BATUAN BEKU
Terminologi
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma.
Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi atau
bagian bawah kerak bumi, bersuhu tinggi (900 1300 oC) serta mempunyai kekentalan
tinggi, bersifat mudah bergerak dan cenderung menuju ke permukaan bumi.
Letak Pembekuan
Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam bumi; sering disebut
batuan beku intrusi. Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan
bumi; sering disebut batuan beku ekstrusi. Batuan beku hipabisal adalah batuan beku intrusi
dekat permukaan, sering disebut batuan beku gang atau batuan beku korok, atau sub volcanic
intrusion.
Warna Batuan Beku
Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih cerah. Warna ini sangat
dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi
percampuran mineral berwarna gelap dengan mineral berwarna terang maka warna batuan
beku dapat hitam berbintik-bintik putih, abu-abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam,
tergantung warna mineral mana yang dominan dan mana yang kurang dominan. Pada batuan
beku tertentu yang banyak mengandung mineral berwarna merah daging maka warnanya
menjadi putih-merah daging.
Tekstur Batuan Beku
Tekstur adalah hubungan antar mineral penyusun batuan. Dengan demikian tekstur
mencakup tingkat visualisasi ukuran butir atau granularitas, tingkat kristalisasi mineral atau
kristalinitas, tingkat keseragaman butir kristal, ukuran butir kristal, dan bentuk kristal.
Tingkat Visualisasi Granularitas
Berdasarkan pengamatan dengan mata telanjang atau memakai loupe, maka tekstur batuan
beku dibagi dua, yaitu tekstur afanitik dan tekstur faneritik.
a. Afanitik adalah kenampakan batuan beku berbutir sangat halus sehingga mineral/kristal
penyusunnya tidak dapat diamati secara mata telanjang atau dengan loupe.
b. Fanerik (faneritik, firik = phyric) adalah apabila di dalam batuan tersebut dapat terlihat
mineral penyusunnya, meliputi bentuk kristal, ukuran butir dan hubungan antar butir (kristal
satu dengan kristal lainnya atau kristal dengan kaca). Singkatnya, batuan beku mempunyai
tekstur fanerik apabila mineral penyusunnya, baik berupa kristal maupun gelas/kaca, dapat
diamati.
Apabila batuan beku mempunyai tekstur afanitik maka pemerian tekstur lebih rinci tidak
dapat diketahui, sehingga harus dihentikan. Sebaliknya apabila batuan beku tersebut
bertekstur fanerik maka pemerian lebih lanjut dapat diteruskan.
Tingkat kristalisasi atau kristalinitas
a. Holokristalin, apabila batuan tersusun semuanya oleh kristal.
b. Holohialin, apabila batuan tersusun seluruhnya oleh gelas atau kaca.
c. Hipokristalin, apabila batuan tersusun sebagian oleh kaca dan sebagian berupa kristal.
Tingkat Keseragaman Butir
a. Equigranular, apabila kristal penyusunnya berukuran butir relatif seragam. Tekstur
sakaroidal adalah tekstur dimana ukuran butirnya seragam seperti gula pasir atau gula putih.
b. Inequigranular, jika ukuran butir kristal penyusunnya tidak sama.
Ukuran butir kristal : < 1 mm berbutir halus
1 5 mm berbutir sedang
5 30 mm berbutir kasar
> 30 mm berbutir sangat kasar
Bentuk Kristal
a. Euhedral, jika kristal berbentuk sempurna/lengkap, dibatasi oleh bidang kristal yang ideal
(tegas, jelas dan teratur). Batuan beku yang hampir semuanya tersusun oleh mineral dengan
bentuk kristal euhedral, disebut bertekstur idiomorfik granular atau panidiomorfik granular.
b. Subhedral, jika kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang tidak begitu jelas,
sebagian teratur dan sebagian tidak. Tekstur batuan beku dengan mineral penyusun umumnya
berbentuk kristal subhedral disebut hipidiomorfik granular atau subidiomorfik granular.
c. Anhedral, kalau kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang tidak teratur. Tekstur
batuan yang tersusun oleh mineral dengan bentuk kristal anhedral disebut alotriomorfik
granular atau xenomorfik granular.
Secara tiga dimensi, bentuk kristal disebut :
a. Kubus atau equidimensional, apabila ketiga dimensinya sama panjang.
b. Tabular atau papan, apabila dua dimensi kristalnya lebih panjang dari satu dimensi yang
lain.
c. Prismatik atau balok, jika dua dimensi kristalnya lebih pendek dari satu dimensi yang
lain. Bentuk ini ada yang prismatik pendek (gemuk) dan prismatik panjang (kurus, kadangkadang seperti jarum).
Di dalam batuan beku bertekstur holokristalin inequigranular dan hipokristalin terdapat
kristal berukuran butir besar, disebut fenokris, yang tertanam di dalam masadasar
(groundmass). Kenampakan demikian disebut tekstur porfir atau porfiri atau firik. Tekstur
holokristalin porfiritik adalah apabila di dalam batuan beku itu terdapat kristal besar
(fenokris) yang tertanam di dalam masadasar kristal yang lebih halus. Tekstur hipokristalin
porfiritik diperuntukkan bagi batuan beku yang mempunyai fenokris tertanam di dalam
masadasar gelas. Karena tekstur holokristalin porfiritik dan hipokristalin porfiritik secara
mata telanjang dapat diidentifikasi maka kenampakan tersebut dapat disebut bertekstur
faneroporfiritik. Sebaliknya, apabila fenokrisnya tertanam di dalam masadasar afanitik
maka batuannya bertekstur porfiroafanitik. Tekstur vitrofirik adalah tekstur dimana mineral
penyusunnya secara dominan adalah gelas, sedang kristalnya hanya sedikit (< 10 %).
Tekstur diabasik adalah tekstur dimana kristal plagioklas berbentuk prismatik panjang (lathlike), berarah relatif sejajar dan di antaranya terdapat butir-butir lebih kecil daripada kristal
olivin dan piroksen. Tekstur gabroik adalah tekstur holokristalin, berbutir sedang kasar
( : 1 30 mm), tersusun secara dominan oleh mineral mafik (olivin, piroksen, amfibol) dan
plagioklas basa. Tekstur granitik adalah tekstur holokristalin berbutir sedang-kasar tersusun
oleh plagioklas asam, alkali felspar, dan kuarsa. Tekstur pegmatitik adalah tekstur
holokristalin kasar sangat kasar ( 5 mm), tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Tekstur
dioritik sebanding dengan tekstur gabroik dan granitik tetapi biasanya untuk batuan beku
menengah.
6. Struktur amigdaloid (amygdaloidal structure) adalah struktur vesikuler yang telah terisi
oleh mineral-mineral asing atau sekunder.
7. Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana kristal berbentuk prismatik
panjang memperlihatkan penjajaran dan aliran.
Struktur batuan beku tersebut di atas dapat diamati dari contoh setangan (hand specimen) di
laboratorium. Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar, yang dapat
menunjukkan hubungan dengan batuan di sekitarnya, seperti dike (retas), sill, volcanic neck,
kubah lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di lapangan.
KOMPOSISI MINERAL
Berdasarkan jumlah kehadiran dan asal-usulnya, maka di dalam batuan beku terdapat mineral
utama pembentuk batuan (essential minerals), mineral tambahan (accessory minerals) dan
mineral sekunder (secondary minerals).
1. Essential minerals, adalah mineral yang terbentuk langsung dari pembekuan magma,
dalam jumlah melimpah sehingga kehadirannya sangat menentukan nama batuan beku.
2. Accessory minerals , adalah mineral yang juga terbentuk pada saat pembekuan magma
tetapi jumlahnya sangat sedikit sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi penamaan
batuan. Mineral ini misalnya kromit, magnetit, ilmenit, rutil dan zirkon. Mineral esensiil dan
mineral tambahan di dalam batuan beku tersebut sering disebut sebagai mineral primer,
karena terbentuk langsung sebagai hasil pembekuan daripada magma.
3. Secondary minerals adalah mineral ubahan dari mineral primer sebagai akibat pelapukan,
reaksi hidrotermal, atau hasil metamorfisme. Dengan demikian mineral sekunder ini tidak ada
hubungannya dengan pembekuan magma. Mieral sekunder akan dipertimbangkan
mempengaruhi nama batuan ubahan saja, yang akan diuraikan pada acara analisis batuan
ubahan. Contoh mineral sekunder adalah kalsit, klorit, pirit, limonit dan mineral lempung.
4. Gelas atau kaca, adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal atau amorf. Mineral
ini sebagai hasil pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku
luar atau batuan gunungapi, sehingga sering disebut kaca gunungapi (volcanic glass).
5. Mineral felsik adalah adalah mineral primer atau mineral utama pembentuk batuan beku,
berwarna cerah atau terang, tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral felsik
dibagi menjadi tiga, yaitu felspar, felspatoid (foid) dan kuarsa. Di dalam batuan, apabila
mineral foid ada maka kuarsa tidak muncul dan sebaliknya. Selanjutnya, felspar dibagi lagi
menjadi alkali felspar dan plagioklas.
6. Mineral mafik adalah mineral primer berwarna gelap, tersusun oleh unsur-unsur Mg dan
Fe. Mineral mafik terdiri dari olivin, piroksen, amfibol (umumnya jenis hornblende), biotit
dan muskovit.
Pemerian dan pengenalan mineral pembentuk batuan beku tersebut secara megaskopik sudah
harus dikuasai oleh para praktikan, seperti diberikan pada kuliah dan praktikum kristalografi-
mineralogi serta dipraktekkan lagi pada acara I pengenalan mineral pembentuk batuan,
praktikum petrologi ini. Untuk mengetahui genesa masing-masing mineral pembentuk batuan
tersebut di atas, praktikan dianjurkan untuk mempelajari Reaksi Seri Bowen yang terdapat di
dalam buku-buku literatur Petrologi (misal Middlemost, 1985, Magmas and magmatic rocks,
Longman, Inc., London, 266 p).
PENAMAAN / KLASIFIKASI
Berdasarkan letak pembekuannya maka batuan beku dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi
dan batuan beku ekstrusi. Batuan beku intrusi selanjutnya dapat dibagi menjadi batuan beku
intrusi dalam dan batuan beku intrusi dekat permukaan. Berdasarkan komposisi mineral
pembentuknya maka batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu batuan beku
ultramafik, batuan beku mafik, batuan beku menengah dan batuan beku felsik. Istilah mafik
ini sering diganti dengan basa, dan istilah felsik diganti dengan asam, sekalipun tidak tepat.
Termasuk batuan beku dalam ultramafik adalah dunit, piroksenit, anortosit, peridotit dan
norit. Dunit tersusun seluruhnya oleh mineral olivin, sedang piroksenit oleh piroksen dan
anortosit oleh plagioklas basa. Peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen; norit secara
dominan terdiri dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar ultramafik umumnya
bertekstur gelas atau vitrofirik dan disebut pikrit.
Batuan beku dalam mafik disebut gabro, terdiri dari olivin, piroksen dan plagioklas basa.
Sebagai batuan beku luar kelompok ini adalah basal. Batuan beku dalam menengah disebut
diorit, tersusun oleh piroksen, amfibol dan plagioklas menengah, sedang batuan beku luarnya
dinamakan andesit. Antara andesit dan basal ada nama batuan transisi yang disebut andesit
basal (basaltic andesit). Batuan beku dalam agak asam dinamakan diorit kuarsa atau
granodiorit, sedangkan batuan beku luarnya disebut dasit. Mineral penyusunnya hampir
mirip dengan diorit atau andesit, tetapi ditambah kuarsa dan alkali felspar, sementara
palgioklasnya secara berangsur berubah ke asam. Apabila alkali felspar dan kuarsanya
semakin bertambah dan palgioklasnya semakin asam maka sebagai batuan beku dalam asam
dinamakan granit, sedang batuan beku luarnya adalah riolit. Di dalam batuan beku asam ini
mineral mafik yang mungkin hadir adalah biotit, muskovit dan kadang-kadang amfibol.
Batuan beku dalam sangat asam, dimana alkali felspar lebih banyak daripada plagioklas
adalah sienit, sedang pegmatit hanyalah tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Batuan beku
yang tersusun oleh gelas saja disebut obsidian, dan apabila berstruktur perlapisan disebut
perlit.
Nama-nama batuan beku tersebut di atas sering ditambah dengan aspek tekstur, struktur dan
atau komposisi mineral yang sangat menonjol. Sebagai contoh, andesit porfir, basal vesikuler
dan andesit piroksen. Penambahan nama komposisi mineral tersebut umumnya diberikan
apabila persentase kehadirannya paling sedikit 10 %. Perkiraan persentase kehadiran mineral
pembentuk batuan (Tabel 3.4) dan tabel klasifikasi batuan beku (Tabel 3.5) dapat membantu
memberikan nama terhadap batuan beku.
Tabel 3.4 Diagram persentase untuk perkiraan komposisi berdasarkan volume.
ini sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan. Semakin encer magma
yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan,
sehingga bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam
material magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom
gunungapi juga terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada
permukaannya. Bom gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya
ringan disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna putih terang atau
kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat sampai hitam. Batuapung
umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu gunungapi dengan magma
berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif kental. Bom gunungapi yang juga
berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat serat kaca, bentuk lubang melingkar,
elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom gunungapi jenis ini warnanya
merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batuapung dan dihasilkan oleh
letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunungapi berwarna
hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus, pecahan
konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian. Blok atau bongkah gunungapi dapat
merupakan bom gunungapi yang bentuknya meruncing, permukaan halus gelasan sampai
hipokristalin dan tidak terlihat adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok
dapat merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di
permukaan tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma
secara langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile).
Blok juga dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk
lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar
pada saat letusan (bahan aksidental).
Tabel 3.6 Klasifikasi batuan piroklastika.
Ukuran butir
Nama batuan
> 64 mm
Bom gunungapi
Aglomerat
Blok/bongkah gunungapi
Breksi piroklastika
2 64 mm
Lapili
Batulapili
1 2 mm
Tuf kasar
< 1 mm
Tuf halus
Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuf dapat dibagi menjadi tuf gelas, tuf kristal dan tuf
litik, apabila komponen yang dominan masing-masing berupa gelas/kaca, kristal dan fragmen
batuan. Tuf juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuf andesit, tuf dasit dan tuf riolit, sesuai
klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen batuapung atau skoria
dapat juga disebut tuf batuapung atau tuf skoria. Demikian pula untuk aglomerat batuapung,
aglomerat skoria, breksi batuapung, breksi skoria, batulapili batuapung dan batulapili skoria.
PETROGENESA BATUAN BEKU
Petrogenesa adalah bagian dari petrologi yang menjelaskan seluruh aspek terbentuknya
batuan mulai dari asal-usul atau sumber, proses primer terbentuknya batuan hingga
perubahan-perubahan (proses sekunder) pada batuan tersebut. Untuk batuan beku, sebagai
sumbernya adalah magma. Proses primer menjelaskan rangkaian atau urutan kejadian dari
pembentukan berbagai jenis magma sampai dengan terbentuknya berbagai macam batuan
beku, termasuk lokasi pembekuannya. Setelah batuan beku itu terbentuk, batuan itu kemudian
terkena proses sekunder, antara lain berupa oksidasi, pelapukan, ubahan hidrotermal,
penggantian mineral (replacement), dan malihan, sehingga sifat fisik maupun kimiawinya
dapat berubah total dari batuan semula atau primernya.
Berhubung proses petrogenetik tersebut sebagian besar berlangsung lama (dalam ukuran
waktu geologi), dan umumnya terjadi di bawah permukaan bumi, sehingga tidak dapat
diamati langsung, maka analisis atau penjelasannya bersifat interpretatif. Pembuktian
mungkin dapat ditunjukkan berdasar hasil-hasil eksperimen di laboratorium, sekalipun hanya
pada batas-batas tertentu. Analisis interpretatif tersebut tetap didasarkan pada data obyektif
atau deskriptif hasil pemerian yang meliputi warna, tekstur, struktur, komposisi mineral dan
kenampakan khusus lainnya. Dengan demikian studi petrogenesa pada prinsipnya untuk
mencari jawaban atau penjelasan terhadap pertanyaan Mengapa (Why) dan Bagaimana
(How) terhadap data pemerian batuan. Misalnya, mengapa batuan beku luar bertekstur
gelasan dan berstruktur vesikuler, sedang batuan beku dalam bertekstur kristalin dan
berstruktur masif. Mengapa basal berwarna gelap sedang pegmatit berwarna cerah ?
Bagaimana kejadiannya olivin dapat muncul bersama kuarsa dan biotit di dalam satu batuan ?
Bagaimana terbentuknya andesit dari basal dan riolit ?
BATUAN SEDIMEN
Pengertian
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa
bahan lepas. Hutton (1875; dalam Sanders, 1981) menyatakan Sedimentary rocks are rocks
which are formed by the turning to stone of sediments and that sediments, in turn, are
formed by the breakdown of yet-older rocks. ODunn & Sill (1986) menyebutkan
sedimentary rocks are formed by the consolidation of sediment : loose materials delivered to
depositional sites by water, wind, glaciers, and landslides. They may also be created by the
precipitation of CaCO3, silica, salts, and other materials from solution (Batuan sedimen
adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material lepas, yang
terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah
atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium
karbonat, silika, garam dan material lain. Menurut Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan
bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi.
Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif
tipis.
Klasifikasi Umum
Pettijohn (1975), ODunn & Sill (1986) membagi batuan sedimen berdasar teksturnya
menjadi dua kelompok besar, yaitu batuan sedimen klastika dan batuan sedimen non-klastika.
Batuan sedimen klastika (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan sedimen yang
terbentuk sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking) terhadap batuan yang sudah ada.
Proses pengerjaan kembali itu meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan kemudian
redeposisi (pengendapan kembali). Sebagai media proses tersebut adalah air, angin, es atau
efek gravitasi (beratnya sendiri). Media yang terakhir itu sebagai akibat longsoran batuan
yang telah ada. Kelompok batuan ini bersifat fragmental, atau terdiri dari butiran/pecahan
batuan (klastika) sehingga bertekstur klastika.
Batuan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil
penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses
pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan
kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil
reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 CaCO3. Secara organik adalah pembentukan sedimen
oleh aktivitas binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang
laut (karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai
akibat penurunan daratan menjadi laut.
Sanders (1981) dan Tucker (1991), membagi batuan sedimen menjadi :
1. Batuan sedimen detritus (klastika)
2. Batuan sedimen kimia
Apabila bentuk-bentuk teratur tersebut tidak dapat diamati, maka cukup disebutkan
bentuknya tidak teratur. Pada kenyataannya, bentuk butir yang dapat diamati secara
megaskopik adalah yang berukuran paling kecil granule (kerikil, f 2 mm). Bentuk butir itu
dapat disebutkan seperti halnya pemerian kebundaran di bawah ini.
Gambar 3.2 Empat kelas bentuk butir berdasarkan perbandingan diameter panjang (l),
menengah (i) dan pendek (s) menurut T. Zingg. Kelas A = oblate (tabular atau bentuk disk); B
= equant (kubus atau bulat); C = bladed dan D = prolate (bentuk rod). Masing-masing kelas
bentuknya digambarkan seperti terlihat pada gambar 3.3.
Kebundaran
Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka Pettijohn, dkk., (1987)
membagi kategori kebundaran menjadi enam tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan
rendah dan tinggi (Gambar 3.3). Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:
1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
2. Meruncing (menyudut) (angular)
3. Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
4. Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
5. Membundar (membulat (rounded), dan
6. Sangat membundar (membulat) (well-rounded).
Gambar 3.3 kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).
Tekstur Permukaan
1. Kasar, bila pada permukaan butir terlihat meruncing dan terasa tajam. Tekstur permukaan
kasar biasanya dijumpai pada butir dengan tingkat kebundaran sangat meruncing-meruncing.
2. Sedang, jika permukaan butirnya agak meruncing sampai agak rata. Tekstur ini terdapat
pada butir dengan tingkat kebundaran meruncing tanggung hingga membulat tanggung.
3. Halus, bila pada permukaan butir sudah halus dan rata. Hal ini mencerminkan proses
abrasi permukaan butir yang sudah lanjut pada saat mengalami transportasi. Dengan
demikian butiran sedimen yang mempunyai tekstur permukaan halus terjadi pada kebundaran
membulat sampai sangat membulat.
Gambar 3.3, sekalipun hal itu dinyatakan sebagai katagori kebundaran, tingkatan ini
nampaknya lebih didasarkan pada tekstur permukaan daripada butir.
Ukuran Butir
Ukuran butir batuan sedimen klastika umumnya mengikuti Skala Wentworth (1922, dalam
Boggs, 1992) seperti tersebut pada Tabel 3.7.
Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara megaskopik. Ukuran butir
lanau dapat diketahui jika material itu diraba dengan tangan masih terasa ada butir seperti
pasir tetapi sangat halus. Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus dan lembut di
tangan, tidak terasa ada gesekan butiran seperti pada lanau, dan bila diberi air akan terasa
sangat licin.
Tabel 3.7 Skala ukuran butir sedimen (disederhanakan).
Ukuran butir (mm)
Nama Butiran
Nama batuan
> 256
Breksi
64 256
Cobble (kerakal)
4 64
Pebble
Konglomerat
24
Granule (kerikil)
1/16 2
Sand (pasir)
Batupasir
1/16 1/256
Silt (lanau)
Batulanau
< 1/256
Clay (lempung)
Batulempung
Gambar 3.4 memperlihatkan kemas di dalam batuan sedimen, meliputi bentuk pengepakan
(packing), hubungan antar butir/fragmen (contacts), orientasi butir atau arah-arah memanjang
(penjajaran) butir, dan hubungan antara butir fragmen dan matriks.
Gambar 3.4 Batuan sedimen berkemas butir: paking, kontak dan orientasi butir serta
hubungan antara butir matrik.
Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, artinya bila
semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka pemilahan semakin baik.
1. Pemilahan baik, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen tersebut seragam. Hal ini
biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas tertutup.
2. Pemilahan sedang, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen terdapat yang seragam
maupun yang tidak seragam.
3. Pemilahan buruk, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat beragam, dari halus
hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat pada batuan sedimen dengan kemas terbuka.
c. Batuan mempunyai pemilahan baik, kemas tertutup, dan ukuran butir pasir atau lebih kasar.
d. Batuan yang pecah-pecah atau mempunyai banyak retakan / rekahan.
2. Impermeable (tidak lulus air), jika batuan itu tidak mampu meluluskan air, yaitu :
a. Batuan berporositas tinggi, tetapi lubang-lubangnya tidak saling berhubungan.
b. Batuan mempunyai pemilahan buruk, kemas terbuka, ukuran butir lanau lempung.
Material lanau dan lempung itu yang menutup pori-pori antar butir.
c. Batuan bertekstur non klastika atau kristalin, masif, kompak dan tidak ada rekahan.
Secara praktis megaskopis, suatu batuan mempunyai tingkat kelulusan tinggi apabila di
permukaannya diteteskan air maka air itu segera habis meresap ke dalam batuan. Sebaliknya,
batuan mempunyai kelulusan rendah atau bahkan tidak lulus air bila di permukaannya
diteteskan air maka air itu tidak segera meresap ke dalam batuan atau tetap di permukaan
batuan.
Struktur Sedimen
1. Struktur di dalam batuan (features within strata) :
a. Struktur perlapisan (planar atau stratifikasi). Jika tebal perlapisan < 1 cm disebut struktur
laminasi.
b. Struktur perlapisan silang-siur (cross bedding / cross lamination).
c. Struktur perlapisan pilihan (graded bedding)
Normal, jika butiran besar di bawah dan ke atas semakin halus.
Terbalik (inverse), jika butiran halus di bawah dan ke atas semakin kasar.
2. Struktur permukaan (surface features) :
a. Ripples (gelembur gelombang atau current ripple marks)
b. Cetakan kaki binatang (footprints of various walking animals)
c. Cetakan jejak binatang melata (tracks and trails of crowling animals)
d. Rekahan lumpur (mud cracks, polygonal cracks)
e. Gumuk pasir (dunes, antidunes)
A
.
B
.
E.
F
G
H
I
Gambar 3.6 Berbagai macam struktur sedimen. A. Current dan Graded; B. Daur Bouma; C.
Konvolut dan Dike Batupasir; D. Konkresi dan Nodule; E. Mudcracks; F. Striation dan
Groove casts; G dan K. Ripple bedding; H. Flute casts; I. Liniasi dan Furrow; J. Cone-incone dan Kristal pasir.
Gambar 3.7 Beberapa perbedaan jejak fosil yang menunjukkan fasies sedimentasi.
Tabel 3.8 Klasifikasi struktur sedimen (Pettijohn, 1975).
INORGANIC STRUCTURE
ORGANIC STRUCTURE
MECHANICAL (PRIMARY)
CHEMICAL (SECONDARY)
A. Beddding : geometry
A. Solution structures
A. Petrifactions
1. Laminations
1. Stylolites
2. Wavy bedding
2. Corrosion zone
3. Vugs, oolicasts etc.
B. Accretionary
structures
1. Cross-bedding
B. Bedding (weedia
and other
stromatolites)
1. Nodules
2. Ripple-bedding
2. Concretions
3. Graded bedding
4. Growth bedding
3. Crystal aggregates
(sperulites & osettes)
4. Veinlets
5. Color banding
1. Geodes
1. Borings
2. Septaria
3. Cone-in-cone
Komposisi
mineral/fragmen
Nama batuan
Breksi
Fragmen umumnya
runcing, dan menyudut
Fanglomerat
Pecahan batuan
Tillit
bercapur dengan semen
Umumnya tidak
terpisah. Fragmen
batuan terdapat bekas
goresan
Ciri-ciri khas
Fragmen umumnya
bulat atau agak
membulat
Arenit
(1/16 2 mm)
Batupasir felspatik
Graywacke
subgraywacke
Lutit
(1/16 1/256 mm)
Serpih
Batulumpur
Batulempung
Umumnya mineral
Batulanau
lempung, kuarsa, opal,
kalsedon, klorit dan
bijih besi.
Mudah membelah,
tidak plastis, bila
dipanasi menjadi
plastis
Untuk batuan klastika gunungapi, tata namanya mengikuti batuan piroklastika yang telah
dijelaskan pada acara analisis batuan beku, yaitu terdiri dari tuf (halus dan kasar), batulapili,
breksi gunungapi dan aglomerat (Gambar 3.8). Dalam beberapa hal, secara megaskopik,
warna yang sangat khas dapat ditambahkan untuk penamaan batuan, contoh tuf hijau,
batupasir merah, batulempung hitam dsb.
Tabel 3.10 Penamaan batuan sedimen non klastika secara megaskopis (Huang, 1965).
Tekstur/Struktur
Komposisi
mineral/fragmen
Nama batuan
Ciri-ciri khas
Batugamping
Terutama dolomit
Dolomit
Berbutir halus
Kapur
Napal
Rijang
Terutama gips
Gips
Anhidrit
Terutama malit
Fosforit
Diperlukan penentuan
kadar P2O3
Humus, tumbuhan
Batubara, lignit
prismatik
Genesis
Berdasar data pemerian batuan sedimen tersebut di atas, maka secara genesa dapat
diinterpretasikan mengenai :
1. Asal-usul atau sumber batuan sedimen (provenance)
2. Energi pengangkut (angin, air, es, longsoran, letusan gunungapi atau kombinasi di
antaranya), jaraknya dengan sumber dan proses transportasinya.
3. Lingkungan pengendapan, di darat kering, darat berair tawar (danau, sungai), di pantai atau
di laut (dangkal atau dalam).
4. Diagenesa dan lain-lain.
Tabel 3.11 Sifat sifat batuan sedimen yang harus dilakukan pemerian.
Nama Batuan Campuran/
semen/matrix
Fragmen/mineral
pembentuk x)
Breksi
Konglomerat
Tufa
Batupasir
Batulanau
Serpih
Lempung
Lempung
Napal
Gamping
Dolomit
Batubara
Rijang
Anhidrit
Fosfat, dll
BATUAN METAMORF
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di
sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari
tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650C 800C menutup
sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian
dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan
tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1)
metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat
tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak
kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah
tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur
malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).
Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).
Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).
Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas
pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang
tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan
pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf
mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan
hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya
jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran
dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut
disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda
tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa)
berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti:
feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut
disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar
(umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan
skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan
pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini
mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah
termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran
mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit
(Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik
yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur
skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak.
Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk
asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf, membuatnya
sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari
proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus
seperti kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.
Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).
Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton,
1985).
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa
diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama
dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lempung.
Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut.
Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku
dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur
dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang
menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu
atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai
komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi
mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai
batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan
temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang
ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin
dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang
mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme
berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan
penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini
dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan
permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala
memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya.
Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita
menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk
skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaranlembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat
khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme
tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran
sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik
dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa
dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung
feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan
batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam
kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah
gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan
beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, seperti:
Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur
granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi
utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara
umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol
(biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa
plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit
mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat.
Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit
garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya
lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang
equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin
ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau
aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau
ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai
skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok
serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat
seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan
penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
sedimen. Disbanding dengan batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil
dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak
bumi. Dari jumlah 5% ini,batu lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kirakira 80% ( Pettijohn, 1975 )..
Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat dibedakan menjadi 2
macam :
1. Batuan Sedimen Klastik; Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari hancuran
batuan lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang selanjutnya mengalami diagenesa.
2. Batuan Sedimen Non Klastik; Yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami proses
transportasi. Pembentukannya adalah kimiawi dan organis.
Sifat sifat utama batuan sedimen :
1. Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan adanya proses
sedimentasi.
2. Sifat klastik yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas, terutama pada
golongan detritus.
3. Sifat jejak adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil).
4. Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya : gypsum, kalsit, dolomite dan
rijing.
C. Penggolongan Dan Penamaan Batuan Sedimen
Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah dikemukakan oleh para ahli,
baik berdasarkan genetis maupun deskriptif. Secara genetik disimpulkan dua golongan
( Pettijohn, 1975 ).
C.1. Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal.
Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan sedimen itu sendiri. ( Pettjohn, 1975).
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua golongan besar dan
pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara terbentuknya batuan tersebut
berdasarkan proses pengendapan baik yang terbentuk dilingkungan darat maupun
dilingkungan laut. Batuan yang ukurannya besar seperti breksi dapat terjadi pengendapan
langsung dari ledakan gunungapi dan di endapkan disekitar gunung tersebut dan dapat juga
diendapkan dilingkungan sungai dan batuan batupasir bisa terjadi dilingkungan laut, sungai
dan danau. Semua batuan diatas tersebut termasuk ke dalam golongan detritus kasar.
Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari batuan lanau, serpih dan batua lempung
dan napal. Batuan yang termasuk golongan ini pada umumnya di endapkan di lingkungan laut
dari laut dangkal sampai laut dalam ( Pettjohn, 1975)..
Fragmentasi batuan asal tersebut dimulaiu darin pelapukan mekanis maupun secara kimiawi,
kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan ( Pettjohn, 1975 ).
Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa yakni, proses proses-proses
yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah
litifikasi. Hal ini merupakan proses yang mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras
( Pettjohn, 1975).
Proses diagenesa antara lain :
1. Kompaksi Sedimen
Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat tekanan dari berat beban di
atasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan antar butir yang satu dengan yang
lain menjadi rapat.
2. Sementasi
Yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan secara kimiawi mengikat
butir-butir sedimen dengan yang lain. Sementasi makin efektif bila derajat kelurusan larutan
pada ruang butir makin besar.
3. Rekristalisasi
Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang berasal dari
pelarutan material sedimen selama diagenesa atu sebelumnya. Rekristalisasi sangat umum
terjadi pada pembentukan batuan karbonat.
4. Autigenesis
Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga adanya mineral tersebut
merupakan partikel baru dlam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui
sebagai berikut : karbonat, silica, klorita, gypsum dll.
5. Metasomatisme
Yaitu pergantian material sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa pengurangan
volume asal.
C.2. Batuan Sedimen Non Klastik
Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari kegiatan organisme.
Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik (Pettjohn,
1975).
Menurut R.P. Koesoemadinata, 1981 batuan sedimen dibedakan menjadi enam golongan
yaitu :
1.Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam golongan ini antara
lain adalah breksi, konglomerat dan batupasir. Lingkungan tempat pengendapan batuan ini di
lingkungan sungai dan danau atau laut.
2. Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai
laut dalam. Yang termasuk ked ala golongan ini adalah batu lanau, serpih, batu lempung dan
Nepal.
3. Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae dan foraminifera.
Atau oleh proses pengendapan yang merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk lebih
dahulu dan di endpkan disuatu tempat. Proses pertama biasa terjadi di lingkungan laut litoras
sampai neritik, sedangkan proses kedua di endapkan pada lingkungan laut neritik sampai
bahtial. Jenis batuan karbonat ini banyak sekali macamnya tergantung pada material
penyusunnya.
4. Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik dan kimiawi untuk
lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang (chert), radiolarian dan tanah
diatom. Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali.
5. Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup
pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang tertutup,
sehingga sangat memungkinkan terjadi pengayaan unsure-unsur tertentu. Dan faktor yang
penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu endapan dari larutan
tersebut. Batuan-batuan yang termasuk kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.
6. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Dimana
sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebsl di
atasnya sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya
batubara adalah khusus sekali, ia harus memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau
timbunan itu mati tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.
About these ads
Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku berdasarkan indeks
warnanya sebagai berikut:
Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.
Batuan sedimen
An Inside Look At The Newest And Most
Amazing Cruise Ship In The World (The
Daily Western)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penamaan batuan sedimen biasanya berdasarkan besar butir penyusun batuan tersebut.
Penamaan tersebut adalah: breksi, konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung.
Breksi adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan
bentuk butitan yang bersudut
Konglomerat adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm
dengan bentuk butiran yang membudar
Batu pasir adalah batuan sedimen dengan ukuran butir antara 2 mm sampai 1/16 mm
Batu lanau adalah batuan sedimen dengan ukuran butir antara 1/16 mm sampai 1/256
mm
Batu lempung adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih kecil dari 1/256 mm