral hangat -
- Parese -
icterus
Edema
S tatus Neurologis
Kesadaran
: Compos M entis
Tanda meningeal: kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-)
Reflek fisiologis : reflek bisep (+)|(+), reflek trisep (+)|(+), reflek patela (+)|(+)
Reflek patologis : babinsky (-), openheim (-), hoffman (-), Tromer (-) klonus
pergelangan kaki(-)
S tatus antropometri:
Panjang Badan
= 76 cm
= 79 cm
Berat Badan
= 9 kg
= 9,8 kg
Status Gizi
Planning Diagnosa
DL, GDA, Elektrolit, Foto rontgen thorax PA
Terapi awal
o IVFD C 1:4 700 cc/24 jam = 10 tetes makro/ menit
o Diazepam 3 mg (iv) jika kejang, pelan pelan
28
o PO : Parasetamol 3 x cth I
o PO : M ultivitamin1 x cth I
o Kompres hangat
o Diet Nasi 3 x sehari
o Terapi suportif jika kejang: bebaskan jalan nafas, pemberian O2
29
BAB V
PEMBAHAS AN
Penderita adalah anak wanita berusia 1 tahun 5 bulan dengan berat badan 9
kg, yang datang ke RSSA pada tanggal 8 Januari 2007. Pasien datang dengan
kejang. Dari hasil anamnesa yang diberikan oleh ibu didapatkan keterangan
bahwa pasien kejang 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien kejang mendadak
pada seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku, dan mata melirik ke atas. Kejang
berlangsung selama 5 menit, dan setelah kejang pasien langsung menangis.
Kurang lebih 6 jam sebelum kejang, pasien panas tinggi, oleh nenek pasien
dipakaikan jaket dan dikompres air dingin belum diberi obat, panas tidak turun
kemudian pasien kejang. Ini merupakan serangan kejang yang pertama kalinya.
Kemudian pasien segera dibawa ke bidan diukur suhu tubuhnya 39 derajat celcius
kemudian diberi obat penurun panas, pasien kemudian dirujuk ke RSSA. Ibu
pasien saat usia dua tahun pernah mengalami kejang ketika demam.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien sumer-sumer (suhu badan
tidak diukur). Batuk ada namun tidak ada dahaknya, pilek tidak ada. Ibu
mengatakan sejak badan anaknya sumer-sumer nafsu makan anaknya menurun,
anaknya hanya mau minum air dan susu sedangkan makan hanya sedikit-sedikit.
Pasien belum dibawa berobat dan ibu pasien belum memberi obat apapun. Badan
pasien semakin panas kemudian kejang untuk pertama kalinya. Tidak ada riwayat
mimisan, gusi berdarah, maupun berak berwarna hitam. BAB dan BAK normal
seperti biasa, tidak ada mencret, dan air kencing berwarna kuning jernih.
Riwayat kehamilan dan persalinan ibu normal, tumbuh kembang pasien
juga tidak bermasalah. Pasien mendapatkan imunisasi sesuai jadwal puskesmas
dan tidak pernah kejang setelah diimunisasi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum yang baik yang ditandai
dengan gerak yang aktif dan tangis anak yang cukup kuat. Dari tanda vital,
didapatkan nadi 110 x per menit reguler, respiratori rate 30 x per menit reguler
dan suhu aksiler 39,6 C. Pada pemeriksaan rongga mulut didapatkan faring yang
hiperemi, sedangkan pemeriksaan kepala lainnya normal. Dari pemeriksaan toraks
tidak didapatkan ronki pada kedua lapangan paru. Abdomen dan ekstrimitas
30
energi yang berlebihan dan mendadak dalam otak, sehingga terjadi gangguan
kerja otak, di luar serangan pasien normal. Adanya suatu proses infeksi
intrakranial belum bisa disingkirkan.
Diagnosa kejang demam simplek dapat ditegakkan dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik seperti pada pasien ini dari anamnesa dan pemeriksaan fisik
telah tegak diagnosa kejang demam simplek. Pemeriksaan penunjang seperti DL,
GDA, elektrolit dan foto rontgent toraks ditujukan untuk mencari faktor penyebab
demam/sumber infeksi. Foto rontgent toraks dilakukan untuk melihat kondisi
paru-paru karena adanya riwayat infeksi saluran nafas berupa batuk. Tindakan
pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS masih belum perlu dilakukan. Untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis dapat dilakukan dengan anamnesa dan
pemeriksaan fisik terutama status neurologis. Jika dari pemeriksaan fisik tidak
dapat menyingkirkan diagnosa meningitis maka dapat dilakukan pungsi lumbal.
Pemeriksaan EEG pada pasien ini belum perlu dilakukan karena kejang demam
yang terjadi pada pasien ini khas menunjukkan suatu kejang demam simplek.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit normal (12.600/mm3).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan faring yang hiperemia sehingga diduga sumber
infeksi berasal dari saluran nafas atas yaitu faring. Penyebab infeksi saluran nafas
kemungkinan
disingkirkan.
31
Untuk penanganan awal pada pasien ini diberikan O2 nasal canule 1-2
L/menit sebagai supportif, pasien diberikan cairan maintenance IVFD C1:4 700
cc/24 jam = 10 tetes makro/ menit sesuai dengan usia dan kebutuhan cairan
pasien, untuk menangani kejang disiapkan injeksi Diazepam 3 mg (iv) pelan
pelan, diberikan Novalgin inj 3x 0,1 cc (iv) untuk menurunkan demam. Pasien
diobservasi keluhan subyektif, suhu, nadi, RR, kejang, pupil, akralnya.
Pada observasi hari kedua, pasien sudah tidak kejang lagi, batuk masih
ada, suhu mulai turun. Pasien mulai diberikan intake per oral. Obat obatan
diberikan per oral, termasuk obat batuk, antibiotik, dan juga antipiretik. O2 nasal
canule sebagai terapi supportif dihentikan. Diazepam 3 mg (iv) untuk menangani
kejang hanya diberikan saat kejang dengan pelan pelan. Tidak diberikan antibiotik
pada pasien ini dikarenakan infeksi saluran napas lebih mengarah kepada infeksi
virus. Observasi terus dilakukan.
Pada hari kedua gambaran thorax foto dicurigai terdapat pembesaran
kelenjar hilus, oleh karena itu pada pasien ini direncanakan untuk melakukan
work up TB. Pada pasien ini direncanakan anamnesa ulang riwayat kontak dengan
penderita batuk lama, demam, batuk, mantoux test, status gizi, pembesaran
kelenjar, pembengkakan sendi dan tulang dan foto rontgen thorax AP/lateral. Dari
anamnesa ulang, ibu pasien menyangkal adanya kontak antara pasien dengan
penderita batuk lama. Riwayat demam dan batuk lama tidak didapatkan. Status
gizi anak baik dan mantoux test negatif. Pembesaran kelenjar dan pembengkakan
sendi tulang tidak didapatkan. Pada foto ront gen yang awalnya dicurigai
pembesaran kelenjar, setelah di foto dengan posisi lateral didapatkan hasil foto
thorax yang normal. Setelah dilakukan scoring TB maka didapatkan hasil skor 0
maka pada pasien ini tidak diterapi dengan obat anti tuberkulosa.
Pada hasil laboratorium yang dilakukan pada tanggal 10 Januari 2007
didapatkan nilai trombosit 85.000 (trombositopenia). Nilai trombosit rendah
disertai dengan riwayat demam dapat dicurigai sebagai suatu infeksi virus dengue.
Pada pasien ini sudah tidak didapatkan demam dan secara klinis kondisi pasien
membaik. Oleh karena itu diputuskan untuk dilakukan tes darah lengkap ulang.
Dari tes darah lengkap ulang yang dilakukan tanggal 11 Januari 2007 didapatkan
trombosit 257.000 (normal).
32
33
BAB VI
PEN UTUP
6.1 Kesimpulan
- Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 380 celcius) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium.
0
6.2 Saran
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Kecemasan ini dapat dikurangi dengan cara memberikan informasi yang
benar dan memadai pada orang tua mengenai kejang dan apa yang bisa
dilakukan di rumah
rumah sakit.
34
35