Anda di halaman 1dari 17

Referat

Post Traumatic Stress Disorder

Disusun oleh : Exi Indriastuti (07120110094)


Pembimbing : dr. Ashwin Kandouw, Sp.KJ

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa


FK UPH Sanatorium Dharmawangsa
Periode 21 September 24 Oktober 2015

A.PENDAHULUAN
Kejadian luar biasa dapat dialami oleh semua orang baik anak-anak maupun
lanjut usia. Peristiwa dalam hidup ini dapat disebabkan oleh alam maupun peristiwa yang
ditimbulkan oleh manusia itu sendiri. Semakin berat peristiwa maka semakin besar
peluang orang tersebut mengalami ganguan stress pasca trauma yang dikenal dengan
PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Post traumatic stress disorder (PTSD) adalah
suatu sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat didalam , atau mendengar
stressor traumatic yang ekstrem. Seseorang bereaksi terhadap pengalaman tersebut
dengan rasa takut dan tidak berdaya, secara menetap menghidupkan kembali peristiwa
tersebut , dan mencoba menghindari mengingat hal itu. Untuk menegakkan diagnosis,
gejalah harus bertahan lebih dari satu bulan setelah peristiwa dan harus memengaruhi
area penting kehidupan secara signifikan, seperti keluarga dan pekerjaan. Kejadiankejadian trauma yang pada umumnya dapat menjadi suatu trauma ekstrem bagi sebagian
besar orang adalah seperti bencana alam (gempa bumi, banjir, topan), kecelakaan,
kebakaran, menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri, kematian anggota keluarga atau
sahabat secara mendadak. Pada seseorang yang mengalami atau menjadi korban: korban
pelecehan seksual, penyiksaan fisik, peristiwa kriminal (perampokan dengan kekerasan),
penculikan, menyaksikan peristiwa penembakan atau tertempak oleh orang lain. Pada
beberapa tentara perang yang mengalami trauma, warga sipil yang menjadi korban
peperangan antar negara, korban teroris atau pengeboman, tawanan perang, sandera,
orang yang menyaksikan perang. Bahkan dapat pula terjadi trauma akibat penyakit berat
seperti kanker, dan AIDS.
Setiap individu memiliki traumatic yang berbeda-beda, tergantung dari bagaimana
persepsi individu tersebut melihat suatu masalah, kondisi atau riwayat trauma dimasa
lalu, dan faktor lingkungan. Oleh karena itu pada beberapa individu dapat terjadi PTSD
namun beberapa individu lain tidak berdampak apa-apa.
Oleh karena itu perlu ditegakkannya diagnosis dari PTSD untuk penanganan yang
lebih lanjut sehingga tidak terjadi hal-hal yang dapat membahayakan yang lebih lanjut
seperti bunuh diri, mencelakakan orang lain.

B. PEMBAHASAN

I.

Definisi
Post traumatic stress disorder (PTSD) adalah suatu sindrom yang timbul setelah
seseorang melihat, terlibat didalam , atau mendengar stressor traumatic yang ekstrem.
Seseorang bereaksi terhadap pengalaman tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya,
secara menetap menghidupkan kembali peristiwa tersebut , dan mencoba menghindari
mengingat hal itu. Untuk menegakkan diagnosis, gejalah harus bertahan lebih dari satu
bulan setelah peristiwa dan harus memengaruhi area penting kehidupan secara signifikan,
seperti keluarga dan pekerjaan. Berdasarkan DSM IV, mendefinisikan gangguan yang
mirip dengan PTSD disebut gangguan stres akut, yang terjadi lebih awal dari PTSD
(dalam waktu 4 minggu dari acara) dan membaik dalam waktu 2 hari sampai 4 minggu.
Jika gejalanya menetap setelah waktu itu, diagnosis PTSD dibenarkan.
Stres dapat menyebabkan terjadinya kedua gangguan stres akut dan PTSD yang
cukup besar untuk mempengaruhi kehidupan dalam sebagian besar individu. Pengalaman
traumatic ini dapat berupa:

Trauma yang disebabkan oleh bencana seperti bencana alam (gempa bumi, banjir,
topan), kecelakaan, kebakaran, menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri,

kematian anggota keluarga atau sahabat secara mendadak.


Trauma yang disebabkan individu menjadi korban, seperti: korban pelecehan
seksual, penyiksaan fisik, peristiwa criminal (perampokan dengan kekerasan),

penculikan, menyaksikan peristiwa penembakan atau tertempak oleh orang lain.


Trauma akibat perang atau konflik bersenjata seperti: tentara perang, warga sipil
yang menjadi korban perang, korban teroris atau pengeboman, tawanan perang,

sandera, orang yang menyaksikan perang.


Trauma akibat penyakit berat yang diderita seseorang seperti kanker, jantung,
diabetes, gagal ginjal, AIDS dll yang mengancam jiwa.
Orang mengalami kembali peristiwa traumatik dalam mimpi mereka dan pikiran

mereka sehari-hari; mereka bertekad untuk menghindari apa pun yang akan membawa
mereka mengingat peristiwa traumatic tersebut. Gejala lainnya adalah depresi,
kecemasan, dan kesulitan kognitif, seperti konsentrasi yang buruk.

Jadi PTSD merupakan salah satu gangguan mental emosional yang termasuk pada
kelompok gangguan ansietas, yang terjadi biasanya karena ada peristiwa traumatic yang
dan mengancam kehidupan individu tersebut dan individu tersebut tidak mampu
mengatasinta dengan segala kemampuan yang dimilikinya.

II.

Epidemiologi
Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi terjadinya PTSD seumur hidup lebih
banyak terjadi pada wanita dibanding pria yaitu sekitar 10% - 12% pada perempuan dan
5% - 6% pada laki-laki. Berdasarkan usia, prevalensi terjadinya PTSD paling banyak
terjadi pada dewasa muda karena mereka lebih sering terpajan dengan situasi
penginduksi, disamping itu nak-anak juga dapat mengalami situasi ini.
Berdasarkan sejarah, trauma laki-laki biasanya berupa trauma berperang dan trauma
perempuan paling lazim adalah kekerasan atau perkosaan. Gangguan ini paling sering
terjadi pada orang lajang, bercerai, janda, menarik diri secara sosial. Meskipun demikian,
faktor risiko paling penting gangguan ini adalah keparahan, durasi, dan kedekatan
pajanan seseorang dengan trauma yang sebenarnya.

III.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya PTSD


a. Stresor
Menurut definisinya, stresor adalah faktor utama dalam perkembangan stres
pasca traumatik (PTSD). Namun tidak setiap orang yang mengalami PTSD setelah
suatu peristiwa traumatik. Walaupun stresor diperlukan, namun stressor tidak cukup
untuk menyebabkan gangguan. Perlu dipertimbangkan juga faktor biologis individual
yang telah ada sebelumnya, faktor psikososial sebelumnya, dan peristiwa yang terjadi
setelah trauma.
Perlu diperhatiakan bahwa terjadinya PTSD juga tergantung pada respon
subjektif seseorang terhadap trauma itu sendiri daripada beratnya stressor itu sendiri,
sebagai contoh: pada sebagian orang yang dihadapkan oleh trauma berat, tidak
mengalami gejala PTSD, demikian juga peristiwa yang tampaknya biasa atau kurang
berbahaya bagi kebanyakan orang mungkin dapat menyebabkan ganguan stress pasca
traumatik pada beberapa orang karena arti sukjektif dari peristiwa tersebut

b. Faktor Risiko
i. Aspek trauma: durasi dan beratnya peristiwa , peristiwa yang tiba-tiba terjadi,
adanya banyak korban meninggal, korban criminal terutama kekerasan seksual
ii. Perasaan yang timbul saat trauma: merasa hidupnya beresiko, merasa kurang
mampu mengontrol peristiwa, timbul rasa takut dan putus harapan, adanya gejala
disosiatif saat kejadian.
iii. Karakteristik individu yang memiliki faktor risiko PTSD: riwayat gangguan
psikiatri, trauma terutama saat anak-anak, adanya penyangkalan terhadap trauma
yang dialami.
iv. Faktor pasca trauma: penyangkalan trauma oleh orang sekitar atau penolakan atas
apa yang telah dialami serta kurangnya dukungan lingkungan sekitar.
c. Faktor Kognitif-Perilaku
Individu yang tidak mampu merasionalisasi trauma dengan cepat akan
mengalami PTSD. Mereka terus merasakan stress dan mencoba untuk menghindari
apa yang dialami dengan teknik penghindaran. Orang-orang tersebut akan menekan
ingatan tentang trauma yang dialami kea lam bawah sadar, yang mana lama
kelamaaan akan semakin menumpuk, apabila terjadi trauma lagi akan menimbulkan
bangkitan ingatan trauma sebelumnya.
d. Faktor Psikososial
Pengalaman hidup yang dialami oleh seseorang sepanjang hidupnya juga
merupakan salah satu penyebab terjadinya PTSD. Pengalaman hidup ini mencakup
pengalaman yang dialami dari masa kecil sampai dewasa. Selain pengalaman hidup
yang dialami, jumlah dan tingkat keparahan peristiwa traumatic yang dialami oleh
individu tersebut juga berpengaruh. Peristiwa traumatik yang dapat mengarah pada
munculnya PTSD termasuk: perang, pemerkosaan, bencana alam, kecelakaan mobil,
penculikan, penyerangan fisik, penyiksaan seksual/ fisik.
Pengalaman masa lalu dapat menyebabkan seseorang menderita PTSD.
Pengalaman masa lalu terkait masa kanak-kanak, seperti menjadi korban kekerasan
seksual, perpisahan dengan orang tua, bahkan kemiskinan. Disfungsi keluarga
merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya PTSD

Dapat disimpulkan bahwa aspek psikososial yang menyebabkan terjadinya


PTSD adalah pengalaman hidup yang terkait dengan trauma, sifat bawaan atau
kepribadian, dan kurangnya support social.
e. Faktor Biologi
Gejala PTSD dihipotesiskan untuk mewakili manifestasi perilaku perubahan
stres yang diinduksi dalam struktur dan fungsi otak. Hasil stress dalam perubahan
akut dan kronis dalam sistem neurokimia dan daerah otak tertentu, yang
mengakibatkan perubahan jangka panjang dalam otak "sirkuit," terlibat dalam respon
stres. Daerah otak berperan penting dalam PTSD meliputi hippocampus, amygdala,
dan medial prefrontal cortex. Kortisol dan norepinefrin merupakan dua sistem
neurokimia yang penting dalam respon stres.
Faktor corticotropin-releasing (CRF) / hipotalamus-hipofisis-adrenal sistem
(HPA) axis memainkan peran penting dalam respon stres. CRF dilepaskan dari
hipotalamus, dengan stimulasi hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dirilis dari
hipofisis, sehingga glukokortikoid (kortisol dalam manusia) dirilis dari adrenal, yang
memiliki efek negatif feedback pada HPA axis. Kortisol memiliki sejumlah efek yang
memfasilitasi kelangsungan hidup. Selain perannya dalam memicu sumbu HPA, CRF
bertindak terpusat untuk menengahi perilaku-ketakutan yang berhubungan, dan
memicu tanggapan neurokimia lainnya terhadap stres, seperti sistem noradrenergik
melalui coeruleus otak lokus batang. Neuron noradrenergik melepaskan transmitter
seluruh otak; ini dikaitkan dengan peningkatan perilaku memperingatkan dan
kewaspadaan, penting untuk mengatasi ancaman akut.

Efek trauma pada otak menunjukkan disregulasi jangka panjang pada


system norepinefrin dan kortisol, dan daerah rawan dari hippocampus, amygdala,
dan medial prefrontal cortex yang dipengaruhi oleh trauma.

Pada individu dengan PTSD terjadi penurunan ukuran dari hipokampus


dan amigdala yang over reaktif. Komponen yang paling penting adalah memori,

karena kejadian traumatis akan berulang terus menerus melalui memori.


Hipokampus dan amigdala adalah kunci dari memori manusia. Diyakini bahwa
amigdala adalah fear center dari otak. Sehingga bisa dipahami bahwa penderita
PTSD akan mengalami amigdala yang over reaktif. Amigdala membantu otak
dalam membuat hubungan antara situasi yang menimbulkan ketakutan di masa
lalu dan karena kondisi ini berpasangan dengan situasi saat ini yang bisa saja
netral. Individu akan mempertahankan kondisi waspada yang konstan pada saat
situasi yang tidak tepat, karena pada saat itu otak memerintah individu bahwa
situasi aman sedang menhadapi ancaman.
Hipokampus juga berperan sebagai fungsi belajar dan memori.
Hipokampus adalah bagian yang akan memberikan reward atau situasi yang akan
menimbulkan punishment berdasarkan pada memori dan pengalaman belajar dari
masa lalu. Pada penderita PTSD dengan kerusakan hipokampus, ditemukan
bahwa otak akan mengalami kesulitan untuk belajar harapan-harapan baru untuk
berbagai situasi yang terjadi setelah kejadian traumatis.
Pada penderita PTSD juga memiliki hormone kortisol yang rendah jika
disbanding dengan individu normal, dan memiliki peningkatan hormone epinefrin
dan norepinephrine. Ketiga hormone tersebut berperan penting dalam
menciptakan respon flight or fight terhadap situasi stress. Ini berarti bahwa
individu dengan PTSD akan selalu berada dalam kondisi flight or fight.
Sitem noradrenergic
Lokus coeruleus / sistem otak noradrenergik: lokus coeruleus adalah
wilayah yang terletak di batang otak di mana sel tubuh yang paling neuron
noradrenergik berada. Sistem ini mengatur keseluruhan tingkat gairah/arousal
dalam sistem saraf pusat. Paparan stres / trauma dapat meningkatkan reaktivitas
noradrenergik.
Sejumlah studi menemukan bahwa terdapat peningkatan epinefrin urin 24 jam
pada veteran PTSD dan meningkatnya konsentrasi katekolamin urin pada anak
yang mengalami penyiksaan seksual.
Katekolamin merupakan hormon yang disekresikan oleh kelenjar adrenal dan juga
dilepaskan oleh ujung saraf simpatik. Katekolamin akan mengalami biosentesis
menjadi tirosin DOPA dopamine NE Epinefrine.

Norepinefrin akan menstimulasi alfa adrenergic reseptor, sedangkan epinephrine


akan menstimulasi terutama beta adrenergic reseptor

Sehingga pada pasien ini akan timbul gejala seperti gugup, peningkatan tekanan
darah, peningkatan denyut jantung, palpitasi, berkeringat.
Berdasarkan penelitian, juga terdapat abnormalitas system opioid dengan adanya
penurunan konsentrasi beta endorphin plasma pada PTSD. Terdapat hiperegulasi
system opioid yang serupa dengan hiperegulasi pada aksis HPA.
Aksis HPA mengalami disfungsi, dimana terdapat konsentrasi kortisol bebas yang
rendah di dalam plasma dan urin pada PTSD.

IV.

Diagnosis
Kriteria diagnostik berdasarkan DSM IV
A. Orang tersebut telah terpajan dengan peristiwa traumatic dan kedua hal ini ada:
Orang tersebut mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan peristiwa
yang melibatkan kematian atau cedera serius yang sebenarnya atau

mengancam, atau ancaman terhadap integritas fisik dirinya atau orang lain.
Respons orang tersebut melibatkan rasa takut yang intens, rasa tidak berdaya,
atau horror. Catatan: pada anak, hal ini dapat ditunjukkan dengan perilaku

agitasi atau kacau.


B. Peristiwa traumatic secara terus menerus dialami kembali pada satu (atau lebih)
cara berikut ini:

Meningat kembali peristiwa secara berulang dan mengganggu yang


menimbulkan distress, termasuk bayangan, pikiran, atau persepsi. Catatan:
pada anak yang masih kecil, dapat terjadi permainan yang berulang yang

mengekspresikan tema atau aspek trauma


Mimpi berulang mengenai peristiwa tersebut yang menimbulkan penderitaan.

Catatan: pada anak, bisa terdapat mimpi yang menakutkan.


Bertindak atau merasakan seolah-olah peristiwa traumatic tersebut terjadi
kembali (termasuk membangkitkan kembali pengalaman, ilusi, halusinasi).
Catatan: pada anak yang masih kecil, anak dapat melakukan kembali hal yang

spesifik trauma.
Penderitaan psikologis yang intens pada pajanan terhadap sinyal internal atau

eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai aspek peristiwa traumatic.


Reaktivitas fisiologis pada pajanan sinyal internal atau eksternal yang

menyimbolkan atau menyerupai aspek peritiwa traumatic.


C. Penghindaran persisten stimulus yang berkaitan dengan trauma serta membuat
kebas responsitivitas umum (tidak terjadi sebelum trauma), seperti yang
ditunjukkan dengan tiga (atau lebih) hal berikut ini:
Upaya menghindari pikiran, perasaan, atau pembicaraan yang berkaitan

dengan trauma.
Upaya menghindari aktivitas, tempat, atau orang yang membangkitkan

ingatan akan trauma.


Ketidakmampuan mengingat kembali aspek penting trauma.
Minat atau partisipasi berkurang nyata pada aktivitas yang signifikan
Perasaan lepas atau menjadi asing dari orang lain
Kisaran afek yang terbatas (cth: tidak mampu memiliki rasa cinta)
Rasa masa depan yang memendek (cth: tidak berharap memiliki karir,

menikah, anak, atau masa hidup normal).


D. Menetapnya peningkatan kondisi terjaga (tidak terjadi sebelum trauma), seperti
yang ditunjukkan dengan dengan dua (atau lebih) hal berikut:
Sulit tidur
Iritabilitas atau marah-marah
Sulit berkonsentrasi
Hypervigilance
Respon kaget yang berlebihan
E. Durasi gangguan (gejala kriteria B,C, dan D) lebih dari satu bulan.
F. Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
gangguan didalam area fungsi social, pekerjaan atau area fungsi penting lain.

Tentukan jika:
Akut: jika durasi gejala kurang dari tiga bulan
Kronis: jika durasi gejala tiga bulan atau lebih
Tentukan jika:
Dengan awitan tertunda: jika awitan gejala sedikitnya 6 bulan setelah stresor.
V.

Tanda dan gejala PTSD


Tanda dan gejala PTSD dikelompokkan menjadi 3 kategori utama. Diagnostik
dapat ditegakkan apabila gejala-gejala ini berlangsung selama lebih dari satu
bulan:
a) Merasakan kembali kejadian traumatic (re-experiencing)
Individu kerap teringat terhadap kejadian tersebut dan mengalami mimpi
buruk tentang hal itu. Individu merasakan atau mengalami kejadian
kembali , hal ini merupakan ketidakmampuan individu untuk
mengintegrasikan kejadian traumatic kedalam skema yang ada saat ini.
Secara berkelanjutan memiliki pikiran atau ingatan yang tidak

menyenangkan mengenai peristiwa tersebut.


Mengalami mimpi buruk yang terus menerus berulang
Bertindak atau merasakan seakan-akan peristiwa traumatic tersebut akan

terulang kembali (flashback)


Merasakan penderitaan yang kuat ketika teringat kembali peristiwa

traumatic tersebut.
Terjadi respon fisikal seperti: jantung berdetak kencang atau berkeringat

ketika teringat peristiwa tersebut.


b) Menghindar (avoidance).
Individu akan berusaha menghindari untuk berfikir tentang trauma atau
menhadapi stimuli yang akan mengingatkan pada kejadian tersebut. Mati rasa
adalah menurunya ketertarikan pada orang lain, dan tidak mampu merasakan
sebagai emosi positif
Berusaha keras untuk menghindari pikiran, perasaan atau pembicaraan

mengenai peristiwa traumatic


Menghindari tempat atau orang-orang yang berhubungan dengan traumatic
Sulit mengingat kembali bagian penting dari traumatic tersebut
Merasa jauh atau ada jarak dengan orang lain.
Merasa sulit untuk merasakan perasaan-perasaan positif seperti

kesenangan/ kebahagiaan/ kasih saying.


c) Waspada (hyperarousal)

Individu akan mengalami peningkatan mekanisme fisiologis tubuh, yang akan


timbul pada saat tubuh sedang istirahat. Hal ini terjadi akibat reaksi berlebihan
terhadap stresor. Seperti contoh:
Sulit tidur atau tidur namun gelisah
Mudah marah atau meledak-ledak
Sulit konsentrasi
Selalu merasa seperti sedang diawasi atau merasa seakan-akan bahaya

VI.

mengincar disetiap sudut


Waspada berlebihan, sehingga menjadi tidak tenang, gelisah.
Jenis-jenis PTSD
Perjalanan waktu dimana suatu stress dapat mengakibatkan PTSD yaitu melalui beberapa
tahap seperti berikut:

Jenis-jenis PTSD dibagi menjadi 3 yaitu:


1. PTSD Akut
Apabila tanda dan gejala berahir dalam waktu 1 bulan, sangat
mempengaruhi kemampuan individu dalam menjalankan fungsinya. Jadi rentang
waktunya adalah 1-3 bulan dan juka dalam waktu lebih dari 1 bulan, individu
masih merasakan tanda dan gejala dalam skala berat, itu tandanya harus segera
menghubungi pelayanan kesehatan terdekat.
2. PTDS Kronik
Timbul jika tanda dan gejala berlangsung lebih dari tiga bulan. Jika sudah
terdiagnosa dengan PTSD sebaiknya menghubungi pelayanan kesehatan untuk
mendapat terapi.
3. PTSD with Delayed Onset
Walaupun sebenarnya tanda dan gejala muncul pada saat setelah trauma,
ada kalanya tanda dan gejala baru muncul minimal 6 bulan bahkan bertahuntahun setelah peristiwa traumatik itu terjadi. Hal ini timbul disaat memperingati

hari kejadian traumatic tersebut atau bisa juga karena individu mengalami
kejadian tertentu yang dapat mengingatkan peristiwa traumatis masa lalunya.
VII.

Terapi untuk PTSD


Target dari terapi meliputi:

Mengurangi dari keparahan gejala-gejala dari ASD atau PTSD


Mencegah atau mengobati trauma yang berhubungan dengan kondisi yang muncul

sekarang
Meningkatkan fungsi dari psychological sense dari keamanan dan kepercayaan
Membatasi pengalaman berbahaya yang menyebabkan situasi traumatic
Mencegah terjadinya kekambuhan

Terapi :

Terapi psikologi
Menurut NICE (The National Institute for Health and Clinical Excelence), lini
pertama dalam penanganan PTSD adalah trauma-focused cognitive-behavoural therapy
(TFCBT) atau EMDR ( Eye Movement Desensitization and Reprocessing)
o Trauma-focused cognitive-behavoural therapy (TFCBT)
Merupakan terapi yang mencakup tentang pendidikan tentang PTSD, pemantauan
gejala-gejala

PTSD,

manajemen

kecemasan

CBT, pemaparan

terhadap

rangsangan yang mengakibatkan kecemasan.


Terapi pemaparan (exposure therapy) efektif untuk PTSD karena kekerasan
seksual. Terapi ini diantaranya, konfrontasi ketakutan namun situasi tidak
membahayakan yang berkaitan dengan trauma yang dialami misalnya, saat tidur
tidak menggunakan penerangan, atau pergi ke tempat ramai. Terapi nini menolong
pasien untuk bereaksi dengan sedikit rasa takut terhadap memori atau ingatan
tentang peristiwa yang dialaminya.
Terapi ini dapat dikombinasikan dengan cognitive exposure therapy dan stressinoculation therapy (penataan kembali kognisi, pelatihan kemampuan coping dan
manajemen stress).
o EMDR ( Eye Movement Desensitization and Reprocessing)

Merupakan gabungan dari psychotherapy yaitu exposure-based therapy,


eye movement, dan recall and verbalization dari trauma ingatan dari suatu
kejadian. Terapi yang menggunakan gerakan bola mata bolak-balik secara
volunteer untuk mengurangi kecemasan yang berhubungan dengan pikiran yang
menggangu pasien PTSD. Tujuan terapi ini adalah supaya pasien berpikir dan
bersikap lebih positif terhadap trauma yang dialaminya. Terdapat 8 fase dalam
terapi ini:
Fase 1 assessment, dalam fase ini terapi sudah mendapatkan cerita lengkap

mengenai peristiwa yang dialami oleh pasien.


Fase 2 persiapan, pasien mempersiapkan dirinya untuk mendapatkan terapi,
metode terapi dijelaskan, terapi ini disesuaikan dengan masing-masing individu

sesuai dengan pendidikan dan kondisi psikologisnya


Fase 3 penilaian target memori, pasien mengidentifikasi ingatan, kognisi, dan
emosi yang akan dirubah. Terapi normalnya focus terhadap bayangan yang

menunjukkan ingatan buruk pasien.


Fase 4 desensitisasi, pasien diminta menanamkan dalam pikirannya tentang
gambaran atau bayangan trauma bersamaan dengan kognisi negatifnya.
Stimulasi bilateral dimulai sampai semua ingatan saling terhubung, stimulasi
biasanya diberikan malalui gerakan cepat mata pasien yang mengikuti gerakan
jari terapis. Gerakan jari terapis ada 30 gerakan namun hal ini disesuaikan
dengan kondisi pasien. Proses ini dapat diulang sampai pasien tidak merasakan

emosi dan respon fisik yang negative terhadap bayangan traumanya.


Fase 5 Instalasi, pikiran positif ditanamkan dengan proses stimulasi yang sama

dengan sebelumnya.
Fase 6 body scan, pasien diminta konsentrasi dan mengidentifikasi
perasaannya. Jika pasien merasakan perasaan negative, stimulasi bilateral
diulang kembali, namun jika positif stimulasi tersebut digunakan untuk

menguatkan perasaannya.
Fase 7 closure, terapis memuji pasien atas usahanya
Fase 8, pasien diwawancarai dan dijelaskan mengenai efek yang mungkin akan
dialami pasien nantinya setelah terapi

Psychopharmacology

o Untuk lini pertama dapat diberikan SSRI ( Selective Serotonin reuptake inhibitor)
digunakan untuk mengurangi gejala-gejala dari PTSD. SSRI yang digunakan
adalah fluoxetine, sertraline, dan paroxetine yang biasanya digunakan dalam
durasi singkat ( 8-12minggu). Biasanya digunakan pada pasien wanita dengan
chronic PTSD karena perampokan. Untuk mengurangi gejala harus dilakukan
observasi dalam 2 4 minggu masa pengobatan. Gejala seperti marah dan
irritability akan menurun dalam waktu 1 minggu pertama. Dapat juga digunakan
anti-depressants termasuk tricyclic antidepressants dan monoamine oxidase
inhibitos (MAOIs)
o Untuk menurunkan rasa cemas dan gangguan tidur dapat digunakan
Benzodiazepines. Tetapi benzodiazepines tidak di anjurkan sebagai monotherapi
dalam PTSD.
o Untuk pasien dengan specific symtoms dapat diberikan obat anticonvulsant
(divalproex, carbamazepine, topiramate, lamotrigine), 2-adrenergic agonist, adrenergic blockers

Berikut merupakan algoritma untuk dalam tatalaksana PTSD:

VIII.

Differential Diagnosis

IX.

Daftar Pustaka
Ursano, R., Bell, C., Eth, S., Friedman, M., & Norwood, A. (2010). Practice Guideline
for the Treatment of Patients with Acute Stress Disorder and Posttraumatic Stress
Disorder. Retrieved October 7, 2015.
VA/DoD Clinical Practice Guideline for Management of Post-Traumatic Stress. (2010,
October 1). Retrieved October 5, 2015, from
http://www.healthquality.va.gov/guidelines/MH/ptsd/cpg_PTSD-FULL-201011612.pdf
Sadock BJ, Sadock VA. Post traumatic stress disorder and acute stress disorders.
Synopsis of psychiatry. 10th ED. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins. 2007.

Anda mungkin juga menyukai