Anda di halaman 1dari 53

La Douleur Est Temporaire, La Victoire Est Toujours

BATUAN BEKU
Terminologi
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma.
Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi atau
bagian bawah kerak bumi, bersuhu tinggi (900 1300 oC) serta mempunyai kekentalan
tinggi, bersifat mudah bergerak dan cenderung menuju ke permukaan bumi.
Letak Pembekuan
Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam bumi; sering disebut
batuan beku intrusi. Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan
bumi; sering disebut batuan beku ekstrusi. Batuan beku hipabisal adalah batuan beku intrusi
dekat permukaan, sering disebut batuan beku gang atau batuan beku korok, atau sub volcanic
intrusion.
Warna Batuan Beku
Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih cerah. Warna ini sangat
dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi
percampuran mineral berwarna gelap dengan mineral berwarna terang maka warna batuan
beku dapat hitam berbintik-bintik putih, abu-abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam,
tergantung warna mineral mana yang dominan dan mana yang kurang dominan. Pada batuan
beku tertentu yang banyak mengandung mineral berwarna merah daging maka warnanya
menjadi putih-merah daging.
Tekstur Batuan Beku
Tekstur adalah hubungan antar mineral penyusun batuan. Dengan demikian tekstur
mencakup tingkat visualisasi ukuran butir atau granularitas, tingkat kristalisasi mineral atau
kristalinitas, tingkat keseragaman butir kristal, ukuran butir kristal, dan bentuk kristal.
Tingkat Visualisasi Granularitas
Berdasarkan pengamatan dengan mata telanjang atau memakai loupe, maka tekstur batuan
beku dibagi dua, yaitu tekstur afanitik dan tekstur faneritik.
a. Afanitik adalah kenampakan batuan beku berbutir sangat halus sehingga mineral/kristal
penyusunnya tidak dapat diamati secara mata telanjang atau dengan loupe.
b. Fanerik (faneritik, firik = phyric) adalah apabila di dalam batuan tersebut dapat terlihat
mineral penyusunnya, meliputi bentuk kristal, ukuran butir dan hubungan antar butir (kristal
satu dengan kristal lainnya atau kristal dengan kaca). Singkatnya, batuan beku mempunyai
tekstur fanerik apabila mineral penyusunnya, baik berupa kristal maupun gelas/kaca, dapat
diamati.

Apabila batuan beku mempunyai tekstur afanitik maka pemerian tekstur lebih rinci tidak
dapat diketahui, sehingga harus dihentikan. Sebaliknya apabila batuan beku tersebut
bertekstur fanerik maka pemerian lebih lanjut dapat diteruskan.
Tingkat kristalisasi atau kristalinitas
a. Holokristalin, apabila batuan tersusun semuanya oleh kristal.
b. Holohialin, apabila batuan tersusun seluruhnya oleh gelas atau kaca.
c. Hipokristalin, apabila batuan tersusun sebagian oleh kaca dan sebagian berupa kristal.
Tingkat Keseragaman Butir
a. Equigranular, apabila kristal penyusunnya berukuran butir relatif seragam. Tekstur
sakaroidal adalah tekstur dimana ukuran butirnya seragam seperti gula pasir atau gula putih.
b. Inequigranular, jika ukuran butir kristal penyusunnya tidak sama.
Ukuran butir kristal : < 1 mm berbutir halus
1 5 mm berbutir sedang
5 30 mm berbutir kasar
> 30 mm berbutir sangat kasar
Bentuk Kristal
a. Euhedral, jika kristal berbentuk sempurna/lengkap, dibatasi oleh bidang kristal yang ideal
(tegas, jelas dan teratur). Batuan beku yang hampir semuanya tersusun oleh mineral dengan
bentuk kristal euhedral, disebut bertekstur idiomorfik granular atau panidiomorfik granular.
b. Subhedral, jika kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang tidak begitu jelas,
sebagian teratur dan sebagian tidak. Tekstur batuan beku dengan mineral penyusun umumnya
berbentuk kristal subhedral disebut hipidiomorfik granular atau subidiomorfik granular.
c. Anhedral, kalau kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang tidak teratur. Tekstur
batuan yang tersusun oleh mineral dengan bentuk kristal anhedral disebut alotriomorfik
granular atau xenomorfik granular.
Secara tiga dimensi, bentuk kristal disebut :
a. Kubus atau equidimensional, apabila ketiga dimensinya sama panjang.
b. Tabular atau papan, apabila dua dimensi kristalnya lebih panjang dari satu dimensi yang
lain.

c. Prismatik atau balok, jika dua dimensi kristalnya lebih pendek dari satu dimensi yang
lain. Bentuk ini ada yang prismatik pendek (gemuk) dan prismatik panjang (kurus, kadangkadang seperti jarum).
Di dalam batuan beku bertekstur holokristalin inequigranular dan hipokristalin terdapat
kristal berukuran butir besar, disebut fenokris, yang tertanam di dalam masadasar
(groundmass). Kenampakan demikian disebut tekstur porfir atau porfiri atau firik. Tekstur
holokristalin porfiritik adalah apabila di dalam batuan beku itu terdapat kristal besar
(fenokris) yang tertanam di dalam masadasar kristal yang lebih halus. Tekstur hipokristalin
porfiritik diperuntukkan bagi batuan beku yang mempunyai fenokris tertanam di dalam
masadasar gelas. Karena tekstur holokristalin porfiritik dan hipokristalin porfiritik secara
mata telanjang dapat diidentifikasi maka kenampakan tersebut dapat disebut bertekstur
faneroporfiritik. Sebaliknya, apabila fenokrisnya tertanam di dalam masadasar afanitik
maka batuannya bertekstur porfiroafanitik. Tekstur vitrofirik adalah tekstur dimana mineral
penyusunnya secara dominan adalah gelas, sedang kristalnya hanya sedikit (< 10 %).
Tekstur diabasik adalah tekstur dimana kristal plagioklas berbentuk prismatik panjang (lathlike), berarah relatif sejajar dan di antaranya terdapat butir-butir lebih kecil daripada kristal
olivin dan piroksen. Tekstur gabroik adalah tekstur holokristalin, berbutir sedang kasar
( : 1 30 mm), tersusun secara dominan oleh mineral mafik (olivin, piroksen, amfibol) dan
plagioklas basa. Tekstur granitik adalah tekstur holokristalin berbutir sedang-kasar tersusun
oleh plagioklas asam, alkali felspar, dan kuarsa. Tekstur pegmatitik adalah tekstur
holokristalin kasar sangat kasar ( 5 mm), tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Tekstur
dioritik sebanding dengan tekstur gabroik dan granitik tetapi biasanya untuk batuan beku
menengah.

STRUKTUR BATUAN BEKU


1. Masif atau pejal, umumnya terjadi pada batuan beku dalam. Pada batuan beku luar yang
cukup tebal, bagian tengahnya juga dapat berstruktur masif.
2. Berlapis, terjadi sebagai akibat pemilahan kristal (segregasi) yang berbeda pada saat
pembekuan.
3. Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas keluarnya gas pada saat pendinginan. Struktur ini
sangat khas terbentuk pada batuan beku luar. Namun pada batuan beku intrusi dekat
permukaan struktur vesikuler ini kadang-kadang juga dijumpai. Bentuk lubang sangat
beragam, ada yang berupa lingkaran atau membulat, elip, dan meruncing atau menyudut,
demikian pula ukuran lubang tersebut. Vesikuler berbentuk melingkar umumnya terjadi pada
batuan beku luar yang berasal dari lava relatif encer dan tidak mengalir cepat. Vesikuler
bentuk elip menunjukkan lava encer dan mengalir. Sumbu terpanjang elip sejajar arah sumber
dan aliran. Vesikuler meruncing umumnya terdapat pada lava yang kental.
4. Struktur skoria (scoriaceous structure) adalah struktur vesikuler berbentuk membulat
atau elip, rapat sekali sehingga berbentuk seperti rumah lebah.
5. Struktur batuapung (pumiceous structure) adalah struktur vesikuler dimana di dalam
lubang terdapat serat-serat kaca.

6. Struktur amigdaloid (amygdaloidal structure) adalah struktur vesikuler yang telah terisi
oleh mineral-mineral asing atau sekunder.
7. Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana kristal berbentuk prismatik
panjang memperlihatkan penjajaran dan aliran.
Struktur batuan beku tersebut di atas dapat diamati dari contoh setangan (hand specimen) di
laboratorium. Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar, yang dapat
menunjukkan hubungan dengan batuan di sekitarnya, seperti dike (retas), sill, volcanic neck,
kubah lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di lapangan.

KOMPOSISI MINERAL
Berdasarkan jumlah kehadiran dan asal-usulnya, maka di dalam batuan beku terdapat mineral
utama pembentuk batuan (essential minerals), mineral tambahan (accessory minerals) dan
mineral sekunder (secondary minerals).
1. Essential minerals, adalah mineral yang terbentuk langsung dari pembekuan magma,
dalam jumlah melimpah sehingga kehadirannya sangat menentukan nama batuan beku.
2. Accessory minerals , adalah mineral yang juga terbentuk pada saat pembekuan magma
tetapi jumlahnya sangat sedikit sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi penamaan
batuan. Mineral ini misalnya kromit, magnetit, ilmenit, rutil dan zirkon. Mineral esensiil dan
mineral tambahan di dalam batuan beku tersebut sering disebut sebagai mineral primer,
karena terbentuk langsung sebagai hasil pembekuan daripada magma.
3. Secondary minerals adalah mineral ubahan dari mineral primer sebagai akibat pelapukan,
reaksi hidrotermal, atau hasil metamorfisme. Dengan demikian mineral sekunder ini tidak ada
hubungannya dengan pembekuan magma. Mieral sekunder akan dipertimbangkan
mempengaruhi nama batuan ubahan saja, yang akan diuraikan pada acara analisis batuan
ubahan. Contoh mineral sekunder adalah kalsit, klorit, pirit, limonit dan mineral lempung.
4. Gelas atau kaca, adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal atau amorf. Mineral
ini sebagai hasil pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku
luar atau batuan gunungapi, sehingga sering disebut kaca gunungapi (volcanic glass).
5. Mineral felsik adalah adalah mineral primer atau mineral utama pembentuk batuan beku,
berwarna cerah atau terang, tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral felsik
dibagi menjadi tiga, yaitu felspar, felspatoid (foid) dan kuarsa. Di dalam batuan, apabila
mineral foid ada maka kuarsa tidak muncul dan sebaliknya. Selanjutnya, felspar dibagi lagi
menjadi alkali felspar dan plagioklas.
6. Mineral mafik adalah mineral primer berwarna gelap, tersusun oleh unsur-unsur Mg dan
Fe. Mineral mafik terdiri dari olivin, piroksen, amfibol (umumnya jenis hornblende), biotit
dan muskovit.
Pemerian dan pengenalan mineral pembentuk batuan beku tersebut secara megaskopik sudah
harus dikuasai oleh para praktikan, seperti diberikan pada kuliah dan praktikum kristalografi-

mineralogi serta dipraktekkan lagi pada acara I pengenalan mineral pembentuk batuan,
praktikum petrologi ini. Untuk mengetahui genesa masing-masing mineral pembentuk batuan
tersebut di atas, praktikan dianjurkan untuk mempelajari Reaksi Seri Bowen yang terdapat di
dalam buku-buku literatur Petrologi (misal Middlemost, 1985, Magmas and magmatic rocks,
Longman, Inc., London, 266 p).
PENAMAAN / KLASIFIKASI
Berdasarkan letak pembekuannya maka batuan beku dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi
dan batuan beku ekstrusi. Batuan beku intrusi selanjutnya dapat dibagi menjadi batuan beku
intrusi dalam dan batuan beku intrusi dekat permukaan. Berdasarkan komposisi mineral
pembentuknya maka batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu batuan beku
ultramafik, batuan beku mafik, batuan beku menengah dan batuan beku felsik. Istilah mafik
ini sering diganti dengan basa, dan istilah felsik diganti dengan asam, sekalipun tidak tepat.
Termasuk batuan beku dalam ultramafik adalah dunit, piroksenit, anortosit, peridotit dan
norit. Dunit tersusun seluruhnya oleh mineral olivin, sedang piroksenit oleh piroksen dan
anortosit oleh plagioklas basa. Peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen; norit secara
dominan terdiri dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar ultramafik umumnya
bertekstur gelas atau vitrofirik dan disebut pikrit.
Batuan beku dalam mafik disebut gabro, terdiri dari olivin, piroksen dan plagioklas basa.
Sebagai batuan beku luar kelompok ini adalah basal. Batuan beku dalam menengah disebut
diorit, tersusun oleh piroksen, amfibol dan plagioklas menengah, sedang batuan beku luarnya
dinamakan andesit. Antara andesit dan basal ada nama batuan transisi yang disebut andesit
basal (basaltic andesit). Batuan beku dalam agak asam dinamakan diorit kuarsa atau
granodiorit, sedangkan batuan beku luarnya disebut dasit. Mineral penyusunnya hampir
mirip dengan diorit atau andesit, tetapi ditambah kuarsa dan alkali felspar, sementara
palgioklasnya secara berangsur berubah ke asam. Apabila alkali felspar dan kuarsanya
semakin bertambah dan palgioklasnya semakin asam maka sebagai batuan beku dalam asam
dinamakan granit, sedang batuan beku luarnya adalah riolit. Di dalam batuan beku asam ini
mineral mafik yang mungkin hadir adalah biotit, muskovit dan kadang-kadang amfibol.
Batuan beku dalam sangat asam, dimana alkali felspar lebih banyak daripada plagioklas
adalah sienit, sedang pegmatit hanyalah tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Batuan beku
yang tersusun oleh gelas saja disebut obsidian, dan apabila berstruktur perlapisan disebut
perlit.
Nama-nama batuan beku tersebut di atas sering ditambah dengan aspek tekstur, struktur dan
atau komposisi mineral yang sangat menonjol. Sebagai contoh, andesit porfir, basal vesikuler
dan andesit piroksen. Penambahan nama komposisi mineral tersebut umumnya diberikan
apabila persentase kehadirannya paling sedikit 10 %. Perkiraan persentase kehadiran mineral
pembentuk batuan (Tabel 3.4) dan tabel klasifikasi batuan beku (Tabel 3.5) dapat membantu
memberikan nama terhadap batuan beku.
Tabel 3.4 Diagram persentase untuk perkiraan komposisi berdasarkan volume.

Tabel 3.5 Klasifikasi batuan beku (ODunn & Sill, 1986)

BATUAN PIROKLASTIKA (PYROCLASTIC ROCKS)


Batuan piroklastika adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi, sehingga
merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan magma yang dilontarkan
dari dalam bumi ke permukaan. Itulah sebabnya dinamakan sebagai piroklastika, yang
berasal dari kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu
membara, berpendar atau berapi), dan clast artinya fragmen, pecahan atau klastika. Dengan
demikian, pada prinsipnya batuan piroklastika adalah batuan beku luar yang bertekstur
klastika. Hanya saja pada proses pengendapan, batuan piroklastika ini mengikuti hukumhukum di dalam proses pembentukan batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air
dan membentuk struktur-struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan
batuannya seperti batuan sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak selalu
mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari suatu
letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastika), atau sudah mengalami pengerjaan
kembali (reworking) sehingga secara genetik dimasukkan sebagai endapan sekunder
piroklastika atau endapan epiklastika. Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan
lepas (endapan) dan setelah menjadi batuan piroklastika, penamaannya seperti pada Tabel
3.6.
Bom gunungapi adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai struktur-struktur
pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan membeku secara cepat di udara
atau air dan di permukaan bumi. Salah satu struktur yang sangat khas adalah struktur kerak
roti (bread crust structure). Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi hal

ini sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan. Semakin encer magma
yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan,
sehingga bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam
material magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom
gunungapi juga terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada
permukaannya. Bom gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya
ringan disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna putih terang atau
kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat sampai hitam. Batuapung
umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu gunungapi dengan magma
berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif kental. Bom gunungapi yang juga
berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat serat kaca, bentuk lubang melingkar,
elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom gunungapi jenis ini warnanya
merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batuapung dan dihasilkan oleh
letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunungapi berwarna
hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus, pecahan
konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian. Blok atau bongkah gunungapi dapat
merupakan bom gunungapi yang bentuknya meruncing, permukaan halus gelasan sampai
hipokristalin dan tidak terlihat adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok
dapat merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di
permukaan tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma
secara langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile).
Blok juga dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk
lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar
pada saat letusan (bahan aksidental).
Tabel 3.6 Klasifikasi batuan piroklastika.

Ukuran butir

Nama butiran (klastika)

Nama batuan

> 64 mm

Bom gunungapi

Aglomerat

Blok/bongkah gunungapi

Breksi piroklastika

2 64 mm

Lapili

Batulapili

1 2 mm

Abu gunungapi kasar (pasir kasar)

Tuf kasar

< 1 mm

Abu gunungapi halus

Tuf halus

Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuf dapat dibagi menjadi tuf gelas, tuf kristal dan tuf
litik, apabila komponen yang dominan masing-masing berupa gelas/kaca, kristal dan fragmen
batuan. Tuf juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuf andesit, tuf dasit dan tuf riolit, sesuai
klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen batuapung atau skoria

dapat juga disebut tuf batuapung atau tuf skoria. Demikian pula untuk aglomerat batuapung,
aglomerat skoria, breksi batuapung, breksi skoria, batulapili batuapung dan batulapili skoria.
PETROGENESA BATUAN BEKU
Petrogenesa adalah bagian dari petrologi yang menjelaskan seluruh aspek terbentuknya
batuan mulai dari asal-usul atau sumber, proses primer terbentuknya batuan hingga
perubahan-perubahan (proses sekunder) pada batuan tersebut. Untuk batuan beku, sebagai
sumbernya adalah magma. Proses primer menjelaskan rangkaian atau urutan kejadian dari
pembentukan berbagai jenis magma sampai dengan terbentuknya berbagai macam batuan
beku, termasuk lokasi pembekuannya. Setelah batuan beku itu terbentuk, batuan itu kemudian
terkena proses sekunder, antara lain berupa oksidasi, pelapukan, ubahan hidrotermal,
penggantian mineral (replacement), dan malihan, sehingga sifat fisik maupun kimiawinya
dapat berubah total dari batuan semula atau primernya.
Berhubung proses petrogenetik tersebut sebagian besar berlangsung lama (dalam ukuran
waktu geologi), dan umumnya terjadi di bawah permukaan bumi, sehingga tidak dapat
diamati langsung, maka analisis atau penjelasannya bersifat interpretatif. Pembuktian
mungkin dapat ditunjukkan berdasar hasil-hasil eksperimen di laboratorium, sekalipun hanya
pada batas-batas tertentu. Analisis interpretatif tersebut tetap didasarkan pada data obyektif
atau deskriptif hasil pemerian yang meliputi warna, tekstur, struktur, komposisi mineral dan
kenampakan khusus lainnya. Dengan demikian studi petrogenesa pada prinsipnya untuk
mencari jawaban atau penjelasan terhadap pertanyaan Mengapa (Why) dan Bagaimana
(How) terhadap data pemerian batuan. Misalnya, mengapa batuan beku luar bertekstur
gelasan dan berstruktur vesikuler, sedang batuan beku dalam bertekstur kristalin dan
berstruktur masif. Mengapa basal berwarna gelap sedang pegmatit berwarna cerah ?
Bagaimana kejadiannya olivin dapat muncul bersama kuarsa dan biotit di dalam satu batuan ?
Bagaimana terbentuknya andesit dari basal dan riolit ?

La Douleur Est Temporaire, La Victoire Est Toujours

BATUAN SEDIMEN

Pengertian
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa
bahan lepas. Hutton (1875; dalam Sanders, 1981) menyatakan Sedimentary rocks are rocks
which are formed by the turning to stone of sediments and that sediments, in turn, are
formed by the breakdown of yet-older rocks. ODunn & Sill (1986) menyebutkan
sedimentary rocks are formed by the consolidation of sediment : loose materials delivered to
depositional sites by water, wind, glaciers, and landslides. They may also be created by the
precipitation of CaCO3, silica, salts, and other materials from solution (Batuan sedimen
adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material lepas, yang
terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah
atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium
karbonat, silika, garam dan material lain. Menurut Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan
bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi.
Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif
tipis.
Klasifikasi Umum

Pettijohn (1975), ODunn & Sill (1986) membagi batuan sedimen berdasar teksturnya
menjadi dua kelompok besar, yaitu batuan sedimen klastika dan batuan sedimen non-klastika.
Batuan sedimen klastika (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan sedimen yang
terbentuk sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking) terhadap batuan yang sudah ada.
Proses pengerjaan kembali itu meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan kemudian
redeposisi (pengendapan kembali). Sebagai media proses tersebut adalah air, angin, es atau
efek gravitasi (beratnya sendiri). Media yang terakhir itu sebagai akibat longsoran batuan
yang telah ada. Kelompok batuan ini bersifat fragmental, atau terdiri dari butiran/pecahan
batuan (klastika) sehingga bertekstur klastika.
Batuan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil
penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses
pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan
kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil
reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 CaCO3. Secara organik adalah pembentukan sedimen
oleh aktivitas binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang
laut (karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai
akibat penurunan daratan menjadi laut.
Sanders (1981) dan Tucker (1991), membagi batuan sedimen menjadi :
1. Batuan sedimen detritus (klastika)
2. Batuan sedimen kimia

3. Batuan sedimen organik, dan


4. Batuan sedimen klastika gunungapi.
Batuan sedimen jenis ke empat itu adalah batuan sedimen bertekstur klastika dengan bahan
penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi.
Graha (1987) membagi batuan sedimen menjadi 4 kelompok juga, yaitu :
1. Batuan sedimen detritus (klastika/mekanis)
2. Batuan sedimen batubara (organik/tumbuh-tumbuhan)
3. Batuan sedimen silika, dan
4. Batuan sedimen karbonat
Batuan sedimen jenis kedua pada umumnya bertekstur non-klastika. Tetapi batuan sedimen
jenis ketiga dan keempat dapat merupakan batuan sedimen klastika ataupun batuan sedimen
non-klastika.
Berdasar komposisi penyusun utamanya, batuan sedimen klastika (bertekstur klastika) dapat
dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Batuan sedimen silisiklastika, adalah batuan sedimen klastika dengan mineral penyusun
utamanya adalah kuarsa dan felspar.
2. Batuan sedimen klastika gunungapi adalah batuan sedimen dengan material penyusun
utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi (kaca, kristal dan atau litik), dan
3. Batuan sedimen klastika karbonat, atau batugamping klastika adalah batuan sedimen
klastika dengan mineral penyusun utamanya adalah material karbonat (kalsit).
Warna Batuan Sedimen
Pada umumnya, batuan sedimen berwarna terang atau cerah, putih, kuning atau abu-abu
terang. Namun demikian, ada pula yang berwarna gelap, abu-abu gelap sampai hitam, serta
merah dan coklat. Dengan demikian warna batuan sedimen sangat bervariasi, terutama sangat
tergantung pada komposisi bahan penyusunnya.
Kekompakan
Proses pemadatan dan pengompakan, dari bahan lepas (endapan) hingga menjadi batuan
sedimen disebut diagenesa. Proses diagenesa itu dapat terjadi pada suhu dan tekanan
atmosferik sampai dengan suhu 300 oC dan tekanan 1 2 kilobar, berlangsung mulai sedimen

mengalami penguburan, hingga terangkat dan tersingkap kembali di permukaan. Berdasarkan


hal tersebut, ada 3 macam diagenesa, yaitu :
1. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di bawah muka air.
2. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen mengalami penguburan
semakin dalam.
3. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat batuan sedimen tersingkap kembali di
permukaan oleh karena pengangkatan dan erosi.
Dengan adanya berbagai macam diagenesa maka derajat kekompakan batuan sedimen juga
sangat bervariasi, yakni :
1. Bahan lepas (loose materials, masih berupa endapan atau sedimen)
2. Padu (indurated), pada tingkat ini konsolidasi material terjadi pada kondisi kering, tetapi
akan terurai bila dimasukkan ke dalam air.
3. Agak kompak (padat), pada tingkat ini masih ada butiran/fragmen yang dapat dilepas
dengan tangan atau kuku.
4. Kompak (keras), butiran tidak dapat dilepas dengan tangan/kuku.
5. Sangat kompak (sangat keras, biasanya sudah mengalami rekristalisasi).
Tekstur
Seperti diuraikan di atas, maka batuan sedimen dapat bertekstur klastika atau non klastika.
Namun demikian apabila batuannya sudah sangat kompak dan telah terjadi rekristalisasi
(pengkristalan kembali), maka batuan sedimen itu bertekstur kristalin. Batuan sedimen
kristalin umum terjadi pada batugamping dan batuan sedimen kaya silika yang sangat
kompak dan keras.
Bentuk Butir
Berdasar perbandingan diameter panjang (long) (l), menengah (intermediate) (i) dan pendek
(short) (s) maka terdapat empat bentuk butir di dalam batuan sedimen, yaitu (Gambar 3.2):
1. Oblate, bila l = i tetapi tidak sama dengan s.
2. Equant, bila l = i = s.
3. Bladed, bila l tidak sama dengan i tidak sama dengan s.
4. Prolate, bila i = s, tetapi tidak sama dengan l.

Apabila bentuk-bentuk teratur tersebut tidak dapat diamati, maka cukup disebutkan
bentuknya tidak teratur. Pada kenyataannya, bentuk butir yang dapat diamati secara
megaskopik adalah yang berukuran paling kecil granule (kerikil, f 2 mm). Bentuk butir itu
dapat disebutkan seperti halnya pemerian kebundaran di bawah ini.

Gambar 3.2 Empat kelas bentuk butir berdasarkan perbandingan diameter panjang (l),
menengah (i) dan pendek (s) menurut T. Zingg. Kelas A = oblate (tabular atau bentuk disk); B
= equant (kubus atau bulat); C = bladed dan D = prolate (bentuk rod). Masing-masing kelas
bentuknya digambarkan seperti terlihat pada gambar 3.3.
Kebundaran

Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka Pettijohn, dkk., (1987)
membagi kategori kebundaran menjadi enam tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan
rendah dan tinggi (Gambar 3.3). Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:
1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
2. Meruncing (menyudut) (angular)
3. Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
4. Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
5. Membundar (membulat (rounded), dan
6. Sangat membundar (membulat) (well-rounded).

Gambar 3.3 kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).
Tekstur Permukaan
1. Kasar, bila pada permukaan butir terlihat meruncing dan terasa tajam. Tekstur permukaan
kasar biasanya dijumpai pada butir dengan tingkat kebundaran sangat meruncing-meruncing.
2. Sedang, jika permukaan butirnya agak meruncing sampai agak rata. Tekstur ini terdapat
pada butir dengan tingkat kebundaran meruncing tanggung hingga membulat tanggung.
3. Halus, bila pada permukaan butir sudah halus dan rata. Hal ini mencerminkan proses
abrasi permukaan butir yang sudah lanjut pada saat mengalami transportasi. Dengan
demikian butiran sedimen yang mempunyai tekstur permukaan halus terjadi pada kebundaran
membulat sampai sangat membulat.

Gambar 3.3, sekalipun hal itu dinyatakan sebagai katagori kebundaran, tingkatan ini
nampaknya lebih didasarkan pada tekstur permukaan daripada butir.
Ukuran Butir
Ukuran butir batuan sedimen klastika umumnya mengikuti Skala Wentworth (1922, dalam
Boggs, 1992) seperti tersebut pada Tabel 3.7.
Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara megaskopik. Ukuran butir
lanau dapat diketahui jika material itu diraba dengan tangan masih terasa ada butir seperti
pasir tetapi sangat halus. Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus dan lembut di
tangan, tidak terasa ada gesekan butiran seperti pada lanau, dan bila diberi air akan terasa
sangat licin.
Tabel 3.7 Skala ukuran butir sedimen (disederhanakan).
Ukuran butir (mm)

Nama Butiran

Nama batuan

> 256

Boulder / block (bongkah)

Breksi

64 256

Cobble (kerakal)

(bentuk / kebundaran butiran


meruncing)

4 64

Pebble

Konglomerat

24

Granule (kerikil)

(bentuk / kebundaran butiran


membulat)

1/16 2

Sand (pasir)

Batupasir

1/16 1/256

Silt (lanau)

Batulanau

< 1/256

Clay (lempung)

Batulempung

Kemas atau Fabrik


1. Kemas tertutup, bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen saling bersentuhan atau
bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain (grain/clast supported). Apabila ukuran butir
fragmen ada dua macam (besar dan kecil), maka disebut bimodal clast supported. Tetapi bila
ukuran butir fragmen ada tiga macam atau lebih maka disebut polymodal clast supported.
2. Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di antaranya
terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix supported).

Gambar 3.4 memperlihatkan kemas di dalam batuan sedimen, meliputi bentuk pengepakan
(packing), hubungan antar butir/fragmen (contacts), orientasi butir atau arah-arah memanjang
(penjajaran) butir, dan hubungan antara butir fragmen dan matriks.

Gambar 3.4 Batuan sedimen berkemas butir: paking, kontak dan orientasi butir serta
hubungan antara butir matrik.
Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, artinya bila
semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka pemilahan semakin baik.
1. Pemilahan baik, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen tersebut seragam. Hal ini
biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas tertutup.
2. Pemilahan sedang, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen terdapat yang seragam
maupun yang tidak seragam.

3. Pemilahan buruk, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat beragam, dari halus
hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat pada batuan sedimen dengan kemas terbuka.

Gambar 3.5 Pemilahan ukuran butir di dalam batuan sedimen.


Porositas (Kesarangan)
Porositas adalah tingkatan banyaknya lubang (porous) rongga atau pori-pori di dalam batuan.
Batuan dikatakan mempunyai porositas tinggi apabila pada batuan itu banyak dijumpai
lubang (vesicles) atau pori-pori. Sebaliknya, batuan dikatakan mempunyai porositas rendah
apabila kenampakannya kompak, padat atau tersemen dengan baik sehingga sedikit sekali
atau bahkan tidak mempunyai pori-pori.
Permeabilitas (Kelulusan)
Permeabilitas adalah tingkatan kemampuan batuan meluluskan air (zat cair).
1. Permeable (lulus air), jika batuan tersebut dapat meluluskan air, yaitu :
a. Bahan lepas, atau terkompakkan lemah, biasanya berbutir pasir atau lebih kasar.
b. Batuan dengan porositas tinggi, lubang-lubangnya saling berhubungan.

c. Batuan mempunyai pemilahan baik, kemas tertutup, dan ukuran butir pasir atau lebih kasar.
d. Batuan yang pecah-pecah atau mempunyai banyak retakan / rekahan.
2. Impermeable (tidak lulus air), jika batuan itu tidak mampu meluluskan air, yaitu :
a. Batuan berporositas tinggi, tetapi lubang-lubangnya tidak saling berhubungan.
b. Batuan mempunyai pemilahan buruk, kemas terbuka, ukuran butir lanau lempung.
Material lanau dan lempung itu yang menutup pori-pori antar butir.
c. Batuan bertekstur non klastika atau kristalin, masif, kompak dan tidak ada rekahan.
Secara praktis megaskopis, suatu batuan mempunyai tingkat kelulusan tinggi apabila di
permukaannya diteteskan air maka air itu segera habis meresap ke dalam batuan. Sebaliknya,
batuan mempunyai kelulusan rendah atau bahkan tidak lulus air bila di permukaannya
diteteskan air maka air itu tidak segera meresap ke dalam batuan atau tetap di permukaan
batuan.
Struktur Sedimen
1. Struktur di dalam batuan (features within strata) :
a. Struktur perlapisan (planar atau stratifikasi). Jika tebal perlapisan < 1 cm disebut struktur
laminasi.
b. Struktur perlapisan silang-siur (cross bedding / cross lamination).
c. Struktur perlapisan pilihan (graded bedding)
Normal, jika butiran besar di bawah dan ke atas semakin halus.
Terbalik (inverse), jika butiran halus di bawah dan ke atas semakin kasar.
2. Struktur permukaan (surface features) :
a. Ripples (gelembur gelombang atau current ripple marks)
b. Cetakan kaki binatang (footprints of various walking animals)
c. Cetakan jejak binatang melata (tracks and trails of crowling animals)
d. Rekahan lumpur (mud cracks, polygonal cracks)
e. Gumuk pasir (dunes, antidunes)

3. Struktur erosi (erosional sedimentary structures)


a. Alur/galur (flute marks, groove marks,linear ridges)
b. Impact marks (bekas tertimpa butiran fragmen batuan atau fosil)
c. Saluran dan cekungan gerusan (channels and scours)
d. Cekungan gerusan dan pengisian (scours & fills)
Pettijohn (1975) membagi struktur sedimen menjadi 2 kelompok besar, yaitu struktur
inorganik (anorganik) (Gambar 3.6) dan struktur organik (Gambar 3.7). Struktur anorganik di
bagi lagi menjadi struktur primer (mekanis) dan struktur sekunder (kimiawi) (Tabel 3.8).
Kompaksi
Batuan sedimen klastika berbutir kasar (rudites, f > 2 mm) biasanya terdiri dari fragmen dan
matriks. Fragmen adalah klastika butiran lebih besar yang tertanam di dalam butiran yang
lebih kecil atau matriks. Matriks mungkin berbutir lempung sampai dengan pasir, atau
bahkan granule. Sedangkan fragmen berbutir pebble sampai boulder. Mineral utama
penyusun batuan silisiklastika adalah mineral silika (kuarsa, opal dan kalsedon), felspar serta
mineral lempung. Sebagai mineral tambahan adalah mineral berat (turmalin, zirkon), mineral
karbonat, klorit, dan mika. Untuk batuan klastika gunungapi biasanya ditemukan gelas atau
kaca gunungapi. Selain mineral, maka di dalam batuan sedimen juga dijumpai fragmen
batuan, serta fosil binatang dan fosil tumbuh-tumbuhan.
Batuan karbonat (klastika dan non klastika) tersusun oleh mineral kalsit, cangkang fosil dan
kadang-kadang dolomit. Batuan evaporit (non klastika hasil penguapan), utamanya tersusun
oleh mineral gipsum (CaSO4.2H2O), anhidrit (CaSO4) dan halit (NaCl). Batuan sedimen
ironstone tersusun oleh mineral oksida besi (hematit, magnetit, limonit, glaukonit dan
pirit). Batuan sedimen posfat tersusun oleh mineral apatit. Batubara tersusun oleh mineral
carbon. Batuan sedimen silika (chert atau opal)tersusun oleh kuarsa dan kalsedon.
Fragmen dan matriks di dalam batuan sedimen lebih menyatu karena adanya bahan semen.
Bahan penyemen butiran fragmen dan matriks tersebut adalah material karbonat, oksida besi,
dan silika. Semen karbonat dicirikan oleh bereaksinya dengan cairan HCl. Semen oksida besi,
selain tidak bereaksi dengan HCl secara khas berwarna coklat, Semen silika umumnya tidak
berwarna, tidak bereaksi dengan HCl dan batuan yang terbentuk sangat keras. Semen itu
tidak selalu dapat diamati secara megaskopik

A
.

B
.

E.

F
G

H
I

Gambar 3.6 Berbagai macam struktur sedimen. A. Current dan Graded; B. Daur Bouma; C.
Konvolut dan Dike Batupasir; D. Konkresi dan Nodule; E. Mudcracks; F. Striation dan
Groove casts; G dan K. Ripple bedding; H. Flute casts; I. Liniasi dan Furrow; J. Cone-incone dan Kristal pasir.

Gambar 3.7 Beberapa perbedaan jejak fosil yang menunjukkan fasies sedimentasi.
Tabel 3.8 Klasifikasi struktur sedimen (Pettijohn, 1975).
INORGANIC STRUCTURE

ORGANIC STRUCTURE

MECHANICAL (PRIMARY)

CHEMICAL (SECONDARY)

A. Beddding : geometry

A. Solution structures

A. Petrifactions

1. Laminations

1. Stylolites

2. Wavy bedding

2. Corrosion zone
3. Vugs, oolicasts etc.

B. Bedding internal structures

B. Accretionary
structures

1. Cross-bedding

B. Bedding (weedia
and other
stromatolites)

1. Nodules
2. Ripple-bedding
2. Concretions
3. Graded bedding
4. Growth bedding

3. Crystal aggregates
(sperulites & osettes)
4. Veinlets
5. Color banding

C. Bedding-plane marking (on surface)

C. Composite structures C. Miscellaneous

1. Scour or current marks (flutes)

1. Geodes

1. Borings

2. Tool marks (grooves etc.)

2. Septaria

2. Tracks and trails

3. Cone-in-cone

3. Casts and molds


4. Fecal pellets and
coprolites

D. Bedding-plane marking (on surface)


1. Wave and swash marks
2. Pits and prints (rain etc.)
3. Parting lineation
E. Deformed bedding
1. Load and founder structures
2. Synsedimentary folds and breccias

3. Sandstone dikes and sills


Penamaan Batuan
Penaman batuan sedimen secara deskriptif, tergantung pada data pemerian (data deskriptif)
yang meliputi warna, tekstur, struktur dan komposisi. Pembagian batuan sedimen
silisiklastika umumnya berdasar ukuran butir, ditambah dengan bentuk butir, struktur dan
komposisi (Tabel 3.9), yaitu :
1. Rudit (f > 2 mm), termasuk breksi (fragmen meruncing), konglomerat (fragmen
membulat). Apabila komposisi fragmen batuan secara megaskopik dapat diamati, maka
penamaaan tambahan dapat diberikan berdasarkan komposisi utama fragmen batuan tersebut.
Misalnya breksi andesit, breksi batuapung, konglomerat kuarsa.
2. Arenit, adalah batuan sedimen berbutir pasir (batupasir). Penamaan batupasir ini dapat
ditambahkan berdasar kenampakan struktur sedimen (contoh batupasir berlapis, batupasir
silangsiur), atau komposisi penyusun utamanya, misal batupasir kuarsa.
3. Lutit, terdiri dari batulempung, batulanau, dan serpih. Batulempung berbutir lempung,
batulanau tersusun oleh mineral/fragmen batuan berbutir lanau. Serpih adalah batulempung
atau batulanau berstruktur laminasi.
Tabel 3.9 Penamaan batuan sedimen klastika secara megaskopis (Huang, 1965).
Tekstur/Struktur
Rudit
(2 256 mm)

Komposisi
mineral/fragmen

Nama batuan

Komposisi sejenis atau Konglomerat


campuran, terutama
dengan rijang, kuarsa,
granit, kuarsit,
batugamping dll.

Breksi

Fragmen umumnya
runcing, dan menyudut

Fanglomerat

Kipas aluvial yang


mengalami pembatuan

Pecahan batuan
Tillit
bercapur dengan semen

Umumnya tidak
terpisah. Fragmen
batuan terdapat bekas
goresan

Ciri-ciri khas
Fragmen umumnya
bulat atau agak
membulat

Arenit
(1/16 2 mm)

Terutama kuarsa 25%, Arenit atau


felspar kalium atau
batupasir kuarsa
plagioklas 10-25%.

Pemilahan baik dan


bersih

Pecahan batuan: basal,


riolit, batusabak dll.
Mineral mika, serisit,
klorit, bijih besi.
Arkose

Pemilahan jelek, warna


abu-abu kemerahan

Batupasir felspatik

Lebih dewasa dari


arkose antara
graywacke dan arenit

Graywacke
subgraywacke
Lutit
(1/16 1/256 mm)

Serpih
Batulumpur
Batulempung

Umumnya mineral
Batulanau
lempung, kuarsa, opal,
kalsedon, klorit dan
bijih besi.

Antara batupasir dan


serpih

Mudah membelah,
tidak plastis, bila
dipanasi menjadi
plastis

Untuk batuan karbonat bertekstur klastika :


1. Kalsirudit, adalah breksi atau konglomerat dengan fragmen batugamping.
2. Kalkarenit, adalah batupasir yang tersusun oleh mineral karbonat.
3. Kalsilutit, adalah batugamping klastis berbutir halus (lanau lempung).
Untuk batugamping bertekstur non klastika, cukup diberi nama batugamping non klastika.
Apabila di dalam batugamping banyak mengandung fosil maka dapat disebut batugamping
berfosil. Sedangkan batuan karbonat yang sudah tersusun oleh kristal kalsit atau dolomit
disebut batugamping kristalin. Napal adalah terminologi untuk batuan sedimen berbutir
lanau dan lempung, tersusun oleh bahan silisiklastika dan karbonat (Tabel 3.10 dan Tabel
3.11).

Untuk batuan klastika gunungapi, tata namanya mengikuti batuan piroklastika yang telah
dijelaskan pada acara analisis batuan beku, yaitu terdiri dari tuf (halus dan kasar), batulapili,
breksi gunungapi dan aglomerat (Gambar 3.8). Dalam beberapa hal, secara megaskopik,
warna yang sangat khas dapat ditambahkan untuk penamaan batuan, contoh tuf hijau,
batupasir merah, batulempung hitam dsb.
Tabel 3.10 Penamaan batuan sedimen non klastika secara megaskopis (Huang, 1965).
Tekstur/Struktur

Komposisi
mineral/fragmen

Nama batuan

Ciri-ciri khas

Rapat, afanitik, berbutir Terutama kalsit


kasar, kristalin, porus,
oolit dan mosaik

Batugamping

Breaksi dengan HCl,


mengandung organik,
bioklastika,

Terutama dolomit

Dolomit

Tidak segera bereaksi


dengan HCl, jarang
mengandung fosil,
berbutir sedang

Berbutir halus

Kristal halus dengan


mikroorganisme

Kapur

Karbonat dan lempung

Napal

Abu-abu terang, rapuh,


pecahan konkoidal

Rapat dan berlapis

Campuran silika, opal


dan kalsedon dll.

Rijang

Terutama gips

Gips

Evaporit, tidak sendiri


melainkan berasosiasi
dengan mineral/batuan
lain.

Anhidrit
Terutama malit

Putih abu-abu terang,


sangat rapuh,
mengandung fosil

Warna beragam, keras,


kilap non logam,
konkoidal

Dijumpai kristal yang


mengelompok
Masif atau berlapis

Mineral fosfat dan


fragmen tulang

Fosforit

Diperlukan penentuan
kadar P2O3

Amorf, berlapis, tebal

Humus, tumbuhan

Batubara, lignit

Warna coklat, pecahan

prismatik
Genesis
Berdasar data pemerian batuan sedimen tersebut di atas, maka secara genesa dapat
diinterpretasikan mengenai :
1. Asal-usul atau sumber batuan sedimen (provenance)
2. Energi pengangkut (angin, air, es, longsoran, letusan gunungapi atau kombinasi di
antaranya), jaraknya dengan sumber dan proses transportasinya.
3. Lingkungan pengendapan, di darat kering, darat berair tawar (danau, sungai), di pantai atau
di laut (dangkal atau dalam).
4. Diagenesa dan lain-lain.
Tabel 3.11 Sifat sifat batuan sedimen yang harus dilakukan pemerian.
Nama Batuan Campuran/
semen/matrix

Fragmen/mineral
pembentuk x)

Warna Besar Pemilahan Bentuk


Miner
Kema
butir
butir
s
sediki

Breksi

Konglomerat

Tufa

Batupasir

Batulanau

Serpih
Lempung

Lempung

Napal

Gamping

Dolomit

Batubara

Rijang

Anhidrit

Fosfat, dll

X = Sifat yang dimiliki


- = Sifat yang tidak dimiliki
x) Termasuk jenis mineral lempung

BATUAN METAMORF

ANALISIS BATUAN METAMORF


Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan
metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat
adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC <
T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf.
Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km 20
km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah
mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi
fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Prosesproses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan
kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang
dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan
yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam
tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan
temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu,
yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan
metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat.
Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut
adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara
mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara
diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimensedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam
batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi
kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga,
eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada
temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200C 350C yang tergantung pada pH dan
kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang
dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit,
paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah
kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150C atau dikehendaki lebih
tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di
sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari
tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650C 800C menutup
sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian
dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan
tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1)
metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat
tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak
kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah
tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur
malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah


medium dan tingkat tinggi (ODunn dan Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan
pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1)
Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/
kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional,
terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau
sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 3 km (Gambar
3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi
dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional
terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa
(Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).
Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas
pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang
tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan
pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf
mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan
hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya
jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran
dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut
disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda
tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa)
berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti:
feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut
disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar
(umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan
skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan
pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini
mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah
termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran
mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit
(Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik
yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur

skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak.
Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk
asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf, membuatnya
sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari
proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus
seperti kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.
Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton,
1985).

Struktur Batuan Metamorf


Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan
oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non
foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit,
felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah
mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.

c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya


sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya
sudah mulai agak kasar.

Struktur Non Foliasi


a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan
asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral
yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang
berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah
mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa
yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar
dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran
beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus atau
fibrous.

Tekstur Batuan Metamorf


Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti
kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi
kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih
mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut
dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin
membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat
dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian

mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam


hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan
kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan
poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat
daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang
menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mulamula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau
poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari
kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulankumpulan ini disebut augen (German untuk mata), dan umumnya hasil dari kataklastik
(penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik.
Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi
atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan
akhiran kata blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada
Gambar 3.13.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya
disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan
berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik
yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk
anhedral.

Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa
diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.

b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama
dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lempung.

Komposisi Batuan Metamorf


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya
sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain
yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik,
hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineralmineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf
dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress
adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik
dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit,
hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit.
Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya
berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).


A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik
berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast
euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose
dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan
aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto
milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.

Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut.
Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku
dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur
dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang
menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu
atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai
komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi
mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai
batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan
temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang
ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin
dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang
mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme
berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan
penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini
dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan
permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala
memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya.
Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita
menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk
skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaranlembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat
khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme

tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran
sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik
dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa
dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung
feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan
batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam
kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah
gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan
beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, seperti:
Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur
granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi
utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara
umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol
(biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa
plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit
mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat.
Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit
garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya
lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang
equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin
ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau
aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau
ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai
skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok
serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat
seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan
penutup (country rock) pada kontak batuan beku.

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

PENGERTIAN UMUM BATUAN SEDIMEN


DAN KLASIFIKASINYA
2 April 2012 Prihatin Tri Setyobudi Tinggalkan komentar Go to comments
PENGERTIAN UMUM BATUAN SEDIMEN DAN KLASIFIKASINYA
A. Batuan Sedimen di Bumi
Volume batuan sedimen dan termasuk batuan metasedimen hanya mengandung 5% yang
diketahui di litosfera dengan ketebalan 10 mil di luar tepian benua, dimana batuan beku
metabeku mengandung 95%. Sementara itu, kenampakan di permukaan bumi, batuan-batuan
sedimen menempati luas bumi sebesar 75%, sedangkan singkapa dari batuan beku sebesar
25% saja. Batuan sedimen dimulai dari lapisan yang tipis sekali sampai yang tebal sekali.
Ketebalan batuan sedimen antara 0 sampai 13 kilometer, hanya 2,2 kilometer ketebalan yang
tersingkap dibagian benua. Bentuk yang besar lainnya tidak terlihat, setiap singkapan
memiliki ketebalan yang berbeda dan singkapan umum yang terlihat ketebalannya hanya 1,8
kilometer. Di dasar lautan dipenuhim oleh sedimen dari pantai ke pantai. Ketebalan dari
lapisan itu selalu tidak pasti karena setiap saat selalu bertambah ketebalannya. Ketebalan
yang dimiliki bervariasi dari yang lebih tipis darim0,2 kilometer sampai lebih dari 3
kilometer, sedangkan ketebalan rata-rata sekitar 1 kilometer (Endarto, 2005 ).
Total volume dan massa dari batuan-batuan sedimen di bumi memiliki perkiraan yang
berbeda-beda, termasuk juga jalan untuk mengetahui jumlah yang tepat. Beberapa ahli dalam
bidangnya telah mencoba untuk mengetahui ketebalan rata-rata dari lapisan batuan sedimen
di seluruh muka bumi. Clarke (1924) pertama sekali memperkirakan ketebalan sedimen di
paparan benua adalah 0,5 kilometer. Di dalam cekungan yang dalam, ketebalan ini lebih
tinggi, lapisan tersebut selalu bertambah ketebalannya dari hasil alterasi dari batuan beku,
oksidasi, karonasi dan hidrasi. Ketebalan tersebut akan bertambah dari hasil rombakan di
benua sehinngga ketebalan akan mencapai 2.200 meter. Volume batuan sedimen hasil
perhitungan dari Clarke adalah 3,7 x 108 kilometer kubik (Clarke ,1924).
B. Pengertian Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan
batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di
endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan
( Pettijohn, 1975 ).
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan antara
beberapa centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran butirnya dari sangat halus
sampai sangat kasar dan beberapa proses yang penting lagi yang termasuk kedalam batuan

sedimen. Disbanding dengan batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil
dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak
bumi. Dari jumlah 5% ini,batu lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kirakira 80% ( Pettijohn, 1975 )..
Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat dibedakan menjadi 2
macam :
1. Batuan Sedimen Klastik; Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari hancuran
batuan lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang selanjutnya mengalami diagenesa.
2. Batuan Sedimen Non Klastik; Yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami proses
transportasi. Pembentukannya adalah kimiawi dan organis.
Sifat sifat utama batuan sedimen :
1. Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan adanya proses
sedimentasi.
2. Sifat klastik yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas, terutama pada
golongan detritus.
3. Sifat jejak adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil).
4. Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya : gypsum, kalsit, dolomite dan
rijing.
C. Penggolongan Dan Penamaan Batuan Sedimen
Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah dikemukakan oleh para ahli,
baik berdasarkan genetis maupun deskriptif. Secara genetik disimpulkan dua golongan
( Pettijohn, 1975 ).
C.1. Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal.
Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan sedimen itu sendiri. ( Pettjohn, 1975).
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua golongan besar dan
pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara terbentuknya batuan tersebut
berdasarkan proses pengendapan baik yang terbentuk dilingkungan darat maupun
dilingkungan laut. Batuan yang ukurannya besar seperti breksi dapat terjadi pengendapan
langsung dari ledakan gunungapi dan di endapkan disekitar gunung tersebut dan dapat juga
diendapkan dilingkungan sungai dan batuan batupasir bisa terjadi dilingkungan laut, sungai
dan danau. Semua batuan diatas tersebut termasuk ke dalam golongan detritus kasar.
Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari batuan lanau, serpih dan batua lempung
dan napal. Batuan yang termasuk golongan ini pada umumnya di endapkan di lingkungan laut
dari laut dangkal sampai laut dalam ( Pettjohn, 1975)..

Fragmentasi batuan asal tersebut dimulaiu darin pelapukan mekanis maupun secara kimiawi,
kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan ( Pettjohn, 1975 ).
Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa yakni, proses proses-proses
yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah
litifikasi. Hal ini merupakan proses yang mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras
( Pettjohn, 1975).
Proses diagenesa antara lain :
1. Kompaksi Sedimen
Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat tekanan dari berat beban di
atasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan antar butir yang satu dengan yang
lain menjadi rapat.
2. Sementasi
Yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan secara kimiawi mengikat
butir-butir sedimen dengan yang lain. Sementasi makin efektif bila derajat kelurusan larutan
pada ruang butir makin besar.
3. Rekristalisasi
Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang berasal dari
pelarutan material sedimen selama diagenesa atu sebelumnya. Rekristalisasi sangat umum
terjadi pada pembentukan batuan karbonat.
4. Autigenesis
Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga adanya mineral tersebut
merupakan partikel baru dlam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui
sebagai berikut : karbonat, silica, klorita, gypsum dll.
5. Metasomatisme
Yaitu pergantian material sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa pengurangan
volume asal.
C.2. Batuan Sedimen Non Klastik
Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari kegiatan organisme.
Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik (Pettjohn,
1975).

Gambar Klasifikasi Batuan Sedimen Berdasarkan Koesoemadinata (1981)

Menurut R.P. Koesoemadinata, 1981 batuan sedimen dibedakan menjadi enam golongan
yaitu :
1.Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam golongan ini antara
lain adalah breksi, konglomerat dan batupasir. Lingkungan tempat pengendapan batuan ini di
lingkungan sungai dan danau atau laut.
2. Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai
laut dalam. Yang termasuk ked ala golongan ini adalah batu lanau, serpih, batu lempung dan
Nepal.
3. Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae dan foraminifera.
Atau oleh proses pengendapan yang merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk lebih
dahulu dan di endpkan disuatu tempat. Proses pertama biasa terjadi di lingkungan laut litoras
sampai neritik, sedangkan proses kedua di endapkan pada lingkungan laut neritik sampai
bahtial. Jenis batuan karbonat ini banyak sekali macamnya tergantung pada material
penyusunnya.
4. Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik dan kimiawi untuk
lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang (chert), radiolarian dan tanah
diatom. Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali.
5. Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup
pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang tertutup,
sehingga sangat memungkinkan terjadi pengayaan unsure-unsur tertentu. Dan faktor yang
penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu endapan dari larutan
tersebut. Batuan-batuan yang termasuk kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.
6. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Dimana
sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebsl di
atasnya sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya
batubara adalah khusus sekali, ia harus memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau
timbunan itu mati tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.
About these ads

Struktur batuan metamorf ada 2 yaitu foliasi dan non foliasi.


1. Foliasi
Foliasi yaitu penglihatan berlapis atau berlembar pada permukaan batuan akibat orientasi
kesejajaran mineral penyusun batuannya. Foliasi umumnya merupakan hasil metamorfose
regional (pembahasan selanjutnya), jenis ini secara visiula menampakkan kesan seperti
lapisan pada batuan sedimen. Contoh batuannya adalah Slaty, Phyllit, Schistose, Gneissic
2. Non Foliasi
Struktur yang kedua yaitu non Foliasi. Merupakan kenampakan tidak berlapis atau
tidak berlembar pada permukaan batuan. Contoh batuannya adalah kuarsit dan marmer.
Non foliasi terbagi atas Granulose/hornfelsik, merupakan mozaik yang terdiri dari
mineral equidimensional. Umumnya Non Foliasi merupakan hasil metamorfose kontak /
termal

Klasifikasi berdasarkan indeks warna


Menurut ( S.J. Shand, 1943), yaitu:

Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik.

Mesococtik rock, apabila mengandung 30% - 60% mineral mafik.

Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik.

Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku berdasarkan indeks
warnanya sebagai berikut:

Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.

Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.

Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.

Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

Jenis-jenis batuan beku


Batuan beku dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Batuan beku dalam,contohnya : Batu granit, diorit, dan Gabro
2. Batuan beku gang/ tengah,contohnya : Granit porfir
3. Batuan beku luar,contohnya : Batu andesit, obsidian, dan basalt

menggunakan donasi untuk tetap beroperasi, bukan dengan iklan.


[tutup]
Jika Anda melihat ada iklan di Wikipedia, itu bukan dari Wikipedia maupun
Yayasan Wikimedia.

Batuan sedimen
An Inside Look At The Newest And Most
Amazing Cruise Ship In The World (The
Daily Western)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Batu kapur, jenis umum batuan endapan


Batuan endapan atau batuan sedimen adalah salah satu dari tiga kelompok utama batuan
(bersama dengan batuan beku dan batuan metamorfosis) yang terbentuk melalui tiga cara
utama: pelapukan batuan lain (clastic); pengendapan (deposition) karena aktivitas biogenik;
dan pengendapan (precipitation) dari larutan. Jenis batuan umum seperti batu kapur, batu
pasir, dan lempung, termasuk dalam batuan endapan. Batuan endapan meliputi 75% dari
permukaan bumi.
Batuan sedimen (batuan endapan) adalah batuan yang terjadi akibat pengendapan materi hasil
erosi. Sekitar 80% permukaan benua tertutup oleh batuan sedimen. Materi hasil erosi terdiri
atas berbagai jenis partikel yaitu ada yang halus, kasar, berat dan ada juga yang ringan. Cara
pengangkutannya pun bermacam-macam seperti terdorong (traction), terbawa secara
melompat-lompat (saltion), terbawa dalam bentuk suspensi, dan ada pula yang larut
(salution). Klasifikasi lebiih lanjut seperti berikut:

Berdasarkan proses pengendapannya


o batuan sedimen klastik (dari pecahan pecahan batuan sebelumnya)
o batuan sedimen kimiawi (dari proses kimia)
o batuan sedimen organik (pengedapan dari bahan organik)

Berdasarkan tenaga alam yang mengangkut


o batuan sedimen aerik (udara)
o batuan sedimen aquatik (air sungai)

o batuan sedimen marin (laut)


o batuan sedimen glastik (gletser)

Berdasarkan tempat endapannya


o batuan sedimen limnik (rawa)
o batuan sedimen fluvial (sungai)
o batuan sedimen marine (laut)
o batuan sedimen teistrik (darat)

Penamaan batuan sedimen biasanya berdasarkan besar butir penyusun batuan tersebut.
Penamaan tersebut adalah: breksi, konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung.

Breksi adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan
bentuk butitan yang bersudut

Konglomerat adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm
dengan bentuk butiran yang membudar

Batu pasir adalah batuan sedimen dengan ukuran butir antara 2 mm sampai 1/16 mm

Batu lanau adalah batuan sedimen dengan ukuran butir antara 1/16 mm sampai 1/256
mm

Batu lempung adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih kecil dari 1/256 mm

Anda mungkin juga menyukai