A.PENDAHULUAN
Kejadian luar biasa dapat dialami oleh semua orang baik anak-anak maupun
lanjut usia. Peristiwa dalam hidup ini dapat disebabkan oleh alam maupun peristiwa yang
ditimbulkan oleh manusia itu sendiri. Semakin berat peristiwa maka semakin besar
peluang orang tersebut mengalami ganguan stress pasca trauma yang dikenal dengan
PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Post traumatic stress disorder (PTSD) adalah
suatu sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat didalam , atau mendengar
stressor traumatic yang ekstrem. Seseorang bereaksi terhadap pengalaman tersebut
dengan rasa takut dan tidak berdaya, secara menetap menghidupkan kembali peristiwa
tersebut , dan mencoba menghindari mengingat hal itu. Untuk menegakkan diagnosis,
gejalah harus bertahan lebih dari satu bulan setelah peristiwa dan harus memengaruhi
area penting kehidupan secara signifikan, seperti keluarga dan pekerjaan. Kejadiankejadian trauma yang pada umumnya dapat menjadi suatu trauma ekstrem bagi sebagian
besar orang adalah seperti bencana alam (gempa bumi, banjir, topan), kecelakaan,
kebakaran, menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri, kematian anggota keluarga atau
sahabat secara mendadak. Pada seseorang yang mengalami atau menjadi korban: korban
pelecehan seksual, penyiksaan fisik, peristiwa kriminal (perampokan dengan kekerasan),
penculikan, menyaksikan peristiwa penembakan atau tertempak oleh orang lain. Pada
beberapa tentara perang yang mengalami trauma, warga sipil yang menjadi korban
peperangan antar negara, korban teroris atau pengeboman, tawanan perang, sandera,
orang yang menyaksikan perang. Bahkan dapat pula terjadi trauma akibat penyakit berat
seperti kanker, dan AIDS.
Setiap individu memiliki traumatic yang berbeda-beda, tergantung dari bagaimana
persepsi individu tersebut melihat suatu masalah, kondisi atau riwayat trauma dimasa
lalu, dan faktor lingkungan. Oleh karena itu pada beberapa individu dapat terjadi PTSD
namun beberapa individu lain tidak berdampak apa-apa.
Oleh karena itu perlu ditegakkannya diagnosis dari PTSD untuk penanganan yang
lebih lanjut sehingga tidak terjadi hal-hal yang dapat membahayakan yang lebih lanjut
seperti bunuh diri, mencelakakan orang lain.
B. PEMBAHASAN
I.
Definisi
Post traumatic stress disorder (PTSD) adalah suatu sindrom yang timbul setelah
seseorang melihat, terlibat didalam , atau mendengar stressor traumatic yang ekstrem.
Seseorang bereaksi terhadap pengalaman tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya,
secara menetap menghidupkan kembali peristiwa tersebut , dan mencoba menghindari
mengingat hal itu. Untuk menegakkan diagnosis, gejalah harus bertahan lebih dari satu
bulan setelah peristiwa dan harus memengaruhi area penting kehidupan secara signifikan,
seperti keluarga dan pekerjaan. Berdasarkan DSM IV, mendefinisikan gangguan yang
mirip dengan PTSD disebut gangguan stres akut, yang terjadi lebih awal dari PTSD
(dalam waktu 4 minggu dari acara) dan membaik dalam waktu 2 hari sampai 4 minggu.
Jika gejalanya menetap setelah waktu itu, diagnosis PTSD dibenarkan.
Stres dapat menyebabkan terjadinya kedua gangguan stres akut dan PTSD yang
cukup besar untuk mempengaruhi kehidupan dalam sebagian besar individu. Pengalaman
traumatic ini dapat berupa:
Trauma yang disebabkan oleh bencana seperti bencana alam (gempa bumi, banjir,
topan), kecelakaan, kebakaran, menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri,
mereka sehari-hari; mereka bertekad untuk menghindari apa pun yang akan membawa
mereka mengingat peristiwa traumatic tersebut. Gejala lainnya adalah depresi,
kecemasan, dan kesulitan kognitif, seperti konsentrasi yang buruk.
Jadi PTSD merupakan salah satu gangguan mental emosional yang termasuk pada
kelompok gangguan ansietas, yang terjadi biasanya karena ada peristiwa traumatic yang
dan mengancam kehidupan individu tersebut dan individu tersebut tidak mampu
mengatasinta dengan segala kemampuan yang dimilikinya.
II.
Epidemiologi
Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi terjadinya PTSD seumur hidup lebih
banyak terjadi pada wanita dibanding pria yaitu sekitar 10% - 12% pada perempuan dan
5% - 6% pada laki-laki. Berdasarkan usia, prevalensi terjadinya PTSD paling banyak
terjadi pada dewasa muda karena mereka lebih sering terpajan dengan situasi
penginduksi, disamping itu nak-anak juga dapat mengalami situasi ini.
Berdasarkan sejarah, trauma laki-laki biasanya berupa trauma berperang dan trauma
perempuan paling lazim adalah kekerasan atau perkosaan. Gangguan ini paling sering
terjadi pada orang lajang, bercerai, janda, menarik diri secara sosial. Meskipun demikian,
faktor risiko paling penting gangguan ini adalah keparahan, durasi, dan kedekatan
pajanan seseorang dengan trauma yang sebenarnya.
III.
b. Faktor Risiko
i. Aspek trauma: durasi dan beratnya peristiwa , peristiwa yang tiba-tiba terjadi,
adanya banyak korban meninggal, korban criminal terutama kekerasan seksual
ii. Perasaan yang timbul saat trauma: merasa hidupnya beresiko, merasa kurang
mampu mengontrol peristiwa, timbul rasa takut dan putus harapan, adanya gejala
disosiatif saat kejadian.
iii. Karakteristik individu yang memiliki faktor risiko PTSD: riwayat gangguan
psikiatri, trauma terutama saat anak-anak, adanya penyangkalan terhadap trauma
yang dialami.
iv. Faktor pasca trauma: penyangkalan trauma oleh orang sekitar atau penolakan atas
apa yang telah dialami serta kurangnya dukungan lingkungan sekitar.
c. Faktor Kognitif-Perilaku
Individu yang tidak mampu merasionalisasi trauma dengan cepat akan
mengalami PTSD. Mereka terus merasakan stress dan mencoba untuk menghindari
apa yang dialami dengan teknik penghindaran. Orang-orang tersebut akan menekan
ingatan tentang trauma yang dialami kea lam bawah sadar, yang mana lama
kelamaaan akan semakin menumpuk, apabila terjadi trauma lagi akan menimbulkan
bangkitan ingatan trauma sebelumnya.
d. Faktor Psikososial
Pengalaman hidup yang dialami oleh seseorang sepanjang hidupnya juga
merupakan salah satu penyebab terjadinya PTSD. Pengalaman hidup ini mencakup
pengalaman yang dialami dari masa kecil sampai dewasa. Selain pengalaman hidup
yang dialami, jumlah dan tingkat keparahan peristiwa traumatic yang dialami oleh
individu tersebut juga berpengaruh. Peristiwa traumatik yang dapat mengarah pada
munculnya PTSD termasuk: perang, pemerkosaan, bencana alam, kecelakaan mobil,
penculikan, penyerangan fisik, penyiksaan seksual/ fisik.
Pengalaman masa lalu dapat menyebabkan seseorang menderita PTSD.
Pengalaman masa lalu terkait masa kanak-kanak, seperti menjadi korban kekerasan
seksual, perpisahan dengan orang tua, bahkan kemiskinan. Disfungsi keluarga
merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya PTSD
Sehingga pada pasien ini akan timbul gejala seperti gugup, peningkatan tekanan
darah, peningkatan denyut jantung, palpitasi, berkeringat.
Berdasarkan penelitian, juga terdapat abnormalitas system opioid dengan adanya
penurunan konsentrasi beta endorphin plasma pada PTSD. Terdapat hiperegulasi
system opioid yang serupa dengan hiperegulasi pada aksis HPA.
Aksis HPA mengalami disfungsi, dimana terdapat konsentrasi kortisol bebas yang
rendah di dalam plasma dan urin pada PTSD.
IV.
Diagnosis
Kriteria diagnostik berdasarkan DSM IV
A. Orang tersebut telah terpajan dengan peristiwa traumatic dan kedua hal ini ada:
Orang tersebut mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan peristiwa
yang melibatkan kematian atau cedera serius yang sebenarnya atau
mengancam, atau ancaman terhadap integritas fisik dirinya atau orang lain.
Respons orang tersebut melibatkan rasa takut yang intens, rasa tidak berdaya,
atau horror. Catatan: pada anak, hal ini dapat ditunjukkan dengan perilaku
spesifik trauma.
Penderitaan psikologis yang intens pada pajanan terhadap sinyal internal atau
dengan trauma.
Upaya menghindari aktivitas, tempat, atau orang yang membangkitkan
Tentukan jika:
Akut: jika durasi gejala kurang dari tiga bulan
Kronis: jika durasi gejala tiga bulan atau lebih
Tentukan jika:
Dengan awitan tertunda: jika awitan gejala sedikitnya 6 bulan setelah stresor.
V.
traumatic tersebut.
Terjadi respon fisikal seperti: jantung berdetak kencang atau berkeringat
VI.
hari kejadian traumatic tersebut atau bisa juga karena individu mengalami
kejadian tertentu yang dapat mengingatkan peristiwa traumatis masa lalunya.
VII.
sekarang
Meningkatkan fungsi dari psychological sense dari keamanan dan kepercayaan
Membatasi pengalaman berbahaya yang menyebabkan situasi traumatic
Mencegah terjadinya kekambuhan
Terapi :
Terapi psikologi
Menurut NICE (The National Institute for Health and Clinical Excelence), lini
pertama dalam penanganan PTSD adalah trauma-focused cognitive-behavoural therapy
(TFCBT) atau EMDR ( Eye Movement Desensitization and Reprocessing)
o Trauma-focused cognitive-behavoural therapy (TFCBT)
Merupakan terapi yang mencakup tentang pendidikan tentang PTSD, pemantauan
gejala-gejala
PTSD,
manajemen
kecemasan
CBT, pemaparan
terhadap
dengan sebelumnya.
Fase 6 body scan, pasien diminta konsentrasi dan mengidentifikasi
perasaannya. Jika pasien merasakan perasaan negative, stimulasi bilateral
diulang kembali, namun jika positif stimulasi tersebut digunakan untuk
menguatkan perasaannya.
Fase 7 closure, terapis memuji pasien atas usahanya
Fase 8, pasien diwawancarai dan dijelaskan mengenai efek yang mungkin akan
dialami pasien nantinya setelah terapi
Psychopharmacology
o Untuk lini pertama dapat diberikan SSRI ( Selective Serotonin reuptake inhibitor)
digunakan untuk mengurangi gejala-gejala dari PTSD. SSRI yang digunakan
adalah fluoxetine, sertraline, dan paroxetine yang biasanya digunakan dalam
durasi singkat ( 8-12minggu). Biasanya digunakan pada pasien wanita dengan
chronic PTSD karena perampokan. Untuk mengurangi gejala harus dilakukan
observasi dalam 2 4 minggu masa pengobatan. Gejala seperti marah dan
irritability akan menurun dalam waktu 1 minggu pertama. Dapat juga digunakan
anti-depressants termasuk tricyclic antidepressants dan monoamine oxidase
inhibitos (MAOIs)
o Untuk menurunkan rasa cemas dan gangguan tidur dapat digunakan
Benzodiazepines. Tetapi benzodiazepines tidak di anjurkan sebagai monotherapi
dalam PTSD.
o Untuk pasien dengan specific symtoms dapat diberikan obat anticonvulsant
(divalproex, carbamazepine, topiramate, lamotrigine), 2-adrenergic agonist, adrenergic blockers
VIII.
Differential Diagnosis
IX.
Daftar Pustaka
Ursano, R., Bell, C., Eth, S., Friedman, M., & Norwood, A. (2010). Practice Guideline
for the Treatment of Patients with Acute Stress Disorder and Posttraumatic Stress
Disorder. Retrieved October 7, 2015.
VA/DoD Clinical Practice Guideline for Management of Post-Traumatic Stress. (2010,
October 1). Retrieved October 5, 2015, from
http://www.healthquality.va.gov/guidelines/MH/ptsd/cpg_PTSD-FULL-201011612.pdf
Sadock BJ, Sadock VA. Post traumatic stress disorder and acute stress disorders.
Synopsis of psychiatry. 10th ED. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins. 2007.