Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit periodontal merupakan penyakit yang berkaitan dengan jaringan
periodontal seperti gingiva, sementum, ligamen periodontal serta tulang alveolar.
Prevalensi penyakit periodontal pada semua kelompok umur di Indonesia adalah
96,58%.1 Ada dua bentuk penyakit periodontal yaitu gingivitis dan periodontitis.
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang merupakan reaksi jaringan gingiva
terhadap akumulasi plak bakteri.2 Menurut data dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia
(PDGI) menyebutkan bahwa prevalensi gingivitis di seluruh dunia adalah 75%-90%.
Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data penelitian di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Pendidikan Universitas Profesor Dr.Mustopo pada tahun 2004 tercatat 71,3% pasien
di rumah sakit tersebut memiliki karang gigi sebagai pemicu penyakit pada gingiva.
Sedangkan periodontitis merupakan peradangan pada jaringan pendukung gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik yang menghasilkan kerusakan pada
ligamen periodontal dan tulang alveolar sehingga terbentuk poket periodontal.2
Gingivitis marginalis kronis merupakan salah satu klasifikasi peradangan pada
gingiva yang meliputi margin gingiva dan bisa meliputi bagian yang berbatasan
dengan attached gingiva.2 Salah satu cara untuk mengukur tingkat peradangan yang
pada gingiva tersebut adalah dengan menilai perdarahan yang terjadi pada saat
dilakukan probing.

Secara umum, penyebab utama terjadinya penyakit periodontal diawali oleh


adanya akumulasi plak bakteri yang terdapat pada mahkota gigi. Plak merupakan
suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat erat pada permukaan gigi dan
gingiva apabila seseorang mengabaikan kebersihan mulut. Berdasarkan letak
huniannya, plak dibagi atas plak supra gingival yang berada disekitar tepi gingival
dan plak sub-gingiva yang berada apikal dari dasar gingiva.2
Saliva merupakan suatu cairan yang disekresikan di dalam mulut oleh kelenjar
ludah yakni kelenjar parotis, submandibularis dan sublingualis.3 Saliva sangat
berpengaruh terhadap plak karena saliva membantu membersihkan permukaan
rongga mulut secara mekanis, menetralkan produksi asam yang dihasilkan oleh
bakteri, dan mengontrol aktivitas bakteri. Beberapa penelitian yang dilakukan pada
hewan, yaitu dengan menghilangkan kelenjar salivanya mengakibatkan terjadi
penignkatan yang signifikan pada karies gigi, penyakit periodontal dan
memperlambat proses penyembuhan luka. 4
Salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut adalah tingkat kebersihan
rongga mulut. Hal tersebut dapat dilihat dari ada tidaknya deposit-deposit
organik, seperti pelikel, materi alba, sisa makanan, kalkulus, dan plak gigi. 2
Pengendalian plak adalah upaya membuang dan mencegah penumpukan plak pada
permukaan gigi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara mekanis maupun kimiawi.
Pembungan secara mekanis merupakan metode yang paling efektif dalam
mengendalikan plak dan inflamasi gingiva. Pembuangan mekanis dapat meliputi
penyikatan gigi yang digunakan bersama dengan pasta gigi.5

Terdapat pasta gigi yang beraneka ragam merek beredar di pasaran dan hampir
semuanya dipromosikan dengan lebih dari satu bahan aktif yang memberikan
berbagai keuntungan bagi konsumen. Pasta gigi dengan ekstrak daun sirih
merupakan salah satu dari keanekaragaman tersebut. Tumbuhan daun sirih memiliki
kemampuan sebagai antiseptik, antioksidan dan fungisida, juga memiliki sifat
menahan pendarahan, penyembuhan lika pada kulit, obat saluran cerna dan dapat
menguatkan gigi. Secara umum, daun sirih mengandung minyak atsiri sampai 4,2%,
senyawa fenil propanoid dan tanin. Senyawa ini bersifat antimikroba dan antijamur
yang kuat dan dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri antara lain
Eschericia coli, Salmonlla sp, Staphylococcus aureus, Klebsiellam Pasteurella dan
dapat mematikan Candida albicans.6
Dengan adanya pasta gigi herbal tersebut dan memperhatikan masih tingginya
prevalensi penyakit periodontal khususnya gingivitis di Indonesia, maka penulis
tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh pemakaian pasta gigi ekstrak daun
sirih pada perubahan pH saliva dan perdarahan spontan pada penderita gingivitis
marginalis kronis.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat dibuat rumusan masalah,
yaitu : apakah ada pengaruh pemakaian pasta gigi yang mengandung ekstrak
daun sirih terhadap perubahan pH saliva dan bleeding on probing (BOP) pada
Ginvitis Marginalis Kronis?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengidentifikasi ada atau tidaknya pengaruh pemakaian pasta gigi yang

mengandung ekstrak daun sirih terhadap perubahan pH saliva dan bleeding on


probing (BOP) pada Gingivitis Marginalis Kronis.
1.4 HIPOTESA
Pasta gigi yang mengandung ekstrak daun sirih mempunyai pengaruh terhadap
perubahan pH saliva dan bleeding on probing (BOP) pada Gingivitis Marginalis
Kronis.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Dapat memberi informasi mengenai pengaruh pemakaian pasta gigi yang
mengandung ekstrak daun sirih terhadap perubahan pH saliva dan bleeding on
probing (BOP) pada Gingivitis Marginalis Kronis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasta Gigi


Menurut American Council on Dental Therapeutics (1970) pasta gigi
didefinisikan sebagai suatu bahan yang digunakan dengan sikat gigi untuk
membersihkan tempat-tempat yang tidak dapat dicapai. 7 Pasta gigi yang digunakan
pada saat menyikat gigi berfungsi untuk membersihkan dan menghaluskan
permukaan gigi-geligi, serta memberikan rasa nyaman dalam rongga mulut.7,8

2.1.1 Komposisi
Umumnya pasta gigi yang beredar di pasaran saat ini adalah kombinasi dari
bahan abrasif, deterjen dan satu atau lebih bahan terapeutik.7,8
a. Bahan abrasif (30-40%)
Bahan abrasif yang terdapat dalam pasta gigi berfungsi untuk
membersihkan dan memoles permukaan gigi tanpa merusak email,
mempertahankan ketebalan pelikel, serta mencegah akumulasi stain. Bentuk
dan jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi membantu untuk menambah
kekentalan pasta gigi. Contoh bahan abrasif ini antara lain silica atau silica
hydrat, sodium bikarbonat, aluminium oxide, dikalsium fosfat dan kalsium
karbonat.7
b. Air
Air dalam pasta gigi berfungsi sebagai pelarut bagi sebagian bahan dan
mempertahankan konsistensi.7
c. Humectant atau pelembab (10-30%)

Humectant adalah bahan penyerap air dari udara dan menjaga kelembaban.
Misalnya gliserin, alpha hydroxy acids (AHA) dan asam laktat. Bahan ini
digunakan untuk menjaga pasta gigi tetap lembab.7
d. Bahan perekat (1-5%)
Bahan perekat ini berfungsi mengikat semua bahan dan membantu
memberi tekstur pada pasta gigi. Contohnya Karboksimetil sellulose,
Hidroksimetil sellulose, Carragaenan, dan Cellulose gum.7,8
e. Surfectan atau Deterjen (1-2%)
Bahan deterjen yang banyak terdapat dalam pasta gigi di pasaran adalah
Sodium Lauryl Sulfat (SLS) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan
dan melonggarkan ikatan debris dengan gigi yang akan membantu gerakan
pembersihan sikat gigi.7
f. Bahan penambah rasa (1-5%)
Fungsi penggunaan bahan penambah rasa pada pasta gigi adalah untuk
menutup rasa bahan-bahan lain yang kurang enak terutama SLS dan untuk
memenuhi selera pengguna. Contoh bahan penambah rasa yang digunakan
adalah Pepermint/spearmint, Menthol, Eucalyptus, Anniseed, dan Sakharin.7,8
g. Bahan terapeutik
Bahan terapeutik yang terdapat dalam pasta gigi adalah sebagai berikut:7
1. Fluoride
Penambahan fluoride pada pasta gigi adalah sebagai bahan antikaries
dimana fluoride ini dapat memperkuat enamel dengan cara membuatnya

resisten terhadap asam dan menghambat bakteri untuk memproduksi


asam.7,8
2. Bahan desensitisasi
Bahan desensitisasi yang digunakan dalam pasta gigi misalnya
Strontium kloride, Strontium asetat, Kalium Nitrat, dan Kalium Sitrat.
Bahan desensitasi ini berguna untuk mengurangi atau menghilangkan
sensitivitas dentin dengan cara efek desensitasi langsung pada serabut
saraf.7
3. Bahan anti-kalkulus
Bahan ini digunakan untuk menghambat mineralisasi plak serta
mengubah pH untuk mengurangi pembentukan kalkulus. Contoh bahan
anti-kalkulus ini adalah Pyrophosphatase, Ureat, dan Zinc Citrate.7
4. Bahan anti-plak
Bahan ini merupakan bahan antibakteri dam dapat mengurangi
pembentukan plak. Contoh bahan ini adalah Trikolsan (bakterisidal), Zinc
citrate atau Zinc phosphate (bakteriostatik). Selain itu ada beberapa herbal
yang ditambahkan sebagai anti mikroba dalam pasta gigi contohnya
ekstrak daun sirih dan siwak.7

5. Bikarbonat
Bikarbonat juga merupakan salah satu komponen dalam pasta gigi
yang ditambahkan untuk mengurangi keasaman plak gigi.7
h. Bahan pengawet ( 1%)

Bahan pengawet berfungsi untuk mencegah kontaminasi bakteri dan


mempertahankan

keaslian

produk.

Umumya

bahan

pengawet

yang

ditambahkan dalam pasta gigi adalah Natrium benzoate, Formalin dan


alkohol.7

2.2 DAUN SIRIH


2.2.1 Klasifikasi
Menurut Van Steenis (1992) tanaman sirih (Piper betle L.) termasuk kedalam
Famili Piperaceae yaitu tanaman sebangsa sirih-sirihan.9,10
2.2.2 Morfologi Tanaman dan Habitat Penyebaran10
Sirih merupakan tanaman yang tumbuh merambat dan bersandar pada batang
pohon lain, tingginya dapat mencapai 5 15 m. Daunnya berseling atau tersebar,
bertangkai, daun penumpu cepat rontol dan meninggalkan tanda bekas berbentuk
cincin. Helaian daun bulat telur sampai memanjang, dengan pangkal daun berbentuk
jantung atau pangkal yang miring dan ujung meruncing.9

Gambar 2.1 Batang dan daun sirih.

Sumber : http://www.tradewindsfruit.com/betel_leaf.html

Gambar 2.2 Buah Sirih


Sumber : http://dedet-produksi.blogspot.com/2010/11/perbanyakan-tanaman-sirih-denganstek.html

Tanaman sirih dibedakan atas beberapa jenis berdasarkan bentuk daun, aroma
dan rasa. Jenis-jenis tersebut adalah sirih jawa (berdaun hijau tua dan rasanya kurang
tajam), sirih banda (berdaun besar, berwarna hijau tua dengan warna kuning di
beberapa bagian, dan rasa serta bau lebih kuat), sirih cengke (daun kecil, lebih
kuning dan rasanya seperti cengkeh), sirih hitam (rasanya sangat kuat dan digunakan
sebagai campuran berbagai obat), dan sirih kuning. Jenis sirih yang dikunyah dengan
pinang biasanya berwarna hijau muda dan rasanya kurang pedas. Akar dari sirih
berupa akar tunggang, bulat, coklat kekuningan. Akar utama sulit ditemukan
ujungnya, yang sering terlihat adalah akar sekunder yang merupakan akar yang
muncul sebagai akibat dari penjalaran batang di bawah tanah berbentuk bulat.10

Gambar 2.3 Batang dan akar sekunder sirih.


Sumber : http://www.tradewindsfruit.com/betel_root.html

Penyebaran tanaman sirih sangat luas, dapat tumbuh baik disekitar kawasan
tropis. Tanaman ini ditemukan di bagian timur pantai Afrika, di sekitar pulau
Zanzibar, sekitar sungai Indus ke timur menelusuri sungai Yang Tse Kiang,
Kepulauan Bonim, kepulauan Fiji, Malaysia, Indonesia dan Asia Tenggara lainnya. 9
Faktor ekologi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman sirih adalah iklim, tinggi
tempat dan jenis tanah. Iklim terdiri dari faktor curah hujan, intensitas cahaya, lama
penyinaran dan angin.9 Tanaman sirih akan tumbuh baik pada daerah dengan
ketinggian tempat berkisar antara 200 1000 m dpl. Namun tanaman ini dapat pula
dikembangkan di daerah dengan ketinggian 50 m dpl bahkan kurang, hanya tanah
tempat tumbuh perlu perbaikan komposisi media tumbuh yaitu tanah perlu ditambah
pupuk organik, penyinaran yang teratur dan diberi naungan agar tidak terkena cahaya
matahari terlalu banyak. Sedangkan mengenai jenis tanah, pada dasarnya
pertumbuhan tanaman yang baik memerlukan tanah yang kaya akan humus dan
subur. Walaupun demikian, tanaman sirih dapat pula ditanam pada semua jenis tanah
dengan modifikasi tertentu, baik dengan penambahan pupuk, pasir dan juga bahan
organik lainnya.10

10

2.2.3 Kandungan kimia


No
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

TABEL 2.1 Kandungan Kimia pada sirih11


Kandungan Kimia
Presentase
Minyak atsiri
Hidrosikavikol
Kavikol
Kavibetol
Allypyrokatekol
Karvakrol
Eugenol
Eugnenol methyl eter
p-cymene
Cineole
Caryophyllene
Cadinene
Diastase

1%-4,2%
7,2 16,7%
2,7 6,2%
0 9,6%
2,2 5,6%
26,8 42,5 %
4,2 15,8%
1,2 2,5%
2,4 4,8%
3,0 9,8%
2,4 15,8%
0,8 15,8%

Karakteristik antioksidan daun sirih, terutama pemisahan komponen dalam


oleoresin daun sirih dengan kromatografi lapis tipis. Ekstrak oleoresin daun sirih
kuning mempunyai aktivitas antioksidan, dimana daun sirih yang diekstrak dengan
heksan kemudian dengan etanol menunjukkan aktivitas antioksidan relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan BHA dan daun sirih yang diekstrak metanol serta daun
sirih yang diekstrak dengan heksan kemudian dengan metanol.11

11

Gambar 2.4 Struktur kimia senyawa yang terkandung dalam sirih

2.2.4 Cara ekstraksi


Ekstrak daun sirih adalah ekstrak yang dibuat dari daun tumbuhan Piper betle L,
suku Piperaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 9% dan flavonoid
tidak kurang dari 0, 3%. Ekstrak dibuat dengan cara maserasi dengan menggunakan
etanol 95%. Satu bagian serbuk kering daun sirih dimasukkan ke dalam maserator,
ditambah 10 bagian etanol 95%, direndam selama 6 jam sambil sesekali diaduk,
kemudian didiamkan selama 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2 kali
dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan
diuapkan dengan penguap vakum hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang
diperoleh ditimbang dan dicatat. Rendemen tidak kurang dari 10,2 %. Cara ini
digunakan terutama untuk mengekstraksi antioksidan. Pada cara ini ekstraksi
antioksidan dilakukan dengan etanol karena etanol merupakan pelarut organik yang
bersifat polar sehingga diharapkan komponen antioksidan fenolik terekstrak
sebanyak mungkin. Diketahui bahwa fraksi polar dari ekstrak antioksidan daun sirih

12

mempunyai aktivitas antioksidan serta total fenolik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan fraksi nonpolarnya.11

2.3 KANDUNGAN PASTA GIGI DAUN SIRIH


Pasta gigi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasta gigi yang
mengandung ekstrak daun sirih sebesar 5%. Selain ekstrak daun sirih 5% terdapat
beberapa kandungan yang ada dalam pasta gigi ini seperti aquadenim sebagai pelarut
bagi sebagian bahan dan untuk mempertahankan konsistensi, sorbitol dan glycerin
sebagai pelembab yang berguna untuk mencegah penguapan dan mepertahankan
kelembaban pasta, Carragaenan sebagai bahan pengikat semua bahan dan membantu
memberi tekstur pada pasta, Sodium Saccharin dan Peppermint Oil sebagai bahan
pewarna dan pemberi rasa yang berguna untuk menutup rasa bahan-bahan lain yang
kurang enak, Silicon Dioxide, Menthol, Potassium Sorbate, Sodium Lauryl Ether
Sulphate, CI 42090 dan CI 77492.7

2.4 SALIVA
Saliva adalah suatu cairan tidak berwarna, konsistensi seperti lendir, dan
merupakan hasil sekresi kelenjar yang terus-menerus membasahi gigi-geligi dan
mukosa rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor serta
sejumlah kelenjar saliva minor yang tersebar di seluruh rongga mulut, kecuali pada
ginggiva dan palatum.12,13 Kelenjar-kelenjar ini dapat mensekresi saliva karena
adanya rangsangan, baik secara langsung oleh ujung-ujung saraf yang ada di mukosa

13

mulut maupun secara tidak langsung oleh rangsangan psikis atau olfaktori. Dalam
sehari, kelenjar-kelenjar saliva dapat mensekresi kira-kira 1 sampai dengan 1,5 liter.12
Saliva mempunyai fungsi melindungi rongga mulut, yaitu :12
1. Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut.
2. Melumasi dan melunakkan makanan sehingga memudahkan proses menelan
dan mengecap rasa makanan.
3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dari bakteri sehingga
dapat mengurangi akumulasi plak gigi dan mencegah infeksi.
4. Melumasi gigi-geligi sehingga dapat mengurangi keausan akibat daya
pengunyahan.
5. Pengaruh buffer yang dapat menekan naik turunnya derajat keasaman (pH)
sehingga dapat menghambat proses dekalsifikasi.
6. Agregasi bakteri yang dapat mencegah kolonisasi mikroorganisme.
7. Aktivitas anti bakteri sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri.
2.4.1 Fungi dan komposisi12
Beberapa fungsi dari saliva adalah :
a. Pengecap
Aliran saliva awalnya terbentuk di dalam sebuah isotonik dengan plasma.
Namun, sepanjang aliran saliva tersebut berjalan melalui pembuluh jaringan,
aliran saliva menjadi hipotonik. Hipotonis dari saliva (glukosa level rendah,
sodium, klorida dan urea) serta kapasitasnya untuk mengadakan peleburan zat
14

untuk mengetahui perbedaan rasa. Gustin, merupakan protein saliva yang


berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan pengecap.12
b. Perlindungan dan pelumasan
Bentuk saliva berupa serumukosal dapat melumasi dan melindungi
jaringan rongga mulut agar terhindar dari agen-agen yang dapat mengiritasi.
Hal ini terjadi disebabkan mucins (protein dengan kandungan karbohidrat
yang tinggi) bertanggung jawab melumasi, perlindungan malawan dehidrasi,
dan pemeliharaan viskositas saliva. Mucins juga secara selektif mengatur
adhesi dari mikroorganisme pada permukaan jaringan rongga mulut, yang
berkontribusi terhadap kontrol dari kolonisasi bakteri dan jamur. Selain itu,
mucins juga melindungi jaringan rongga mulut melawan serangan proteolitik
dari mikroorganisme. Pengunyahan dan pengucapan dibantu oleh efek
pelumasan dari protein ini.12
c. Pengenceran dan pembersihan
Gula pada bentuk bebas yang ada pada saliva terstimulasi maupun tidak
terstimulasi memiliki konsentrasi sekitar 0,5-1 mg/100ml. Konsentrasi gula
yang tinggi pada saliva terjadi setelah mengkonsumsi makanan dan minuman.
Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat korelasi antara konsentrasi glukosa
pada darah dan aliran saliva, khususnya pada penderita diabetes. Namun
karena hal ini tidak selalu signifikan maka saliva tidak digunakan untuk
memantau gula darah.12
Selain untuk mengencerkan zat-zat, konsistensi aliran saliva berfungsi
sebagai pembersih mekanis dari residu-residu yang ada di dalam mulut
seperti bakteri non-adherent dan sisa-sisa debris makanan. Aliran saliva
cenderung mengeliminasi kelebihan karbohidrat sehingga membatasi adanya

15

gula pada mikroorganisme biofilm. Semakin baik aliran saliva maka kapasitas
pengenceran dan pembersihan juga akan semakin baik. Oleh sebab itu, jika
terjadi perubahan pada status kesehatan yang menyebabkan reduksi aliran
saliva, maka akan terjadi perubahan drastis pada kebersihan rongga mulut.12
d. Kapasitas buffer
Saliva bersifat sebagai sistem penyangga untuk melindungi mulut, yaitu :
12

1. Mencegah

kolonisasi

mikroorganisme

patogen

dengan

cara

meniadakan optimisasi dari kondisi lingkungan mikroorganisme


tersebut.
2. Buffer saliva menetralkan dan membersihkan produk asam yang
diproduksi oleh mikroorganisme asidogenik, yang menyebabkan
demineralisasi enamel.
e. Integritas dengan enamel gigi
Saliva memiliki peran yang fundamental dalam memelihara integritas
fisika-kimia dari enamel gigi dengan cara memodulasi remineralisasi dan
demineralisasi. Faktor utama dalam mengontrol kestabilan hidroksiapatit
enamel adalah konsentrasi kalsium, posfat, dan floride, dan pH saliva.12
f. Pencernaan
Saliva bertanggung jawab pada awal pencernaan zat tepung, yang
mendukung formasi dari bolus-bolus makanan. Hal ini terjadi terutama
karena adanya enzim pencernaan -amylase (ptialin) dalam komposisi saliva.
Fungsi biologis dari enzim ini adalah memecah zat tepung menjadi maltosa,
maltotriose, dan dextrins. Bagian yang lebih baik dari enzim ini 80%
disintesis di parotis dan sisanya di kelenjar submandibular. Kerja enzim ini
adalah dengan tidak mengaktifkan bagian asam dari sistem gastroinstestinal
dan oleh sebab itu dibatasi pada mulut.12

16

2.4.2 Anatomi kelenjar saliva


Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas kelenjar saliva mayor dan
minor. Terdapat tiga pasang kelenjar saliva mayor, yaitu kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Kelenjar parotis merupakan kelenjar
saliva terbesar, beratnya sekitar 25 gram dan berwarna kekuningan, terletak bilateral
di depan telinga antara ramus mandibularis dan processus mastoideus dengan bagian
yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik. Saliva yang dihasilkan oleh
kelenjar ini bersifat serous yaitu saliva yang encer.12
Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva terbesar kedua terletak pada
dasar mulut di bawah korpus mandibula. Salurannya bermuara melalui lubang yang
terdapat di samping frenulum lingualis. Muara ini mudah terlihat, bahkan seringkali
dapat terlihat saliva yang keluar.12
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling
dalam, pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing
kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan menyatu untuk membentuk massa
kelenjar di sekitar frenulum lingualis. Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar
lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis, kelenjar

palatinal, dan kelenjar

glossopalatinal. Kelenjar-kelenjar ini berada di bawah mukosa dari bibir, lidah, pipi,
serta palatum.12

17

Gambar 2.5 Anatomi kelenjar saliva


Sumber : http://www.todentalcare.com/anatomy-of-the-salivary-glands.html.

2.4.3 Histologi kelenjar saliva


Kelenjar saliva merupakan kelenjar merokrin dan bentuknya berupa tubuloasiner
atau tubuloalveoler. Bagian dari kelenjar saliva yang menghasilkan sekret disebut
asini. Sel-sel yang menyusun asini kelenjar saliva dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu sel serous, sel mukous, dan campuran keduanya.12
a. Asini serous
Asini serous tersusun dari sel-sel bentuk piramid yang mengelilingi lumen
kecil, mempunyai membran basalis, dan berinti bulat terletak di tengah. Di
basal terdapat sitoplasma basofilik dan di apex terdapat butir-butir pro-enzim
eosinofilik, nantinya dikeluarkan ke lumen asini menjadi enzim. Hasil
sekresinya jernih dan encer seperti air, berisi enzim ptialin.15
b. Asini mukous
Asini mukous tersusun dari sel-sel kuboid sampai kolumner yang
mengelilingi lumen kecil, mempunyai membrana basalis, dan berinti pipih
terletak di basal. Sitoplasma yang berada di basal bersifat basofilik sedangkan

18

daerah antara inti dan apex berisi musin yang berwarna pucat. Hasil
sekresinya berupa musin dan sangat kental.15
c. Asini campuran
Asini pada kelenjar campuran mempunyai struktur asini serous serta mukous.
Bagian serous terdapat di distal dan menempel pada bagian mukous sehingga
tampak sebagai bangunan berbentuk bulan sabit. Pada kelenjar saliva juga
ditemukan struktur lain seperti sel mioepitel, terdapat di antara membrana
basalis dan sel asinus. Sel ini berbentuk gepeng, inti gepeng, sitoplasma
panjang mencapai sel-sel sekretoris, dan di dalam sitoplasma terdapat
miofibril yang kontraktil sehingga membantu memeras sel sekretoris
mengeluarkan hasil sekresi.14
Hasil sekresi kelenjar saliva akan dialirkan ke duktus interkalatus yang tersusun
dari sel-sel kuboid mengelilingi lumen yang sangat kecil. Beberapa duktus
interkalatus akan bergabung dan melanjut sebagai duktus striatus yang tersusun dari
sel-sel kuboid tinggi dan mempunyai garis-garis di basal. Duktus striatus dari
masing-masing lobulus akan bermuara pada saluran yang lebih besar, disebut duktus
ekskretorius.14
Kelenjar saliva juga kaya akan suplai darah dan elemen saraf. Suplai darah pada
kelenjar saliva tidak hanya berfungsi sebagai sumber nutrisi, tetapi juga sebagai
sumber utama dari komponen-komponen dalam saliva. Sedangkan elemen saraf
berfungsi mengontrol sekresi saliva, aliran darah, dan kontraksi sel mioepitel.15
2.4.4 Potential of hidrogen (pH) saliva
19

Susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit dalam saliva terutama susunan


bikarbnonat menentukan pH dan kapasitas buffer saliva. pH saliva normal berkisar
antara 6,7-7,3.12,16 Derajat keasaman (pH) dan kapasitas buffer saliva dipengaruhi
oleh beberapa faktor berikut.12,14
a. Irama siang dan malam
Pada keadaan istirahat atau segera setelah bangun, pH saliva meningkat
dan kemudian turun kembali dengan cepat. Pada seperempat jam setelah
makan (stimulasi mekanik), pH saliva juga tinggi dan turun kembali dalam
waktu 30-60 menit kemudian. pH saliva agak meningkat sampai malam,
setelah itu turun kembali.12,14
b. Diet
Diet kaya karbohidrat dapat menurunkan kapasitas buffer saliva dan
meningkatkan metabolisme produksi asam oleh bakteri-bakteri mulut,
sedangkan diet kaya serat dan protein mempunyai efek meningkatkan buffer
saliva dan meningkatkan sekresi zat-zat basa seperti amonia.12,14
c. Rangsangan kecepatan sekresi
Hal ini berkaitan dengan ion bikarbonat yang meningkat jika terjadi
peningkatan dari laju aliran saliva sehingga pH saliva meningkat.12,14
d. Jenis kelamin

20

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, laju aliran saliva perempuan


cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan karena
kelenjar saliva yang dimiliki perempuan lebih kecil jika dibandingkan dengan
pria. Dengan demikian, pH saliva pada perempuan lebih rendah dibandingkan
dengan pria.12,14
e. Status psikologis
Pada keadaan-keadaan tertekan dapat terjadi penurunan kecepatan sekresi
saliva yang dapat menyebabkan penurunan pH saliva.12,14
f. Usia
Kelenjar submandibula mengalami atrofi seiring bertambahnya usia,
sehingga sekresi saliva menurun yang mengakibatkan penurunan pH saliva.
Akan tetapi, penurunan pH saliva akibat penuaan sangat kecil jika
dibandingkan dengan penurunan akibat penyakit atau medikasi tertentu.12,14
g. Perubahan hormonal
Pada saat menopause, status hormon-hormon kelamin akan berubah. Hal
ini membuat sekresi saliva menurun sehingga menurunkan pH saliva.12,14
h. Penyakit sistemik
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit sistemik yang
mempengaruhi produksi saliva. Pada penderita diabetes mellitus, kelenjar
saliva kurang dapat menerima stimulus sehingga mengurangi kemampuan

21

kelenjar saliva untuk mensekresi saliva. Akibatnya pH saliva turun dengan


menurunnya laju aliran saliva.12,14
i. Radioterapi
Pengobatan radioterapi dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel sekresi
kelenjar saliva sehingga dapat muncul gejala mulut kering. Akibatnya, laju
aliran saliva akan menurun sehingga pH saliva pun menurun.12,14
j. Medikasi tertentu
Ada beberapa obat-obatan yang dapat menyebabkan kekeringan pada
rongga mulut, yaitu antidepresan, antipsikotik, antikolinergik, antihipertensi,
hipnotik, diuretik, dan lain sebagainya. Kemoterapi dan obat-obatan
sitotoksik yang berfungsi mengatasi malignansi biasanya juga menyebabkan
gejala mulut kering yang akut.12,14

2.5 GINGIVITIS
2.5.1 Pengertian Gingivitis
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang disebabkan bakteri dengan
tanda-tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, gingiva bengkak dan
berdarah pada tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gingiva.
Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gingiva dapat kembali normal apabila
dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur.17

22

2.5.2 Macam-macam gingivitis18


2.5.2.1 Menurut durasinya
a. Gingivitis Akut
Merupakan radang yang terjadi secara tiba-tiba dengan durasi yang pendek
dan biasanya terasa sakit. Fase gingivitis yang kurang parah namun dengan
kondisi yang akut bisa disebut dengan subakut.18
b. Gingivitis Rekuren
Merupakan gingivitis yang muncul kembali setelah dihilangkan dengan
suatu perawatan, atau menghilang dengan tiba-tiba.18
c. Gingivitis Kronis
Merupakan radang yang lambat dan dengan durasi yang lama, biasanya
tanpa rasa sakit. Kecuali jika disertai dengan keadaan akut atau akut
eksaserbasi. Gingivitis kronis merupakan tipe yang paling sering ditemui.
Gingivitis

kronis

merupakan

penyakit

yang

berubah-ubah

dimana

inflamasinya tetap ada atau hilang dan area gingiva yang normal menjadi
terinflamasi. 18

Gambar 2.6 Gingivtis Kronis

Distribusi dari penyakit gingiva pada beberapa kasus dapat digambarkan dengan
mengombinasikan beberapa jenis seperti : 18

23

a. Localized marginal gingivitis


Peradangan terbatas pada satu atau beberapa area dari marginal gingiva.

Gambar 2.7 Localized Marginalis kronis

b. Localized diffuse gingivitis


Peradangan meluas dari margin gingiva sampai ke mukobukal fold tetapi
terbatas pada area tersebut.
c. Localized pappilary gingivitis
Peradangan terbatas pada satu atau beberapa ruang interdental.
d. Generalized marginal gingivitis
Peradangan meliputi semua margin gingiva pada seluruh gigi. Papilla
interdental selalu mempengaruhi pada generalized marginalis gingivitis.

Gambar 2.8 Generalized marginalis gingivitis pada rahang atas

2.5.2.2 Menurut distribusinya


a. Localized gingivitis
24

Peradangan yang terjadi pada satu atau beberapa area gingiva gigi.
b. Generalized gingivitis
Peradangan yang terjadi meliputi seluruh area gingiva.
c. Marginal gingivitis
Peradangan yang meiputi margin gingiva dan bisa meliputi bagian yang
berbatasan dengan attached gingiva.
d. Pappilary gingivitis
Peradangan yang meliputi daerah papila interdental dan biasanya meluas
hingga ke bagian yang berdekatan dengan margin gingiva. Papilla biasanya
terlibat lebih sering dibandingkan dengan margin gingiva, dan merupakan
tanda paling awal terjadinya gingivitis pada papilla.18
e. Diffuse gingivitis
Peradangan yang mempengaruhi margin gingiva, attached gingiva dan
interdental gingiva. 18
2.5.3

Penyebab Gingivitis
Kelainan yang terjadi dalam rongga mulut disebabkan oleh ketidakseimbangan

faktor-faktor yaitu : host, agent, environment, dan psikoneuroimunologi. Penyebab


gingivitis sangat bervariasi, mikroorganisme dan produknya berperan sebagai
pencetus awal gingivitis. Gingivitis sering dijumpai karena akumulasi plak supra
gingiva dan tepi gingiva, terdapat hubungan bermakna skor plak dan skor
gingivitis.18
Lapisan plak pada gingiva menyebabkan gingivitis atau peradangan pada
gingiva, umur plak menentukan jenis mikroorganisme dalam plak, sedangkan jenis
mikroorganisme dalam plak menentukan penyakit yang ditimbulkan oleh plak. Plak
yang sudah matang atau sudah mengalami maturasi adalah plak yang umurnya tujuh
hari yang mengandung mikroorganisme jenis coccus, filament, spiril dan
spirochaeta. Plak yang sudah matang ini menyebabkan gingivitis.18
25

Plak gigi terbukti dapat memicu dan memperparah inflamasi gingiva. Secara
histologis, beberapa tahapan gingivitis menjadi karakteristik sebelum lesi
berkembang menjadi periodontitis. Secara klinis, gingivitis dapat dikenali.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gingivitis adalah sebagai
berikut :17
2.5.3.1. Faktor internal
Faktor internal yang bertanggung jawab atas terjadinya penyakit gingiva
1.

Lapisan karang gigi dan noda atau zat-zat pada gigi

2.

Bahan makanan yang terkumpul pada pinggiran gingiva tidak


dibersihkan oleh air liur dan tidak dikeluarkan oleh sikat.

3.

Gigi berjejal secara abnormal sehingga makanan yang tertinggal tidak


teridentifikasi,

kadang-kadang

terbentuk

ruangan

dikarenakan

pembuangan gigi.
4.

Kebiasaan seperti menempatkan peniti, kancing, buah pinang dan kawat


dalam mulut. Bahan ini melukai gusi dan menyebabkan infeksi.
2.5.3.2. Faktor external
Makanan yang salah dan malnutrisi. Pada umumnya seseorang yang
kurang gizi memiliki kelemahan, gejala yang tidak diharap tersebut dikarenakan
faktor sosial ekonomi yang berperan sangat penting. Faktor-faktor yang berperan
adalah latar belakang pendidikan, pendapatan dan budaya. Golongan masyarakat

26

berpendapatan rendah tidak biasa melakukan pemeriksaan kesehatan yang


bersifat umum. Diet dengan hanya makan sayuran tanpa unsur

serat di

dalamnya juga biasa menjadi faktor penambah.

2.6 MEKANISME EKSTRAK DAUN SIRIH MENGHAMBAT PLAK


Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan plak yaitu adhesi dan
perlekatan bakteri. Bakteri yang terdapat pada lapisan plak memiliki pelindung
glikoprotein dan enzim yang memungkinkan bakteri tersebut melekat pada hidroksi
apatit, pelikel, matriks, dan bakteri lain. Bakteri paling kariogenik yang berperan
dalam pembentukan plak adalah Streptococcus mutans.
Dari hasil uji firokimia daun sirih menunjukkan adanya golongan senyawa :
glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, tanin dan antrakinon. Adanya kandungan
senyawa teriterpenoid, flavonoid dan tanin menunjukkan bahwa tumbuhan sirih
(Piper betle Linn) mempunyai aktivitas sebagai antimikroba yang mampu melawan
beberapa bakteri gram positif dan gram negatif.20
Senyawa tanin dan flavonoid mempunyai akivitas antibakteri untuk melawan
Staphylococcus aureus. Hasil uji antimikroba menunjukkan bahwa ekstrak etanol
80% fraksi n-heksan dan fraksi etilasetat dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan jamur Candida albicans.20
Senyawa minyak atsiri, tanin, flavonoid, steriod/triterpenoid dan anthrakuinon
dapat terekstraksi. Semakin besar konsentrasi ekstrak atau fraksi yang diberikan akan

27

menghasilkan daerah hambat yang semakin besar, hal ini disebabkan semakin
banyak zat aktif yang terkandung dalam ekstrak maupun fraksi tersebut.20
Daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri yang semakin meningkat sesuai
dengan meningkatnya konsentrasi minyak atsiri. Daya antibakteri minyak atsiri daun
sirih disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan turunannya yang dapat
mendenaturasi protein sel bakteri. Bahan aktif tersebut adalah kavikol dan betelfenol.
Senyawa ini memiliki daya antiseptik yang kuat dan kavikol memiliki daya
pembunuh bakteri lima kali lipat dar fenol biasa.20
Berbagai penelitian bakteriologis yang dilakukan untuk mengethaui aktivitas
bakteri oleh daun sirih terhadap Streptococcus mutans pada media padat SSB
(Streptococcus Selection Broth) diperoleh adanya aktivitas antibakteri pada
konsentrasi 0,1% (b/v) dan zona hambatnya berdiameter 0.049 cm. Hasil penelitian
lain membuktikan efektifitas antibakteri daun sirih mulai terlihat pada konsentrasi
0,1% (b/b) dan terus meningkat dengan meningkatnya konsentrasi minyak atsiri yang
terkandung dalam daun sirih. Dapat ditarik kesimpulan bahwa daun sirih efektif
dalam menekan pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.20

2.7 INDEKS PARAMETER KLINIK


2.7.1 Potential of hydrogen (pH) saliva.
pH saliva merupakan derajat keasaman dari saliva yang dapat diukur dengan
menggunakan kertas lakmus. Cara pengukuran pH saliva adalah dengan

28

mencelupkan ujung kertas lakmus pada saliva yang terkumpul dalam gelas dan
segera diangkat apabila kertas lakmus telah basah secara keseluruhan. Perubahan
warna pada kertas lakmus setelah 10 detik diamati dan dicatat sesuai dengan pH
indikator yang digunakan.
2.7.2 Papillary Bleeding Indeks (PBI)
Papillary Bleeding Indeks (PBI) pertama kali dikenalkan oleh Saxer dan
Muhlemann (1975). Indeks ini merupakan indikator yang sensitif untuk mengetahui
tingkat keparahan peradangan gusi pada sesorang. Pengukuran PBI dilakukan pada
28 tempat di gusi daerah papila pada gigi tetap kecuali M3. Probing dilakukan pada
keempat kuadran. Pada kuadran pertama yang diperiksa hanya pada bagian palatal,
pada kuadran kedua yang diperiksa bagian fasial/bukal, pada kuadran ketiga pada
bagian lingual dan kuadran keempat pada bagian fasial/bukal. Pemeriksaan
dilakukan dengan jalan menelusuri sulkus dengan probe yang tidak tajam dengan
tekanan jari ringan mulai dari dasar papila hingga ke puncaknya dari distal ke mesial.
Setelah 20-30 detik satu kuadran telah lengkap dilakukan probing, intensitas
perdarahan dinilai dalam skor dan dicatat.

29

Gambar 2.9 Grade of papillary bleeding index


Sumber: Klaus H, Reteitshack EM, Wolf HF, Hassel TM, color atlas periodontology, New York:
Thieme Inc, p.30

TABEL 2.2 Papillary Bleeding Indeks


Sko
r

Keterangan

0
1

Tidak ada perdarahan saat probing


Setelah dilakukan probing pada sulkus mesial dan distal, 20-30 detik
kemudian tampak perdarahan berupa titik
Tampak perdarahan berupa garis yang jelas atau beberapa titik perdarahan
pada bagian marginal gingiva
Tampak perdarahan di bagian interdental yang kurang lebih ditutupi oleh
darah
Perdarahan yang berlebih segera setelah probing, darah mengalir ke daerah
interdental untuk menyelubungi bagian dari gigi atau gingival.

2
3
4

Sumber: Klaus H, Reteitshack EM, Wolf HF, Hassel TM, color atlas periodontology, Nyw York:
Thieme Inc, p.30

30

BAB III
KERANGKA KONSEP

Penyakit Periodontal

Pasta Gigi
Herbal

Daun Sirih

Gingivitis

Non-herbal

Periodontitis

Gingivitis Marginalis
Kronis

Plak

Evaluasi Pengaruh
Pemakaian Pasta gigi

pH saliva dan bleeding on


probing (BOP)
KETERANGAN :
Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

31

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN


Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (Quasy experimental). Dalam
penelitian ini dilakukan manipulasi atau perlakuan pada sampel penelitian namun
masih bersifat semu sebab eksperimen sebenarnya tidak bisa dilakukan karena
keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan
semua variabel yang relevan.
4.2 RANCANGAN PENELITIAN
Desain atau rancangan penelitian ini adalah study time seris. yaitu dengan
memberikan pasta gigi yang mengandung ekstrak daun sirih kepada subyek
penelitian. Sebelumnya diberikan instruksi mengenai metode menyikat gigi, cara
menyikat gigi, dan frekuensi menyikat gigi. Pemeriksaan dilakukan pada minggu
kedua setelah skeling, hari ke 7 dan hari ke 21 pemakaian pasta gigi. Hasilnya
berupa perbandingan antara pH saliva dan BOP sampel sebelum dan setelah
menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak daun sirih kemudian melihat
apakah ada pengaruh pemakaian pasta gigi dengan pemeriksaan yang dilakukan.
4.3 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Bagian Periodontologi RSGMP UNHAS.
4.4 WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dimulai dari tanggal 15 Maret 2013 sampai 22 Mei 2013

32

4.5 POPULASI PENELITIAN


4.5.1 Populasi.
Populasi yang digunakan adalah pasien pada bagian Periodontologi RSGMP
UNHAS.
4.5.1

Sampel.
Sampel yang digunakan adalah pasien pada bagian Periodontologi RSGMP
UNHAS yang telah dilakukan perawatan skeling yang memenuhi kriteria
inklusi.

4.6 METODE PENGAMBILAN SAMPEL


Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode Convinience
Sampling. Peneliti telah menentukan jumlah sampel yang akan diambil terlebih
dahulu. Pasien yang datang ke bagian Periodontologi RSGM UNHAS yang masuk
ke dalam kriteria inklusi diambil sebagai sampel penelitian.
4.7 KRITERIA SAMPEL
4.7.1 Kriteria inklusi.
a. Laki-laki dan perempuan yang berusia 18-25 tahun
b. Bersedia mengikuti penelitian
c. Mengalami gingivitis marginalis kronis kategori sedang menurut Loe and
4.7.2

Sillness (1,1 1,7)


Kriteria eksklusi.
a. Memiliki riwayat penyakut sistemik
b. Menggunakan piranti ortodonti atau gigi tiruan
c. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu
d. Perokok dan sering mengkonsumsi alkohol

4.8 JUMLAH SAMPEL


Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 (sesuai standar minimal sampel)
yang memenuhi kriteria inklusi.
33

4.9 VARIABEL PENELITIAN


a. Variabel sebab : pengaruh pemakian pasta gigi yang mengandung ekstrak
daun sirih
b. Variabel akibat : perubahan pH saliva dan bleeding on probing (BOP)
c. Variabel kendali: umur sampel
4.10 DEFINISI OPERASIONAL
a. Pasta gigi yang mengandung ekstrak daun sirih merupakan bahan semiaqueos yang digunakan bersama-sama sikat gigi dengan kandungan ekstrak
daun sirih 5%.
b. pH saliva merupakan derajat keasaman dari saliva yang dapat diukur dengan
menggunakan kertas lakmus. Kertas lakmus dicelupkan pada saliva yang
terkumpul dalam gelas dan segera diangkat apabila kertas lakmus telah
basah secara keseluruhan.
c. Bleeding on probing (BOP) merupakan salah satu tanda klinis yang
dijadikan indikator untuk mengetahui kondisi inflamasi gingiva yang diukur
dengan Papillary Bleeding Index (PBI) menurut Saxer dan Muhlemann
(1975).
d. Gingivitis marginalis kronis merupakan peradangan pada gingiva dengan
kriteria penilaian indeks gingival menurut Loe and Silness termasuk dalam
peradangan sedang
4.11 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
4.11.1 Alat.

34

a. Kaca mulut

untuk melihat keadaan gigi secara tidak

langsung dan untuk meretraksi pipi.


b. Nier becken
: sebagai wadah untuk menyimpan alat
c. Kertas lakmus
: untuk mengukur derajat keasaman saliva
d. pH indicator
: sebagai pedomana pembacaan kertas lakmus
yang telah dicelupkan
d. Gelas

: sebagai wadah saliva dan wadah air untuk

berkumur.
e. Peridontal probe

: untuk mengetahui perdarahan spontan dari

gingiva.
f. Sikat gigi

sebagai alat yang digunakan bersama pasta

gigi

4.11.2 Bahan.
a. Pasta gigi dengan kandungan ekstrak daun sirih.
b. Air untuk berkumur.
c. Kapas.

4.12

KRITERIA PENILAIAN

4.12.1 Potential of hydrogen (pH) saliva


pH saliva merupakan derajat keasaman dari saliva yang dapat diukur dengan
menggunakan kertas lakmus. Cara pengukuran pH saliva adalah dengan
mencelupkan ujung kertas lakmus pada saliva yang terkumpul dalam wadah dan
segera diangkat apabila kertas lakmus telah basah secara keseluruhan. Perubahan
warna pada kertas lakmus setelah 10 detik diamati dengan mengacu pada pH
indikator kemudian nilainya dicatat.

35

4.12.2 Papillary Bleeding Indeks (PBI)


Papillary Bleeding Indeks (PBI) pertama kali dikenalkan oleh Saxer dan
Muhlemann (1975). Indeks ini merupakan indikator yang sensitif untuk
mengetahui tingkat keparahan peradangan gusi pada sesorang. Pengukuran PBI
dilakukan pada 28 tempat di gusi daerah papila pada gigi tetap kecuali M3.
Probing dilakukan pada keempat kuadran. Pada kuadran pertama yang diperiksa
hanya pada bagian palatal, pada kuadran kedua yang diperiksa bagian
fasial/bukal, pada kuadran ketiga pada bagian lingual dan kuadran keempat pada
bagian fasial/bukal. Pemeriksaan dilakukan dengan jalan menelusuri sulkus
dengan probe yang tidak tajam dengan tekanan jari ringan mulai dari dasar
papila hingga ke puncaknya dari distal ke mesial. Setelah 20-30 detik satu
kuadran telah lengkap dilakukan probing, intensitas perdarahan dinilai dalam
skor dan dicatat.

TABEL 4.1 Papillary Bleeding Indeks


Sko
r

Keterangan

0
1

Tidak ada perdarahan saat probing


Setelah dilakukan probing pada sulkus mesial dan distal, 20-30 detik
kemudian tampak perdarahan berupa titik
Tampak perdarahan berupa garis yang jelas atau beberapa titik perdarahan
pada bagian marginal gingiva
Tampak perdarahan di bagian interdental yang kurang lebih ditutupi oleh
darah
Perdarahan yang berlebih segera setelah probing, darah mengalir ke daerah
interdental untuk menyelubungi bagian dari gigi atau gingival.

2
3
4

Sumber: Klaus H, Reteitshack EM, Wolf HF, Hassel TM, color atlas periodontology, Nyw York:
Thieme Inc, p.30

36

4.13

DATA

4.13.1 Data
Data diperoleh dengan cara memeriksa perubahan pH saliva dan bleeding on
probing (BOP) subyek setelah menggunakan pasta gigi ekstrak daun sirih kemudian
melakukan pencatatan dan analisa.
4.13.2 Jenis data
Jenis data yang digunakan adalah pengumpulan data primer, data diperoleh dari
hasil pemeriksaan perubahan pH saliva dan bleeding on probing (BOP) pada subyek
yang ada di bagian Periodontologi RSGMP UNHAS.
4.14 ANALISIS DATA
Analsis data mengenai hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik
menggunakan SPSS 18, kemudian mendistribusikannya kedalam bentuk tabel. Data
diuji dengan menggunakan uji ANOVA untuk membandingkan nilai pH saliva dan
perdarahan papila (PBI) pada setiap pemeriksaan dan uji t-test berpasangan untuk
melihat perbedaan antara pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih dan
pasta gigi kontrol.
4.15 ALUR PENELITIAN
4.15.1 Pasien yang datang ke bagian Periodontologi RSGMP UNHAS diskeling.
4.15.2 Pasien diberikan Informed Concent sebagai bukti persetujuan untuk dilakukan
penelitian tentang pengaruh pemakaian pasta gigi yang mengandung ekstrak
daun sirih, bersedia untuk dilakukan pemeriksaan terhadap perubahan pH

37

saliva dan bleeding on probing (BOP) serta bersedia untuk dilakukan evaluasi
kembali pada hari ke 7 dan hari ke 21 pemakaian pasta gigi
4.15.3 Dua minggu setelah dilakukan skeling, dilakukan pemeriksaan pH saliva dan
BOP pasien sebagai baseline. Pemeriksaan pH saliva menggunakan kertas
lakmus. Sampel diminta untuk mengumpulkan salivanya selama 30 detik
kemudian dimasukkan ke dalam wadah. Kertas lakmus kemudian dicelupkan
ke dalam saliva dan segera diangkat setelah basah secara keseluruhan.
Perubahan warna pada kertas lakmus kemudian diamati dan dicatat.
Pemeriksaan BOP dengan metode

papillary bleeding index

(PBI)

menggunakan instrumen periodontal probe


4.15.4 Pasien diberikan pasta gigi, sikat gigi dan beberapa instruksi mengenai
frekuensi, lama, dan metode menyikat gigi.
4.15.5 Setelah 7 hari pemakaian pasta gigi dilakukan evaluasi pertama. Dilakukan
pemeriksaan pH saliva dan pemeriksaan bleeding on probing (BOP) dengan
metode papillary bleeding index (PBI) menggunakan instrumen periodontal
probe.
4.15.6 Semua skor dicatat
4.15.7 Evaluasi kedua dilakukan pada hari ke 21 pemakaian pasta gigi. Dilakukan
pemeriksaan pH saliva dan pemeriksaan bleeding on probing (BOP) dengan
metode papillary bleeding index (PBI) menggunakan instrumen periodontal
probe.

38

4.15.8 Skor dicatat


4.15.9 Seluruh skor yang didapatkan yaitu skor pH saliva dan bleeding on probing
(BOP) sampel sebelum memakai pasta gigi ekstrak daun sirih (hari ke 0),
pada hari ke 7, dan pada hari ke 21 pemakaian pasta gigi. Datanya diolah,
dideskripsikan kemudian dianalisa.

Pasien diskeling

Informed Consent

Dua minggu kemudian dilakukan


pemeriksaan pH saliva dan bleeding on
probing (BOP) sebagai baseline

Sampel diberikan pasta gigi dan sikat gigi serta


beberapa isntruksi (frekuensi menyikat=2x sehari
pagi dan malam, lama menyikat=2 menit, dan
metode menyikat=roll)

Evaluasi : Pengukuran
pH saliva dan bleeding on
probing (BOP)
39

Hari ke 0 pemakaian
pasta gigi (baseline)

Hari ke 7 pemakaian
pasta gigi

Hari ke 21
pemakaian pasta

Gambar 4.1 Skema Alur Penelitian


Sumber : Puspasari Dyna. Skema alur penelitian di Bagian periodontologi RSGMP UNHAS.
Data Primer. 2013

BAB V
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bagian Periodontologi RSGMP


UNHAS pada bulan Maret 2013 sampai Mei 2013, telah terkumpul 30 orang pasien
yang bersedia menjadi sampel penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi yakni
pasien yang berumur 18-25 tahun dan mengalami gingivitis marginalis kronis dengan
kriteria sedang menurut Loe and Sillness. Kemudian sampel tersebut dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok uji (n=15) dan kelompok kontrol (n=15).
Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah pengukuran pH saliva dan bleeding
on probing (BOP) pada penggunaan pasta gigi dengan kandungan ekstrak daun sirih
sebagai pasta gigi uji dan pasta gigi colgate sebagai kontrol positif selama 3 minggu
setelah dilakukan skeling. Pemeriksaan pertama dilakukan untuk mendapatkan data
pretest atau baseline yaitu pada minggu kedua setelah skeling, pemeriksaan kedua
dilakukan 1 minggu berikutnya setelah pasien memakai pasta gigi, dan pemeriksaan
terakhir dilakukan 2 minggu berikutnya untuk mendapatkan data post-test. Setelah

40

data terkumpul, dilakukan perbandingan antara sebelum dan sesudah penggunaan


pasta gigi uji dan pasta gigi kontrol. Adapun parameter klinis yang diperiksa tersebut
adalah Pappilary Bleeding Index (PBI) dan pH saliva yang kemudian disajikan
dalam bentuk tabel sehingga dapat terlihat dengan jelas perbedaan antara parameter
klinis yang diukur sebelum dan sesudah penggunaan pasta gigi serta perubahan yang
terjadi pada setiap pemeriksaan.
Dari penelitian yang dilakukan secara keseluruhan menunjukkan adanya
perubahan yang siginifikan pada parameter klinis bleeding on probing (BOP) setelah
pemakaian pasta gigi uji dan pasta gigi kontrol. Namun tidak terdapat perubahan
yang signifikan pada parameter klinis pH saliva setelah pemakaian pasta gigi uji dan
pasta gigi kontrol. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table-tabel berikut ini:
Tabel 5.1
Distribusi pengaruh pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih
terhadap penurunan bleeding on probing (BOP).
Pasta gigi uji

PBI

I (Kelompok)

J (Kelompok)

Mean
Difference (I-J)

Sig.

Baseline

Hari ke 7
Hari ke 21

1.07000*
1.78867*

.000
.000

Hari ke 7

Hari ke 21

.71867*

.000

*selisih rata-rata signifikan pada level 0,05

Tabel 5.1 menunjukkan pengaruh pemakaian pasta gigi uji yang mengandung
ekstrak daun sirih terhadap penurunan bleeding on probing (BOP). Terdapat
penurunan yang signifikan dari data hasil pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari
ke 7 pemakaian pasta gigi uji (p=.000) serta pemeriksaan hari ke 7 hingga hari ke 21

41

pemakaian pasta gigi uji (p=.000). Begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari
baseline hingga hari ke 21 pemakaian pasta gigi uji menunjukkan adanya penurunan
yang signifikan (p=.000)

Tabel 5.2
Distribusi pengaruh pemakaian pasta gigi kontrol terhadap penurunan bleeding on
probing (BOP).
Pasta gigi uji

PBI

I (Kelompok)

J (Kelompok)

Mean
Difference (I-J)

Sig.

Baseline

Hari ke 7
Hari ke 21

.73933*
1.55000*

.000
.000

Hari ke 7

Hari ke 21

.81067*

.000

*selisih rata-rata signifikan pada level 0,05

Tabel 5.2 menunjukkan pengaruh pemakaian pasta gigi kontrol terhadap


penurunan bleeding on probing (BOP). Sama dengan tabel sebelumnya, terdapat
penurunan yang signifikan dari data hasil pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari
ke 7 pemakaian pasta gigi kontrol (p=.000) serta pemeriksaan hari ke 7 hingga hari
ke 21 pemakaian pasta gigi kontrol (p=.000). Begitu juga dengan hasil pemeriksaan
dari baseline hingga hari ke 21 pemakaian pasta gigi uji menunjukkan adanya
penurunan yang signifikan (p=.000)

Tabel 5.3

42

Distribusi pengaruh pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih
terhadap perubahan pH saliva
Pasta gigi uji

pH saliva

I (Kelompok)

J (Kelompok)

Mean
Difference (I-J)

Sig.

Baseline

Hari ke 7
Hari ke 21

.33333
.33333

.138
.138

Hari ke 7

Hari ke 21

.00000

1.000

Tabel 5.3 menunjukkan pengaruh pemakaian pasta gigi uji yang mengandung
ekstrak daun sirih terhadap perubahan pH saliva. Pada tabel ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat perubahan yang signifikan dari data hasil pemeriksaan baseline hingga
ke hari ke 7 pemakaian pasta gigi uji (p=.138), serta pemeriksaan hari ke 7 hingga
hari ke 21 pemakaian pasta gigi uji (p=1.000). Begitu juga dengan hasil pemeriksaan
baseline hinggan hari ke 21 tidak menujukkan adanya perubahan yang signifikan
(p=.056).
Tabel 5.4
Distribusi pengaruh pemakaian pasta gigi kontrol terhadap perubahan pH saliva
Pasta gigi uji

pH saliva

I (Kelompok)

J (Kelompok)

Mean
Difference (I-J)

Sig.

Baseline

Hari ke 7
Hari ke 21

.86667*
.86667*

.000
.000

Hari ke 7

Hari ke 21

.00000

1.000

*selisih rata-rata signifikan pada level 0,05

Tabel 5.4 menunjukkan pengaruh pemakaian pasta gigi kontrol terhadap


perubahan pH saliva. Berbeda dengan tabel sebelumnya, terdapat perubahan yang
43

signifikan pada hasil pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari ke 7 pemakaian pasta


gigi kontrol (p=0.000). Sedangkan untuk pemeriksaan hari ke 7 hingga hari ke 21
pemakaian pasta gigi kontrol tidak terdapat perubahan yang signifikan (p=1.000).
Hasil pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari ke 21 pemakaian pasta gigi control
terdapat perubahan yang signifikan (p=.000)
Tabel 5.5
Distribusi perbandingan antara pasta gigi uji dengan kandungan ekstrak daun sirih
dan pasta gigi control dengan pengamatan pada bleeding on probing (BOP)

PBI

Kelompo
k
Uji
Kontrol

N
15
15

Mean
1.0771
0.9876

Standar
deviasi
0.87509
.69880

P
0.593

Tabel 5.5 menunjukkan perbandingan secara keseluruhan antara kelompok uji


dan kelompok kontrol dengan pengamatan terhadap bleeding on probing (BOP).
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang dilakukan
pemeriksaan terhadap perubahan papillary bleeding index (PBI) (p=.0593) setelah
pemakaian pasta gigi uji dan pasta gigi kontrol. Namun kedua pasta gigi ini secara
signifikan dapat mengurangi bleeding on probing (BOP) setelah pemakaian pasta
gigi selama 3 minggu.

Tabel 5.6
Distribusi perbandingan antara pasta gigi uji dengan kandungan ekstrak daun sirih
dan pasta gigi control dengan pengamatan pada pH saliva

44

pH
saliva

Kelompo
k
Uji
Kontrol

N
15
15

Mean
7.1111
6.7111

Standar
deviasi
.61134
.45837

P
.001

Tabel 5.6 menunjukkan perbandingan antara pasta gigi uji dengan kandungan
ekstrak daun sirih dan pasta gigi kontrol dengan pengamatan pada pH saliva. Tidak
ada perbedaan yang signifikan antara pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun
sirih dan pasta gigi uji dengan pengamatan pada pH saliva (p=.001).

45

BAB VI
PEMBAHASAN
Penyakit periodontal merupakan kelompok infeksi rongga mulut yang faktor
etiologinya berupa faktor plak dan faktor lokal atau faktor dari mulut pasien itu
sendiri.19 Ada dua bentuk penyakit periodontal yaitu gingivitis dan periodontitis.
Gingivitis merupakan salah satu penyakit periodontal tahap awal dimana terjadi
peradangan di dalam jaringan periodonsium yang terbatas pada gingival, bersifat
reversible, disebabkan oleh mikroorganisme suatu koloni serta membentuk plak gigi
yang melekat pada tepi gingival. Pada plak gigi yang terbentuk tersebut terjadi difusi
saliva yang lambat sehingga mempengaruhi pH saliva.22
Dalam penelitian yang dilakukan pada bagian Periodontologi RSGMP UNHAS
sejak bulan Maret sampai Mei 2013 pada 30 sampel yang berusia 18-25 tahun serta
mengalami gingivitis marginalis kronis dapat diketahui bagaimana perubahan
parameter klinis yang diukur sebelum dan setelah pemakaian pasta gigi pada hari ke
7 dan hari ke 21. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 2 parameter klinis yaitu

46

Papillary Bleeding Index (PBI) dan pengukuran pH saliva. Hasil dari penelitian yang
dilakukan mengenai perubahan bleeding on probing (BOP) dan pH saliva setelah
pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih dan pasta gigi kontrol
akan dibahas satu per satu berdasarkan indeks parameter klinik yang digunakan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, untuk parameter klinis perdarahan papilla
(PBI), baik pada penggunaan pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih
maupun pada pasta gigi kontrol, terjadi perubahan yang signifikan (p=.000). Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan Claudio Mendes Pannuti, et al 23 di School
of Dentistry yang menyatakan bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan pada
perdangan gingival setelah pemakaian pasta gigi baik pada kelompok uji maupun
pada kelompok kontrol. Hal ini berbeda dengan teori tentang daun sirih bahwa daun
sirih mengandung senyawa teriterpenoid, flavonoid dan tanin yang mempunyai
aktivitas sebagai antimikroba yang mampu melawan beberapa bakteri gram positif
dan gram negatif. Daya antibakteri minyak atsiri daun sirih disebabkan oleh adanya
senyawa fenol dan turunannya yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri. Bahan
aktif tersebut adalah kavikol dan betelfenol. Senyawa ini memiliki daya antiseptik
yang kuat dan kavikol memiliki daya pembunuh bakteri lima kali lipat dari fenol
biasa.20
Dari hasil penelitian yang dilakukan juga diperoleh hasil mengenai perubahan pH
saliva setelah pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih dan
pasta gigi kontrol. Perubahan yang signifikan hanya terjadi pada pemakaian pasta
gigi kontrol pada pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari ke 7 (p=.000). Penelitian
yang dilakukan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Alphina Nirmaladewi,
47

et al22 yang meneliti status saliva penderita gingivitis setelah berkumur dengan
EGCG yang mendapatkan hasil bahwa berkumur dengan EGCG tidak mempengaruhi
kenaikan pH saliva. Hal ini bisa disebabkan karena pH saliva sangat dipengaruhi
oleh sistem bikarbonat. Sistem bikarbonat sangat efektif dalam menetralisir asam dan
berbanding lurus dengan kecepatan sekresi saliva.22
Dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa pasta gigi uji yang
mengandung ekstrak daun sirih dan pasta gigi kontrol memiliki pengaruh dalam
mengurangi perdarahan papilla sebab sesuai dengan uji data statistik terdapat
penurunan tingkat perdarahan papilla yang signifikan setelah pemakaian pasta gigi.
Untuk perubahan pH saliva, tidak terlihat perubahan yang signifikan setelah
pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih. Hanya pada
pemakaian pasta gigi kontrol pada pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari ke 7
dan pada pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari ke 21. Namun pada pemeriksaan
baseline ke pemeriksaan hari ke 21 tidak ada perubahan yang signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan yang terjadi pada pH saliva
setelah pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih dan pasta gigi
kontrol.

48

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 SIMPULAN
Dari pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan:
1. Dari 30 sampel yang telah diberikan pasta gigi (15 sampel menggunakan
pasta gigi uji dan 15 sampel menggunakan pasta gigi kontrol), diperoleh
nilai penurunan yang signifikan dari pemeriksaan baseline ke
pemeriksaan hari ke 7 (p=.000), pemeriksaan hari ke 7 sampai hari ke 21
(p=.000). Begitu juga dengan pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari
ke 21 terdapat penurunan yang signifikan (p=.000). Hal ini menunjukkan
pasta gigi yang mengandung ekstrak daun sirih memiliki pengaruh
terhadap peradangan gingival, sebab daun sirih memiliki kandungan
utama yaitu minyak atsiri. Daya antibakteri minyak atsiri daun sirih
disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan turunannya yang dapat
mendenaturasi protein sel bakteri. Bahan aktif tersebut adalah kavikol dan
betelfenol. Senyawa ini memiliki daya antiseptik yang kuat dan kavikol
memiliki daya pembunuh bakteri lima kali lipat dar fenol biasa.
2. Pada hasil uji data statistik tentang pengaruh pemakaian pasta gigi
terhadap pH saliva, perubahan yang signifikan hanya terjadi pada
pemakaian pasta gigi kontrol yaitu perubahan yang signifikan terjadi pada

49

pemeriksaan baseline ke hari ke 7 (p=.000) dan pemeriksaan baseline ke


hari ke 21 (p=.000), sedangkan pada pemakaian pasta gigi uji yang
mengandung ekstrak daun sirih tidak terjadi perubahan yang signifikan.
Hal ini bisa disebabkan bebrapa faktor yang tidak bisa dikontrol oleh
peneliti, yang menyebabkan hasil yang didapatkan tidak signifikan.
Misalnya seperti pengaruh makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh
sampel sebelum dilakukan pemeriksaan yang dapat mempengaruhi derajat
keasaman saliva sampel tersebut.
7.2 SARAN
Hal yang dapat penulis sarankan setelah melakukan penelitian ini yaitu :
1. Disarankan apabila penelitian ini dilanjutkan diharapkan peneliti bisa
lebih mengontrol variabel-variabel perancu yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian.
2. Disarankan untuk mahasiswa dan para dokter gigi di fakultas
kedokteran gigi UNHAS agar lebih mensosialisasikan tentang
penggunaan pasta gigi herbal khususnya yang mengandung ekstrak
daun sirih untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.

DAFTAR PUSTAKA
50

1. Tampubolon, Nurmala Situmorang. Dampak karies gigi dan penyakit


periodontal

terhadap

kualitas

hidup.

2010.

Available

from:

http://library.usu.ac.id.html Diakses 16 November, 2012.


2. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carranzas Clinical Periodontology 9th
ed. Philadelphia: W.B.Saunders Company; 2002. pp 62-7, 132
3. Harty F.J, Ogston R. Kamus kedokteran gigi (terj.Narlan sumawinata).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. Hal 272
4. Bulkacz Jaime, Carranza AF. Defense mechanism of the gingiva. In: John M
Novak, editor. Carranzas Clinical Periodontology 11th ed. Philadelphia:
W.B.Saunders Company; 2008. P 69-70.
5. Sasmita inne suherma, Pertiwi arlette SP, Halim muttaqin. Gambaran efek
pasta gigi yang mengandung herbal terhadap penurunan indeks plak.
Bandung: FKG Unpad.
6. Hidayaningtyas prima. Perbandingan efek antibakteri air seduhan daun sirih
(piper betle linn) terhadap streptococcus mutans pada waktu kontak dan
konsistensi yang berbeda. Artikel KTI FK UNDIP; 2008 hal 10.
7. Putri MH, Herijulianti eliza, Nurjannah neneng. Ilmu pencegahan penyakit
jaringan keras dan jaringan pendukung gigi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010. hal 110-2
8. Rateitschak Edth M, Wolf Herbert M, Hassell Thomas M. Color atlas of
periodontology. 1985. p 118.
9. Yudiarti turrini, Rizqiati heni. Upaya peningkatan ikan segar terhadap
mikroba dengan pemberian berbagai bentukan daun sirih. Laporan penelitian
lembaga penelitian Universitas Diponegoro. 2002. Hal 3-4
10. Januwati M, Rosita S.M. Faktor-faktor ekologi yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman sirih (piper betle l.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia.
1992

51

11. Andarwulan dan Nuri. Phenolic synthesis in selected root cultures,

and

seeds. Food Science Study Program. Post Graduated Program. Bogor


Agricultural University: Bogor. 2000.
12. Almeida PDVd, Gregio AM, Machado MA, Lima AASd, Azevedo LR. Saliva
Composition and Functions: A Comprehensive Review. The Journal of
Contemporary Dental Practice. 2008;9(3):2-8.
13. Bailey R. Salivary glands and saliva. 2008 [cited 2013 Jan 5]; Available from:
www.springer.com/cda/content/document/cda.../9783540470700-c1.pdf.html
14. Amerongen AVN. Ludah dan Kelenjar Ludah : Arti bagi Kesehatan
Gigi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1991. Hal. 1-39
15. Soejoto, Faradz SMH, Witjahyo RB, Susilaningsih N, Purwati RD, et al.
Lecture Notes Histologi II. Semarang: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 2009. Hal 28-35.
16. Soesilo Diana, Santoso rinna E, Diyatri indeswati. Peranan sorbitol dalam
mempertahankan kestabilan ph saliva pada proses pencegahan karies. Dent J.
Vol.38 No.1 Januari 2005: hal 25-8
17. Novak M John. Classification of disease and conditions affecting the
periodontium. In: John M Novak, editor. Carranzas Clinical Periodontology
9th ed. Philadelphia: W.B.Saunders Company; 2002. P 64-7.
18. Carranza FA, Rapley johnW. Clinical features of gingival. In: John M Novak,
editor. Carranzas Clinical Periodontology 9th ed. Philadelphia: W.B.Saunders
Company; 2002. P 269-70.
19. Sriyono, Widayanti N. Pengantar ilmu kedokteran gigi pencegahan cetakan
ke 1. Jogjakarta Medika:FKG UGM. 2005. Hal. 34.
20. Reveny, Julia. Daya antimikroba ekstraksi dan fraksi daun sirih merah (piper
betle linn). Jurnal Ilmu Dasar. Vol.12 No.1. 2011. hal 6-12
21. Peter F, Arthur R, John L. The periodontic syllabus. In: Amaliya, editor. 4th ed.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC: 2005.p.13-29

52

22. Nirmaladewi alphiana, Handajani juni, Tandelilin regina TC. Status saliva
dan gingivitis pada penderita gingivitis setelah kumur epigalocatechingallate
(EGCG) dari ekstrak teh hijau (camellia sinensis). Jogjakarta: FKG UGM.
2006. Hal 2-6.
23. Pannuti, Matos. Clinical effect of a herbal dentrifice in the control of plaque
and gingivitis. Brazilia : Pesqui Odontal Bras. Hal 323-33

53

Anda mungkin juga menyukai