Anda di halaman 1dari 17

SKENARIO MATERI KELOMPOK C7 (2)

Seorang bapak berusia 45 tahun dibawa ke dokter oleh keluarganya karena kira-kira
30 menit setelah makan siang merasa ulu hatinya tidak enak, lemas, berkeringat. 2 minggu
sebelumnya bapak tersebut baru menjalani operasi lambung, karena didiagnosis mengidap
ulcus gaster yang sangat kronis. Pada pemeriksaan fisik: keadaan umum sakit sedang,
kesadaran apatis, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 45x/menit, reguler, lemah, suhu 37oC.
pada pemeriksaan mata: konjungtiva tidak anemis. Leher : tidak tampak pembesaran, pulmo :
tidak ada kelainan. Cor : tidak ada kelainan. Laboratorium : Hb 12 g/dL, leukosit : 6500/uL,
GD puasa : 70 mg/dL, GD 2 jam PP : 120 mg/dL.

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem digestif merupakan salah satu hal yang penting dalam kedokteran, hal ini
berguna untuk mengetahui berbagai penyakit yang dapat timbul pada sistem pencernaan
manusia. Sistem ini juga sangat berguna untuk dipelajari sebab, manusia setiap hari pasti
makan dan minum, oleh karena itu pasti tidak lepas dari berbagai gangguan yang dapat masuk
beserta makan dan minuman tersebut, maupun gangguan dari dalam yang berakibat pada
terganggunya saluran digestif manusia ini. Salah satunya adalah sindrom dumping, yang agak
asing didengar, oleh karena umumnya timbul pasca operasi lambung, namun cukup sering
terjadi, walau jarang ada laporan, karena umumnya tubuh dapat beradaptasi dengan hal ini,
sehingga pasien tidak ke dokter.
Dalam skenario ini yang dimunculkan adalah seorang bapak berumur 45 tahun yang
menderita dumping sindrom bila dilihat dari gejala-gejalanya seperti tidak enak pada ulu hati,
lemas, berkeringat, nadi 45x/menit dan pasca operasi lambung.
Melalui tulisan ini akan dijabarkan tentang hal yang berhubungan dengan psoriasis.
1.2. Tujuan

Untuk mengetahui berbagai hal tentang dumping sindrom, seperti pemeriksaannya,


gejala-gejalanya, epidemiologi, patologi, penatalaksanaan, etiologi, prognosis, komplikasi,
dan pencegahannya.
1.3. Rumusan masalah
Seorang bapak berusia 45 tahun dengan keluhan 30 menit setelah makan merasa ulu
hatinya tidak enak, lemas dan berkeringat. Dia baru menjalani operasi lambung dengan
diagnosis ulcus gaster kronis.

BAB II. PEMBAHASAN


2

2.1.Anamnesis1
Anamnesis adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh dokter apabila
berhadapan dengan pasien. Anamnesis bertujuan untuk mengambil data berkenaan dengan
pasien melalui wawancara bersama pasien maupun keluarga pasien. Anamnesis perlu
dilakukan dengan cara-cara khas yang berkaitan dengan penyakit yang bermula dari
permasalahan pasien. Anamnesis yang baik akan membantu dokter memperoleh maklumat
seperti berikut :

Penyakit atau kondisi yang mungkin menjadi punca keluhan pasien


(kemungkinan diagnosis)

Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab


munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)

Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut


(faktor predisposisi, predileksi dan faktor risiko)

Kemungkinan penyebab penyakit (etiologi)

Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien


(faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk


menentukan diagnosisnya

Bagi pasien yang pertama kali datang ke dokter, pertanyaan yang perlu diajukan adalah data
pribadi pasien seperti:
1. Nama lengkap pasien
2. Jenis kelamin
3. Umur pasien
4. Tempat lahir pasien
5. Status perkawinan
6. Agama

7. Suku bangsa
8. Alamat
9. Pendidikan
10. Pekerjaan
11. Riwayat keluarga yang meliputi kakek dan nenek sebelah ayah, kakek dan nenek
sebelah ibu, ayah, ibu, saudara kandung dan anak-anak
Seterusnya adalah pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan pasien
1. Apakah individu pernah mengalami partial atau gastrectomy komplit? Lalu vagotomy?
2. Apakah individu komplain tentang berkeringat dan lemas setelah makan?
3. Apakah individu menyampaikan keluhan flushing, mau pingsan, palpitasi, bloating,
rasa penuh, nyeri abdomen, dan diare?
4. Apakah individu mengalami penurunan berat badan dan tanda-tanda malnutrisi?
5. Sudah berapa lama keluhan utama timbul?
6. Kapan mulai timbul keluhan utama?
Dan hasil dari anamnesis adalah kira-kira 30 menit setelah makan siang merasa ulu
hatinya tidak enak, lemas, berkeringat. 2 minggu sebelumnya bapak tersebut baru menjalani
operasi lambung, karena didiagnosis mengidap ulcus gaster yang sangat kronis.

2.2. Pemeriksaan
Untuk memperkuat diagnosis tentang suatu penyakit kita harus melakukan
pemeriksaan kepada

pasien. Pemeriksaan paling utama yang harus dilakukan adalah

pemeriksaan fisik dan apabila ingin memperkuat diagnosis tersebut dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, misalnya pemeriksaan lab.
2.2.1.Pemeriksaan Fisik2

Pemeriksaan fisik merupakan suatu keterampilan pemeriksaan dasar yang harus


dimiliki oleh seorang dokter dalam mendukung diagnosanya terhadap suatu penyakit. Seorang
dokter yang baik, harus mendahulukan pemeriksaan fisik, sebelum pemeriksaan lainnya.
Pemeriksaan fisik pada sindrom dumping umumnya berupa inspeksi : melihat
ada/tidaknya peristaltik,perspirasi, tremor, kehilangan berat badan dan malnutrisi ; palpasi :
ada/tidaknya nyeri pada abdomen, ada/tidaknya takikardia ; auskultasi : untuk mendengar
ada/tidaknya borborygmi.
2.2.2.Pemeriksaan Penunjang3
Pemeriksaan penunjang biasanya berupa pemeriksaan lab. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mendapatkan diagnosa secara tepat.
Pemeriksaan penunjang pada dumping sindrom umumnya:
-

glucose challenge test (diberikan 50g glukosa oral)

hydrogen breath test setelah pemberian glukosa

dumping provocation test

pemeriksaan gula darah

pemeriksaan rontgen dengan barium meal, untuk membedakan dari obstruksi


stomal dan afferent loop syndrome.

Endoscopy juga digunakan untuk membedakan dari ulcus yang rekuren, reflux
alkaline gastritis, dan gastric remnant carcinoma.

Gastric empyting scintigraphy

Elektromyografi dan manometer.

2.3.Diagnosis
2.3.1.Working Diagnosis 4
Working diagnosis merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien
setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasien. Berdasarkan pengertian
tersebut didapatkan working diagnosis untuk kasus ini yaitu dumping sindrom.
Dumping sindrom ialah penyakit yang penyebabnya adalah kehilangan bagian
lambung dan usus yang cukup besar / terlalu cepat dan banyaknya makanan yang masuk ke
dalam usus, umumnya bersifat akut, namun bisa menjadi kronis. Gejala klinis dari dumping
sindrom dapat dibedakan menjadi gejala GI dan gejala vasomotor. Gejala GI seperti cepat
kenyang, nyeri kram abdomen, mual, muntah, dan diare yang bersifat explosive. Gejala
vasomotor seperti diaphoresis, flushing, pusing, palpitasi, dan keinginan yang sangat untuk
berbaring.
Gejala-gejala ini bervariasi pada tiap individu. Sebagian besar pasien dengan dumping
tipe dini memiliki gejala baik gejala GI dan gejala vasomotor, sedangkan pasien dengan
dumping tipe lambat memiliki gejala vasomotor. Pasien dengan dumping berat sering
membatasi makanan mereka untuk menghindari gejala. Hal ini berakibat pada kehilangan
berat badan, dan berujung malnutrisi.
Gejala sistemik dumping tipe dini :
7

Keinginan untuk berbaring

Palpitasi

Kelelahan

Mau pingsan

Pingsan

Diaphoresis

Sakit kepala

Flushing

Gejala abdominal/GI dumping tipe dini :


-

Terasa penuh pada epigastric

Diare

Mual

Kram perut

Borborygmi

Gejala dumping tipe lambat :


-

Perspirasi = diaphoresis

Gemetaran

Sulit untuk konsentrasi

Berkurangnya kesadaran

Lapar

2.4.Different Diagnosis
Afferent loop syndrome
8

Yaitu sumbatan yang terjadi karena tekukan tajam pada pertautan lambung dan
yeyunum (gastroyeyunostomi), udem akibat inflamasi, atau suatu tukak marginal.
Saat makanan, cairan empedu dan cairan pankreas tidak bisa masuk ke lambung
karena sumbatan parsial tersebut. Timbunan cairan di lengkung aferen mengakibatkan perut
kembung, nyeri epigastrium, rasa penuh, dan mual setelah makan. Keluhan ini menghilang
20-60 menit kemudian setelah penderita memuntahkan cairan empedu encer. Untuk mengatasi
gejala ini diperlukan pembedahan ulang.
Small bowel syndrome (SBS)
SBS adalah kelainan malabsorpsi disebabkan oleh pembedahan pembuangan dari usus
kecil, atau dengan kemungkinan sangat jarang, akibat dari disfungsi komplit dari sebagian
besar usus. Sebagian besar kasus didapatkan, walaupun beberapa anak lahir dengan SBS
kongenital. Biasanya tidak terjadi sampai 2/3 dari usus kecil dibuang.
Gejala : Nyeri abdomen, diare dan steatorea, retensi cairan, penurunan berat badan dan
malnutrisi, kelelahan.
Ileus paralitik
Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah suatu keadaan dimana pergerakan
kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu berhenti. Seperti halnya penyumbatan
mekanis, ileus juga menghalangi jalannya isi usus, tetapi ileus jarang menyebabkan perforasi.
PENYEBAB
Ileus mungkin disebabkan oleh :
- Suatu infeksi atau bekuan darah di dalam perut
- Aterosklerosis yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke usus
- Cedera pada pembuluh darah usus
- Kelainan di luar usus, seperti gagal ginjal atau kadar elektrolit darah yang abnormal
(misalnya rendah kalium, tinggi kalsium)
- Obat-obat tertentu
- Kelenjar tiroid yang kurang aktif.
9

- 24-72 jam setelah pembedahan juga biasa terjadi ileus.


Gejala ileus adalah:
- kembung
- muntah
- sembelit yang berat
- kram perut.
DIAGNOSA
- Pada pemeriksaan dengan stetoskop, suara bising usus berkurang atau hilang sama sekali.
- Foto rontgen perut menunjukkan lingkaran usus yang menggembung.
- Kadang dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) untuk mengevaluasi
keadaan.

2.5.Penatalaksanaan5
Non Medika Mentosa:
Tipe dini :

1. Porsi makanan kering, sedikit dan sering


2. Hindari makanan yang dapat memperburuk keluhan

Tipe lambat : 1. Hindari gula dan makanan yang mengandung gula


2. Karbohidrat kompleks
3. Hindari makanan yang memperburuk keadaan.
Pengobatan :
Acarbose : yaitu suatu alpha-glycoside hidrolase inhibitor, acarbose memperlambat
produksi dari monosakarida dengan menghambat alpha-glucoside yang terkait dengan brush
border pada intestinal. Enzim ini bertanggung jawab untuk pencernaan polisakarida dan
sukrosa.
10

Octreotida : dipakai untuk jangka pendek, sebab akibat jangka panjang cukup buruk,
sebab sangat kuat menghambat insulin dan beberapa hormon intestinal.
Mekanisme dari octreotida :
-

menghambat dari percepatan pengosongan lambung

menghambat dari waktu transit di usus kecil

menginhibisi dari pelepasan hormon enteral

menginduksi dari pola puasa intestinal

menginhibisi dari pelepasan insulin

vasokonstriksi splanchnic

menginhibisi dari vasodilatasi postprandial

Terapi pembedahan :
- stomal revision : dengan cara pengecilan saluran dari gastrojejunal stoma.
- penggantian dari anastomosis billroth II (gastrojejunal) ke billroth I (gastroyeyunum)
- rekonstuksi pyloric
- jejunal interposisi
- konversi Roux-en-Y

2.6.Etiologi6
Pada dumping sindrom, makanan dan getah lambung bergerak ke usus kecil dalam
keadaan yang abnormal yaitu lebih cepat. Proses percepatan ini berhubungan dengan
perubahan pada lambung contohnya akibat pembedahan. Misalnya, ketika antara pylorus dan
duodenum terjadi gangguan atau dibuang dalam pembedahan, dumping sindrom dapat terjadi.
Dumping sindrom dapat muncul minimal - dari orang yang mengalami
pembedahan gastric bypass. Penyakit ini umumnya timbul dalam minggu-minggu setelah
operasi, atau begitu kembali pada diet normal. Semakin banyak lambung yang dibuang /
11

bypass, semakin besar kemungkinan kondisi penyakit lebih parah. Kadang penyakit ini dapat
menjadi penyakit kronik.
Hormon gastrointestinal dipercaya juga memiliki peran dalam dumping sindrom ini.

2.7.Patofisiologi7
Dumping tipe dini
Gejala dari dumping sindrom tipe dini (30-60 menit PP) diyakini sebagai hasil dari
terjadinya percepatan pengosongan lambung yang berisi makanan hiperosmolar kedalam usus
kecil. Hal ini membuat perpindahan cairan dari celah intravascular ke lumen usus, yang
berakibat pada distensi usus dan peningkatan frekuensi kontraksi usus. Percepatan pemasukan
dari makanan cair ke dalam usus kecil menginduksi gejala dumping pada individu sehat yang
tidak menjalani pembedahan lambung. Distensi usus sebagai penyebab dari gejala GI, seperti
nyeri kram perut, bloating dan diare. Kontraksi volume intravascular akibat perpindahan
cairan osmotik, mungkin bertanggung jawab untuk gejala vasomotor, seperti takikardi dan
lightheadedness.
Namun hipotesis ini dipertanyakan untuk beberapa alasan. Pertama, tingkat dari
dumping tidak sesuai berkaitan dengan volume dari hipertonik solution yang ditelan. Kedua,
infus intravena cukup untuk mencegah turunnya volume plasma PP, namun tidak
menghilangkan gejala dumping. Lebih lanjut, perhitungan intrajejunum osmolaritas dan kadar
glukosa Kalser dan Cohen menggunakan metode perfusi. Mereka menemukan bahwa derajat
pengenceran dari glukosa hiperosmolar pada pasien postgastrectomu mirip pada subyek
simptomatic maupun asimptomatic.
Pengeluaran hormon usus PP, seperti enteroglucagon, peptide YY, pancreatic
polypeptide, vasoactive intestinal polypeptide, glucagonlike peptide-1 (GLP-1), dan
neurotensin, meningkat pada pasien dengan dumping sindrom dibandingkan dengan
asimptomatik pasien setelah bedah gaster. Beberapa atau semua peptida ini ikut dalam
patogenesis dari sindrom dumping. Tingkat Glucagon, GLP-1 dan glucose-dependent
insulinotropic peptide (GIP) meningkat pada pasien dengan Roux-en-Y gastric bypass,
dibandingkan dengan pasien non-bedah yang overweight atau menderita obesitas. Pelepasan

12

GLP-1 postprandial berkontribusi pada simptom dari dumping dini, dengan mengaktivasi
simpatetik outflow.
Salah satu efek dari hormon ini adalah perlambatan dari motilitas GI proximal dan
inhibisi dari sekresi. Fungsi ini disebut ileal brake. Menurut beberapa penulis bahwa
percepatan pelepasan dari hormon ini adalah usaha untuk mengaktivasi ileal brake, dengan
demikian

memperlambat waktu transit proximal pada respons terhadap penghantaran

makanan ke usus kecil distal secara cepat.


Dumping tipe lambat
Dumping tipe lambat terjadi 1-3 jam setelah makan. Patogenesis diperkirakan
memiliki keterkaitan dengan pembentukan awal dari hiperinsulinemic hipoglikemia.
Penghantaran cepat dari makanan ke usus kecil mengakibatkan tingginya konsentrasi
karbohidrat dalam usus kecil proksimal dan absorpsi cepat dari glukosa. Hal ini dikompensasi
dengan respons hiperinsulin. Tingkat insulin yang tinggi bertanggung jawab untuk
hipoglikemi dikedepannya. Glukosa intrajejunum menginduksi pelepasan insulin yang lebih
besar dibandingkan dengan infus glukosa intravena. Namun tingkat serum glukosa sama pada
kedua experimen. Efek dari perubahan pelepasan insulin setelah pemasukan glukosa enteral
dibandingkan dengan administrasi glukosa intravena disebut efek incretin.
Dua hormon diperkirakan memiliki peran penting pada efek incretin ini. Yaitu
glucose-dependent insulinotropic peptide dan GLP-1. Pada studi manusia, terjadi peningkatan
respon GLP-1 pada oral glucose challenge. Peningkatan respon GLP-1 terjadi pada pasien
dengan gastrectomy total, reseksi esophageal, dan partial gastrectomy. Lebih lanjut, korelasi
positif ditemukan antara peningkatan plasma GLP-1 dan pelepasan insulin. Respons
berlebihan GLP-1 memilki peran penting pada hiperinsulinemia dan hipoglikemia pada pasien
dengan dumping tipe lambat. Alasan kenapa beberapa pasien tetap asimptomatic setelah
pembedahan gaster dimana yang lainnya mengalami simptom lebih buruk tetap sulit
dimengerti.
2.8.Epidemiologi
Angka insiden dari sindrom dumping bervariasi tergantung dari tipe pembedahan yang
dilalui. Secara garis besar, terdapat 25-50% individu yang melalui bedah perut memiliki
gejala dari dumping sindrom; namun hanya 1-5% dari individu ini yang mengalami kegagalan
13

total. Dumping sindrom juga muncul pada 8.5-20% dari individu yang mengalami
pembedahan n.vagus/ vagotomy dan 10-40% individu setelah gastrectomy. Hampir 70%
individu yang melalui bedah bypass lambung mengalami sindrom dumping.
2.9.Komplikasi2
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah adanya gangguan dalam pencernaan
makanan, yang berakibat turunnya absorpsi dari nutrisi, vitamin, dan mineral. Sebagai
tambahan, dapat juga turunnya gula darah ke tingkat yang cukup rendah yang dapat
mengakibatkan kekeliruan mental / mental confusion setelah makan. Individu dengan
dumping sindrom berat dapat kehilangan berat badan (akibat ketakutan untuk makan) dan
berakibat pada terjadinya malnutrisi.
2.10.Prognosis8
Prognosisnya adalah baik, sebab gejala dari sindrom dumping umumnya membaik
dengan berjalannya waktu. Hanya 1-2% dari individu tetap mengalami gejala beberapa bulan
setelah pembedahan. Kebanyakan individu dengan sindrom dumping cukup ditangani
menggunakan modifikasi diet saja. Pengobatan jangka panjang seperti ocreotide dapat
mengurangi tingkat gejala sebesar 30-40% dari pasien. Keefektivan dari pembedahan sulit
dianalisis, sebab banyak dari prosedur yang dijalani memiliki hasil yang baik pada awalnya,
tapi pada jangka panjang mengalami kegagalan karena adanya rekurensi dari penyakit. Saat
ini, pembedahan tidak diutamakan untuk penanganan dari penyakit ini.
2.11.Pencegahan9
Pencegahan sindrom dumping, yaitu :
1. Perencanaan diet yang bergizi dan mencakup makanan kecil dan makanan
ringan. Enam kali atau lebih porsi kecil sehari mungkin dibutuhkan.
2. Hindari minuman pada waktu makan. Cairan harus diminum paling cepat satu
jam sesudah atau sebelum makan.
3. Hindari manis-manisan yang terkonsentrasi (cth: kembang gula, kue, kue
kering, cakes, selai, jeli, minuman ringan, minuman atau makanan bergula).
Walaupun makanan ini kaya akan karbohidrat sederhana, buah-buahan segar

14

sering lebih ditoleransi karena kandungan serat dan pektinnya. Buah-buahan


ini dapat dimakan sebagai camilan atau makanan ringan.
4. Mempertahankan praktek makan yang tidak stres. Pasien harus makan secara
perlahan dengan cara yang santai. Berbaring kira-kira satu jam setelah makan
juga dapat membantu mencegah sindrom dumping.
5. Pada kasus-kasus yang parah, dokter mungkin merekomendasikan pektin atau
guar gum (sejenis getah pohon yang tinggi akan serat dan dapat dicerna usus)
bersama makanan dan makanan ringan. Serat-serat ini memperlambat proses
pengosongan perut dan penyerapan karbohidrat.

15

BAB III. PENUTUP


3.1.Kesimpulan
Dari hasil yang didapat pada Bab II, dapat disimpulkan bahwa hasil hipotesis yang
disepakati, yaitu 30 menit setelah makan siang merasa ulu hatinya tidak enak, lemas,
berkeringat. 2 minggu sebelumnya bapak tersebut baru menjalani operasi lambung, karena
didiagnosis mengidap ulcus gaster yang sangat kronis merupakan gejala dari sindrom
dumping adalah benar.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Petropoulos, Peter. "Dumping Syndrome." Ferri's Clinical Advisor: Instant Diagnosis and
Treatment. 2004 ed. St. Louis: Mosby, Inc., 2004.
2. Feldman M., Friedman LS, Sleisenger MH. "Protein-Losing Gastroenteropathy."
Sleisenger & Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease. 7th ed. Philadelphia: W.B.
Saunders, 2002.
3. Thomson ABR, Katz J. Dumping syndrome: treatment. 26 Jan 2010. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/173594-workup#showall, 21 Mei 2011.
4. Thomson ABR, Katz J. Dumping syndrome: Diagnosis. 26 Jan 2010. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/173594-clinical#a0216, 21 Mei 2011.
5. Thomson ABR, Katz J. Dumping syndrome: Diagnosis. 26 Jan 2010. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/173594-treatment#showall, 21 Mei 2011.
6. Diunduh

dari

http://www.mayoclinic.com/health/dumping-

syndrome/DS00715/DSECTION=causes, 21 Mei 2011.


7. Thomson ABR, Katz J. Dumping syndrome: Diagnosis. 26 Jan 2010. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/173594-overview#a0104, 21 Mei 2011.
8. Diunduh dari http://www.mdguidelines.com/dumping-syndrome/prognosis, 21 Mei 2011.
9. Moore MC. Terapi diet dan nutrisi.Ed.II.Hipokrates, Jakarta,1997.

17

Anda mungkin juga menyukai