Anda di halaman 1dari 54

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR. B


DENGAN PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG AYODYA RSJD
SURAKARTA

DI SUSUN OLEH :

ANA FUJI RAHAYU


NIM. P. 10005

PROGRAM STUDI DIII KEPERWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013

STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR. B
DENGAN PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG AYODYA RSJD
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH :

ANA FUJI RAHAYU


P. 10005

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama

: Ana Fuji Rahayu

Nim

: P. 10005

Program Studi

: DIII KEPERAWATAN

Judul Karya Tulis Ilmiah

: ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR. B


DENGAN PERILAKU KEKERASAN DIRUANG
AYODYA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benarbenar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikmudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan
ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, 8 Juni 2013


Yang Membuat Pernyataan

ANA FUJI RAHAYU


P. 10005

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :


Nama

: Ana Fuji Rahayu

Nim

: P. 10005

Program studi

: DIII Keperawatan

Judul

: ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR.B DENGAN


PERILAKU KEKERASAN DI RUANG AYODYA RUMAH
SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi
DIII keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal : Jumat / 07 Juni 2013

Pembimbing : Joko Kismanto, Skep., Ns

(................................. )

NIK. 200670020

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR.B DENGAN
PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAIKT JIWA DAERAH SURAKARTA
Laporan Karya Tulis Ilmiah disusun dengan maksud untuk memenuhi Tugas
Akhir sebagai salah satu syarat kelulusan program Studi Diploma III Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husasda Surakarta.
Di dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis merasa sedikit mengalami
hambatan dan kesulitan. Namun bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak maka
laporan Karya Tulis Ilmiah ini dapat penulis selesaikan, oleh karena itu
perkenankanlah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah
memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku Sekertaris Ketua Program studi D III
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns, selaku Dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji I
yang telah membimbing dengan cermat, memberi masukan masukan, inspirasi
serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

4. Nurma Rahmawati S.Kep.,Ns, selaku penguji II yang telah memberikan masukan


- masukan, inspirasi serta memfasilitasi demi sempurnanya kasus ini.
5. Amalia Agustin S.Kep.,Ns, selaku penguji III yang telah memberikan masukan
masukan, inspirasi serta memfasilitasi demi sempurnanya kasus ini.
6. Seluruh Dosen dan Karyawan beserta Staff Prodi D III Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta, atas bantuan dan bimbingan
selama penulis menempuh pendidikan keperawatan.
7. Ayah dan Ibu (Orang Tua) tercinta yang telah memberikan kepercayaan, kasih
sayang, kesabaran, nasihat dan dukungan dalam segala bentuknya serta atas
doanya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun.
8. Sahabat dan teman-teman angkatan 2010 Program Studi D III Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
9. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan Karya Tulis Ilmiah
ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan laporan Karya Tulis Ilmiah ini.

Surakarta,

April 2013

Penulis

vi

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................

iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................

B. Tujuan Penulisan ....................................................................

C. Manfaat Penulisan ..................................................................

LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ........................................................................

B. Pengkajian ..............................................................................

C. Rumusan Masalah ..................................................................

14

D. Intervensi ................................................................................

15

E. Implementasi ..........................................................................

19

F. Evaluasi ..................................................................................

21

vii

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN


A. Pembahasan ...........................................................................

23

B. Kesimpulan ............................................................................

36

C. Saran ......................................................................................

39

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Genogram .............................................................................

Gambar 2.2 Pohon Masalah .....................................................................

14

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 2

Log Book

Lampiran 3

Format Pendelegasian Pasien

Lampiran 4

Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

Lampiran 5

Asuhan Keperawatan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menurut Stuart & Laraia (dalam Hidayati, 2012) Kesehatan adalah
keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa
penyakit atau kelemahan (WHO, 2001). Seseorang dikatakan sehat apabila
seluruh aspek dalam dirinya dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis
maupun sosial. Fisiknya sehat, maka mental (jiwa) dan sosial pun sehat, jika
mentalnya terganggu atau sakit, maka fisik dan sosialnya pun akan sakit.
Kesehatan harus dilihat secara menyeluruh sehingga kesehatan jiwa merupakan
bagian dari kesehatan yang tidak dapat dipisahkan.
Kesehatan Jiwa menurut WHO (World Head Organitation) adalah
berbagai

karakteristik

keseimbangan

kejiwaan

positif
yang

yang

menggambarkan

mencerminkan

keselarasan

kedewasaan

dan

kepribadianya.

Kesehatan Jiwa menurut UU No.3 tahun 1966 adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain (Direja,
2011).
Salah satu gangguan jiwa yang dimaksud adalah Skizofrenia. Skizofrenia
adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir
serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi,
kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan
halusinasi (Direja, 2011). Menurut Sulistyowati (dalam Isnaeni, 2008) Prevalensi

Skizofrenia di Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima perseribu penduduk. Bila
diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang akan terdapat gangguan
jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai satu juta orang. Hal ini
merupakan angka yang cukup besar serta perlu penanganan yang serius.
Sedangkan Skizofrenia Katatonik ditandai dengan gejala utama pada psikomotor
seperti stupor maupun gaduh gelisah katatonik (Direja, 2011)
Menurut WHO (World Head Organitation) ada satu dari empat orang di
dunia yang mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekita 450 juta
orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Masyarakat umum terdapat
0,2 0,8% penderita Skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia
terdapat kira kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa
(Maramis dalam Widiyatmoko, 2004).
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi
Daerah Khusus Ibu kota Jakarta 24,3%, diikuti Nanggroe Aceh Darussalam
18,5%, Sumatra Barat 17,7%, NTB 10,9%, Sumatra Selatan 9,2%, dan Jawa
Tengah 6,8% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan Riset Kebutuhan Dasar (2007),
menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6%
dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000
orang penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan jiwa.
Berdasarkan dari data tersebut bahwa data pertahun di Indonesia yang mengalami
gangguan jiwa selalu meningkat.
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan tidak normal baik yang
berhubungan dengan fisik maupun mental (Yosep, 2007). Keabnormalan tersebut

dibagi ke dalam dua golongan yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan Sakit Jiwa
(Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting
diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,
cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (cunvulsive), histeria, rasa lemah, dan
tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran-pikiran dan sebagainya (Damiyanti
2010).
Gangguan jiwa menurut UU No.3 tahun 1966 adalah adanya gangguan
pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan adalah proses pikir, emosi, kemauan dan
perilaku psikomotorik termasuk bicara, dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa
adalah kondisi terganggunya fungsi, mental, emosi, pikiran, kemauan, perilaku
psikomotorik dan verbal yang menjelma dalam kelompok gejala klinis yang
disertai oleh penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistic
individu (Dalami, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik naik pada dirinya sendiri
maupun orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol
(Kusumawati dan Hartono, 2010). Kekerasan adalah kekuatan fisik yang
digunakan untuk menyerang atau merusak orang lain (Isaacs, 2004). Perilaku
kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri orang lain maupun
lingkungan (Stuart & Sundeen dalam Direja, 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Tanda dan gejala dari perilaku

kekerasan diantaranya adalah muka merah dan tegang, pandangan tajam,


mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar mandir,
bicara kasar, suara tinggi menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal atau
fisik, melempar atau memukul benda/orang lain, merusak barang atau benda,
tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan
(Damaiyanti, 2010).
Berdasarkan laporan periode bulan april 2013, pasien yang dirawat diruang
Ayodya RSJD Surakarta di dapatkan dari 25 pasien yang mengalami gangguan
jiwa, 14 pasien mengalami gangguan halusinasi, 5 pasien mengalami isolasi
sosial dan 5 pasien mengalami perilaku kekerasan. Serta penulis tertarik untuk
menulis karya tulis ilmiah pada pasien dengan perilaku kekerasan pada klien
dengan inisial Sdr.B dimana pada saat itu klien tampak mondar-mandir, emosi,
marah, memukul meja, bicara terdengar keras (membentak) saat menceritakan
masalahnya dengan ibunya, kadang menyendiri dan banyak masalah pada Sdr. B
yang belum teratasi.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
mengangkat masalah ini dalam membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul Studi
Kasus Asuhan Keperawatan Pada SDR. B dengan Perilaku Kekerasan Di Ruang
Ayodya RSJD Surakarta.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan kasus pada Sdr. B dengan perilaku kekerasan di RSJD Surakarta.

2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Sdr. B dengan perilaku
kekerasan.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa pada Sdr. B dengan perilaku
kekerasan.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Sdr. B
dengan perilaku kekerasan.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Sdr. B dengan perilaku
kekerasan.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Sdr. B dengan perilaku
kekerasan.

C. Manfaat penulisan
1. Bagi penulis
a. Dapat mengerti dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada klien.
b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan
keperawatan.
c. Meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan.
2. Bagi Profesi
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan lainnya dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan sehinga klien
mendapatkan penangan tepat dan optimal.

3. Bagi Institusi
a. Rumah Sakit
1) Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek
pelayanan keperawatan khususnya jiwa pada perilaku kekerasan.
2) Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan lainnya dalam
melaksanakan

asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku

kekerasan, sehingga klien mendapatkan penanganan yang cepat, tepat


dan optimal.
b.

Bagi pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan khususnya pada klien dengan perilaku kekerasan
dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.

BAB II
LAPORAN KASUS
Bab II ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan jiwa dengan
pengelolaan studi kasus pada Sdr. B dengan perilaku kekerasan di ruang
Ayodya RSJD Surakarta pada tanggal 22 April -24 April 2013. Asuhan
keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

A. Identitas Klien
Hasil pengkajian tanggal 22 April 24 April 2013 jam 11.00 WIB
pada kasus ini diperoleh dengan mengadakan pengkajian langsung,
pemeriksaan fisik, menelaah catatan perawat dari data pengkajian tersebut di
dapat hasil identitas klien bahwa klien bernama Sdr.B, tinggal di Losari
Sukoharjo, Ngalik, umur 18 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan SMP,
beragama islam, status belum menikah, tidak bekerja, dari IGD terus dibawa
ke bangsal Ayodya, diagnosa medis: f.20.0 Skizofrenia Katatonik, tanggal
masuk 28 februari 2013. Identitas penanggung jawab klien bernama Ny.R,
tinggal di Losari RT 2 RW 10 Sukoharjo Ngalik, umur 51 tahun pekerjaan
pegawai negeri sipil hubungan dengan klien adalah sebagai ibu.

B. Pengkajian
1.

Riwayat Kesehatan
Data saat pengkajian tanggal 22 April 2013 didapatkan klien
mengatakan jengkel pada ibunya karena minta motor tidak dibelikan, klien
terlihat emosi, marah. Saat marah klien memukul meja dan bicara
terdengar keras (membentak) saat menceritakan masalahnya dengan
ibunya karena minta motor tidak dibelikan, pandangan tajam, mondarmandir, klien tampak menyendiri diRSJ dan jarang bersosialita dengan
orang lain. Klien sudah 2x ini dirawat di RSJ karena tidak mau minum
obat dan tidak rutin kontrol. Riwayat alasan masuk kurang lebih dua hari
yang lalu klien mengalami perubahan sikap bingung, mengamuk,
memukuli kakak, emosi marah, bicara dan tertawa sendiri tampak mondarmandir, bicara terdengar keras (membentak).

2.

Faktor Predisposisi
Pengkajian di dapatkan faktor predisposisi klien mengalami
gangguan jiwa dua kali ini, pada saat ini klien dalam pengobatan tidak
berhasil karena tidak mau minum obat dan tidak rutin kontrol. Klien
sudah pernah mondok dua kali sejak satu tahun yang lalu. Keluarga belum
bisa menuruti keinginan klien untuk membelikan motor sehingga klien
merasa keluarganya tidak sayang dengan klien, klien mengatakan pernah
putus sekolah saat kelas satu SMK dan pernah di PHK dalam pekerjaanya.
Tidak ada penolakan dalam masyarakat dengan gangguan jiwa yang
dialami klien saat ini. Klien tidak pernah mengalami penganiyayaan fisik,

kekerasan dalam rumah tangga dan tidak pernah mengalami tindakan


kriminal.
3.

Faktor Presipitasi
Fraktor presipitasi didapatkan klien mengatakan ditinggal pacarnya
karena merasa kalah bersaing maka klien meminta motor kepada ibunya
tapi tidak dibelikan sehingga klien marah. Menurut keluarga perilakunya
semakin jadi mengamuk, marah, emosi serta memukuli kakak.

4.

Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik klien mencakup keadaan umum compos
mentis. Penilaian terhadap klien terlihat tegang dan gelisah, klien terlihat
mondar mandir. Tanda tanda vital klien meliputi tekanan darah klien
135/90 mmHg, suhu 360 C, respirasi 18x/menit, nadi 82x/menit, tinggi
badan 170 cm, berat badan 61 kg.Hasil pemeriksaan fisik klien tidak
mengalami asma, kejang, hipertensi.

5.

Psikososial
a. Genogram

Klien Sdr.B 18 tahun


Perilaku kekerasan
Gambar 1. Genogram

10

Keterangan :
: laki-laki

: pasien

: perempuan

: tinggal 1 serumah

: meninggal

: Garis Keturunan

Data hasil pengkajian di dapatkan klien anak ke dua dari dua


bersaudara klien tinggal bersama kakak dan kedua orang tuanya. Klien
seorang laki-laki berusia 18 tahun dan belum menikah. Klien
mengatakan komunikasi dalam keluarga lancar tidak ada hambatan, bila
ada masalah klien bercerita dengan keluarganya dan pengambil
keputusan adalah ayah klien karena sampai saat ini ayah klien adalah
sebagai kepala rumah tangga.
b. Konsep Diri
Hasil pengkajian pada konsep diri dalam gambaran diri, Sdr.B
mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya dan tidak mengalami
kecacatan. Identitas diri, klien adalah seorang laki-laki dan anak kedua
dari dua bersaudara. Peran diri, klien merasa belum bisa menjalankan
perannya sebagai anak laki-laki yaitu membantu kebutuhan ekonomi
orang tuanya. Ideal diri, klien ingin sembuh dan pulang ke rumah, di
rumah klien ingin bekerja. Harga diri, klien mengatakan malu bila
bertemu dengan tetangganya karena dirinya suka mengamuk di rumah
dan merasa dirinya tidak berguna lagi.

11

c. Hubungan Sosial
Berdasarkan pola hubungan sosial, klien

mengatakan orang

yang berarti dalam hidupnya adalah ibu. Peran serta dalam kegiatan
bermasyarakat klien tidak pernah bersosialita dan tidak pernah
mengikuti kegiatan dimasyarakat seperti kerja bakti dan karang taruna.
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, klien mengatakan
jarang bergaul dengan teman-temannya karena malu dengan keadaanya
yang pernah dirawat di RSJ.
d. Spiritual
Nilai dan keyakinan klien mengatakan beragama islam tetapi
ketika di tanya tentang pandangan dan keyakinan agamanya terhadap
gangguan jiwanya yang klien alami, klien bingung dan tidak mau
menjawab. Kegiatan ibadah klien selama di RSJ dan dirumah jarang
melakukan sholat 5 waktu.
6.

Status Mental
Pengkajian Status mental, klien berpenampilan tidak rapi, kebersihan
cukup, memakai pakaian Rumah Sakit dan mandi 2x sehari, ketika diajak
bicara klien bicara dengan nada tinggi (membentak) saat menceritakan
masalahnya dengan ibunya karena minta motor tidak dibelikan, intonasi
jelas sesuai topik pembicaraan dan pembicaraan klien dapat dipahami.
Aktivitas motorik saat diajak bicara klien terlihat tegang, klien memukul
meja saat menceritakan masalahnya dengan ibunya karena minta motor
tidak dibelikan.

12

Alam perasaan klien merasa putus asa karena minta motor baru tidak
dibelikan oleh ibunya. Afek klien stabil apabila diberi stimulus langsung
merespon. Saat dilakukan pengkajian klien kooperatif dan mau menjawab
pertanyaan yang diajukan. Persepsi klien tidak mengalami gangguan
halusinasi. Proses pikir saat bicara, pembicaraan klien terarah jelas tetapi
dengan nada tinggi (membentak) saat menceritakan masalahnya dengan
ibunya karena minta motor tidak dibelikan. Isi pikir klien mengatakan
pikirannya ingin selalu pulang dan ingin bertemu keluarganya. Tingkat
kesadaran klien sadar penuh klien dapat mengatakan saat ini klien berada
di RSJD Surakarta. Memori jangka panjang klien masih ingat ketika dulu
pernah sekolah SMK tetapi keluar waktu kelas satu. Memori jangka
pendek klien masih ingat yang membawa klien ke RSJ adalah ibu dan
kakaknya. Daya ingat saat ini klien mengatakan tadi bangun tidur jam
05.00 WIB. Tingkat konsentrasi klien mampu berkonsentrasi dengan
pertanyaan yang diberikan tanpa harus diulang kembali dan klien mampu
melakukan penambahan dan pengurangan dalam berhitung. Kemampuan
penilaian Sdr.B mampu mengambil keputusan yang sederhana setelah
diberi sedikit penjelasan dari perawat misalnya memilih cuci tangan
dahulu sebelum makan. Daya tilik, klien mengatakan bahwa klien sedang
mengalami gangguan jiwa.
7.

Kebutuhan Persiapan Pulang


Kebutuhan persiapan pulang klien makan 3x sehari habis 1 porsi
makan dengan menu nasi sayur lauk dan kadang buah. Klien makan

13

dengan tangan kanannya setelah selesai makan klien mencuci tempat


makannya dan mengembalikan ditempatnya. Klien BAB 1x sehari, BAK
3-5 dalam sehari di kamar mandi dan dapat membersihkannya. Klien
mandi 2x sehari pagi dan sore, memakai sabun shampo dan juga gosok
gigi. Klien bisa berpakaian secara mandiri setiap pagi sesuai dengan baju
yang disiapkan Rumah Sakit. Klien mengatakan kurang lebih tidur 8 jam
dan bangun sekitar jam 05.00 WIB saat siang hari klien jarang tidur. Klien
minum obat secara teratur 2x1 sehari. Ketika klien sudah diijinkan pulang
maka perawatan lanjutan yang harus dilakukan klien untuk memelihara
kesehatan dianjurkan kontrol sebelum obat habis, dalam memelihara
kesehatan klien didukung dengan penggunaan obat. Aktivitas di dalam
rumah jika di rumah klien ingin membantu pekerjaan rumah seperti
merapikan rumah dan mencuci pakaian. Aktivitas di luar rumah klien
jarang keluar rumah karena malu dengan keadaanya yang mengalami
gangguan jiwa.
8.

Mekanisme Koping
Hasil pengkajian mekanisme koping, pada Sdr.B yaitu mekanisme
koping maladaptif, dimana klien mengatakan jengkel kepada ibunya
karena minta motor tidak dibelikan dan bila klien sedang kesal klien
marah, emosi, mengamuk serta memukul.

9.

Masalah Psikososial dan Lingkungan


Klien mengatakan tidak ada masalah dengan kelompok usianya dan
lingkungannya, klien jarang bermain ke rumah temannya karena tidak

14

percaya diri dan tidak pernah mengikuti kegiatan dimasyarakat seperti


karang taruna dan kerja bakti. Klien mengatakan mempunyai masalah
dalam pendidikannya yaitu keluar sekolah waktu kelas satu SMK dan
pernah di PHK dalam pekerjaanya.
10. Aspek Medik
Klien mengatakan rutin minum obat dua kali sehari dan tidak ada
alergi obat ataupun makanan. Diagnosa Medik F20.0 Sizofrenia Katatonik
dan klien mendapat terapi NOP (Noprenia) 2x2 mg sehari, THP
(Trihexsilphenidil) 2x2 mg sehari dan CPZ (Chlorpromezine) 2x100 mg
sehari. Pasien dilakukan pemeriksaan laboiratorium tanggal 10 April 2013
dan di dapatkan hasil laboratorium kimia gula darah sewaktu 100 mg/dl dl
(normal < 130 mg/dl), SGOT 15 U/L (normal < 32 u/L), SGPT 24 U/L,
(normalnya < 31 u/L).

C. Daftar Perumusan Masalah


Berdasarkan data di atas dapat ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu
perilaku kekerasan, diagnosa keperawatan tersebut didukung dengan data
subyektif klien mengatakan jengkel kepada ibunya karena minta motor tidak
dibelikan. Data obyektif klien tampak emosi, marah, memukul meja, mondarmandir, bicara terdengar keras (membentak) saat menceritakan masalahnya
dengan ibunya karena minta motor tidak dibelikan.
Berdasarkan masalah keperawatan tersebut, dapat digambarkan pohon
masalah sebagai berikut :

15

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain

(Akibat)

dan lingkungan

Perilaku kekerasan

(Core Problem)

Harga diri rendah

(Penyebab)

Gambar 2. Pohon Masalah

Dalam pohon masalah dijelaskan bahwa yang menjadi core problem


adalah perilaku kekerasan. Menurut Berkowitz & Harnawati (dalam Direja,
2011) Definisi perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai orang lain

secara fisik maupun psikologis. Penulis

mendapatkan data perilaku kekerasan penyebabnya adalah Harga Diri Rendah,


dari masalah keperawatan prioritasnya yang diperoleh, dapat dibuat pohon
masalah sebagai berikut harga diri rendah sebagai penyebab, perilaku
kekerasan sebagai core problem dan resiko menciderai diri sendiri atau orang
lain sebagai akibat.

D. Intervensi
Berdasarkan hasil pengkajian, dirumuskan perencanaan keperawatan
pada Tujuan Umum: Klien tidak dapat melakukan tindakan kekerasan.
Tujuan Khusus pertama: membina hubungan saling percaya. Kriteria
hasil setelah 1x 15 menit pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda percaya

16

kepada perawat, wajah cerah dan bersedia menceritakan perasaannya.


Intervensi klien bina hubungan saling percaya dengan memberi salam setiap
berinteraksi, perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berinteraksi, tanyakan dan nama panggilan kesukaan klien, tanyakan perasaan
klien dan masalah yang dihadapi klien, tunjukkan sikap empati, jujur dan
menepati janji setiap berinteraksi, dengarkan dengan penuh perhatian ekpresi
dan perasaan klien.
Tujuan Khusus ke dua : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan yang dilakukannya. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit pertemuan
klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya. Intervensi
bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya, motivasi klien untuk
menceritakan penyebab rasa kesal/jengkel dan dengarkan tanpa menyela atau
memberi penilaian setiap ungkapan perasan klien.
Tujuan Khusus ke tiga : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda
perilaku kekerasan. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit pertemuan klien
menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan, perasaan marah,
jengkel,

bicara keras,

emosi

wajah tegang.

Intervensi

bantu

klien

mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya, motivasi


klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosional) saat terjadi
kekerasan, motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat
perilaku kekerasan terjadi.
Tujuan Khusus ke empat : Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku
kekerasan yang pernah dilakukannya. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit

17

pertemuan klien menjelaskan jenis-jenis ekpresi kemarahan yang selama ini


pernah dilakukannya, perasaannya saat melakukan perilaku kekerasan.
Intervensi diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukan selama
ini, motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini
pernah dilakukannya, motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah
tindak kekerasan tersebut terjadi.
Tujuan Khusus ke lima : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit pertemuan klien menjelaskan
akibat tindak kekerasan yang dilakukannya, diri sendiri dapat dijauhi teman
dan luka, orang lain dapat luka, tersinggung, ketakutan, lingkungan
benda/barang dapat rusak. Intervensi diskusikan dengan klien (kerugian) cara
yang dilakukan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus ke enam : Klien dapat mengidentifikasi cara konstuktif
dalam mengungkapkan kemarahan. Kriteria hasil setelah 2x 15 menit
pertemuan klien menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah.
Intervensi

diskusikan

dengan

klien

apakah

mau

mempelajari

cara

mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk


mengungkapkan marah, selain perilaku kekerasan yang diketahui klien,
jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah, cara fisik seperti nafas
dalam dan pukul bantal, cara verbal seperti mengungkapkan perasaan, sosial
seperti berkenalan dengan orang lain dan spiritual seperti sembahyang dan doa
sesuai keyakinan agamanya masing-masing.

18

Tujuan Khusus ke tujuh : Klien dapat mendemonstrasikan cara


mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria hasil setelah 2x 15 menit pertemuan
klien mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan, fisik tarik nafas
dalam dan memukul bantal, verbal mengungkapkan perasaan jengkel pada
orang lain tanpa menyakiti, spiritual berdoa sembahyang sesuai agamanya.
Intervensi diskusikan cara yang mungkin dipilih dan dianjurkan klien memiluh
cara

yang

mungkin

untuk

mengungkapkan

kemarahan,

latih

klien

mempraktikan cara yang dipilih, jelaskan manfaat tersebut, anjurkan klien


menirukan cara yang sudah di lakukan, beri reinforcement pada klien perbaiki
cara yang belum sempurna, anjurkan klien menggunakan cara yang sudah
dilatih saat marah/jengkel.
Tujuan Khusus ke delapan : Klien mendapat dukungan keluarga untuk
mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria hasil setelah 3x 15 menit pertemuan
keluarga menjelaskan cara merawat klien dengan penyakit perilaku kekerasan,
mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.diskusikan pentingnya peran
serta keluarga sebagai pendukung kjlien untuk mengetahui perilaku kekerasan.
Intervensi jelaskan pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien
perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga, praktekkan cara
klien ( menangani perilaku kekerasan ), beri pujian kepada keluarga setelah
dipraktekkan, tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang telah
dilatihkan.
Tujuan Khusus ke sembilan : Klien minum obat sesuai program yang
telah ditetapkan. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit pertemuan klien

19

menjelaskan manfaat minum obat, keinginan tidak minum obat, nama obat
bentuk obat dan warna obat, dosis yang diberikan, efek yang dirasakan klien.
Intervensi jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika
tidak menggunakan obat, jelaskan kepada klien: jenis obat (nama, warna dan
bentuk obat), dosis yang tepat untuk klien, waktu pemakaian, efek yang
dirasakan klien, anjurkan klien: minta dan menggunakan obat tepat wakt, lapor
ke perawat atau dokter jika mengalmi efek yang tidak biasa, beri pujian
terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.

E. Implementasi
Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan dilaksanakan 3
hari pada tanggal 22-24 april 2013. Pada tanggal 22 april 2013 jam 11.00 WIB
dengan SP 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya (BHSP),
mengidentifikasi

penyebab

perilaku

kekerasan

yang

dilakukan,

mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dilakukan,


mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang dilakukan, mengajarkan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik satu yaitu tarik nafas dalam.
Implementasinya : penulis membina hubungan saling percaya, menjelaskan
tujuan

berinteraksi,

memberikan

menyampaikan

kesempatan

kepada

kontrak
klien

(topik,

waktu,

mengungkapkan

tempat),

perasaannya,

mengidentifikasikan penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang


dirasakan dan perilaku kekerasan yang sudah dilakukan (akibat perilaku
kekerasan yang dilakukan), mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan

20

dengan teknik nafas dalam dan memberi kesempatan kepada klien untuk
mempraktekkannya, memberi reinforcement positif kepada klien jika sudah
bisa mempraktekanya sendiri, menganjurkan klien untuk memasukkanya
kedalam jadwal harian.
Pada tanggal 23 april 2013 pukul 09.00 WIB dengan SP 2 : mengajarkan
mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. Implementasinya : penulis
memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan pasien, memvalidasi SP 1
(mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 : nafas dalam),
mengajarkan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik
2 : pukul bantal, memberikan kesempatan pasien untuk mempraktekkan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal, memberi pujian positif
kepada pasien jika sudah bisa mempraktekkannya sendiri, menganjurkan klien
untuk memasukkannya kedalam jadwal harian.
Pada tanggal 24 April 2013 09.00 WIB dengan SP 3 mengajarkan
mengontrol perilaku kekerasan secara verbal atau bicara baik-baik.
Implementasinya : penulis memberikan salam terapeutik, menanyakan
perasaan pasien, memvalidasi SP 1 (nafas dalam) dan SP 2 (pukul bantal),
mengajarkan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan yang ke-3 yaitu
dengan cara verbal (bicara baik-baik), memberikan kesempatan pasien untuk
mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal,
mengajurkan pasien untuk memasukkan kedalam jadwal harian.

21

F. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan implementasi di dapatkan evaluasi, Strategi
pelaksanaan satu, implementasi pada hari senin tanggal 22 April 2013 pada jam
11.00 WIB membina hubungan saling percaya seperti salam terapeutik,
memberi salam setiap berinteraksi, memperkenalkan nama, nama panggilan
perawat dan tujuan perawat berinteraksi, menanyakan dan nama panggilan
kesukaan klien, menanyakan perasaan klien seperti mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan, mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan,
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan, menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan,
membantu klien mempraktekkan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan,
menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian, memberikan
reinforcement atas keberhasilan klien. Evaluasi dari subyektifnya klien
memperkenalkan diri nama dan alamat rumah, klien mengatakan jengkel
kepada Ibunya ingin mengamuk dan memukul, klien mau diajari cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara yang sehat. Obyektifnya pasien
kooperatif, kontak mata ada, nada suara tinggi, pandangan tajam, klien mau
berjabat tangan, pasien mau menyebutkan atau mengidentifikasi penyebab
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, pasien mau diajari cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan nafas dalam, pasien tampak bisa mempraktekkan
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara nafas dalam secara mandiri.
Analisa klien mampu melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
tarik nafas dalam. Perencanaan strategi pelaksanaan satu evaluasi strategi

22

pelaksanaan satu (tarik nafas dalam) dan lanjut strategi pelaksanaan dua (pukul
bantal).
Implementasi pada hari selasa tanggal 23 April 2013 jam 11.00 WIB,
dengan diagnosa perilaku kekerasan, strategi pelaksanaan dua, implementasi
salam terapeutik, mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien, melatih cara
mengontol perilaku kekerasan denga cara fisik II yaitu pukul bantal,
menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian, memberikan
reinforcement positif atas keberhasilan klien. Evaluasi dari subyeknya klien
mengatakan perasaanya hari ini senang, klien masih ingat cara mengontrol
perilaku kekerasan SP 1 dengan cara tarik nafas dalam, klien mau diajari cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. Obyektifnya klien
kooperatif, klien tampak rileks dan tenang, klien masih ingat cara mengontrol
perilaku kekerasan SP 1 dengan cara tarik nafas dalam, klien mampu
mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan SP 2 dengan cara pukul
bantal. Analisa klien mampu melakukan cara fisik II mengontrol rasa marah
dengan pukul bantal secara mandiri dan masalah teratasi. Perencanaan evaluasi
cara mengontrol perilaku kekerasan SP 1 (tarik nafas dalam), SP 2 (pukul
bantal) dan lanjut strategi pelaksanaan tiga mengungkapkan marah secara
verbal.
Implementasi pada hari rabu tanggal 24 April 2013 jam 11.00 WIB,
dengan diagnosa perilaku kekerasan, strategi pelaksanaan tiga, implementasi
salam terapeutik, mengobservasi kemampuan klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal, mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,

23

memberikan pujian terhadap kegiatan pasien. Evaluasi sebyektif

klien

mengatakan perasaannya senang, klien masih ingat cara mengontrol perilaku


kekerasan SP 1 (tarik nafas dalam), SP 2 (pukul bantal), klien mengatakan
apabila ingin marah mengontrolnya memilih dengan pukul bantal, klien mau
dan bersedia diajari cara mengontrol perilaku kekerasan dengan SP 3 cara
verbal (bicara baik-baik). Obyektif klien kooperatif, klien tampak rileks dan
tenang, klien masih ingat SP 1 (tarik nafas dalam) SP 2 (pukul bantal), klien
mampu mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
verbal. Analisa klien mampu mempraktekkan cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal yaitu bicara secara baik-baik. Perencanaan
evaluasi SP 1 (tarik nafas dalam) SP 2 (pukul bantal) SP 3 (verbal atau bicara
baik-baik) dan memasukkan ke dalam jadwal harian.

BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan
Pada bab pembahasan penulis akan membahas mengenai kesenjangan
yang terdapat pada konsep dasar (teori) dan studi kasus pada Sdr.B dengan
perilaku kekerasan di ruang Ayodya Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, pada
tanggal 22-23 April 2013 yang dimulai dengan membahas pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi serta pada
bagian akhir dari penulisan laporan studi kasus ini, penulis akan memberikan
kesimpulan dan saran, yang diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan
asuhan keperawatan pada pasien, khususnya pada pasien dengan perilaku
kekerasan.
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku Kekerasan
dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku Kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stresor
yang dihadapi oleh seseorang, respon ini dapat meninmbulkan kerugian baik
pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat, 2007).
Tanda Gejala dari Perilaku Kekerasan adalah muka merah atau tegang,
mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
merah atau tegang, postur tubuh kaku, mengatupkan rahang dengan kuat,
mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir (Yosep, 2010).

24

25

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan

atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data

biologis, psikologis, dan spiritual (Nurjannah, 2005).


Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa
faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber
koping dan kumpulan koping yang dimiliki klien. Cara pengkajian berfokus
pada 5 (lima) dimensi yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual
(Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah, 2005). Kasus Sdr. B termasuk dari 5
dimensi yaitu dimensi fisik. Menurut teori perilaku kekerasan adalah suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang, baik secara fisik
maupun psikologis. Perilaku tersebut dapat melukai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan (Keliat, 2007). Dalam pengkajian pasien, penulis melakukan
pengkajian meliputi : identitas klien, identitas penanggung jawab, pola
fungsional gordon, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi
medis. Data yang penulis kumpulkan sudah mencakup data pengkajian jiwa
dalam teori tersebut karena penilaian terhadap stressor, faktor predisposisi,
faktor presipitasi, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien
sudah terkaji dalam pola koping toleransi stress didalam pola fungsional
gordon.
Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode auto anamnese
terhadap klien dan perawat yang merawatnya, observasi langsung terhadap

26

penampilan dan perilaku klien. Menurut Waber dan Kelley (dalam Nanda,
2012) Pengkajian individu terdiri atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan
pemeriksaan fisik (data objektif). Adapun data yang diperoleh setelah
melakukan pengkajian pada klien Sdr. B yang berupa data subjektif antara
lain bingung, mengamuk, memukuli kakak, emosi marah, bicara dan tertawa
sendiri alasan klien jengkel pada Ibunya dan data objektifnya adalah mondar
mandir, bicara terdengar keras (membentak), pandangan tajam.
Faktor presipitasi menurut Direja (2011), adalah seseorang akan marah
jika dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau
ancaman konsep diri. Sedangkan faktor presipitasi dalam kasus klien adalah
klien mengatakan ditinggal pacarnya karena merasa kalah bersaing maka
klien meminta motor kepada ibunya tapi tidak dibelikan sehingga klien
marah. Klien mempunyai masa lalu yang tidak menyenangkan adalah putus
sekolah waktu kelas satu SMK dan di PHK dalam pekerjaanya.
Faktor Predisposisi adalah berbagai faktor yang menunjang terjadinya
perubahan dalam konsep diri seseorang (Stuart, 2006). Sedangkan faktor
perdisposisi klien pernah mengalami gangguan jiwa dua kali sejak satu tahun
yang lalu, pada saat ini klien dalam pengobatan tidak berhasil karena tidak
mau minum obat dan tidak rutin kontrol. Keluarga belum bisa menuruti
keinginan klien untuk membelikan motor sehingga klien merasa keluarganya
tidak sayang dengan klien, klien mengatakan pernah putus sekolah saat kelas
satu SMK dan pernah di PHK dalam pekerjaanya. Tidak ada penolakan dalam
masyarakat dengan gangguan jiwa yang dialami klien saat ini. Klien tidak

27

pernah mengalami penganiyayaan fisik, kekerasan dalam rumah tangga dan


tidak pernah mengalami tindakan kriminal.
Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku klien
yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan
tenaga medis, seperti dokter dan apoteker. Mengenai segala sesuatu yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah
kepatuhan dalam minum obat. Hal ini merupakan syarat utama tercapainya
keberhasilan pengobatan yang dilakukan (Sugiyarti, 2012). Menurut teori
(Direja, 2011) sesorang mengalami kekambuhan adalah ketidakmampuan
mengendalikan dorongan marah, stimulus lingkungan, konflik interpersonal,
status

mental,

putus

obat,

penyalahgunaan

narkoba

atau

alkohol,

ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya


dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa. Sedangkan pada kasus
Sdr.B mengalami putus obat sehingga klien mengalami kekambuhan. Peran
keluarga disini tidak terlaksana dengan baik.
Mekanisme koping adaptif klien bercerita tentang perasaannya pada
perawat, mengatakan jika ada masalah bercerita dengan keluarganya.
Sedangkan mekanisme koping maladaptif klien mengatakan jengkel kepada
ibunya karena minta motor tidak dibelikan dan bila klien sedang kesal klien
ingin mengamuk dan memukul. Tetapi yang sering digunakan klien adalah
koping maladaptif karena klien mengamuk dan memukul. Stressor yang
terjadi 1 tahun terakhir stress adalah klien minta motor kepada ibunya tetapi
tidak dibelikan. Sekarang klien mengalami gangguan jiwa Sdr. B tampak

28

emosi, marah, memukul meja, mata melotot, mondar-mandir, bicara terdengar


keras (membentak), klien tampak menyendiri dan jarang bersosialita dengan
orang lain, klien malu bila bertemu dengan tetangganya karena dirinya suka
mengamuk di rumah dan merasa dirinya tidak berguna lagi.
Tanda gejala yang muncul pada perilaku kekerasan biasanya adalah
muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, mengatupkan
rahang denga kuat, mengepalkan tangan dengan kuat, jalan modar mandir,
bicara kasar, suara tinggi, menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal
atau fisik, melempar atau memukul benda/orang lain, merusak barang atau
benda, tidak memiliki kemampuan mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasan (Keliat, 2009). Ada beberapa tanda gejala resiko perilaku
kekerasan pada Sdr. B adalah mata melotot dan bicara keras (membentak).
Bila dibandingkan dengan teori diatas ada beberapa tanda dan gejala perilaku
kekerasan pada Sdr. B yang sesuai dengan teori.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat
profesional yang menggambarkan tanda dan gejala yang menunjukkan
masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat berdasarkan
pendidikan dan pengalaman mampu menolong klien (Ali Z, 2002). Schultz
dan videbeck (dalam Nurjannah, 2005) menyatakan bahwa diagnosa
keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa
keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana

29

masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian


utama diagnosa keperawatan.
Pernyataan diagnosa terdiri dari masalah atau respon klien dan satu atau
lebih faktor yang behubungan atau berkonstribusi pasda masalah atau respon
klien. Tanda dan gejala atau batasan karakteristik adalah pengkajian subjektif
dan objektif yang mendukung diagnosa keperawatan, ini biasanya ditulis
sebagai bagian dari pernyataan diagnosis. Bagian kedua dari statemen
diagnosa ditulis untuk mengkomunikasikan perawat mengenai faktor yang
berhubungan atau berkontribusi untuk etiologinya (Schultz dan videbeck
dalam Intansari Nurjannah, 2005).
Menurut Kusumawati dan Hartono (dalam Direja, 2011), pohon
masalah pada perilaku kekerasan (core problem) dapat mengakibatkan
seseorang beresiko melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan
gaduh gelisah yang tidak terkontrol.. Hal ini dapat terjadi karena beberapa
penyebab yaitu gangguan konsep diri: harga diri rendah, gangguan
pemeliharaan kesehatan, ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah.
Data yang diperoleh dari Sdr. B yaitu perilaku kekerasan yang
disebabkan oleh harga diri rendah yang didukung oleh data subyektif, klien
mengatakan malu bila bertemu dengan tetangganya dengan keadaannya
karena dia sering mengamuk-amuk di rumah dan merasa dirinya tidak
berguna lagi, klien mengatakan jarang bergaul dengan teman-temannya
karena malu dengan keadaanya yang pernah dirawat diRSJ, klien mengatakan

30

belum bisa menjalankan perannya sebagai anak laki-laki yaitu membantu


kebutuhan ekonomi orang tuanya. Data obyektif: klien menunduk, kontak
mata kurang saat menceritakan masalahnya yang berkaitan dengan
kondisinya sekarang ini dan hubungannya dengan teman-temannya serta
tetangganya. Kemudian dapat beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan yang didukung data subyektif pasien mengatakan kesal kepada
ibunya kemudian pasien mengamuk dan memukul meja, data obyektif pasien
tampak kesal, emosi, marah, bicara keras (membentak) saat menceritakan
masalanya dengan ibunya karena minta motor tidak dibelikan.
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut penulis menyimpulkan bahwa
pohon masalah yang terjadi pada Sdr. B sama dengan teori yang dituliskan
yaitu penyebab dari perilaku kekerasan (core problem) adalah harga diri
rendah sehingga dapat beresiko perilaku menciderai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan keadaan pasien yang kurang
mengerti akan menjaga hubungan keluarga terutama dengan ibunya dan
menyebabkan perilaku kekerasan pada Sdr. B dapat muncul ketika dirinya
sedang marah.
Klien mendapat terapi obat yaitu NOP (Noprenia) 2x2 mg sehari, THP
(Trihexsilphenidil) 2x2 mg sehari dan CPZ (Chlorpromezine) 2x100 mg
sehari. Menurut ISO atau Informasi Spisialite Obat (2010-2011) noprenia
merupakan golongan psikofarmaka yang digunakan sebagai terapi gangguan
skizofrenia akut dan kronik, halusinasi, afek tumpul, menarik diri sediaan
obat 2 mg, 0,5 mg, 3 mg. Chlorpromezine adalah golongan anti psikotik yang

31

mengurangi hiperaktif agresif atau obat penenang dan agitasi dengan sediaan
tablet 25 mg, 50 mg, 100 mg, injeksi 25 mg per ml. Trihexsilphenidil untuk
obat anti parkinson dengan sediaan tablet 2 mg, 5 mg, injeksi 25 mg per ml
(ISO, 2011)

3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan ditulis atau dibuat setelah diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai
tiap tujuan khusus, perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan,
tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan
analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat
diatasi (Ali, 2002).
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Sdr.B penulis rencanakan
berdasarkan pada teori keperawatan jiwa, dimana tujuan umumnya dalah
klien tidak dapat melakukan tindakan kekerasan, dan ada sembilan tujuan
khusus yaitu tujuan khusus pertama adalah bina hubungan saling percaya
dengan klien, rasionalnya hubungan saling percaya merupakan landasan
utama untuk hubungan selanjutnya. Tujuan khusus ke dua yaitu
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, rasionalnya beri kesempatan
untuk mengungkapkan perasaan klien, dapat membantu stres, dan dapat
penyebab perasaan jengkel atau marah dapat diketahui. Tujuan khusus ke tiga
adalah mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan, rasionalnya untuk
mengetahui tanda-tanda klien jengkel dan mengetahui hal yang dialami dan

32

dirasa saat jengkel. Tujuan khusus ke empat yaitu mengeidentifikasi jenis


perilaku kekerasan, rasionalnya untuk mengetahui perilaku kekerasan yang
bisa dilakukan. Tujuan khusus ke lima yaitu mengidentifikasi akibat dari
perilaku kekerasan, rasionalnya untuk menilai perilaku kekerasan yang
dilakukannya. Tujuan khusus ke enam yaitu mengidentifikasi cara konstruktif
yang dilakukan klien ketika marah muncul, rasionalnya untuk membantu
klien menemukan cara yang baik untuk mengurangi kejengkelannya. Tujuan
khusus ke tujuh yaitu ajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan,
rasionalnya agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif. Tujuan
khusus kedelapan adalah ajarkan kepada keluarga cara merawat klien dengan
perilaku kekerasan, rasionalnya untuk meningkatkan pengetahuan keluarga
tentang merawat klien sehingga keluarga terlibat dalam perawatan klien.
Tujuan khusus ke sembilan adalah anjurkan pada klien menggunakan obat
yang benar, rasionalnya agar klien dan keluarga dapat mengetahui nama,
jenis, efek samping, dan fungsi obat yang diminum klien, serta meningkatkan
kesadaran klien untuk minum obat (Damaiyanti, 2012).

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dan evaluasi keperawatan pada Sdr. B dilakukan selama
tiga hari pada tanggal 22 - 24 April 2013 di bangsal Ayodya, Rumah Sakit
Jiwa Surakarta. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendy
dalam Nurjannah, 2005). Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari

33

tindakan

mandiri

(independent),

saling

ketergantungan/kolaborasi

(interdependent), dan tindakan rujukan/ketergantungan (dependent).


Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi perilaku
kekerasan pada Sdr. B yaitu membina hubungan saling percaya dan
melakukan pengkajian mulai dari identitas pasien, alasan masuk, faktor
predisposisi, faktor presipitasi, pemeriksaan fisik, status mental, masalah
psikososial dan lingkungan, mekanisme koping dan tingkat pengetahuan
pasien. Respon klien adalah menjawab salam, menyatakan nama klien dan
nama panggilannya. Klien mengatakan masalah yang sedang dihadapi yaitu
klien mengatakan jengkel dengan ibunya, karena minta motor tidak dibelikan.
Selama wawancara klien mau menjawab semua pertanyaan yang diberikan
penulis.
Impementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan perilaku
kekerasan dilaksanakan pada tanggal 22 April 2013, pukul 11.00 WIB.
Penulis melakukan SP 1 perilaku kekerasan yaitu mengidentifikasi penyebab,
tanda dan gejala, serta akibat perilaku kekerasan, dan mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik 1 nafas dalam (agar pasien lebih rileks dan
tenang) (Direja, 2011). Implementasinya, penulis membina hubungan saling
percaya, menjelaskan tujuan berinteraksi, menyampaikan kontrak (topik,
waktu, tempat), memberikan kesempatan kepada klien mengungkapkan
perasaannya, mengidentifikasikan penyebab perasaan marah, tanda dan gejala
yang dirasakan,dan perilaku kekerasan yang sudah dilakukan (akibat perilaku
kekerasan yang dilakukan), mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan

34

dengan teknik nafas dalam, memberi kesempatan kepada pasien untuk


mempraktekkannya cara yang dianjurkan, memberi pujian positif kepada
klien jika sudah bisa mempraktekanya sendiri, menganjurkan klien untuk
memasukkanya kedalam jadwal harian. Respon klien : klien mengatakan mau
berinteraksi dengan perawat, klien mengatakan perasaannya kurang baik,
klien mengatakan yang menyebabkan klien marah adalah jengkel dengan
ibunya karena minta motor tidak dibelikan, marah, emosi, pandangan tajam
dan nada bicara tinggi (membentak), klien mengatakan perilaku yang sudah
dilakukan adalah memukul kakaknya, klien mengatakan mau diajari cara
mengontrol marah dengan teknik nafas dalam, klien mengatakan sudah bisa
mempraktekkannya sendiri, klien mengatakan sudah dimasukkan kedalam
jadwal harian.
Implementasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 April 2013
pukul 09.00 WIB. Penulis melakukan SP 2 yaitu mengajarkan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal (Direja, 2011).
Implementasinya, penulis memberikan salam terapeutik, menanyakan
perasaan pasien, memvalidasi SP 1 (mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara fisik 1 : nafas dalam), mengajarkan dan melatih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik 2 : pukul bantal, memberikan kesempatan pasien
untuk mempraktekan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul
bantal, memberi reinforcement positif kepada pasien

jika sudah bisa

mempraktekkannya sendiri, menganjurkan klien untuk memasukkanya


kedalam jadwal harian. Respon klien : klien menjawab salam, klien

35

mengatakan perasaanya senang, klien mengatakan masih ingat dengan SP 1


mengontrol perilaku kekerasan yaitu nafas dalam dan klien langsung
mempraktekannya, klien mengatakan mau diajari dengan SP 2 : pukul bantal,
klien mempraktekannya sendiri, klien mengatakan sudah dimasukkan
kedalam jadwal harian.
Implementasi yang ketiga dilaksanakan pada tanggal 24 April 2013
pukul 09.00 WIB. Penulis melakukan SP 3 yaitu mengajarkan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal ( menolak dengan baik
atau meminta dengan baik) (Direja, 2011). Implementasinya, penulis
memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan pasien, memvalidasi SP
1 (nafas dalam) dan SP 2 (pukul bantal), mengajarkan dan melatih cara
mengontrol perilaku kekerasan yang ke-3 yaitu dengan cara verbal,
memberikan kesempatan pasien untuk mempraktekkan cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara verbal, menganjurkan pasien untuk
memasukkan kedalam jadwal harian. Implementasi yang ketiga respon klien :
klien menjawab salam, klien mengatakan perasaanya senang, klien
mengatakan masih ingat dengan SP 1 ( napas dalam) dan SP 2 ( pukul bantal)
untuk mengontrol perilaku kekerasan dan klien langsung mempraktekannya,
klien mengatakan mau diajari SP 3 ( verbal), klien mempraktekannya
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal (menolak dengan baik atau
meminta dengan baik).

36

5. Evaluasi
Evaluasi adalah mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai
hasil yang diharapakan asuhan keperawatan adalah proses dinamik yang
melibatkan perubahan dalam status kesehatan klien sepanjang waktu, pemicu
kebutuhan terhadap data baru, berbagai diagnosa keperawatan, dan
modifikasi rencana asuhan sesuai dengan kondisi klien (Damaiyanti &
Iskandar, 2012).
Hasil evaluasi yang didapat dari Sdr. B adalah data subyektif dan
obyektif antara lain: pasien mengatakan mengamuk dan kesal kepada ibunya
karena minta motor tidak dibelikan, pasien tampak mau berjabat tangan dan
membina hubungan saling percaya pada perawat, pasien tampak mau
menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya muncul, pasien menjawab
semua pertanyaan, ada kontak mata, pasien mau menyebutkan perilaku
kekerasan yang dilakukan, pasien mengatakan mau untuk diajari cara
mengontrol marah dengan cara pukul bantal dan pasien tampak mau
mempraktekannya. Kemudian dilakukan perencanaan untuk pasien antara lain
pasien diminta untuk memberitahukan kepada perawat atau keluarga ketika
sedang marah, sedangkan perencanaan untuk penulis adalah mempertahankan
tujuan khusus pertama membina hubungan saling percaya , tujuan khusus ke
dua mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya, tujuan
khusus ke tiga mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan , tujuan
khusus ke empat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya , tujuan khusus kelima mengidentifikasi akibat perilaku

37

kekerasan, tujuan khusus ke enam mengidentifikasi cara konstuktif dalam


mengungkapkan kemarahan, tujuan ke tujuh mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan, dan kemudian melanjutkan strategi
pelaksanaan yang selanjutnya yaitu mengontrol marah dengan cara verbal,
spiritual (doa) dan minum obat secara teratur. Memotivasi pasien untuk
mempraktekan cara mengontrol marah dengan pukul bantal. Penulis
mendelagasikan kepada perawat ruangan untuk memvalidasi cara yang telah
diajarkan kepada pasien.

B. Simpulan
Pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara (allow
anamnesa) dan (autoanamnesa) mengobservasi klien yaitu dari segi
penampilan, pembicaran, perilaku klien, kemudian ditambah dengan menelaah
catatan medik dan catatan keperawatan.
1. Pengkajian penulis mengkaji data dari tanggal klien masuk RSJD, identitas
klien, penanggung jawab alasan masuk, faktor predisposisi, faktor
prestisipitasi, pemeriksaan fisik keluhan fisik, psikososial, (genogram dan
analisa genogram) konsep diri, hubungan sosial, spiritual status mental,
kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan
lingkungan, pengetahuan klien, aspek penunjang dan meliputi data subyektif
dan data obyektif. Data yang berfokus pengkajian pada kasus adalah pola
koping toleransi stress bahwa klien mengatakan jengkel pada ibunya karena
minta motor tidak dibelikan sehingga klien emosi, marah, memukul meja,

38

bicara terdengar keras (membentak), mata melotot, mondar-mandir, klien


tampak menyendiri diRSJ dan jarang bersosialita dengan orang lain.
2. Dalam diagnosa keperawatan pada pohon masalah yang menjadi core
problem adalah perilaku kekerasan. Data yang diperoleh dari Sdr. B sesuai
dengan teori yang ada diatas yaitu yang menjadi core problem adalah
perilaku kekerasan yang didukung dengan data subyektif: pasien
mengatakan kesal kepada ibunya karena minta motor tidak dibelikan, pasien
mengatakan jika dirinya marah maka dia mengamuk dan memukul dan data
obyektif: pasien tampak kesal, pandangan tajam, mondar-mandir, suara
dengan nada tinggi.
3. Intervensi yang dilakukan yaitu sesuai SOP (Standart Operasional
Prosedur) yang telah ditetapkan ada sembilan tujuan khusus, tetapi yang
dapat terselesaikan penulis hanya tujuan khusus pertama membina
hubungan saling percaya , tujuan khusus ke dua mengidentifikasi penyebab
perilaku

kekerasan

yang

dilakukannya,

tujuan

khusus

ke

tiga

mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan , tujuan khusus ke empat


mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya, tujuan
khusus ke lima mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, tujuan khusus ke
enam mengidentifikasi cara konstuktif dalam mengungkapkan kemarahan,
tujuan ke tujuh mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan,
sampai tujuan khusus ke tujuh: pasien dapat mengontrol marah agar tidak
ada perilaku kekerasan yang muncul. Tujuan khususnya yaitu pasien dapat
membina hubungan saling percaya, pasien dapat menyebutkan penyebab

39

perilaku kekerasan, pasien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku


kekerasan, pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan, pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan, pasien
dapat mempraktikkan cara mengontrol perilaku kekerasan, pasien bersedia
minum obat sesuai program yang dianjurkan, pasien memasukkan cara
mengontrol perilaku kekerasan ke dalam jadwal harian.
4. Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi perilaku kekerasan
pada Sdr. B dengan SP 1 yaitu membina hubungan saling percaya dan
melakukan pengkajian mulai dari identitas pasien, alasan masuk, faktor
predisposisi, pemeriksaan fisik, status mental, masalah psikososial dan
lingkungan, mekanisme koping dan tingkat pengetahuan pasien dan
mengajarkan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik I tarik nafas
dalam. SP 2 : mengevaluasi mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
fisik satu yaitu tarik nafas dalam dan mengajarkan mengontrol perilaku
kekerasan dengan pukul bantal. SP 3 : mengevaluasi mengontrol perilaku
kekerasan dengan pukul bantal, mengajarkan mengontrol perilaku kekerasan
secara verbal atau bicara baik-baik dan menganjurkan klien untuk
memasukan semua kegiatan ke dalam jadwal buku harian. Melakukan
proses keperawatan dari tujuan khusus pertama sampai tujuan khusus
ketujuh yaitu mengidentifikasi terhadap pasien tentang penyebab terjadinya
marah, mengidentifikasi tanda-tanda saat marah, mengidentifikasi akibat
dari marah yang dilakukan, mengajarkan cara mengontrol marah yang benar
yaitu teknik pukul bantal sebagai cara yang dipilih pasien.

40

5. Evaluasi yang didapat dari Sdr. B adalah data subyektif dan obyektif antara
lain: pasien mengatakan kesal dan marah kepada ibunya karena minta motor
tidak dibelikan kemudian mengamuk dan memukul, pasien mau berjabat
tangan dan membina hubungan saling percaya pada perawat, pasien tampak
mau menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya muncul, pasien
menjawab semua pertanyaan, ada kontak mata, pasien mau menyebutkan
perilaku kekerasan yang dilakukan, pasien mengatakan mau untuk diajari
cara mengontrol marah dengan cara pukul bantal dan pasien tampak mau
mempraktekannya.

C. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang
diharapkan bermanfaat, sebagai berikut:
1. Bagi Pendidikan
Institusi pandidikan di harapkan pembimbing memberikan bimbingan
kepada mahasiswa secara optimal, terutama dalam pendidikan Ilmu
Keperawatan Jiwa kepada penulis, sehingga penulis dapat mengaplikasikan
di lahan klinik secara maksimal.
2. Bagi Keluarga
Keluarga diharapkan memberikan motivasi kepada klien dan kontrolkan
secara rutin dan untuk melakukan kunjungan satu minggu sekali agar pasien
cepat sembuh.

41

3. Bagi Perawat
Perawat diharapkan memberikan pelayanan yang tepat dan selalu
meningkatkan komunikasi terapeutik kepada pasien sehingga pasien dapat
membina hubungan saling percaya dengan perawat dan lebih sabar dalam
memberikan pelayanan guna peningkatan penyembuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Z, 2002. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit Airlangga University
Press.
Dalami Ermawati, 2010. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Penerbit CV. Trans Info Media.
Damaiyanti & Iskandar, 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung. Penerbit
Buku PT. Refika Aditama.
Damaiyanti Mukhripah, 2010. Komunikasi Terapeutik Dalam
Keperawatan. Bandung. Penerbit Buku PT. Refika Aditama.

Praktik

Direja, Ade Herman Surya, 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta. Penerbit Buku Nuha Medika.
Hidayati, Eni, 2012. Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan
Terhadap
Kemampuan
Perilaku
Kekerasan,
http://e.journal.unimus.ac.id.pdf diakses pada tanggal 25 April 2013.
Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik, edisi 3. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Isnaeni, 2008. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas dalam Terhadap Tingkat Emosi
Klien
Perilaku
Kekerasan,
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/v
iew/68 diakses pada tanggal 2 Mei 2013.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2009. Informasi Spesialite Obat (ISO)
Indonesia. Jakarta. Penerbit PT ISFI
Kelliat Budi A & Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Nanda. 2012. Definisi Dan Klasifikasi. Penerbit Buku: Prima Medika. Jakarta.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, volume 1, edisi 4.
EGC: Jakarta.

Nurjannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Yogyakarta : Penerbit


Buku MocoMedika.
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
Sugiyarti, 2012. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Perilaku
Kekerasan,
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=01gdl-sugiartip0-220 diakses pada tanggal 29 April 2013.

Widiyatmoko, Wahyu Tri, 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Perilaku


Kekerasan, http://e.journal.ums.ac.id.pdf diakses pada tanggal 26 April
2013.
Yosep, Iyus. 2010. Buku Keperawatan Jiwa. Bandung. Penerbit Buku PT Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai