PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kehamilan (alamiah) terjadi akibat adanya pembuahan sel telur di dalam indung
telur wanita oleh sperma. Dalam proses alamiah, ini terjadi karena sperma masuk ke
indung telur melalui saluran rahim pada saat melakukan berhubungan badan. Normalnya,
wanita hanya memproduksi satu sel telur setiap bulannya. Dilain tubuh pria bisa
memproduksi sperma terus menerus dalam jumlah besar. Rata-rata setiap semprotan air
mani mengandung 100-200 juta sperma. Namun dari jumlah tersebut hanya satu yang
berhasil menembus indung telur dan membuahi sel telur. Ini merupakan salah satu bentuk
seleksi alam untuk memilih bibit yang terbaik. Apabila pembuahan ini berhasil, dari satu
sel telur yang telah dibuahi dan berukuran 0.2 mm akan terus berkembang biak dan
berpindah ke dalam rahim. Kurang lebih sekitar 7-10 hari setelah pembuahan, sel telur
yang telah dibuahi akan masuk dan menempel di selaput dalam rahim. Dianalogikan
dengan kasur, selaput dalam rahim ini tebal dan lunak sehingga bisa melindungi sel telur
yang telah dibuahi. Pada tahap ini kehamilan sudah dimulai.
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Diperkirakan ada 14 juta kasus
perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami
perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4
jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan
disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga
sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat
sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk,
akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2007)
adalah 248 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 28 % dari angka tersebut disebabkan
oleh perdarahan post partum.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
a. Perdarahan
pascabersalin
primer
terjadi
dalam
24
jam
pertama
setelah
maka
akan
terjadi
perdarahan
yang
merupakan
indikasi
untuk
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III.
Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan
penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum
3) Trauma
Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan Lahir
a. Ruptur uterus
b. Inversi uterus
c. Perlukaan jalan lahir
d. Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain
grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan
dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section
secarea sebelumnya. Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva,
dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam
dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu
laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah
mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan
dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan
bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang
berlebihan jika mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada
penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan
dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik
akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi
cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi
terbaik. Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga
tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tibatiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri dapat dibagi :
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
-
tersebut.
Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina
4) Pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
- Hipofibrinogenemia,
- Trombocitopeni,
- Idiopathic thrombocytopenic purpura,
- HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
-
count),
Disseminated Intravaskuler Coagulation,
Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan
5. Pemeriksaan penunjang
1) Lab
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah
sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: saat tidak
hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi,
masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
2) Diagnostik
a. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
b. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan
retensi sisa plasenta. USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk
mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi
terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG
dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta
akreta dan variannya.
6. Tatalaksana awal
Tatalaksana menurut Departemen Kesehatan tahun 2013 adalah :
a. Tatalaksana umum
1) Panggil bantuan tim untuk tatalaksana secara simultan (Bagan 5)
4) Berikan oksigen
5) Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18) dan mulai
pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL atau Ringer Asetat) sesuai
dengan kondisi ibu. Pada saat memasang infus lakukan juga pengambilan sampel
darah untuk pemeriksaan.
Tabel 1. Jumlah Cairan Infus Pengganti Berdasarkan Perkiraan Volume
Kehilangan darah
Penilaian Klinis
Tekanan Frekuensi Perfus
Darah
Nadi
i Akral
Sistolik
(mmHg)
Volume
Perkiraan
Jumlah
Perdarahan
kehilangan
cairan infus
(% dari
Darah(ml)
kristaloid
volume
(volume darah
pengganti(2
total darah)
ibu~100ml/kgB
-3 x jumlah)
B kehilangan
120
100
80x/menit
100x/menit
<10%
darah)
<600 ml(asumsi
Pucat
Kurang lebih
BB 60 kg)
900 ml
2000-3000
1800 ml
ml
3500-5500
3000 ml
ml
6000-9000
Hangat
<90
>120x/meni
Dingin
15%
Kurang lebih
<60-70
t
>140x/meni
Basah
30%
Kurang lebih
t
Hingga tak
Terhingga
50%
ml
Periksa kondisi abdomen:kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi
fundus uteri
Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi
sekitar 30 ml/jam)
Siapkan transfusi darah jika kadar Hb<8 g/dl atau secara klinis ditemukan
keadaan anemia berat
o 1 unit Whole Blood (WB) atau Packed red cells(PRC) dapat
menaikkan Hb 1 g/dl atau hematokrit sebesar 3% pada dewasa normal.
o Mulai melakukan transfusi darah, setelah Informed Concent di
selaput
yang
uterus
Perdarahan segera
Darah segar yang mengalir segera setelah
Ruptur uteri
bayi lahir
Perdarahan
Inversio uteri
segera
(perdarahan
Gangguan koagulasi
abdomen
Lumen vagina terisi massa
Nyeri ringan atau berat
Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak
b. Tatalaksana khusus
1) Atonia uteri
- Lakukan pemijatan uterus
- Pastikan plasenta lahir lengkap
- Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan Nacl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20
unit dalam 1000 ml larutan Nacl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40
-
Siapkan tindakan operatif atau rujuk kefasilitas yang lebih memadai sebagai
dapat diserap
Lakukan penjahitan
Robekan Serviks
-
Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan
Jahitan dilakukan secara kontinue dimulai dari ujung atas robekan kemudian
secara hati-hati
Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan
kuretase.
Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan
metronidazol 500 mg )
- Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia uteri.
5) Inversio Uteri
- Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio
telah terjadi cukup lama, bersiaplah untuk merujuk ibu
Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/KgBB (jangan melebihi 100
pada keadaan perdarahan berat walapun hasil dari pembekuan belum ada.
Packed Red Cells untuk penggantian sel darah merah
Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen
Konsentrasi trombosit (perdarahan berlanjut dan trombosit <20.000)
Apabila kesulitan mendapatkan darah yang sesuai, berikan darah golongan
O untuk penyelamatan jiwa
B Strep kemoprofilaksis).
Syntometrine (ergometrine maleat; oksitosin) berpengaruh kecil, tapi dapat
menurunkan risko perdarahan postpartum yang signifikan dibandingkan dengan
oksitosin dan mengalami kehilangan darah kurang dari 1000 ml. Selain itu
terdapat beberapa efek samping penggunaan syntometrine seperti mual,
muntah, sakit perut, sakit kepala, pusing, ruam, hipertensi, jantung aritmia dan
dada rasa sakit. Dosis profilaksis biasanya adalah 1 mL IM dalam melepaskan
plasenta. Syntometrine mengandung 0.5 mg maleat ergometrine dan 5 unit
oksitosin.
Misoprostol, analog prostaglandin E1, saat ini tidak dianjurkan untuk
pencegahan dan pengendalian PPH secara rutin. Menurut WHO multisenter
dapat diangkat dari vagina. Jika sulit dikontrol, dapat diberikan IV oksitosin.
Retensi plasenta
Retensi plasenta merupakan penyebab utama dari PPH. Retensi plasenta
didefinisikan sebagai plasenta yang tidak dikeluarkan dalam waktu 30 menit
dari kelahiran bayi. Kebijakan lokal harus mencakup langkah-langkah untuk
pengelolaan dipertahankan plasenta dengan dan tanpa perdarahan. Ini
termasuk merangsang kontraksi uterus dan memastikan kandung kemih
kosong. Jika plasenta tidak dikeluarkan oleh usaha ibu mengikuti langkahlangkah ini dan tidak ada oxytocics telah diberikan, memberikan oksitosin 10
unit IM. Jangan memberikan ergometrin karena menyebabkan kontraksi
uterus tonik yang dapat menunda pengeluaran plasenta. Traksi tali pusat
terkendali dapat dicoba jika plasenta masih tidak lahir 30 menit setelah
pemberian oksitosin, disediakan rahim dikontrak. Jika traksi tali pusat
terkendali tidak berhasil, kemungkinan dilakukan manual plasenta seperti
kejadian postpartum perdarahan dan komplikasi lain mulai meningkat secara
progresif setelah tahap ketiga melebihi 30 minutes. Ini harus dilakukan di
ruang operasi dengan akses intravena dan anestesi yang memadai. Hal ini juga
-
khusus dinilai.
c. Manajemen PPH
Pengakuan awal dari PPH, diikuti dengan evaluasi yang sistematis dan pengobatan
dan cepat resusitasi cairan sangat penting untuk meminimalkan morbiditas dan
mortalitas. Pengobatan terdiri manajemen umum perdarahan yang berlebihan dan
resusitasi ibu untuk perdarahan berkepanjangan atau kehilangan darah masif.
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas sekunder untuk PPH adalah koreksi
tertunda dan tidak pantas dari hipovolemia, keterlambatan dalam mengenali
kegagalan koagulasi dan penundaan dalam mengendalikan perdarahan yang
traumatis. Total darah yang hilang juga dapat diperburuk jika perdarahan
tersembunyi di rongga rahim, rongga perut, atau retroperitoneally.
Penggantian cairan cepat dan tepat untuk memperbaiki hipovolemia mungkin
menyelamatkan nyawa dan dapat memperoleh waktu untuk mengontrol perdarahan
dan mendapatkan darah untuk transfusi harus menjadi perlu. Untuk mengembalikan
beredar (intravaskular) volume, infus kristaloid (normal saline atau larutan
Hartman) dalam volume setidaknya tiga kali diukur. Sebuah Cochrane Ulasan
koloid dan kristaloid solusi untuk resusitasi pada sakit kritis pasien menemukan
tidak ada perbaikan dalam kelangsungan hidup terkait dengan koloid, termasuk
albumin atau fraksi protein plasma, dan mereka diberikan biaya lebih besar
mempertanyakan terus menggunakannya di luar konteks acak trials yang
dikendalikan. Penelitian mengevaluasi penggunaan koloid dan kristaloid solusi
untuk resusitasi cairan terus.
Darah adalah cairan pengganti ideal di PPH karena tidak hanya menggantikan
kehilangan volume tetapi juga kapasitas pembawa oksigen yang hilang. Ini
umumnya akan berarti memberikan darah setiap kali, volume diukur hilang lebih
besar dari sekitar 2 liter atau di ambang rendah jika perdarahan sedang berlangsung
atau ada tanda-tanda syok. Keputusan untuk melakukan transfusi harus
memperhitungkan kehilngan darah yang dapat berisiko bagi wanita hamil.
Konsultasi yang tepat mengenai pemantauan invasif harus dipertimbangkan pada
pasien dengan PPH sangat penting untuk mengidentifikasi sumber perdarahan di
tandai dengan resusitasi cairan, untuk memonitor status koagulasi secara teratur
dan mempertimbangkan konsultasi hematologi awal.
- Terapi obat untuk pengelolaan PPH
Perdarahan postpartum dapat diobati dengan Syntocinon, Syntometrine
dan maleat ergometrine sesuai Tabel 3. Obat tambahan dianggap di bawah ini.
Jika Penyebab adalah atonia uteri dan perdarahan terus, pilihan agen
tambahan dan rute pemberian akan ditentukan oleh pengalaman dokter dan
urgensi yang administrasi diperlukan. Sebagai contoh, rute intramuskular akan
lebih disukai dalam pengaturan di mana mungkin ada keterlambatan dalam
membangun akses IV.
Dinoprost (Prostaglandin F2 alpha) digunakan untuk mengontrol
perdarahan postpartum parah yang disebabkan oleh uterus atonia yang
dokter bila
atonia
dari
berlanjut,
dengan
dosis
maksimum
3mg
(6ml
siap
larutan). Atau, suntikan transervikal pada arah jam 9 dan 3 untuk membantu
kontraksi arteri rahim.
CATATAN: Pastikan garis IV, pemantauan jantung, dan terapi oksigen di
tempat sebelum pemberian Prostaglandin F2 alpha. Harus ada penyediaan
peralatan resusitasi peralatan dan anestesi.
Misoprostol adalah prostaglandin E1 analog yang memiliki aksi
uterotonika. Misoprostol adalah salah satu obat murah dan stabil pada
suhu kamar yang dapat berfungsi untuk pencegahan dan pengobatan
pendarahan postpartum. Perdarahan postpartum merupakan penyebab
utama kematian ibu di negara berkembang. WHO menyebutkan bahwa
misoprostol dapat berfungsi untuk pencegahan dan pengobatan perdarahan
postpartum. Hal ini diterbitkan melalui Departemen Kesehatan dan
Penelitian Reproduksi, menyatakan bahwa penggunaan misoprostol selain
injeksi uterotonik lainnya tidak dianjurkan. Berdasarkan penelitiannya,
misoprostol yang kurang efektif bila dibandingkan oksitosin dan
uterotonics suntik lainnya dan memiliki efek samping seperti demam dan
menggigil
Gemeprost (Cervagem) adalah prostaglandin E analog yang memiliki
aksi uterotonika. Gemeprost lebih mahal dan tidak stabil pada suhu kamar
dibandingkan misoprostol .
CATATAN: tidak dianjurkan
penggunaan
obat-obatan
dinoprost,
Efek samping
kontraksi
Kontraindikasi
Hipersensitivitas
(sintetis
mengakibatkan mual,
terhadap obat
oksitosin)
diberikan dan
muntah,
vasodilatasi transient
IV
&
infus
IV
dosis
Syntocinon
bisa menyebabkan
keracunan.
Syntometrine
IM syntometrine 1 mL
mual, muntah
kehamilan kembar
(ergometrine
berikut
0.5mg maleat
sakit perut
terhadap
oksitosin 5IU
atau ketika
ergometrine,
per mL)
perdarahan terjadi
ruam kulit
riwayat hipertensi,
hipertensi
eklampsia, pre-
tidak kurang
bradikardia
eklampsia atau
aritmia jantung
sakit dada
sama atau
dalam 24 jam
reaksi anafilaktoid
90mmHg
sepsis
penyakit jantung
penyakit pembuluh
darah perifer
ergometrine
maleat
IM
sakit perut
hipersensitivitas
ATAU
sakit kepala
terhadap
ergometrine, ergot
IV.
ruam
lainnya
vasokonstriksi perifer
perlahan-lahan dari
hipertensi
apapun
aritmia jantung
dalam persiapan
ke volume
sakit dada
riwayat hipertensi,
5 mL dengan natrium
reaksi anafilaktoid
eklampsia,
klorida 0,9%
preeklampsia atau
mencegah
sama atau
Jangan menambahkan
90mmHg
ergometrine ke IV
sepsis
penyakit jantung
penyakit pembuluh
darah perifer
Campur prostaglandin F2
mual, muntah,
fungsi
hati-hati pada wanita
(Dinoprost
alfa 5mg
diare,
dengan
trometamol)
sakit kepala,
demam,
gagal jantung
atau
Officer
dan uterus
penyakit hati
menyuntikkan 1 mL (0,5
pecah
hipersensitivitas
mg)
transabdominal ke
miometrium pada setiap sisi
fundus yaitu 1mg (2 mL
dari siap
solusi) ke dalam fundus
uteri. Ini
dapat diulang pada dokter
kebijaksanaan jika atonia
berlanjut, ke
dosis maksimum 3mg (6ml
dari
solusi siap). Atau,
injeksi transervikal pada 9
dan 3
Pukul dapat diberikan untuk
membantu kontrak
arteri rahim.
CATATAN: Pastikan garis
IV, jantung
pemantauan, dan terapi
oksigen
berada di tempat sebelum
pemberian
Prostaglandin F2 dari
alpha.
Resusitasi peralatan harus
tersedia dan anestesi
siaga.
7. Asuhan keperawatan
1) Pengkajian
2) Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan vaskuler berlebihan.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d hipovolemia.
c. Ansietas b.d krisis situasi, ancaman perubahan status keshatan ,respon fisiologis
(pelepasan katekolamin).
d. Resiko tinggi kelebihan volume cairan b.d penggantian berlebihan cepat dari
kehilangan cairan, perpindahan cairan intravaskuler
e. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan, status cairan tubuh (lokhial) penurunan
Hb, prosedur invasive.
f. Resiko tinggi rasa nyaman nyeri b.d trauma, distensi jaringan.
3) Rencana Tindakan Keperawatan
a. Dx.1 Kurangnya volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan
Tujuan
: Ibu menunjukkan volume cairan kembali adekuat
KH
:
- Pengisian kapiler cepat
- TTV stabil : TD :110/70 120/80 mmHg
Nadi :80-100 x/menit
Suhu :36-37 c
RR :18-20 x/menit
- Membran mukosa dan kulit lembab
- Sianosis (-)
- Volume perfusi /sirkulasi adekuat
- IO seimbang
Intervensi
a. Tinjau ulang kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-faktor
penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi.
R/: Membantu membuat rencana perawatan yang tepat dan membatasi tejadinya
komplikasi.
b. Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut.
R/: Perkiraan kehilang darah, arterial versus vena dan adanya bekuan membantu
membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
c. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus
R/: Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah.
d. Perhatikan hipotensi /takikardi ,pelambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar
kuku,membran mukosa dan bibir .
R/: Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemik dan terjadinya syok. Sianosis
adalah tanda akhir dari hipoksia.
e. Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 dan tubuh horizontal .
R/: Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena. Menjamin
f.
pembekuan
Berikan
obat-obatan
sesuai
naleat,prostaglandin
R/: Meningkatkan kontraktilitas
indikasi
dari
uterus
,oksitosin,metilergononovin
yang
menonjol
dan
KH
:
- TTV dalam batas normal
- TD :120/80 mmHg
- RR : 18-20 x/menit
- Suhu: 36-370 C
- Nadi :80-100 x/menit
- AGD normal : pH: 7,35-7,45; PO2 : 80-100 mmHg ; PCO2 : 35-45 mmHg
- Hb : 12-14 gr % Ht : 35-54 gr %
- Sianosis (-)
- Kesadaran kompos mentis
- Membran mukosa lembab.
Intervensi
a. Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah
R/: Nilai banding membantu dalam menentukan beratnya kehilangan darah.
b. Pantau tanda vital :catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
R/: Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan
durasi hipotensi. Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menunjukan upaya
untuk mengatasi asidosis metabolik.
c. Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku.
R/: Perubahan sensorium adalah indicator dini dari hipoksia.
d. Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah: perhatikan warna kulit.
R/: Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada
pembuluh darah perifer diturunkan yang mengakibatkan sianosis dan suhu
kulit dingin.
e. Kaji payudara setiap hari,perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan
pada ukuran payudara .
R/: Kerusakan atau keterlibatan
hipofisis