Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kehamilan (alamiah) terjadi akibat adanya pembuahan sel telur di dalam indung
telur wanita oleh sperma. Dalam proses alamiah, ini terjadi karena sperma masuk ke
indung telur melalui saluran rahim pada saat melakukan berhubungan badan. Normalnya,
wanita hanya memproduksi satu sel telur setiap bulannya. Dilain tubuh pria bisa
memproduksi sperma terus menerus dalam jumlah besar. Rata-rata setiap semprotan air
mani mengandung 100-200 juta sperma. Namun dari jumlah tersebut hanya satu yang
berhasil menembus indung telur dan membuahi sel telur. Ini merupakan salah satu bentuk
seleksi alam untuk memilih bibit yang terbaik. Apabila pembuahan ini berhasil, dari satu
sel telur yang telah dibuahi dan berukuran 0.2 mm akan terus berkembang biak dan
berpindah ke dalam rahim. Kurang lebih sekitar 7-10 hari setelah pembuahan, sel telur
yang telah dibuahi akan masuk dan menempel di selaput dalam rahim. Dianalogikan
dengan kasur, selaput dalam rahim ini tebal dan lunak sehingga bisa melindungi sel telur
yang telah dibuahi. Pada tahap ini kehamilan sudah dimulai.
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Diperkirakan ada 14 juta kasus
perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami
perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4
jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan
disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga
sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat
sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk,
akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2007)
adalah 248 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 28 % dari angka tersebut disebabkan
oleh perdarahan post partum.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
a. Perdarahan

pascabersalin

primer

terjadi

dalam

24

jam

pertama

setelah

persalinan,sementara perdarahan pasca bersalin sekunder adalah perdarahan


pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga 12 minnggu setelah
persalinan.
b. Perdarahan pascabersalin adalah perdarahan >500 ml setelah bayi lahir atau yang
berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu
2. Prevalensi
Prevalensi kejadian perdarahan post partum baik di negara maju maupun di negara
berkembang adalah berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh
penyebabnya antara lain karena atonia uteri (5060%), sisa plasenta (2324%), retensio
plasenta (16-17%), laserasi jalan lahir (45%), kelainan darah (0,5 0,8%). Di Indonesia
perdarahan postpartum menduduki tingkat teratas sebagai penyebab kematian ibu, yaitu
sebesar 40%-60%.
3. Etiologi
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor-faktor
yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir
retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.
1) Tone Dimished :Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan
mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di
control oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia
uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena
atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul
karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan
mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan
terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
- Manipulasi uterus yang berlebihan
- General anestesi (pada persalinan dengan operasi )
- Uterus yang teregang berlebihan :
o Kehamilan kembar
o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500-5000 gram )
o Polyhydramnion
- Kehamilan lewat waktu,
- Portus lama

- Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus )


- Anestesi yang dalam
- Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
- Plasenta previa,
- Solutio plasenta
2) Tissue
- Retensio plasenta
- Sisa plasenta
- Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan
retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas se
bagian

maka

akan

terjadi

perdarahan

yang

merupakan

indikasi

untuk

mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :


-

kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)


Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus
desidva sampai miometrium sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta
perkreta )

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III.
Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan
penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum
3) Trauma
Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan Lahir
a. Ruptur uterus
b. Inversi uterus
c. Perlukaan jalan lahir
d. Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain
grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan

dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section
secarea sebelumnya. Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva,
dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam
dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu
laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah
mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan
dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan
bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang
berlebihan jika mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada
penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan
dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik
akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi
cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi
terbaik. Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga
tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tibatiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri dapat dibagi :
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
-

tersebut.
Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar

vagina
4) Pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
- Hipofibrinogenemia,
- Trombocitopeni,
- Idiopathic thrombocytopenic purpura,
- HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
-

count),
Disseminated Intravaskuler Coagulation,
Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan

trombosit sudah rusak.


Faktor predisposisi

a. Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta : plasenta previa, solutio plasenta,


plasenta akreta/inkreta/perkreta, kehamilan ektopik, mola hidatidosa
b. Trauma saat kehamilan dan persalinan: episiotomi, persalinan pervaginam dengan
instrumen (forsep di dasar panggul atau bagian tengah panggul), bekas SC atau
histerektomi
c. Volume darah ibu yang minimal, terutama pada ibu berat badan kurang, preeklampsia
berat/eklampsia, sepsis, atau gagal ginjal
d. Gangguan koagulasi
e. Pada atonia uteri, penyebabnya antar lain uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan
kembar, hidramnion atau bekuan darah), induksi persalinan, penggunaan agen
anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi), persalinan lama,
korioamnionitis, persalinan terlalu cepat dan riwayat atonia uteri sebelumnya.
4. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkansirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi
uterus menurun sehingga sehingga pembuluh darahpembuluh darah yang melebar tadi
tidak menutup sempura sehinga pedarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan terakhir
seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya
afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada kurangnya fibrin untuk membantu
proses pembekuan darah juga merupakan penyabab dari perdarahan dari postpartum.
Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

5. Pemeriksaan penunjang
1) Lab
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah
sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: saat tidak
hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi,
masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
2) Diagnostik
a. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

b. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan
retensi sisa plasenta. USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk
mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi
terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG
dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta
akreta dan variannya.
6. Tatalaksana awal
Tatalaksana menurut Departemen Kesehatan tahun 2013 adalah :
a. Tatalaksana umum
1) Panggil bantuan tim untuk tatalaksana secara simultan (Bagan 5)

2) Nilai sirkulasi,jalan napas dan pernapasan pasien


3) Jika menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok

4) Berikan oksigen
5) Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18) dan mulai
pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL atau Ringer Asetat) sesuai
dengan kondisi ibu. Pada saat memasang infus lakukan juga pengambilan sampel
darah untuk pemeriksaan.
Tabel 1. Jumlah Cairan Infus Pengganti Berdasarkan Perkiraan Volume
Kehilangan darah

Penilaian Klinis
Tekanan Frekuensi Perfus
Darah

Nadi

i Akral

Sistolik
(mmHg)

Volume

Perkiraan

Jumlah

Perdarahan

kehilangan

cairan infus

(% dari

Darah(ml)

kristaloid

volume

(volume darah

pengganti(2

total darah)

ibu~100ml/kgB

-3 x jumlah)

B kehilangan
120
100

80x/menit
100x/menit

<10%

darah)
<600 ml(asumsi

Pucat

Kurang lebih

BB 60 kg)
900 ml

2000-3000

1800 ml

ml
3500-5500

3000 ml

ml
6000-9000

Hangat

<90

>120x/meni

Dingin

15%
Kurang lebih

<60-70

t
>140x/meni

Basah

30%
Kurang lebih

t
Hingga tak
Terhingga

50%

ml

6) Jika fasilitas tersedia,ambil sampel darah dan lakukan pemeriksaan :


- Kadar Hemoglobin(pemeriksaan Hematologi rutin)
- Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk percobaan silang
- Profil hemostasis
o Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT)
o Waktu pembekuan (Clotting Time/CT)
o Prothrombin Time (PT)
o Activated Partial Thromboplastin Time (APTT)
o Hitung Trombosit
o Fibrinogen
- Lakukan pengawasan tekanan darah,nadi dan pernapasan ibu

Periksa kondisi abdomen:kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi

fundus uteri
Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi

( misal: ada robekan serviks atau robekan vagina)


Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan
jumlah cairan yang masuk . ( produksi urin normal 0,5-1 ml/KgBB/jam atau

sekitar 30 ml/jam)
Siapkan transfusi darah jika kadar Hb<8 g/dl atau secara klinis ditemukan
keadaan anemia berat
o 1 unit Whole Blood (WB) atau Packed red cells(PRC) dapat
menaikkan Hb 1 g/dl atau hematokrit sebesar 3% pada dewasa normal.
o Mulai melakukan transfusi darah, setelah Informed Concent di

tandatangani untuk persetujuan transfusi


Tentukan penyebab dari perdarahannya dan lakukan tatalaksana spesifik yang
sesuai
Tabel 2. Penyebab Perdarahan Pascabersalin

Penyebab yang harus


dipikirkan
Atonia uteri
Retensio plasenta
Sisa plasenta

Tanda dan gejala


-

Perdarahan segera setelah anak lahir


Uterus tidak berkontraksi atau lembek
Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit

setelah kelahiran bayi


Plasenta atau sebagian

mengandung pembuluh darah tidak lengkap


Perdarahan dapat muncul 6-10 hari

selaput

yang

pascrabersalin disertai dengan subinvolusi


Robekan jalan lahir

uterus
Perdarahan segera
Darah segar yang mengalir segera setelah

Ruptur uteri

bayi lahir
Perdarahan

Inversio uteri

intraabdominal atau pervaginam)


Nyeri perut yang hebat
Kontraksi yang hilang
Fundus uteri tidak teraba pada palpasi

segera

(perdarahan

Gangguan koagulasi

abdomen
Lumen vagina terisi massa
Nyeri ringan atau berat
Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak

terlihat gumpalan darah


Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji

pembekuan darah sederhana


Terdapat faktor predisposisi:
- Solusio plasenta
- Kematian janin dalam uterus
- Eklampsia
- Emboli air ketuban

b. Tatalaksana khusus
1) Atonia uteri
- Lakukan pemijatan uterus
- Pastikan plasenta lahir lengkap
- Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan Nacl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20
unit dalam 1000 ml larutan Nacl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40
-

tetes/menit hingga perdarahan berhenti.


Jika tidak tersedia oksitosin atau jika perdarahan tidak berhenti, berikan
ergometrin 0,2 mg IM dan IV(lambat), dapat di ikuti pemberian 0,2 mg IM
setelah 15 menit dan pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila
diperlukan. Jangan berikan lebih dari 5 dosis (1 mg)
Catatan :
1. Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang mengandung
oksitosin
2. Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat atau tidak

terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh darah


Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1

menit,dapat diulang setelah 30 menit)


Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual intenral selama 5
menit

Siapkan tindakan operatif atau rujuk kefasilitas yang lebih memadai sebagai

antisipasi bila perdarahan tidak berhenti


Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila kontraksi uterus tidak
membaik ,di mulai dari yang konservatif.

2) Robekan jalan lahir


Ruptur perineum dan robekan dinding vagina
- Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber perdarahan
- Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik
- Henitkan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan benang yang
-

dapat diserap
Lakukan penjahitan

Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus


selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujukan pasien.

Robekan Serviks
-

Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan
Jahitan dilakukan secara kontinue dimulai dari ujung atas robekan kemudian

kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit


Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (Bolus

selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.


3) Retensio plasenta
- Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20
unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40
-

tetes/menit hingga perdarahan berhenti


Lakukan tarikan tali pusat terkendali
Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual

secara hati-hati
Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan

metronidazol 500 mg IV)


Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi

perdarahan hebat atau infeksi


4) Sisa plasenta
- Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20
unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40
-

tetes/menit hingga perdarahan berhenti


Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah
dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan
evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan

kuretase.
Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan

metronidazol 500 mg )
- Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia uteri.
5) Inversio Uteri
- Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio
telah terjadi cukup lama, bersiaplah untuk merujuk ibu

Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/KgBB (jangan melebihi 100

mg IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/KgBB IM


- Jika usaha reposisi tidak berhasil, lakukan laparotomi
- Jika laparotomi tidak berhasil, lakukan histerektomi
6) Gangguan bekuan darah
- Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat dicegah
-

jika volume darah dipulihkan segera


Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta,eklampsia)
Berikan darah lengkap segar, jika tersedia untuk menggantikan faktor
pembekuan dan sel darah merah
Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilih salah satu dibawah ini:
Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan (15 ml/KgBB)
jika APTT dan PT melebihi 1,5 kali kontrol pada perdarahan lanjut atau

pada keadaan perdarahan berat walapun hasil dari pembekuan belum ada.
Packed Red Cells untuk penggantian sel darah merah
Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen
Konsentrasi trombosit (perdarahan berlanjut dan trombosit <20.000)
Apabila kesulitan mendapatkan darah yang sesuai, berikan darah golongan
O untuk penyelamatan jiwa

Tatalaksana menurut NSW Goverment Health tahun 2010 adalah :


1. Pencegahan HPP
Wanita non-anemia dapat dipengaruhi oleh kehilangan darah utama dan morbiditas
ibu akan semakin besar pada wanita dengan anemia sedang atau berat pada kehamilan.
Oleh karena itu deteksi antenatal dan koreksi anemia merupakan proses
pencegahan yang penting.Manajemen aktif kala III persalinan adalah cara yang
paling efektif untuk mencegah PPH. Dibandingkan dengan manajemen fisiologis
(atau hamil), manajemen aktif telah terbukti mengurangi lebih dari 50% risiko PPH,
kadar hemoglobin rendah postpartum, dan penggunaan transfusi darah. Manajemen
aktif menggabungkan pemberian obat profilaksis oxytocic sebagai bahu anterior
memberikan dengan penjepitan dini kabel, memotong, dan traksi tali pusat terkendali
dengan stabilisasi uterus.
Manajemen fisiologis atau hamil memperkerjakan tidak ada intervensi atas.
plasenta ini disampaikan oleh upaya ibu dibantu oleh gravitasi atau stimulasi puting
dan kabel dijepit ketika denyut berhenti. Semua bidan harus memastikan bahwa

perempuan yang memilih manajemen fisiologis tahap ketiga sepenuhnya diberitahu


tentang risiko yang lebih tinggi dari PPH karena atonia uteri.
Di negara maju, dua persen perempuan setelah melahirkan yang dirawat di rumah
sakit dengan PPH sekunder atau tertunda, setengah dari mereka menjalani rahim
evakuasi bedah. Sebagai subakut PPH mudah diremehkan, pencegahan dan
pengelolaan perdarahan postpartum sekunder harus dimasukkan dalam saran debit rutin
dan faktor dalam keputusan debit awal dan program.
a. Obat profilaksis oxytocic
Risiko perdarahan postpartum dapat dikurangi dengan 50% dengan pemberian rutin
obat oxytocic sebagai bagian dari manajemen tahap ketiga aktif. Profilaksis rutin
dapat menghasilkan pengurangan 70% dalam kebutuhan untuk oxytocics terapi
untuk mengobati perdarahan postpartum berlebihan. Manfaat yang signifikan dari
penggunaan oxytocic rutin harus ditimbang terhadap potensi.
Dalam kasus kehamilan ganda, semua janin diberikan obat oxytocic untuk
menghindari asfiksia intrauterin.
Oksitosin (Syntocinon) adalah obat yang saat ini menjadi pilihan untuk
pencegahan PPH. Keuntungannya adalah reaksi obatnya cepat dan mengurangi
efek samping seperti peningkatan tekanan darah atau kontraksi tetanik.
Oksitosin tidak meningkatkan risiko pada plasenta yang dipertahankan saat
durasi kala III persalinan dan dapat diberikan setelah lahir bahu anterior. Dosis
profilaksis biasanya adalah 5 -10 unit IM atau 5 unit IV perlahan jika akses
intravena sudah ditetapkan untuk alasan lain (misalnya blok epidural atau Grup

B Strep kemoprofilaksis).
Syntometrine (ergometrine maleat; oksitosin) berpengaruh kecil, tapi dapat
menurunkan risko perdarahan postpartum yang signifikan dibandingkan dengan
oksitosin dan mengalami kehilangan darah kurang dari 1000 ml. Selain itu
terdapat beberapa efek samping penggunaan syntometrine seperti mual,
muntah, sakit perut, sakit kepala, pusing, ruam, hipertensi, jantung aritmia dan
dada rasa sakit. Dosis profilaksis biasanya adalah 1 mL IM dalam melepaskan
plasenta. Syntometrine mengandung 0.5 mg maleat ergometrine dan 5 unit

oksitosin.
Misoprostol, analog prostaglandin E1, saat ini tidak dianjurkan untuk
pencegahan dan pengendalian PPH secara rutin. Menurut WHO multisenter

dalam percobaan acak double-blind yaitu membandingkan misoprostol dan


oksitosin untuk profilaksis PPH, lebih banyak perempuan yang mendapatkan
misoprostol yang kehilangan darah diukur dari 1.000 mL atau lebih dalam
keadaan uterotonics. Studi ini menemukan bahwa oksitosin 10 unit (intravena
atau intramuskular) merupakan lebih efektif dalam manajemen aktif kala III
persalinan dalam pengaturan rumah sakit. Sebuah meta-analisis, prostaglandin
untuk mencegah perdarahan postpartum. Prostaglandin intramuskular atau
misoprostol lebih baik untuk uterotonics injeksi konvensional sebagai bagian
dari manajemen tahap ketiga persalinan terutama untuk perempuan yang
berisiko rendah.
Maleat ergometrine tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi

pencegahan pertama karena efek samping yang signifikan.


b. Komponen lain dari manajemen aktif kala III
Selain oxytocics yang berkontribusi paling utam untuk perbedaan dalam tingkat
PPH antara aktif dan manajemen hamil. Manajemen aktif dari tahap ketiga yaitu
termasuk penjepitan tali pusar awal dan dikendalikan traksi kabel seperti yang
dijelaskan di bawah ini.
- Pengikatan awal plasenta dan memotong
Penjepitan cepat dan pemotongan tali pusat sebelum awal dikendalikan kabel
traksi yang dilanjutkan sampai ada bukti definitif tentang waktu kabel
-

menjepit pada frekuensi PPH.


Dikontrol traksi tali pusat dengan adanya oksitosin
Ini melibatkan palpasi fundus uteri untuk mengkonfirmasi kontraksi uterus
diikuti oleh traksi tali lembut, skor seimbang dengan tekanan ke atas tepat di
atas simfisis pubis. Plasenta akan memberikan secara spontan atau dapat
ditemukan di leher rahim dengan digital lembut pemeriksaan dan kemudian

dapat diangkat dari vagina. Jika sulit dikontrol, dapat diberikan IV oksitosin.
Retensi plasenta
Retensi plasenta merupakan penyebab utama dari PPH. Retensi plasenta
didefinisikan sebagai plasenta yang tidak dikeluarkan dalam waktu 30 menit
dari kelahiran bayi. Kebijakan lokal harus mencakup langkah-langkah untuk
pengelolaan dipertahankan plasenta dengan dan tanpa perdarahan. Ini
termasuk merangsang kontraksi uterus dan memastikan kandung kemih

kosong. Jika plasenta tidak dikeluarkan oleh usaha ibu mengikuti langkahlangkah ini dan tidak ada oxytocics telah diberikan, memberikan oksitosin 10
unit IM. Jangan memberikan ergometrin karena menyebabkan kontraksi
uterus tonik yang dapat menunda pengeluaran plasenta. Traksi tali pusat
terkendali dapat dicoba jika plasenta masih tidak lahir 30 menit setelah
pemberian oksitosin, disediakan rahim dikontrak. Jika traksi tali pusat
terkendali tidak berhasil, kemungkinan dilakukan manual plasenta seperti
kejadian postpartum perdarahan dan komplikasi lain mulai meningkat secara
progresif setelah tahap ketiga melebihi 30 minutes. Ini harus dilakukan di
ruang operasi dengan akses intravena dan anestesi yang memadai. Hal ini juga
-

penting untuk memastikan hemoglobin, golongan darah dan antibodi.


Pijat fundus
Setelah plasenta lahir, uterus terus berkontraksi dan dapat dipalpasi fundus.
Pijat fundus terkadang diperlukan untuk mempertahankan kontraksi uterus.
Memeriksa plasenta dan membran
Periksa plasenta dan membran untuk kelengkapan.
Kaji trauma
Semakin rendah saluran kelamin harus hati-hati diperiksa untuk luka dan /
atau tanda-tanda akan hematoma. Setelah kelahiran operatif, inspeksi serviks
dan vagina bagian atas untuk mengidentifikasi adanya laserasi / hematoma.
Hematoma atau ruptur uterus (misalnya ke ligamentum yang luas) harus
dicurigai mana tanda-tanda dan gejala kehilangan darah yang berlebihan tidak
konsisten dengan kehilangan darah yang terlihat. Gejala klasik pecah ke
dalam ligamen pendukung rahim, seperti nyeri bahu ujung, harus secara

khusus dinilai.
c. Manajemen PPH
Pengakuan awal dari PPH, diikuti dengan evaluasi yang sistematis dan pengobatan
dan cepat resusitasi cairan sangat penting untuk meminimalkan morbiditas dan
mortalitas. Pengobatan terdiri manajemen umum perdarahan yang berlebihan dan
resusitasi ibu untuk perdarahan berkepanjangan atau kehilangan darah masif.
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas sekunder untuk PPH adalah koreksi
tertunda dan tidak pantas dari hipovolemia, keterlambatan dalam mengenali
kegagalan koagulasi dan penundaan dalam mengendalikan perdarahan yang

traumatis. Total darah yang hilang juga dapat diperburuk jika perdarahan
tersembunyi di rongga rahim, rongga perut, atau retroperitoneally.
Penggantian cairan cepat dan tepat untuk memperbaiki hipovolemia mungkin
menyelamatkan nyawa dan dapat memperoleh waktu untuk mengontrol perdarahan
dan mendapatkan darah untuk transfusi harus menjadi perlu. Untuk mengembalikan
beredar (intravaskular) volume, infus kristaloid (normal saline atau larutan
Hartman) dalam volume setidaknya tiga kali diukur. Sebuah Cochrane Ulasan
koloid dan kristaloid solusi untuk resusitasi pada sakit kritis pasien menemukan
tidak ada perbaikan dalam kelangsungan hidup terkait dengan koloid, termasuk
albumin atau fraksi protein plasma, dan mereka diberikan biaya lebih besar
mempertanyakan terus menggunakannya di luar konteks acak trials yang
dikendalikan. Penelitian mengevaluasi penggunaan koloid dan kristaloid solusi
untuk resusitasi cairan terus.
Darah adalah cairan pengganti ideal di PPH karena tidak hanya menggantikan
kehilangan volume tetapi juga kapasitas pembawa oksigen yang hilang. Ini
umumnya akan berarti memberikan darah setiap kali, volume diukur hilang lebih
besar dari sekitar 2 liter atau di ambang rendah jika perdarahan sedang berlangsung
atau ada tanda-tanda syok. Keputusan untuk melakukan transfusi harus
memperhitungkan kehilngan darah yang dapat berisiko bagi wanita hamil.
Konsultasi yang tepat mengenai pemantauan invasif harus dipertimbangkan pada
pasien dengan PPH sangat penting untuk mengidentifikasi sumber perdarahan di
tandai dengan resusitasi cairan, untuk memonitor status koagulasi secara teratur
dan mempertimbangkan konsultasi hematologi awal.
- Terapi obat untuk pengelolaan PPH
Perdarahan postpartum dapat diobati dengan Syntocinon, Syntometrine
dan maleat ergometrine sesuai Tabel 3. Obat tambahan dianggap di bawah ini.
Jika Penyebab adalah atonia uteri dan perdarahan terus, pilihan agen
tambahan dan rute pemberian akan ditentukan oleh pengalaman dokter dan
urgensi yang administrasi diperlukan. Sebagai contoh, rute intramuskular akan
lebih disukai dalam pengaturan di mana mungkin ada keterlambatan dalam
membangun akses IV.
Dinoprost (Prostaglandin F2 alpha) digunakan untuk mengontrol
perdarahan postpartum parah yang disebabkan oleh uterus atonia yang

tidak responsif terhadap oksitosin, ergometrin atau massage23 rahim.


Studi memiliki belum mapan yang persiapan, dosis, atau rute pemberian
yang paling efektif. Perlu dicatat bahwa dinoprost adalah zat terlarang
yang membutuhkan wewenang untuk meresepkan / pasokan. Saat ini
hanya praktisi medis berikut adalah resmi: spesialis dengan kualifikasi
FRANZCOG atau FRCOG, dan GP dokter kandungan di lokasi pedesaan
-

di mana tidak ada spesialis hadir.


Prostaglandin F2 alpha harus digunakan dengan hati-hati pada wanita
dengan asma, hipertensi,

jantung aktif, penyakit ginjal atau hati dan

hipersensitivitas. Efek samping penggunaan Prostaglandin F2 alpha adalah


mual, muntah, diare, sakit kepala, muka merah, demam, ruptur uteri dan gagal
jantung.Metode Dosis yang biasa digunakan yaitu pencampuran prostaglandin
5mg F2 alpha (1mL dari 5mg / mL larutan) dengan 9ml cairan normal
saline. The Medical Officer menyuntikkan 1 mL (0,5 mg) transabdominal ke
miometrium pada setiap sisi fundus yaitu 1mg (2 mL larutan siap) ke dalam
fundus uteri.hal ini dapat diulangi berdasarkan kebijaksanaan

dokter bila

atonia

dari

berlanjut,

dengan

dosis

maksimum

3mg

(6ml

siap

larutan). Atau, suntikan transervikal pada arah jam 9 dan 3 untuk membantu
kontraksi arteri rahim.
CATATAN: Pastikan garis IV, pemantauan jantung, dan terapi oksigen di
tempat sebelum pemberian Prostaglandin F2 alpha. Harus ada penyediaan
peralatan resusitasi peralatan dan anestesi.
Misoprostol adalah prostaglandin E1 analog yang memiliki aksi
uterotonika. Misoprostol adalah salah satu obat murah dan stabil pada
suhu kamar yang dapat berfungsi untuk pencegahan dan pengobatan
pendarahan postpartum. Perdarahan postpartum merupakan penyebab
utama kematian ibu di negara berkembang. WHO menyebutkan bahwa
misoprostol dapat berfungsi untuk pencegahan dan pengobatan perdarahan
postpartum. Hal ini diterbitkan melalui Departemen Kesehatan dan
Penelitian Reproduksi, menyatakan bahwa penggunaan misoprostol selain
injeksi uterotonik lainnya tidak dianjurkan. Berdasarkan penelitiannya,
misoprostol yang kurang efektif bila dibandingkan oksitosin dan

uterotonics suntik lainnya dan memiliki efek samping seperti demam dan

menggigil
Gemeprost (Cervagem) adalah prostaglandin E analog yang memiliki
aksi uterotonika. Gemeprost lebih mahal dan tidak stabil pada suhu kamar

dibandingkan misoprostol .
CATATAN: tidak dianjurkan

penggunaan

obat-obatan

dinoprost,

misoprostol atau Gemeprost untuk penanganan perdarahan postpartum.


Sebelum menggunakan obat harus melalui indikasi dan persetujuan dari
kebijakan rumah sakit atau Komite Obat Daerah. Persetujuan penggunaan
obat yang dibutuhkan harus dicari sebelum keadaan darurat sebagai
kebijakan rumah sakit untuk pencegahan, pengenalan dini dan pengelolaan
PPH.
Tabel 3: Terapi obat untuk pengelolaan PPH
Obat
Syntocinon

Dosis dan rute


IM Syntocinon 10 Unit

Efek samping
kontraksi

Kontraindikasi
Hipersensitivitas

(sintetis

Jika Syntocinon telah

mengakibatkan mual,

terhadap obat

oksitosin)

diberikan dan

muntah,

plasenta keluar, mulai dua

vasodilatasi transient

IV

&

infus

hipotensi jika murni

Natrium Klorida 1 liter

IV

NB. Jangan mengelola

dosis

Syntocinon

dosis tinggi atau

IV dalam larutan dekstrosa - berkepanjangan di


menggunakan

cairan elektrolit bebas

larutan elektrolit isotonik.

bisa menyebabkan
keracunan.

Syntometrine

IM syntometrine 1 mL

mual, muntah

kehamilan kembar

(ergometrine

berikut

hipertonisitas rahim & hipersensitivitas

0.5mg maleat

untuk melepaskan plasenta,

sakit perut

terhadap

oksitosin 5IU

atau ketika

sakit kepala, pusing

ergometrine,

per mL)

perdarahan terjadi

ruam kulit

riwayat hipertensi,

Ulangi dosis 1 mL setelah

hipertensi

eklampsia, pre-

tidak kurang

bradikardia

eklampsia atau

dari dua jam jika perlu

aritmia jantung

diastolik saat yang

Total dosis yang diberikan

sakit dada

sama atau

dalam 24 jam

reaksi anafilaktoid

lebih besar dari

tidak boleh melebihi 3 mL

90mmHg
sepsis
penyakit jantung
penyakit pembuluh
darah perifer

ergometrine

Ergometrine 250 mikrogram mual, muntah

hati gangguan ginjal


kehamilan kembar

maleat

IM

sakit perut

hipersensitivitas

ATAU

sakit kepala

terhadap

Ergometrine 250 mikrogram pusing

ergometrine, ergot

IV.

ruam

lainnya

(Ini harus disuntikkan

vasokonstriksi perifer

alkaloid atau bahan

perlahan-lahan dari

hipertensi

apapun

satu menit atau diencerkan

aritmia jantung

dalam persiapan

ke volume

sakit dada

riwayat hipertensi,

5 mL dengan natrium

reaksi anafilaktoid

eklampsia,

klorida 0,9%

preeklampsia atau

sebelum pemberian untuk

diastolik saat yang

mencegah

sama atau

efek samping yang serius.)

lebih besar dari

Jangan menambahkan

90mmHg

ergometrine ke IV

sepsis

termos berisi obat lain

penyakit jantung
penyakit pembuluh
darah perifer

hati gangguan ginjal


atau
Prostin F2

Campur prostaglandin F2

mual, muntah,

fungsi
hati-hati pada wanita

(Dinoprost

alfa 5mg

diare,

dengan

trometamol)

(1mL dari 5mg / mL

sakit kepala,

asma, hipertensi, aktif

larutan) dengan 9ml

demam,

jantung, ginjal, paru

salin normal. The Medical

gagal jantung

atau

Officer

dan uterus

penyakit hati

menyuntikkan 1 mL (0,5

pecah

hipersensitivitas

mg)
transabdominal ke
miometrium pada setiap sisi
fundus yaitu 1mg (2 mL
dari siap
solusi) ke dalam fundus
uteri. Ini
dapat diulang pada dokter
kebijaksanaan jika atonia
berlanjut, ke
dosis maksimum 3mg (6ml
dari
solusi siap). Atau,
injeksi transervikal pada 9
dan 3
Pukul dapat diberikan untuk
membantu kontrak
arteri rahim.
CATATAN: Pastikan garis
IV, jantung
pemantauan, dan terapi

oksigen
berada di tempat sebelum
pemberian
Prostaglandin F2 dari
alpha.
Resusitasi peralatan harus
tersedia dan anestesi
siaga.

7. Asuhan keperawatan
1) Pengkajian
2) Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan vaskuler berlebihan.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d hipovolemia.
c. Ansietas b.d krisis situasi, ancaman perubahan status keshatan ,respon fisiologis
(pelepasan katekolamin).
d. Resiko tinggi kelebihan volume cairan b.d penggantian berlebihan cepat dari
kehilangan cairan, perpindahan cairan intravaskuler
e. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan, status cairan tubuh (lokhial) penurunan
Hb, prosedur invasive.
f. Resiko tinggi rasa nyaman nyeri b.d trauma, distensi jaringan.
3) Rencana Tindakan Keperawatan
a. Dx.1 Kurangnya volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan
Tujuan
: Ibu menunjukkan volume cairan kembali adekuat
KH
:
- Pengisian kapiler cepat
- TTV stabil : TD :110/70 120/80 mmHg
Nadi :80-100 x/menit
Suhu :36-37 c
RR :18-20 x/menit
- Membran mukosa dan kulit lembab
- Sianosis (-)
- Volume perfusi /sirkulasi adekuat
- IO seimbang
Intervensi
a. Tinjau ulang kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-faktor
penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi.

R/: Membantu membuat rencana perawatan yang tepat dan membatasi tejadinya
komplikasi.
b. Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut.
R/: Perkiraan kehilang darah, arterial versus vena dan adanya bekuan membantu
membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
c. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus
R/: Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah.
d. Perhatikan hipotensi /takikardi ,pelambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar
kuku,membran mukosa dan bibir .
R/: Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemik dan terjadinya syok. Sianosis
adalah tanda akhir dari hipoksia.
e. Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 dan tubuh horizontal .
R/: Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena. Menjamin
f.

persediaan darah ke otak dan organ vital lainya lebih besar .


Observasi masukan dan haluaran;perhatikan berat jenis urin.
R/: Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan.
Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan haluaran 30-50 ml per jam

atau lebih besar.


g. Hindari pengulangan / gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan
vaginal atau rectal.
R/: Dapat meningkatkan haemoragi bila raserasi servik, vagina, atau perineal
atau hematoma terjadi.
h. Kolaborasi
Pemberian infus melalui vena .Beriakan darah lengkap atau produk darah
(mis:plasma)
R/: Cairan/produk
-

darah meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah

pembekuan
Berikan
obat-obatan

sesuai

naleat,prostaglandin
R/: Meningkatkan kontraktilitas

indikasi
dari

uterus

,oksitosin,metilergononovin
yang

menonjol

dan

miometrim, menutup sinus vagina yang terpajan dan menghentikan hemoragi


-

pada adanya atoni.


Pemasangan kateter indwelling besar kedalam kanal servikal
R/: Mengontrol hemoragi yang disebabkan oleh implantasi plasenta

kedalam segmen servikal non kontraktil.


- Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:Hb,Ht
- R/: Membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah.
b. Dx.2 Perubahan perfusi jaringan perifer b.d hipovolemi
c. Tujuan
: Perfusi jaringan kembali adekuat

KH
:
- TTV dalam batas normal
- TD :120/80 mmHg
- RR : 18-20 x/menit
- Suhu: 36-370 C
- Nadi :80-100 x/menit
- AGD normal : pH: 7,35-7,45; PO2 : 80-100 mmHg ; PCO2 : 35-45 mmHg
- Hb : 12-14 gr % Ht : 35-54 gr %
- Sianosis (-)
- Kesadaran kompos mentis
- Membran mukosa lembab.
Intervensi
a. Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah
R/: Nilai banding membantu dalam menentukan beratnya kehilangan darah.
b. Pantau tanda vital :catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
R/: Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan
durasi hipotensi. Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menunjukan upaya
untuk mengatasi asidosis metabolik.
c. Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku.
R/: Perubahan sensorium adalah indicator dini dari hipoksia.
d. Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah: perhatikan warna kulit.
R/: Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada
pembuluh darah perifer diturunkan yang mengakibatkan sianosis dan suhu
kulit dingin.
e. Kaji payudara setiap hari,perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan
pada ukuran payudara .
R/: Kerusakan atau keterlibatan

hipofisis

anterior menurunkan kadar

proklaktin, mengakibatkan tidak adanya produksi ASI dan akhirnya


menurunkan jaringan payudara.
f. Kolaborasi
o Pantau AGD dan kadar pH
R/: Membantu dalam mendiagnosa derajat hipoksia jaringan atau
asidosis yang diakibatkan dari terbentuknya asam laktat dari
metabolisme anaerobic.
o Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
R/: Memaksimalkan ketersedian oksigen untuk transporsirkulasi
kejaringan.
o Pasang jalan nafas:penghisap sesuai indikasi
R/: Memudahkan pemberian oksigen.

Anda mungkin juga menyukai