Isi Mata Merah Visus Menurun
Isi Mata Merah Visus Menurun
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui
cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Karena itu kornea
harus tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses
pembiasan sinar. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea
dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya
di sentral (daerah pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi
kebutaan.
Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis.
Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut
maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri,
jamur, virus atau karena alergi. keratitis dapat dibagi menjadi beberapa
golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan
bentuk klinisnya.
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi
menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis
interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis
bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian
berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis
flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik.
Gejala umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa
silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung
dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masingmasing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat
kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar
maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak
kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan
bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan keratitis
haruslah cepat dan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan
di masa yang akan datang terutama pada pasien yang masih muda.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup sekitar
90% dari ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri atas
jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaannya terlihat
anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen bercabang.
Stroma bersifat higroskopis yang menarik air, kadar air diatur oleh fungsi
pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel. Terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di
antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan
serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening, terletak
dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh
darah. Membran ini sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40m.
5. Endotel
Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan kejernihan
kornea, mengatur cairan didalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya
regenerasi, sehingga endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi
cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan akibat
gangguan sistem pompa endotel, maka stroma akan bengkak karena kelebihan
cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi.
Dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit
intraokuler dan usia lanjut. Lapisan endotel berasal dari mesotalium, terdiri
atas satu lapis sel berbentuk heksagonal dengan tebal 20-40m yang melekat
pada membran descmet melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
KERATITIS
Definisi
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan
menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada lapisan
epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan
stroma.
Epidemiologi
Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena
keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih
sedikit pada negara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki
jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan
lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di New York untuk 35%
di Florida. Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamur
kornea di Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur),
sedangkan spesies Candida dan Aspergillus lebih umum di negara-negara utara.
secara signifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.
Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1.
2.
3.
4.
Virus
Bakteri
Jamur
Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan
imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah
mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang
meningkat dan masuk ke dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah
makrofag, leukosit polimorf nuklear, limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin
pada permukaan jaringan yang utuh membentuk garis pertahanan yang pertama.
Karena tidak mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi oleh
pengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau di kornea
terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan
nekrosis yang dapat dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme.
Secara normal kornea yang avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila
terjadi vaskularisasi terjadi juga pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.
Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang disertai
dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk limbus (kornea
perifer) dan sklera yang letaknya berdekatan dapat ikut terkait dalam sindrom
iskhemik kornea perifer, suatu kelainan yang jarang terjadi, tetapi merupakan
kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan ini tidak jelas, Antigen cenderung
ditahan oleh komponen polisakarida di membrana basalis. Dengan demikian
antigen dilepas dari kornea yang avaskuler, dan dalam waktu lama akan
menghasilkan akumulasi sel-sel yang memiliki kompetensi imunologik di limbus.
Sel-sel ini bergerak ke arah sumber antigen di kornea dan dapat menimbulkan
reaksi imun di tepi
kornea. Sindrom iskhemik dapat dimulai oleh berbagai stimuli. Bahwa pada
proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma, terutama di konjungtiva
yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasma merupakan petunjuk adanya
proses imunologik. Pada keratitis herpetika yang khronik dan disertai dengan neovaskularisasi akan timbul limfosit
yang sensitif terhadap jaringan kornea.
Klasifikasi
Keratitis Bakteri
Keratitis Jamur
Keratitis Virus
Keratitis Herpetik
a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster
b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :
Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis
5. Keratitis Alergi
a. Keratokonjungtivitis
b. Keratokonjungtivitis epidemi
c. Tukak atau ulkus fliktenular
d. Keratitis fasikularis
e. Keratokonjungtivitis vernal
Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1.
2.
3.
4.
Keratitis Flikten
Keratitis Sika
Keratitis Neuroparalitik
Keratitis Numuralis
2. Etiologi
10
3. Manifestasi Klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada
pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme,
edema kornea, infiltrasi kornea
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea
dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian
ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud, kemudian
11
5. Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil
kultur bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat
Tabel 2. Terapi inisial untuk keratitis bakteri
diberikan:
13
5. Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole,
Miconazole,
flukonazol,
itraconazole,
econazole,
dan
clotrimazole.`
C. Keratitis Virus
1. Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering
pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host,
merupakan parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa,
rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi
melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut,
alat kelamin yang mengandung virus.
2. Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
14
superfisial.
Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang
menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke
dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk
D. Keratitis Alergi
1. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya
penderita sering menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumputrumputan.
2. Manifestasi Klinis
Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi
sekret mukoid.
Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin)
Gatal
Fotofobia
Sensasi benda asing
Mata berair dan blefarospasme
16
3. Terapi
Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati
Steroid topikal dan sistemik
Kompres dingin
Obat vasokonstriktor
Cromolyn sodium topikal
Koagulasi cryo CO2.
Pembedahan kecil (eksisi).
Antihistamin umumnya tidak efektif
Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak
Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:
A. Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa
Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada
lapisan superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecah dan membentuk
ulkus. Ulkus ini dapat sembuh atau tanpa meninggalkan sikatrik. Adapula
ulkus yang menjalar dari pinggir ke tengah, dengan pinggir meninggalkan
sikatrik sedangkan bagian tengah nya masih aktif, yang disebut wander
phlyctaen. Keadaan ini merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi
kemudian kambuh lagi di tempat lain bila penyebabnya masih ada dan dapat
menyebabkan kelainan kornea berbentuk bercak-bercak sikatrik, menyerupai
pulau-pulau yang disertai geographic pattern.
B. Keratitis Sika
Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya permukaan
kornea dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan konjungtiva dan
kornea, yaitu:
Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis
Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah memakai
obat diuretik, atropin atau dijumapai pada usia tua.
Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan avitaminosis A,
penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnya konjungtiva, seperti
trauma kimia, Sindrom Steven Johnson, trakoma.
Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir,
lagoftalmus, keratitis neuroparalitika.
17
Gangguan refraksi
Jaringan parut permanent
Ulkus kornea
Perforasi kornea
Glaukoma sekunder
Prognosis
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika
tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks
dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:
Virulensi organisme
18
ULKUS KORNEA
Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.
Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi
baru
mulai
periode
1950
keratomikosis
diperhatikan.
Banyak
laporan
19
20
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.
Etiologi
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P aeruginosa.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus
dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di
bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola,
vacinia (jarang).
Acanthamoeba
21
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan
permukan
palpebra
atau
kelainan
epitel
yang
Defisiensi vitamin A
22
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2.
Ulkus marginal
b.
c.
23
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila
tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma
dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen
yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral
kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48
jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.
Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Gambar
3.b
Ulkus
Kornea
Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran
24
ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini
terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di
bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang
dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak
lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan
radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
25
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya
26
Sekret mukopurulen
Pandangan kabur
Mata berair
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hipopion
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
28
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
29
herpes simplex
herpes zoster
Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 11. b Pewarnaan gram ulkus kornea
bakteri
akantamoeba
Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
30
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
31
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1.
2.
3.
4.
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
32
a)
b)
kalau
pengobatan
dengan
obat-obat
tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :
Iris reposisi
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
33
Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat
pada kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan,
kekeruhan
kornea
yang
menyebabkan
kemunduran
tajam
Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
-
Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
34
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat
sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.
35
UVEITIS
Anatomi dan Fisiologi Uvea
Uvea merupakan lapisan vaskuler berpigmen dari dinding bola mata yang
terletak antara korneasklera dan neuroepitelium. Uvea terdiri dari tiga bagian,
yaitu iris, badan siliaris, dan koroid. (Gambar 1)
36
radial tegak lurus pupil (dilator pupil). Iris menipis di dekat perlekatannya dengan
badan siliar dan menebal di dekat pupil. Pembuluh darah di sekeliling pupil
disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor.
Iris dipersarafi oleh nervus nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat
simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis.
Korpus Siliaris
Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem
eksresi dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang
sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar
berfungsi untuk akomodasi.
Khoroid
Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara retina
dan sklera. Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang, dan
kecil. Pada bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di
bagian luar terdapat suprakoroidal. (Gambar 2)
37
Definisi
Uveitis diartikan sebagai peradangan dari uveal tract, lapisan pembuluh
darah mata yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan khoroid. Inflamasi dari struktur
ini biasanya diikuti oleh inflamasi jaringan sekitarnya, termasuk kornea, sklera,
vitreous, retina, dan nervus optikus.
Epidemiologi
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun,
angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya
uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis
pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus
dan uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya
berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.
Klasifikasi
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu
klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
1) Klasifikasi anatomis
Yaitu berdasarkan seberapa besar bagian uvea yang terkena. Menurut
Standardization of Uveitis Nomenclatur (SUN) Working Group pada tahun 2005
membuat suatu system klasifikasi secara anatomis suatu uveitis.
Tipe
Fokus inflamasi
Meliputi
38
Uveitis anterior
COA
Iritis
Iridosiklitis
Uveitis intermediat
Vitreus
Siklitis anterior
Pars planitis
Siklitis posterior
Hialitis
Uveitis posterior
Pan uveitis
a) Uveitis anterior
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus
d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea
39
a) Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung selama < 6
minggu
b) Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun
tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik
3) Klasifikasi etiologis
a) Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar tubuh
b) Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
- Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis
- Infeksi: Yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis), virus
(herpes
zoster),
protozoa
(toksoplasmosis),
atau
roundworm
(toksokariasis)
- Uveitis spesifik idiopatik: Yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan
penyakit
sistemik,
tetapi
memiliki
karakteristik
khusus
yang
Gambar
4.
Klasifikasi
patologis
uveitis:
(a)
non-granulomatosa;
(b)
granulomatosa
40
Onset
Sakit
Fotofobia
Penglihatan
Non- granulomatosa
Akut
Nyata
Nyata
Granulomatosa
Tersembunyi
Tidak ada atau ringan
Ringan
Sedang
Nyata
Nyata
Ringan
Putih halus
Kelabu besar
Kadang
Kadang
Kadang
Kadang
Uvea anterior dan
kabur
Merah sirkum
corneal
Keratik
presipitat
Pupil
Sinekia
posterior
Nodul iris
a.
Tempat
Uvea anterior
Perjalanan
Rekurens
Akut
Sering
posterior
Kronik
Kadang
Uveitis Granulomatosa
Istilah patologik yang digunakan dalam uveitis di klinik yang ditandai
adanya nodul iris Koeppe atau Busaccca, presipitat-presipitat jenis motton fat.
Disangka akibat invasi mikrobakteri yang patogen kejaringan uvea,
meskipun kumannya sering tidak diketemukan sehingga diagnosa ditegakan
berdasarkan keadaan klinis saja. Timbulnya tidak akut. Reaksi seluler lebih
hebat daripada reaksi vaskuler. Karenanya injeksi silier tidak hebat. Iris
bengkak, menebal, gambaran bergarisnya kabur. Dipermukaannya didapat
benjolan-benjolan. Dipinggir pupil juga didapat benjolan yang disebut Koepe
nodul. Keratik presipitat besar-besar, kelabu, disebut mutton fat deposit. Coa,
keruh seperti awan, lebih banyak sel dari pada fibrin. Badan kaca: keruh. Rasa
sakit sedang, fotofobia sedikit. Visus terganggu hebat oleh karena media yang
dilalui cahaya banyak terganggu. Keadaan ini terutama mengenai uvea
posterior. Patologis anatomis nodul, terdiri dari sel raksasa, sel epiteloid dan
limfosit.
b.
41
Uveitis tanpa nodul iris ataupun presipitat keratik, paling sering. Diduga
akibat alergi, karena tak pernah ditemukan kumannya dan sembuh dengan
pemberian kortikosteroid. Timbulnya sangat akut. Reaksi vaskuler lebih hebat
dari reaksi seluler sehingga injeksinya hebat (banyak pembuluh darah). Diiris
tak tampak benjolan. Sinekhia posterior halus-halus, oleh karena hanya sedikit
mengandung sel. Cairan coa mengandung lebih banyak fibrin daripada sel.
Badan kaca tak banyak kekeruhan. Rasa sakit lebih hebat, juga fotofobia dan
visus banyak terganggu. Pada stadium akut karena banyak mengandung fibrin
dapat terbentuk hipopion. Lebih banyak mengenai uvea anterior. Patologis
anatomis: diiris dan badan silia didapatkan sel plasma dan sel-sel mononuklear.
c. Uveitis Campuran
Disini didapatkan campuran dari kedua gejala tersebut.
Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung
suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya
mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi
sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang
menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari
dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba
yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah
proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang
iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada
pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu
partikelpartikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
42
Gambar 6. Uveitis anterior : (a) mutton-fat keratic precipitates, nodul Koeppe dan
Busacca; (b) nodul Busacca pada iris dan mutton-fat KP di bagian inferior12
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara
iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun
antara iris dengan endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Dapat pula
terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh
pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan
tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan
menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan
sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris
43
ke depan yang tampak sebagai iris bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola mata
semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada fase akut
terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik mata
depan, sedangkan pada fase lanjut glaukoma terjadi karena adanya seklusio pupil.
44
45
Gambar 7. Injeksi
siliar
2) Perubahan kornea
Keratik presipitat
Terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada
endotel kornea akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan perbedaan
potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan
juga difus.
Keratik presipitat dapat dibedakan :
Baru dan lama : Jika baru berbentuk bundar dan berwarna putih.Lama
besar. Pada permulaan hanya beberapa dengan ukuran cukup besar dengan
hidratasi dan tiga dimensi, lonjong batas tidak teratur. Bertambah lama membesar
dan menipis serta berpigmen akibat fagositosis pigmen uvea, dengan membentuk
daerah jernih pada endotel kornea. Pengendapan Mutton fat sulit mengecil dan
sering menimbulkan perubahan endotel kornea gambaran merupakan gelang
keruh di tengah karena pengendapan pigmen dan sisa hialin sel.
3) Kelainan kornea
Uveitis anterior akut
Keratitis dapat bersamaan uveitis dengan etiologi tuberculosis, sifilis,
lepra, herpes simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea sekunder terhadap
kelainan kornea.
Uveitis anterior kronik
Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran
Descement dan neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa
lipatan Descement dan vesikel pada epitel kornea.
4) Bilik mata
Kekeruhan dalam bilik mata depan mata disebabkan oleh meningkatnya
kadar protein, sel dan fibrin.
4.1. Efek Tyndall
Menunjukan adanya peradangan dalam bola mata. Pengukuran paling
tepat dengan tyndalometri.
47
4.2. Sel
Sel berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan terganggu bila
efek Tyndall hebat. Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah dalam
ruangan gelap dengan celah 1 mm dan tinggi celah 3 mm dengan sudut
45o. dapat dibedakan sel yang terdapat dalam bilik mata depan.
Jenis sel : Limfosit dan sel plasma bulat, mengkilap putih keabuan.
Makrofag lebih besar, warna tergantung bahan yang difagositosis. Sel
darah berwarna merah.
4.3. Fibrin
Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau
bercabang, warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea.
4.4. Hipopion
Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan bawah.
Hipopion dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan sebukan sel
leukosit berinti banyak.
Gambar 9.Hipopion
5) Iris
5.1. Hiperemi iris
Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-kadang
tidak terlihat karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hipremi ini
48
5.2. Pupil
Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi
akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap
cahaya lambat disertai nyeri.
5.3. Nodul Koeppe
Lokalisasi pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar, ukuran kecil, jernih,
warna putih keabuan. Proses lama nodul Koeppe mengalami pigmentasi
baik pada permukaan atau lebih dalam.
5.4. Nodul Busacca
Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat sebagai
benjolan putih pada permukaan depan iris. Juga dapat ditemui bentuk
kelompok dalam liang setelah mengalami organisasi dan hialinisasi. Nodul
Busacca merupakan tanda uveitis anterior granulomatosa.
a)Bussacas Nodules
b)Koeppes Nodules
49
dengan
vaskularisasi
hilang akan
Sinekia anterior
Sinekia posterior
50
Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusio dengan sel-sel radang
pada pinggir pupil.
5.8. Atrofi iris
Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi
iris dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada
iridosiklitis akut disebabkan oleh virus, terutama herpetic.
51
Riwayat sosial; meliputi pola diet sehari-hari, pola seksual dan penggunaan
obat-obatan terlarang.
Riwayat geograf; seperti: tempat lahir, lingkungan tempat tinggal, dan apakah
sehabis melakukan perjalanan ke luar kota atau luar negeri.
52
Tinjauan sistemik :
-
Rheumatologi :
Dermatologi :
Neurologi :
paralisis
-
Respiratori :
Gastrointstinal :
diare, melena
Genitourinaria :
Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tanda-tanda vital, periksa ketajaman penglihatan, periksa gerakan
bola mata, periksa setiap jaringan bola mata dengan slit lamp, lakukan
pemeriksaan funduskopi, dan ukur tekanan bola mata.
Diagnosis Banding
NO TANDA
1.
Sakit
KONJUNGTIVITS
IRIDOSKLITIS
GLAUKOMA
AKUT
AKUT
AKUT
Sedang, trauma
Hebat,
sedikit
mengenai mata
diseluruh
bulbus
oleh N.II
KERATITIS
Sedikit
okuli
N.V,
injeksi
konjungtiva
2.
Injeksi
Injeksi
Terutama
dan episklera
Injeksi
Injeksi
konjungtiva
injeksi
konjungtiva,
perikornea
perikornea
perikornea dan
episklera
3.
Pupil
Normal
Miosis irreguler
Lebar,lonjong
Normal,
53
miosis
4.
Reflek
Normal
Berkurang
Berkurang
cahaya
5.
Media
Jernih
sampai
tidak
ada
Kornea
keruh
Kornea keruh
karena oedema,
karena adanya
lensa:katarak
infiltrat, COA
edema),
stadium lanjut,
normal
COA:sel
COA dangkal
Kornea
refraksi
Kuat
keruh
(kreatik
prespitat
dan
radang,
pupil:oklusio,
lensa:katarak,
badan kaca:sel
6.
Visus
Baik
radang
Sedang
Buruk
Berkurang
7.
Timbulnya
Perlahan
Perlahan
Tiba-tiba
Perlahan
8.
Gejala
Tidak ada
Sedikit
Muntah-
9.
sistemik
Pemeriksaan
Ditemukan
Tidak
muntah
Tidak
Tidak
sekret
kuman penyebab
ditemukan
ditemukan
ditemukan
kuman
kuman
kuman
penyebab
N,tinggi,turun
penyebab
Tinggi sekali
penyebab
Normal
10.
TIO
Normal
Pemeriksaan Penunjang
1. Flouresence Angiografi
FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit
korioretinal dan komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat berguna
baik untuk intraokular maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada
FA,
yang
dapat
dinilai
adalah
edema
intraokular,
vaskulitis
retina,
neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N. optikus dan radang pada
koroid.
2. USG
54
55
56
Komplikasi
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
1. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada
uveitis
anterior
dapat
terjadi
sinekia
posterior
sehingga
mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior.
Penupukan cairan ini bersama-samadengan sel radang mengakibatkan tertutupnya
jalur dari out flow aquos humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya
dapat diberikan midriatika.
2. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan
penggunaan terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan
gangguan metabolism lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada
mata yang uveitis lebih komplek lebih sering menimbulkan komplikasi post
operasi jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka
panjang terhadap pre dan post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan
bebas inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan
penanaman IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki
toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis.
Prognosis penglihatan pasien dengan katarak komplikata ini tergantung
pada penyebab uveitis anteriornya. Pada Fuchs heterochromic iridocyclitis operasi
berjalan baik dengan hasil visualisasi bagus. Sedangkan pada tipe lain (idiopatik,
pars planitis, uveitis associated with sarcoidosis, HSV, HZF, syphilis,
toksoplasmosis, spondylo arthopathies) menimbulkan masalah, walaupun
pembedahan dapat juga memberikan hasil yang baik.
3. Neovaskularisasi
4. Ablasio retina
Akibat dari tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus.
5. Kerusakan N.optikus
6. Atropi bola mata
7. Edem Kisoid Makulae
57
58