PENDAHULUAN
Thalassemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia dan Indonesia. World
Health Organization (WHO) pada tahun 1994 menyatakan bahwa sekitar 4,5% dari
total penduduk dunia adalah pembawa sifat kelainan ini. Dari jumlah tersebut
sebanyak 80-90 juta adalah pembawa sifat thalassemia beta dan sisanya adalah
pembawa sifat thalassemia alfa dan hemoglobinopati (HbE, HbS, HbO, dan lain
lain).2 Di Indonesia, thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak
ditemukan. Di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) sampai dengan akhir tahun 2008 terdaftar 1.455 pasien yang terdiri dari 50%
thalassemia beta, 48,2% thalassemia beta/Hb-E, dan 1,8% pasien thalassemia alfa.
Diperkirakan tiap tahunnya di Indonesia lahir 2.500 anak dengan thalassemia. Jumlah
pasien yang tinggi tersebut merupakan beban tersendiri baik bagi keluarga pasien
maupun pemerintah. Biaya pengobatan suportif berupa transfusi darah dan kelasi besi
mencapai Rp 200-300 juta/tahun/pasien.1
Thalassemia alfa () disebabkan berkurang atau tidak adanya sintesis rantai
yang disebabkan oleh mutasi gen globin baik berupa delesi gen maupun non-delesi
(mutasi titik). Angka kejadian thalassemia cukup bervariasi, namun cukup tinggi di
Asia Tenggara dan Cina Selatan. Frekuensi pembawa sifat berdasarkan parameter
indeks sel darah merah di Indonesia berkisar 2,6%-11%.2Pada umumnya anak dengan
penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai usia produktif bajkan mati di dalam
kandungan atau lahir mati seperti pada thalassemia alfa mayor. Untuk yang bertahan
hidup, pasien thalassemia mayor menanggung beban yang sangat berat karena akan
mendertia anemia berat dan mendapatkan tranfsusi darah seumur hidup. Pemberian
transfusi darah yang berulang akan menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan
hemokromatosis sehingga menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti hati, limpa,
ginjal, jantung, dan pankreas. Efek lain yang ditimbulkan akibat transfusi yaitu
tertularnya penyakit lewat transusi seperti hepatitis B, hepatitis C, dan HIV.
faktor yang dikatakan memiliki kontribusi dalam etiologi dari kegagalan tubuh
kembang anak thalassemia adalah adanya anemia kronis, toksisitas dari terapi kelasi
besi deferoxamine, peningkatan
konsumsi
hematopoiesis dan kerja jantung, defisiensi zat gizi seperti kalori, asam folat, zinc,
dan vitamin A, gangguan homeostasis kalsium, dan kelainan pada tulang, serta
disfungsi hepar dan pankreas.3 Penyebab keterlambatan pubertas adalah timbunan
besi dalam tubuh maka diperlukan terapi kelasi besi yang benar dan adekuat untuk
mencegah kelainan- kelainan yang disebabkan karena timbunan besi. Selain karena
timbunan besi kegagalan pubertas dapat juga disebabkan karena gizi yang tidak baik.
Pada anak thalassemia di RSAB Harapan Kita hampir semua menderita gizi kurang
(92,9%) dan hanya satu anak dengan gizi baik. Anemia kronis yang diderita anak
thalassemia juga makin menurunkan keadaan gizi sehingga dapat menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan keterlambatan pubertas.4
Sebuah penelitian di India menunjukkan sebagian besar pasien thalassemia
(74%) ternyata memilliki kualitas hidup yang buruk. Tidak hanya itu, sekitar 44%
memiliki masalah psikologis seperti gejala cemas, depresi, dan gangguan
perilaku. Penelitian yang dilakukan di Malaysia juga menampilkan hasil yang serupa.
Kualitas hidup anak dengan thalassemia lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol
anak sehat. Thalassemia memiliki efek negatif terhadap fungsi fisis, emosi, sosial, dan
kemampuan bersekolah. Kualitas hidup yang rendah pada pasien thalassemia mayor
berkaitan dengan berbagai macam faktor, misalnya diagnosis dan tata laksana,
perjalanan penyakit yang kronis, penampilan, frekuensi kunjungan ke rumah sakit
untuk transfusi darah, keterlambatan perkembangan seksual, infertilitas, komplikasi
penyakit, gangguan psikiatri dan lain-lain.5
BAB II
PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Malika
NIM
: 030.10.168
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. AR
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 4 tahun 9 bulan
Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 21 April 2011
Agama
: Islam
Pendidikan
: Belum sekolah
Alamat
: Jl.Kebon nanas utara II/19 RT05/04 Cipinang Cempedak
.Jatiegara.Jakarta Timur.
IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
Nama
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Suku bangsa
Agama
TB
Alamat
: Tn. H
: 30 tahun
: Wiraswasta
: SMA
: Jawa
: Islam
: 172 cm
: Jl.Kebon nanas utara II/19
Ibu
Nama
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Suku bangsa
Agama
TB
Alamat
: Ny. Y
: 27 tahun
: Ibu rumah tangga
: SMA
: Jawa
: Islam
: 164 cm
: Jl.Kebon nanas utara II/19
RT05/04 Cipinang
RT05/04 Cipinang
Cempedak
Cempedak
.Jatiegara.Jakarta Timur.
.Jatiegara.Jakarta Timur.
KE-1
I.
ANAMNESIS
Lokasi
Tanggal / waktu
Tanggal masuk
Keluhan utama
terasa
memberat,
mata
merah,
telinga
berdengung,
nyeri
Umur
(-)
Cacingan
(-)
DBD
(-)
Otitis
(-)
Parotitis
(-)
Kesimpulan riwayat
Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Morbili
Operasi
penyakit
Umur
(-)
Kadang-
Penyakit
Penyakit ginjal
Umur
(-)
Penyakit jantung
(-)
kadang
(-)
Radang paru
(-)
(-)
TBC
(-)
(-)
Transfusi darah
(-)
yang pernah diderita: Pasien tidak pernah
Tempat persalinan
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi
Tidak ada
Rutin kontrol ke Klinik Bidan(selalu
datang sesuai anjuran bidan)
Klinik Bidan
Bidan
Spontan
Penyulit : Tidak ada
39 minggu
Berat lahir : 2.900 gr
Panjang lahir : 49 cm
4
: 4 bulan
Duduk
: 7 bulan
Berdiri
: 9 bulan
Berjalan
: 12 bulan
(Normal: 13 bulan)
Bicara
: 12 bulan
ASI/PASI
Buah / Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
02
ASI
24
ASI
46
ASI
68
ASI
8 10
ASI
10 -12
ASI
Dasar ( umur )
1 bulan
2 bulan 4 bulan 6 bulan
Ulangan ( umur )
-
Polio
0 bulan
2 bulan
4 bulan
Campak
Hepatitis B
9 bulan
0 bulan
1 bulan
6 bulan
G. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi
No
Tanggal
lahir
Jenis
kelamin
1. 21-04-2011
Laki-laki
b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada
Hidup
Lahir
mati
Abortus
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
pasien
Ayah
Tn. H
1
25 tahun
SMA
Islam
Jawa
Sehat
Tidak ada
Tidak ada
Ibu
Ny. Y
1
23 tahun
SMA
Islam
Jawa
Sehat
Tidak ada
Tidak ada
H. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua .Rumah merupakan rumah
sewaan, bertingkat satu, beratap genteng, berlantai keramik, dan berdinding
tembok. Ventilasi dan pencahayaan cukup baik. Sumber air bersih dari jet
sanyo. Sumber air minum dari air isi ulang. Sampah dibuang ke tempat
sampah dan setiap hari dikumpulkan di tempat sampah depan rumah. Rumah
pasien terletak di kawasan padat penduduk namuntidak kumuh.Tidak
terdapat kawasan peternakan di sekitar tempat tinggal pasien. Tidak ada
orang di sekitar pasien yang mengkonsumsi obat TB ataupun memiliki
gejala batuk berdahak > 3 minggu.
Kesimpulan keadaan lingkungan: Keadaan lingkungan rumah kurang
baik, risiko penularan dengue besar.
I. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Ayah pasien saat ini bekerja sebagai wiraswasta, dengan penghasilan
Rp.5.000.000,00/bulannya.
Sedangkan
ibu
pasien
adalah
ibu
: 14 kg
: 105 cm
Lingkar Kepala
: 50 cm
Lingkar Lengan Atas : 14 cm
STATUS GIZI
- BB / U = Antara -2SD- +2SD = Berat badan cukup menurut kurva
WHO 2006
- TB / U = Antara -2SD- +3SD = Tinggi badan normal menurut kurva
WHO 2006
- BB / TB= Antara -2SD - +2SD = Gizi cukup berdasarkan kurva WHO
2006
- LK
= 50cm (2 SD menurut Kurva Nellhaus)
Kesimpulan status gizi : Menurut parameter BB/TB, gizi pasien termasuk
dalam kategori gizi cukup. Menurut parameter TB/U pasien termasuk kategori
normal.
TANDA VITAL
KEPALA
RAMBUT
WAJAH
MATA :
Visus
Sklera ikterik
Konjuntiva pucat
Exophthalmus
Strabismus
Nistagmus
Refleks cahaya
Alis
Bulu mata
: Kesan baik
Ptosis
: -/: -/Lagofthalmus : -/: +/+
Cekung
: -/: -/Kornea jernih : +/+
: -/Lensa jernih : +/+
: -/Pupil
: Bulat, isokor
: Langsung +/+ , tidak langsung +/+
: Hitam, distribusi merata
: Hitam, distribusi merata, madarosis (-/-), trikiasis (-/-)
TELINGA :
Bentuk
Nyeri tarik aurikula
Liang telinga
Serumen
Cairan
: Normotia
: -/: Lapang
: -/: -/-
Tuli
: -/Nyeri tekan tragus : -/Membran timpani : Sulit dinilai
Refleks cahaya
: Sulit dinilai
HIDUNG :
Bentuk
Sekret
Mukosa hiperemis
: Simetris
: +/-+
: -/-
:-/:: +/+
BIBIR:Simetris saat diam, mukosa pucat (+), kering (-), sianosis (-),
labioschizis (-), cheilitis (-), perleche (-).
MULUT:
-
Trismus (-), mukosa mulut pucat, oral higiene kurang baik, mukosa gusi
dan pipi merah muda, ulkus (-), halitosis (-), palatoschizis (-).
Caries dentis (+) di molar 2 bawah dextra dan sinistra.
10
Lidah : Normoglosia, pucat (+), kering (-), ulkus (-), hiperemis (-) massa (-),
atrofi papil (-),coated tongue (-), geographic tongue (-), bifurcatio lidah (-),
tremor (-)
TENGGOROKAN:
-
Arkus faring simetris, hiperemis (-), oral thrush (-). Tonsil T1-T1tenang, kripta
tidak melebar, detritus (-). Faring hiperemis (-), granulasi (-), massa (-), abses
(-), PND (-)
LEHER:
-
Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea.
Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid.
Tidak teraba pembesaran KGB.
Trakea teraba di tengah.
11
THORAKS:
JANTUNG
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III V linea parasternalis dextra
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU
Inspeksi
-
Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan
yang tertinggal, tipe pernapasan abdomino-torakal, retraksi (-), tidak
ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada.
Palpasi
-
Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal
fremitus sama kuat kanan dan kiri.
Angulus costae 75o
Perkusi
-
Auskultasi
ABDOMEN :
Inspeksi
-
Perut datar, tidak ada efloresensi yang bermakna, roseola spots (-), tidak
tampak adanya benjolan, gerakan peristaltik, venektasi, dan smiling
umbilicus.
Palpasi
-
Perkusi
: Timpani pada seluruh regio abdomen. Shifting dullness (-).
Auskultasi :Bising usus (+), frekuensi 4x / menit.
KGB :
Preaurikuler
: Tidak teraba membesar
Postaurikuler
: Tidak teraba membesar
Submandibula
: Tidak teraba membesar
Supraclavicula
: Tidak teraba membesar
Axilla
: Tidak teraba membesar
Inguinal
: Tidak teraba membesar
12
ANGGOTA GERAK :
Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki,
serta sikap badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada
keempat ekstremitas, sianosis (-), edema (-), capillary refill time< 2 detik.
Tangan
Tonus otot
Sendi
Lain-lain
Kanan
Normotonus
Aktif
Edema (-)
Kiri
Normotonus
Aktif
Edema (-)
Kanan
Normotonus
Aktif
(+)
(-)
Edema (-)
Kiri
Normotonus
Aktif
(+)
(-)
Edema (-)
Kanan
Kiri
Biseps
Triceps
Patella
Achiles
Kaki
Tonus otot
Sendi
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Lain-lain
Status Neurologis
Refleks Fisiologis
13
Refleks Patologis
Kanan
Kiri
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Kanan
Kiri
Kerniq
Laseq
Brudzinski I
Brudzinski II
Rangsang meningeal
Kaku kuduk
Saraf cranialis
- N. I (Olfaktorius)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)
14
PUNGGUNG:
-
Bentuk tulang belakang normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
KULIT:
-warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, tidak
terdapat efloresensi bermakna, turgor kulit baik, lembab, capillary refill time< 2
detik.
15
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap :
Tanggal 1-2-2016
Hematologi
Hasil
Nilai Normal
Leukosit
9,3 ribu/ L*
5,5 15,5
Eritrosit
4,9 jt/ L
3,7 5.7
Hemoglobin
11,9 g/ dL
10,8 12,8
Hematokrit
36 %
31 43
Trombosit
218 ribu / L
217 497
MCV
73,6 fL
73 101
MCH
24,5pg
23 31
33,3 g/dL
32 36
13,6 %
<14
83mg/dl
52-98
Natrium
136 mmol/L
136-155
Kalium
3,2 mmol/L
3,6-5,5
Klorida
112mmol/L
98-109
MCHC
RDW
Kimia Klinik
Metabolisme karbohidrat
Gula darah sewaktu
Elektrolit Serum
hipokalemia
IV. RESUME
Pasien seorang anak laki-laki berusia 4 tahun 9 bulan datang dengan keluhan
kejang 5 menit SMRS , kejang didahului demam tinggi , kejang seluruh tubuh
gerakan menyentak, berulang, cepat, kaki dan tangan dalam tertekuk, mata
berkedip, rahang bawah maju mundur, perut tegang, dengan durasi tidak lebih
dari 5 menit .Demam dirasakan pasien sejak 1 hari SMRS.Kejang merupakan
16
j. Konjunctivitis akut
3.Caries dentis
18
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam simpleks
ISPA
Hipokalemia
Caries dentis
VII.PEMERIKSAAN ANJURAN
- Tes fungsi ginjal
- PCR
- Pemeriksaan feces lengkap
- Pemeriksaan urinalisa lengkap
- Foto rontgen thoraks
- Sediaan apus darah tepi
- Sediaan apus sumsum tulang
VIII. TATALAKSANA
Non-medikamentosa
- Komunikasi, informasi, dan edukasi orang tua pasien mengenai keadaan dan
-
penyakit pasien
Edukasi orang tua pasien tentang gizi dan jenis makanan yang baik dan
seimbang serta mempertimbangkan untuk memilih jajanan yang dimakan
oleh pasien.
Penyuluhan
mengenai
kebersihan
lingkungan
untuk
mengurangi
IX. PROGNOSIS
19
Ad Vitam
Ad Sanationam
Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
20
X.
FOLLOW UP
Hari Perawatan ke-2 (2-2-2016)
S
Demam (-)
Kejang (-)
Batuk (+)
Pilek(+)
O
TSS, CM
BB 14 kg
N: 104x/ menit
R: 20x/ menit
S: 37,5oC
Mata: CA +/+, SI -/Hidung:NHC(-),sekret+/+
Mulut: pucat (+)caries
dentis (+)
Pulmo:SNV (+/+), ronchi
(-/-)
Cor: BJ I II regular, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen: supel, NTE(+),
hepar 2/5-1/2, lien
Schuffner II-III.
Ekstremitas: hangat ++/++,
pucat ++/++, CRT <2
A
Kejang demam
simpleks
ISPA
Hipokalemia
Caries Dentis
P
IVFD KAEN 3B
72 cc/jam.
Inj.
Ampisilin
4x350 mg IV
Paracetamol 140
mg kalau suhu >
38oC
Diazepam 1,4 mg
kalau suhu >38,5
o
Ambroxol 3mg
Salbutamol 0,5
Cetirizine 2 x 3,5
mg syr
Saran :
Konsul dokter
gigi
21
URINALISIS
Hasil
Nilai Normal
Warna
Kuning
Kuning
Kejernihan
Jernih
Jernih
Glukosa
Negatif
Negatif
Bilirubin
Negatif
Negatif
Keton
+1
Negatif
pH
6,0
4,6 8
1.025
1,005 1,030
Darah samar
Negatif
Negatif
Albumin urin
Negatif
Negatif
Urobilinogen
0,2 EU/ dL
0,1 1
Nitrit
Negatif
Negatif
Esterase lekosit
Negatif
Negatif
Sedimen Urin :
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Silinder
Kristal
Bakteri
Jamur
0-1/ LPB
0-1/ LPB
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
<5
<2
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Berat jenis
22
FAECES LENGKAP
Hasil
Nilai Normal
Coklat kehitaman
Lembek
Positif
Negatif
Coklat
Lunak
Negatif
Negatif
Mikroskopik :
Leukosit
Eritrosit
Amoeba coli
Amoeba histolitika
Telur cacing
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Pencernaan :
Lemak
Amilum
Serat
Sel ragi
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Darah samar
Negatif
Negatif
Makroskopik :
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
O
TSS, CM
BB 14 kg
N: 100x/ menit
R: 20x/ menit
S: 36,8oC
Mata: CA +/+, SI -/Hidung:NHC(-),sekret-/Mulut: pucat (+)caries
dentis (+)
Pulmo:SNV (+/+), ronchi
(-/-)
Cor: BJ I II regular, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen: supel, NTE(+),
hepar 2/5-1/2, lien
Schuffner II-III.
Ekstremitas: hangat ++/++,
pucat ++/++, CRT <2
Riw.Kejang
demam simpleks
Pasien boleh
pulang
ISPA
Obat pulang :
Amoksisilin syr
3x5cc untuk 3
hari.
PCT 140 mg
jika demam
Hipokalemia
Caries Dentis
(Ambroxol 3mg
Salbutamol 0,5 )
3x1 sch
Saran:
Berobat ke dokter
gigi .
23
Hari
24
BAB III
ANALISA KASUS
ANAMNESIS
Kasus yang dibahas adalah pasien bernama An. A usia 4 tahun 9 bulan,
jenis kelamin laki-laki yang dirawat dengan diagnosa kejang demam
simpleks. Pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan kejang
5 menit SMRS,kejang yang pertama kali dirasakan pasien dan disertai
demam.Dari gejala yang dikeluhkan oleh pasien tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa kejang yang terjadi pada pasien adalah kejang
demam. Maka, kemungkinan penyakit yang menyebabkan kejang seperti
ini adalah kejang demam simpleks , kejang demam kompleks , epilepsi
primer, epilepsi karena penyakit lain seperti meningitis, ensefalitis, trauma
kepala, maupun tumor otak.
Yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah mengenai deskripsi kejang
yang dialami yaitu berupa kejang pada seluruh tubuh dengan gerakan
menyentak, berulang, cepat, kaki dan tangan dalam tertekuk, mata
25
berkedip, rahang bawah maju mundur, perut tegang, dengan durasi tidak
lebih dari 5 menit, pada saat terjadi kejang tidak terdapat gangguan
kesadaran ,setelah kejang berhenti kesadaran pulih kembali. Kejang yang
dialami pasien sesuai dengan klasifikasi kejang demam simpleks, dimana
terdapat gerakan yang menyentak, repetitif, tajam, lambat dan multipel
dilengan, tungkai, dan torso dengan waktu yang relatif singkat <15 menit.
Pada pasien, batuk yang terjadi adalah batuk berdahak, yang diawali
dengan pilek, tidak terdapat sesak nafas, nyeri tenggorokoan maupun
suara serak.Dari anamnesis terdapat kemungkinan pasien juga menderita
ISPA namun perlu dipastikan dengan pemeriksaan fisik.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada kasus ini, pemeriksaan fisik yang bermakna yakni didapatkan
secret +/+ pada hidung, pada pemeriksaan tenggorokan tidak didapatkan
tonsil hiperemis dan berukuran T1-T1, pada pemeriksaan paru juga tidak
didapatkan adanya ronkhi pada kedua lapang paru, hal ini menunjukkan
bahwa kemungkinan batuk yang dialami pasien merupakan ISPA. Pada
pemeriksaan status neurologis dimana tidak didapatkan hasil yang
patologis menandakan bahwa kejang yang dialami pasien lebih cenderung
menuju diagnosis kejang karena peyebab ekstrakranial
dibandingkan
hasil
pemeriksaan
laboratorium
didapatkan
hasil
hipokalemia
ringan ,karena pada kadar kalium yang dibawah 3 meq/L baru dapat
menyebabkan kejang pada otot, sedangkan kadar kalium pada pasien
adalah 3,2 meq/L, maka penyebab kejang karena hipokalemia dapat
disingkirkan.
26
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM
1.)
DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan
demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf
27
pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan
tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur
3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1
bulan) tidak termasuk kejang demam. 1,3 Kejang demam harus dibedakan
dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. 2 Definisi
ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
2
2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kirakira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang
demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam
sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak
berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10
3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit
dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik
dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24
28
2.)
Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial
3.)
4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.
Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau
saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak
dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam
pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih
dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko
rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya
anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat
kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi
dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali
kejang demam kompleks. 5,6
5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru
dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan
29
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar
sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a.
b.
c.
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi
hipoksemia,
hiperkapnea,
asidosis
laktat
disebabkan
oleh
3.)
Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan
elektroensefalografi
(EEG)
tidak
dapat
32
ditemukan
bukti
bahwa
penggunaan
antipiretik
b.
c.
d.
35
b.
c.
b.
c.
d.
11. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi
terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam
karena vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki
kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada
umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak
akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi
DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi
pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya. 5,7 Sedangkan setelah
vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14
setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal
bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa
dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3
hari kemudian.5
12. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
36
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.5,9
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM
KEJANG
KEJANG
Diazepam
( 5 menit )
rektal
Di Rumah Sakit
KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20
mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1
mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat
Intensif
KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di
Kapita Selekta
38