Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN MEDIKAL
Ruang CEMPAKA RS dr. SUPRAOEN MALANG
TB Dengan Vomiting

Disusun Oleh:
FARIDA LAKSITARINI
115070207131005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

A. Definisi Tuberculosis dan vomiting


Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis

merupakan

penyakit

menular

yang

disebabkan

oleh

Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat


merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia Anderson, 1995).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini
disebabkan

oleh

mikrooganisme

Mycobacterium

tuberculosis

(Elizabeth

J.

Corwn, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru
adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan
mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau
saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.
Sedangkan vomiting atau biasa disebut muntah adalah proses keluarnya isi
lambung yang berupa cairan lambung yang bercampur makanan melalui mulut. Hal ini
dapat terjadi sebagai reflek protektif untuk mengeluarkan bahan toksik dari dalam
tubuh atau untuk mengurangi tekanan dalam organ intestinal yang dibawahnya
didapatkan obstruksi, yang biasanya didahului nausea dan retching (Bruner dan
Suddart. 2002).
B. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun
dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman

bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan
tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian
lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan
yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan
paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J
powh 2001)
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu tanpa perawatan yang adekuat

5). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi,
by pass gatrektomi.
6). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
7). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8). Individu yang tinggal di daerah kumuh
9). Petugas kesehatan
Penyebab muntah bisa karena :
1. Penyakit infeksi atau radang di saluran pencernaan atau di pusat keseimbangan
2. Penyakit-penyakit karena gangguan metabolisme seperti kelainan metabolisme
karbohidrat (galaktosemia dan sebagainya), kelainan metabolisme asam
amino/asam organic (misalnya gangguan siklus urea dan fenilketonuria)
3. Gangguan pada system syaraf (neurologic) bisa karena gangguan pada struktur
(misalnya hidrosefalus), adanya infeksi (misalnya meningitis dan ensefalitis),
maupun karena keracunan (misalnya keracunan syaraf oleh asiodosis dan hasil
samping metabolisme lainnya)
4. Masalah sensitifitas
5. Keracunan makanan atau Toksin di saluran pencernaan
6. Kondisi fisiologis misalnya yang terjadi pada anak-anak yang sedang mencari
perhatian dari lingkungan sekitarnya dengan mengorek kerongkongan dengan jari
telunjuknya.

C. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam
atau malah banyak

ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam

pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:


1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
0

panas badan dapat mencapai 40-41

Celsius. Serangan demam pertama

dapat sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah


seterusnya hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak
pernah terbeba dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat
terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan
menjadi produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk
darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
Sedangkan tanda dan gejala Vomiting atau Muntah antara lain:
1.

Keringat dingin

2.

Suhu tubuh yang meningkat

3.

Mual

4.

Nyeri perut

5.

Akral teraba dingin

6.

Wajah pucat

7.

Terasa tekanan yang kuat pada abdomen dan dada

8.

Pengeluaran saliva yang meningkat

9.

Bisa disertai dengan pusing

3. sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering
ditemukan berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi
kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur (Amin, 2007).
D. Klasifikasi
Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:
Kelas
0

Keterangan

Tipe
Tidak ada pejanan TB.

Tidak ada riwayat terpajan.

Tidak terinfeksi

Reaksi

terhadap

tes

tuberculin

negative.
1
2

Terpajan TB

Riwayat terpajan

Tidak ada bukti infeksi

Reaksi tes kulit tuberkulin negative

Ada infeksi TB

Reaksi tes kulit tuberculin positif

Tidak timbul penyakit

Pemeriksaan bakteri negative (bila


dilakukan)
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik
atau radiografik Tb aktif

TB, aktif secara klinis

Biakan

M.

tuberkulosis

(bila

dilakukan).
Sekarang

terdapat

bukti

klinis,

bakteriologik, rsdiografik penyakit


4

TB,

Riwayat episode TB atau

Tidak aktif secara klinis

Ditemukan radiografi yang abnormal


atau tidak berubah;reaksi tes kulit
tuberkulin positif dan tidak ada bukti
klinis

atau

radiografik

penyakit

sekarang
5

Tersangka TB

Diagnosa ditunda

(Price, 2005)
Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
Berdasarkan organ yang terinvasi
a.

TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura

(selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2, yaitu :
1.

TB Paru BTA Positif

Disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
(Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1 spesimen dahak SPS positif disertai
pemeriksaan radiologi paru menunjukan gambaran TB aktif.
2. TB Paru BTA Negatif
Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif dan pemeriksaan radiologi
dada menunjukan gambaran TB aktif. TB Paru dengan BTA (-) dan gambaran radiologi
positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan, bila menunjukan keparahan yakni kerusakan
luas dianggap berat.
b.

TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra paru dibagi
berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu :

a)

TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang (kecuali tulang

belakang), sendi dan kelenjar adrenal


b)

TB ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang belakang,

TB saluran kencing dan alat kelamin.


Berdasarkan tipe penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
penderita :
1. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.
2. Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil
pemeriksaan BTA positif.
3. Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu

kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan


tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
4. Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah

berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian
datang kembali berobat.
E. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paruparu. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter.

Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas


perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T )
adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon
ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan
dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg
1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paruparu atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama
leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh
dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan
bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh
waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan
respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan
parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain
yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini
dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah
atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan


meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan
bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan
lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge
menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis
penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan
tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar
keorgan-organ lainnya.

Patofisiologi vomiting
Mutah terjadi melalui mekanisme yang sangat komplek, dimana pada manusia mutah
terdiri dari 3 aktivitas yang terkait yaitu nausea (mual), retching dan pengeluaran isi
lambung. Muntah terjadi apabila terdapat kondisi tertentu yang merangsang pusat
muntah atau Central Vomiting Center (CVC), pada zona pemicu kemoreceptor atau
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) yang berada di sistem saraf pusat (Central
Nervous System)
Pusat-pusat koordinasi muntah ini dapat diaktifkan oleh berbagai cara. Muntah yang
terjadi karena stress fisiologis, berlangsung karena adanya sinyal yang dikirimkan
melalui lapisan otak luar dan limbic system ke pusat muntah (CVC). Muntah yang
berhubungan dengan gerakan terjadi jika CVC distimulasi melalui sistim pengaturan
otot (vestibular atau vestibulocerebellar system) dari labirin yang terdapat pada
telingan bagian dalam. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan cerebrospinal
(jaringan syaraf otak sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ.
Ujung syaraf dan syaraf-syaraf yang ada didalam saluran pencernaan merupakan
penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung dan tertundanya
proses pengosongan lambung. Ketika pusat muntah (CVC) distimulasi, maka motor
dari cascade akan bereaksi menyebabkan muntah.
Kontraksi non peristaltic didalam usus halus meningkat, gallbladder berkontraksi dan
sebagian isi dari usus dua belas jari masuk kedalam lambung. Kondisi ini diikuti
dengan melambatnya gerakan peristaltik yang akan mendorong masuknya isi usus
halus dan sekresi pankreas kedalam lambung dan menekan aktivitas lambung.
Sementara itu, otot-otot pernapasan akan berkontraksi untuk melawan celah suara
yang tertutup, sehingga terjadi pembesaran kerongkongan. Pada saat otot perut
(abdominal) berkontraksi, isi lambung akan didorong masuk kedalam kerongkongan.
Relaksasi dari otot-otot perut memungkinkan isi kerongkongan masuk kembali
kedalam lambung. Siklus dari muntah-muntah berlangsung cepat sampai semua isi
lambung yang masuk ke kerongkongan dikeluarkan semua melalui mulut.

F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan sputum (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut akan
ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non
produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien
dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat
juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat
diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing
atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara
bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin.
Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman
bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar,
sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil
sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop
memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan
kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100
kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu
dengan angka sensitiviti 18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
1.

Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative

2.

Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman

3.

Ditemukan 10-99 BTA : 1+

4.

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+

5.

Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+

b. Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan
uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin
positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612
tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji
tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi
penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam
setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
c. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan
kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada
gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada
di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque
yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan
gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu proses
edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan
ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat
antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang
lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi
pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien dengan
penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif
yang besar.
d. Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil


yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita
parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras
bronkhovaskuler, bronkhiektasis,

dan

emifesema

perisikatriksial.

Sebagaimana

pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya
berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu
dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap
saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan
kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
e. Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier
subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti
oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit
akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil
pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier.
Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi parenkim
sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk
berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara
difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodulnodul halus yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui
isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan
yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada
berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan
kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai
jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB
paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya
peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan
IgA.

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:


a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b.
Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :
1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
2. Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)
3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

mempunyai

aktivitas

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu


1.

Fase intensif (2-3 bulan) :

Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah


sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat
bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi
pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi
menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan
sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Menurut The
Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal
diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB,
Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.
2.

Fase lanjutan (4-7 bulan).

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang
lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase
lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The
Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan
selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra
paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan
pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase
lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan
haruslah yang masih efektif.
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,
2004).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan
panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada
urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi
dalam empat kategori sebagai berikut:
1.

Kategori I (2HRZE/4H3R3)

Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan
keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, dan
penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB
saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan
selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu ( tahap
lanjutan ).
2.

Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )

Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
diberikan kepada :

1. Penderita kambuh
2. Penderita gagal terapi
3. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
3.

Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )

Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan
kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I.
4. Kategori IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah karena
kemungkinan keberhasilan rendah sekali.
Obat-obatan anti tuberkulostatik
Jenis obat yang dipakai
- Obat Primer

- Obat Sekunder

1. Isoniazid (H)

1. Ekonamid

2. Rifampisin (R)

2. Protionamid

3. Pirazinamid (Z)

3. Sikloserin

4. Streptomisin

4. Kanamisin

5. Etambutol (E)

5. PAS (Para Amino Saliciclyc

Acid)
6. Tiasetazon
7. Viomisin
8. Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan
secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada
akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting
untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis
obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
Paduan obat kategori 1 :
Tahap

Lama

(H)
day

R day Z day

F day

Jumlah
Hari X
Nelan Obat

Intensi
f

2 bulan 1

60

Lanjut
an

4 bulan 2

54

Paduan Obat kategori 2 :


Tahap

Lama

(H)

@3
00

@450

@500

mg

mg

@
250

@5
00

mg

mg

mg
Intens
if

2
bulan

Strep
.
Injek
si
0,5 %

Jumlah
Hari X
Nelan
Obat
60
30

1
bulan
Lanjut
an

5
bulan

66

Paduan Obat kategori 3 :


Tahap

Lama

H @ 300 R@450m
mg
g

P@500
mg

Hari X
Obat

Nelan

Intensif

2
bulan

60

Lanjutan

4
bulan

54

3 x week

OAT sisipan (HRZE)


Tahap

Lama

H
@300
mg

Intensi
f

1 bulan 1

E day

@450
mg

@500
mg

@250
mg

Nelan
X
Hari

30

(dosis
harian)

Efek Samping OAT :


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.

Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.adapun efek
samping OAT antara lain yaitu:
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul
pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau
ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada
keadaan khusus.
2. Rifampisin

Efek samping ringan

yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa demam, menggigil dan


nyeri tulang, Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,
muntah kadang-kadang diare, Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan
jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme
obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi
(beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout,
hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan
asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi
kulit yang lain.

4. Etambutol
Etambutol

dapat

menyebabkan

gangguan

penglihatan

berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun
demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai,
jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB
yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan
dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat ialah telinga

mendenging (tinitus), pusing

dan kehilangan

keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tibatiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping
sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan
telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini
mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
(http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf)

Sedangkan pengobatan pada pasien vomiting antara lain:


Pengobatan pada pasien dengan vomiting atau muntah bertujuan untuk mencegah dan
menghilangkan penyebab, tanda dan gejalanya, yaitu:
1. Atasi penyebab utama muntah
2. Berikan alternative pencegah muntah
3. Atasi dehidrasi sejak awal dengan pemberian cairan oralit atau air putih
4. Berikan obat anti muntah atau antiemetic sesuai resep dokter
5. Atasi demam dengan kompres atau pemberian obat penurun panas
6. Apabila muntah disebabkan oleh maag dapat diberikan obat maag
7. Apabila muntah disebabkan oleh kuman, bakteri atau virus dapat diberikan obat
antibiotik.
Pencegahan vomiting
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari Vomiting atau muntah adalah
dengan:
1. Hindari makan makanan yang kotor dan tidak sehat
2. Jaga pola makan agar teratur
3. Atasi kondisi kondisi yang dapat menyebabkan muntah
4. Jaga kebersihan pribadi dan lingkungan sekitar
5. Istirahat yang cukup

H. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1) PENGKAJIAN
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempattempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat
dan putus harapan.
Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.
Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka
sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan
pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan
imunisasi.

2) Pola nutrisi - metabolik.


Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan
atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
4) Pola aktifitas latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak
nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat
pada malam hari.
6) Pola kognitif perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan
dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan

kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat


kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan.
(Marilyn. E. Doenges, 2000)
8) Pola peran hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari
penularan terhadap anggota keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges,
1999).
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan
berkeringat pada malam hari

Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada malam
hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000)
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.
Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani.
Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi
ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.
Palpasi
badan teraba hangat (demam)

Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium

Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap


aktif penyakit

Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan


cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi


10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.

Anemia bila penyakit berjalan menahun

Leukosit ringan dengan predominasi limfosit

LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut


kembali normal pada tahap penyembuhan.

GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan


paru.

Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.

Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya


infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.

b.

Radiologi

Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan

TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada
foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma
menonjol ke atas.

Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat


kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.

Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC

adalah

penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks


(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural.
Data Subyektif

Pasien mengeluh panas

Batuk/batuk berdarah

Sesak bernafas

Nyeri dada

Malaise dan kelelahan

Data Obyektif

Ronchi basah, kasar dan nyaring.

Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada


auskultasi memberi suara limforik.

Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.

Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara


pekak)

Pembesaran kelenjar biasanya multipel.

Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal


dan sub mandibula.

Kadang terjadi abses.

2) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
atau

sekret

darah,

kelemahan, upaya

batuk

buruk,

edema

trakeal/faringeal.
3. Gangguan pertukaran

gas berhubungan dengan

berkurangnya

keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar


kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
4. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum,
dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang
tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif

3) Rencana Tindakan
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis.
Tujuan: Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan
tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.
Kriteria Hasil :

- Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko


penyebaran infeksi

- Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup


dalam melakkan lingkungan yangnyaman.

- TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi


Intervensi
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi.
Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi
program

pengobatan

Pemahaman

untukmencegah

bagaimana

penyakit

pengaktifan

berrulang.

disebarkan

dan

kesadarankemungkinan tranmisi membantu pasien / orang terdekat


untuk mengambil langkah mencegah infeksike orang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat
karib, dan tetangga.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu,
menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai
dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untukmengulangi
demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran
infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi
pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang
stigma sosial sehubungandengan penyakit menular.
5. Observasi TTV (suhu tubuh).
Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam indikator
adanya infeksi lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun adanya
dibetes militus, kanker, kalium.
7. Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola
hidup dan menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.
8. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.

Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga/ penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan.
9. Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering
makanan kecil dan makanan besardalam jumlah yang tepat.
Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan
terhadap proses infeksi danmengganggu penyembuhan.
10. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.
Dx 2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit,
diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
-

pasien melaporkan sesak berkurang

pernafasan teratur

ekspandi dinding dada simetris

ronchi tidak ada

sputum berkurang atau tidak ada

frekuensi nafas normal (16-24)x/menit

Intervensi
Mandiri
1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan
obstruksi jalan napas
2) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi
derajat kelainan pernafasan
3) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan

Untuk mengetahui keadaan umum pasien


5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
6) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan
sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga
jalan nafas klien kembali efektif
7) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman

pasien dan

membantu

pengeluaran sekret
8) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan fibrasi
yang dapat membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga
jalan nafas klien kembali efektif
9) Lakukan suction bila perlu
Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas
klien

kembali efektif secara mekanik

10) Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi


Membantu membebaskan jalan napas
Kolaborasi
a. Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
b. Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik,
antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi
Dx 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan
pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria :

Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang

Pasien melaporkan tidak letih atau lemas

Napas teratur

Tanda vital stabil

Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95100 mmH

Intervensi :
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya
proses penyakit
2. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta
mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
(circumoral).
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap
demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar
mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi

kondisi

yang

memburuk.

Mencatat

adanya

hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta


dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk
memfasilitasi resolusi infeksi.
4. Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika
diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering
menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya.
Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
Kolaborasi
1) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul
dan masker

Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg,


oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien
2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi
perubahan
Dx 4
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan
dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
Mandiri
1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat
mual/rnuntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat
2. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet
pasien.
3. Monitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada


hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi
Buang Air Besar (BAB).
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah
untuk meningkatkan intake nutrisi.
5. Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.
2. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Dx 5
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau
terkontrol, dengan KH:
Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
Pasien tampak rileks
Intervensi:
Mandiri
1. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki
perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur

2. Pantau TTV
Perubahan frekuensi

jantung TD menunjukan bahwa pasien

mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital


telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang, relaksasi/latihan nafas
Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesik.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
episode batuk.
Alat

untuk

mengontrol

ketidaknyamanan

dada

sementara

meningkatkan keefektifan upaya batuk.


Kloaborasi
1. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan
Dx 6
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
-

Pasien melaporkan panas badannya turun.

Kulit tidak merah.

Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,7 C.

Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.

Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.

RR dalam batas normal : 16-20x/menit.

Intervensi :
Mandiri
1) Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
3) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada
kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
4) Berikan kompres air biasa/hangat
Untuk menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
2) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di hipotalamus
Dx 7
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu
melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:
Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan
tanda vital dalam rentan normal.
Intervensi:
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan
pemilihan intervensi

2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut


sesuai indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan
istirahat
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
Dx 8
Kurang

pengetahuan

tentang

kondisi,

pengobatan,

pencegahan

berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak


akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien
meningkat, dengan kriteria hasil:
Menyatakan

pemahaman

proses

penyakit/prognosisdan

kebutuhan

pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki
kesehatan

umurn

dan

menurunkan

resiko

pengaktifan

luberkulosis paru.
Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
Menerima perawatan kesehatan adekuat.

ulang

Intervensi
1. Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media,
orang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan
fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
2. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya:
jadwal minum obat.
Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
3. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan
perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang
interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.
4. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi,
gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani
terapi.
5. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
6. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat
warna hijau.
7. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap
penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan,
pengecatan..
Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.
8. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/
kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema,
pneumotorak, fibrosis,

efusi

pleura,

empierna,

bronkiektasis,

hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula bronkopleural,


Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
4) Evaluasi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas pasien kembali efektif
Dx 2 : pertukaran gas pasien efektif
Dx 3 : Nutrisi terpenuhi/ adekuat
Dx 4 : Nyeri berkurang atau hilang
Dx 5 : Suhu tubuh pasien kembali normal
Dx 6 : Klien dapat beraktivitas tanpa kelelahan
Dx 7 : Klien tahu dan mengerti tentang penyakit serta pengobatannya

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012
jam 09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/
Anonim. 2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di
Indonesia. diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari
http://www.klikpdpi.com/ konsensus/tb/tb.pdf 2002
Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses
keperawatan), Bandung
Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis
Paru. Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari
http://www.scribd.com /doc/52033675/
Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:Media
Aeculapius
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi
2005-2006. Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai