Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam yang semakin pesat

menuntut mahasiswa untuk aktif dan berperan serta dalam perkembangan ilmu
pengetahuan tersebut. Banyak proses-proses kimia yang diaplikasikan ke dalam
kehidupan sehari-hari terutama dibidang kimia lingkungan. Pengujian mengenai
kualitas air merupakan salah satu contoh proses kimia yang diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, maka dari itu harus mengenal lebih dalam mengenai
kualitas air secara kimiawi.
Pengujian kualitas air secara kimiawi sendiri merupakan pengujian
terhadap keberadaan senyawa organik dan anorganik. Pada pengujian dilakukan
sesuai dengan permintaan konsumen. Banyak senyawa-senyawa yang akan diuji
dalam sampel air diantaranya adalah aluminium, klorida, besi, nitrat, nitrit,
ammoniak, tembaga, kesadahan air, dan zat organik. Metode yang dilakukan
dalam pengujian ini bermacam-macam antara lain spektrofotometer uv-vis,
spektrofotometer serapan atom, dan titrasi. Pengujian secara kimiawi dilakukan di
laboratorium kimia lingkungan.
Air merupakan suatu senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Karena fungsi air tidak dapat digantikan oleh
senyawa lain. Hampir semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia
membutuhkan air, diantaranya adalah mulai dari membersihkan tubuh,
membersihkan ruangan, menyiapkan makanan dan minuman sampai dengan
kegiatan-kegiatan yang lainnya.
Sumber daya air sangat diperlukan oleh manusia dan makhluk hidup
lainnya,

oleh karena itu sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat

dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya untuk keperluan dalam
menjalankan kegiatan sehari-hari. Penggunaan air harus dilakukan secara
bijaksana dengan memeprhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun
generasi yang akan datang. Sehingga aspek penghematan dan pelestarian sumber
daya air harus ditanamkan pada semua pengguana air (Effendi, 2003).
1

Keperluan air dalam kehidupan sehari-hari berasal dari sumber air tanah
dan sungai, air yang berasal dari PAM (air ledeng) bahan bakunya juga berasal
dari sungai, oleh karena itu kualitas dan kuantitas sungai sebagai sumber air harus
dipelihara. Kualitas dan kuantitas air yang sesuai dengan kebutuhan manusia
merupakan faktor penting yang menentukan kesehatan hidupnya. Karena kualitas
dan kuantitas berhubungan dengan adanya bahan-bahan lain terutama senyawasenyawa kimia baik dalam bentuk senyawa organic maupun senyawa anorganik
dan juga dengan adanya mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam
menentukan komposisi kimia air. Oleh karena itu, diperlukan sederet pengujian
pada kualitas dan kuantitas air bersih agar dapat mengetahi layak atau tidaknya air
tersebut untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh
analisisnya adalah analisis kadar aluminium (Al).
Analisis kadar aluminium menggunakan salah satu instrument yang
tersedia di laboratorium. Instrument yang digunakan adalah spektrofotometer uvvis atau dapat juga disebut dengan spektrofotometer sinar tampak. Metode ini
didasarkan pada interaksi antara zat kimia dengan energi. Metode ini juga dikenal
dengan metode kolorimetri (Hendayana, 1994). Pada metode ini hanya digunakan
untuk senyawa yang berswarna saja. Sedangkan senyawa yang tak berwarna dapat
dibuat dengan mereaksikan dengan pereaksi yang menghasilkan warna.
Senyawa alumunium merupakan unsur terbanyak ketiga yang ada dalam
kerak bumi. Aluminium yang dibawa air terdapat sebagai partikel-partikel mineral
mikroskopik yang tersuspensi. Konsentrasi dari aluminium yang terlarut dalam
kebanyakan air kemungkinan kurang dari 1,0 mg/L. Kehadiran unsur aluminium
yang berlebihan juga dapat mengakibatkan gangguan neurologis pada manusia.

1.2.

Rumusan Masalah
1. Berapakah kadar aluminium (Al) yang terdapat pada sampel air bersih
?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan jika kelebihan aluminium (Al) ?

1.3.

Tujuan
2

Tujuan Umum
1. Meningkatkan pengetahuan dan keahlian mahasiswa di bidang kimia
khususnya dalam kimia lingkungan.
2. Meningkatkan, memperluas dan menerapkan ketrampilan mahasiswa
yang telah dipelajari selama perkuliahan.
3. Melatih mahasiswa dalam bekerja secara disiplin, teliti dan
profesional dalam dunia kerja.
Tujuan Khusus
a) Bagi Universitas
1. Menciptakan hubungan kerjasama yang baik dengan pihak instansi
pemerintah.
2. Memperoleh gambaran nyata tentang instansi dan lapangan kerja.
b) Bagi Mahasiswa
1. Menambah pengalaman dan pengetahuan dalam dunia kerja.
2. Mampu menerapkan teori ilmu kimia dalam dunia kerja.
3. Mengetahui cara analisis sampel air bersih.
c) Bagi Instansi Pemerintah
Mendapatkan usulan secara teoritis dari mahasiswa terhadap
permasalahan yang terjadi dalam instansi pemerintah.

1.4.

Manfaat
Melalui

Praktik

Kerja

Lapangan

diharapkan

dapat

memberikan

pengalaman bagi mahasiswa dan menambah wawasan serta pengetahuan


mengenai analisis kadar alumunium (Al) dalam sampel air bersih.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Gambaran Umum Balai Laboratorium Kesehatan Semarang


Balai Laboratorium Kesehatan Semarang merupakan laboratorim milik

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang terletak di Jl. Soekarno Hatta No. 185
Semarang. Laboratorium ini merupakan laboratorium rujukan di wilayah Provinsi
Jawa Tengah. Laboratorium kesehatan berkewajiban penuh untuk memberikan
pelayanan secara professional dan bermutu tinggi kepada seluruh masyarakat.

Gambar 2.1. Balai Laboratorium Kesehatan Semarang


Balai Laboratorium Kesehatan Semarang memiliki visi dan misi dalam
mewujudkan pelayanan secara profesional. Visi Balai Laboratorium Kesehatan
Semarang adalah laboratorium rujukan yang mengutamakan, ketelitian dan
ketepatan, sesuai tuntutan masyarakat. Misi dari Balai Laboratorium Kesehatan
Semarang yaitu :
1. Melaksanakan tugas teknis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, di
bidang Laboratorium Kesehatan dan Lingkungan.
2. Melaksanakan pelayanan dan pemeriksaan Laboratorium yang berkualitas.
3. Melaksanakan pelayanan dan pemeriksaan Laboratorium, dengan harga
terjangkau, untuk kepuasan masyarakat.

4. Meningkatkan kemampuan sumber daya dan teknologi Laboratorium


Kesehatan dan Lingkungan.
5. Menjalin kerjasama dengan unit kerja terkait, untuk kegiatan rujukan.

2.2

Air
Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan makhluk hidup. Terutama

untuk kebutuhan manusia seperti mandi, mencuci, minum, memasak makanan dan
sanitasi. Hampir semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia membutuhkan air.
Kebutuhan akan air bersih selayaknya diprioritaskan oleh pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Penggunaan air harus dilakukan secara bijaksana dengan memeprhitungkan
kepentingan generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Sehingga
aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada semua
pengguana air (Effendi, 2003).
Air sendiri dibedakan menjadi 2 jenis yaitu air bersih dan air minum. Air
bersih merupakan air yang layak digunakan sebagai air baku bagi air minum,
sehingga air ini juga layak untuk keperluan mandi, cuci, dan sanitasi. Menurut
Permenkes

RI

No.

416/MENKES/PER/IX/1990,

tentang

syarat-syarat

pengawasan kualitas air, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
ssehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak. Air minum merupakan air yang kualitasnya telah
memenuhi syarat untuk dapat diminum langsung. Menurut Permenkes RI No.
492/MENKES/PER/IV/2010, tentang persyaratan kualitas air minum, menyatakan
bhwa air minum adalah aie yang melalui proses pengolahan yang memenuhi
syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Adapun syarat-syarat kesehatan air
bersih adalah sebagai berikut :
a. Persyaratan Biologis
Maksud dari persyaratan biologis ini adalah air bersih tersebut tidak
mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan berbagai penyakit di
dalam tubuh manusia. Mikroorganisme tersebut dibagi menjadi 4 (empat)
kelompok, yaitu parasit, bakteri, virus, dan kuman. Pada umumnya yang menjadi
parameter kualitas air adalah bakteri Eschericia coli yang dapat menyebabkan
diare, demam, kram perut, dan muntah-muntah.

b.

Persyaratan Fisika
Pada persyaratan fisika air bersih terdiri dari kondisi fisik air yang umum,

seperti derajat keasaman (pH), suhu, kejernihan, warna, dan bau. Persyaratan
fisika ini dapat digunakan sebagai indikator kualitas air yang baik. Jika air
memiliki warna yang tidak jernih (keruh) berarti kualitas air tersebut buruk.
c.

Persyaratan Kimia
Persyaratan kimia pada kualitas air bersih menjadi aspek yang sangat

penting karena kandungan kimiawi air yang dapat memberikan akibat buruk pada
kesehatan. Kandungan kimia seperti logam-logam berat dapat menyebabkan
gangguan pada tubuh karena tidak sesuai dengan proses biokimia di dalam tubuh,
sehingga logam-logam berat tersebut berubah menjadi racun dalam tubuh.
d.

Persyaratan Radioaktif
Pada persyaratan ini sering dimaksukkan dalam kategori persyaratan fisik,

namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda.


Persyaratan radioaktif sangat penting dilakukan pada wilayah tertentu, seperti
wilayah di sekitar reaktor nuklir karena jika kualitas air sudah tercemar akan
sangat membahayakan bagi kesetahan tubuh.

2.3

Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan air
bersih ini merupakan air baku untuk digunakan sebagai air minum. Air bersih juga
harus memenuhi persyaratan fisika, kimia, biologis dan radioaktif. Selain
persyaratan tersebut pemerintah telah membuat peraturan mengenai persyaratan
kualitas

air

bersih

yang

dibuat

dalam

Permenkes

RI

No.

416/MENKES/PER/IX/1990, tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air yang


tercantum pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3
DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR BERSIH
No.

Parameter

1
A.
1.

2
FISIKA
Bau
Jumlah zat padat
terlarut (TDS)

2.
3.

Kekeruhan

4.
5.

Rasa
Suhu

6.

Warna

B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

KIMIA
Air raksa
Arsen
Besi
Fluorida
Kadnium
Kesadahan (CaCO3)
Klorida
Krommium, Valensi 6
Mangan
Nitrat, sebagai N
Nitrit, sebagai N

12.

pH

13.
14.
15.
16.
17.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12

Kadar Maksimum
yang diperbolehkan
4

Tidak berbau

mg/L

1.500

Satuan

Keterangan
5

Skala
NTU

C
Skala
TCU

25

Suhu udara 3C

Tidak berasa
-

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

0,001
0,05
1,0
1,5
0,005
500
600
0,05
0,5
10
1,0

50

6,5 - 9,0

Selenium
Seng
Sianida
Sulfat
Timbal
Kimia Organik
Aldrin dan Dieldrin
Benzena
Benzo (a) pyrene
Chlordane (total
isomer)
Coloroform
2,4 D
DDT
Detergen

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

0,01
15
0,1
400
0,05

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

0,0007
0,01
0,00001

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

0,03
0,10
0,03
0,5

1,2 Discloroethane
1,1 Discloroethene
Heptaclor dan
heptaclor epoxide
Haxachlorobenzena

mg/L
mg/L
mg/L

0,01
0,0003
0,003

0,007

0,00001
7

Merupakan batas minimum dan


maksimum, khusus air hujan pH
minimum 5,5

mg/L
No.
1
13.
14.
15.
16.
17.
18.
C.

Parameter
2
Gamma-HCH
(Lindane)
Methoxychlor
Pentachlorophanol
Pestisida Total
2,4,6 urichlorophenol
Zat organik (KMnO4)
Mikro biologik

Total koliform (MPN)

D.
1.
2.

3
mg/L

Kadar Maksimum
yang diperbolehkan
4
0,004

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

0,10
0,01
0,10
0,01
10

Satuan

Jumlah
per 100
ml
Jumlah
per 100
ml

Radio Aktivitas
Aktivitas Alpha
(Gross Alpha Activity)
Aktivitas Beta
(Gross Beta Activity)

Keterangan
5

50

Bukan air perpipaan

10

Air perpipaan

Bq/L

0,1

Bq/L

1,0

Keterangan :
mg
= miligram
ml
= mililiter
L
= liter
Bq
= Bequerel
NTU = Nephelometrik Turbidity Units
TCU = True Colour Units
Logam berat merupakan logam terlarut
Sumber : Permenkes RI No. 416/1990

2.4

Sumber Air
Sumber air yang dapat dimanfaatkan umumnya dapat digolongkan
menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu air angkasa (air hujan), air tanah, air permukaan.
Sumber air tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu rantai yang
dikenal sebagai siklus daur hidrologi (hydrology cycle) (Efendi, 2009).
a.

Air Angkasa (Air Hujan)


Air angkasa atau air hujan merupakan uap air yang sudah mengalami

kondensasi yang kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk air. Bagi daerah yang
hanya memilki sedikit sumber air tanah maupun sumber air permukaan, maka

sumber air hujan ini menjadi sumber yang sangat penting. Akan tetapi kualitas
dari air hujan banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar karena air
hujan juga mengandung senyawa-senyawa lain seperti debu dan bakteri.
b.

Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang mengalir dipermukaan bumi. Pada

umumnya air permukaan telah mengalami pencemaran, sedangkan tingkat


pencemarannya sendiri bergantung pada lokasi daerahnya. Air permukaan
merupakan air baku utama bagi produksi air minum di kota-kota besar. Sumber air
permukaan dapat berupa danau, sungai, waduk, empang, dan air dari saluran
irigasi.
c.
Air Tanah
Air tanah merupakan air permukaan yang meresap kedalam tanah
kemudian masuk dalam pori-pori tanah yang terdapat pada lapisan tanah. Air
tanah sendiri dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :
a) Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal dapat terjadi karena ada proses peresapan air dari
permukaan tanah. Biasanya air tanah ini tidak berwarna (bening)
tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang
terlarut) daripada air permukaan.
b) Air Tanah Dalam
Air tanah dalam terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama.
Pengambilan air tanah dalam tidak semudah air tanah dangkal
melainkan harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya
(kedalaman bor antara 10-100 meter).
c) Mata Air
Mata air merupakan air tanah yang keluar dengan sendirinya ke
permukaan tanah. Mata air biasanya tidak terpengaruh oleh musim
dan kualitas atau kuantitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam.

2.5

Pencemaran Air
Definisi pencemaran air dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
9

menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dari


definisi tersebut dapat tersirat bahwa pencemaran air adalah keadaan air tersebut
telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya (Harmayani, 2007) yang
dapat terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja dari kegiatan yang dilakukan
oleh manusia. Keadaan normal air bergantung pada faktor penentu yaitu kegunaan
air itu sendiri dan asal sumber air tersebut (Wardhana, 1995).
Pencemaran air dapat menentukan indikator air yang berada pada
lingkungan sekitar (Harmayani, 2007). Pencemaran air sendiri dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
a.

Bahan buangan organik


Pada umumnya bahan buangan organik berupa limbah yang dapat

membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga hal ini dapat


mengakibatkan semakin berkembangnya mikroorganisme dan mikroba patogen
pun ikut juga berkembang biak di mana hal ini dapat mengakibatkan berbagai
macam penyakit.
b.

Bahan buangan anorganik


Pada umumnya bahan buangan anorganik berupa limbah yang tidak dapat

membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan


anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion
logam di dalam air, sehingga hal ini dapat mengakibatkan air menjadi bersifat
sadah karena mengandung ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg). Selain itu
ion-ion tersebut dapat bersifat racun seperti timbal (Pb), arsen (As) dan air raksa
(Hg) yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia.
c.

Bahan buangan zat kimia


Pada bahan buangan zat kimia banyak ragamnya seperti bahan pencemar

air yang berupa sabun, bahan pemberantas hama, zat warna kimia, larutan
penyamak kulit dan zat radioaktif. Zat kimia ini di air lingkungan merupakan
racun yang mengganggu dan dapat mematikan hewan air, tanaman air dan
mungkin juga manusia.

2.6

Aluminium
Pada masa sekarang ini dengan kemajuan teknologi yang semakin
berkembang, unsur aluminium banyak digunakan dalam dunia industri, contohnya

10

logam aluminium yang banyak digunakan dalam peralatan rumah tangga,


pembungkus makanan, kaleng minuman, pebungkus pasta gigi dan lain
sebagainya. Serbuk aluminium dapat pula digunakan untuk bahan cat aluminium
dan masih banyak yang lain (Sugiyarto, 2003).
Aluminium merupakan logam kedua yang paling banyak digunakan
setelah besi di dunia industri modern dan senyawa senyawanya dapat digunakan
dalam

berbagai

industri,

seperti

makanan,

minuman,

dan

obat-obatan

(Ravindhranath et al, 2012). Kerak bumi sendiri 8% terdiri atas Aluminium dan
kondisi asam yang dihasilkan akibat dari aktivitas manusia yang intensif, letusan
dari gunung berapi, dan pembuangan limbah yang tidak tepat dari industri
melarutkan aluminium trivalen dalam badan air terdekat (Ravindhranath et al,
2012).
Aluminium sendiri adalah logam putih yang dapat ditempa dan memiliki
sifat amfoter, sedangkan bubuknya berwarna abu-abu dan dapat melebur pada
temperatur 659 C. Bila terkena udara, objek-objek aluminium ini akan
teroksidasi pada permukaannya, tetapi lapisan oksida melindungi objek dari
oksidasi lebih lanjut. Logam ini dapat larut dengan mudah menggunakan asam
klorida encer dan akan mengalami pelarutan lebih lambat dalam asam sulfat encer
atau asam nitrat encer (Vogel, 1990).
Logam aluminium ini merupakan logam yang ringan, yang mempunyai
ketahanan korosi yang baik, hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik
lainnya sebagai sifat logam. Oleh karena itu, aluminium sangat reaktif khususnya
dengan oksigen. Aluminium tidak pernah dijumpai dalam keadaan bebas di alam,
melainkan sebagai senyawa yang merupakan penyusun utama dari bahan tambang
bijih bauksit yang berupa campuran oksida dan hidroksida aluminium (Sugiyarto,
2003).
Konsentrasi dari aluminium yang terlarut dalam air kemungkinan kurang
dari 1,0 mg/l (Achmad, 2004). Jenis aluminium yang terlarut adalah Al (H 2O)3+
yang memiliki nilai pH 4,0 dan ion Al 3+ yang terhidrasi akan kehilangan ion
hydrogen saat nilai pH berubah lebih dari 4,0.

11

+
2++ H
3+ Al ( OH ) ( H 2 O )5

Al ( H 2 O )6
Pada kisaran pH 4,5 - 6,5 akan terjadi polimerisasi yang dimulai dengan
pembentukan dimmer yang akhirnya akan berhenti dengan terbentuknya partikelpartikel padat dari gibbsite, Al2O3, 3 H2O (Achmad, 2004). Pada perairan alami
aluminium memiliki pH diatas kurang lebih 10 sehingga terbentuk ion aluminat
yang larut Al (OH)4-.
4 ++2 H 2 O
2+ ( H 2 O)4 Al Al ( OH ) ( H 2 O ) 4
2 Al OH ( H 2 O ) 5

2.7

Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis adalah salah satu teknik metode analisis yang
berdasarkan pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media.
Teknik analisis pada spektrofotometri UV-Vis

memakai sumber radiasi

elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan sinar tampak (380-780).


Spektrofotometri UV-Vis melibatkan suatu energi elektronik yang cukup besar
pada mSolekul yang sedang dianalisis, sehingga instrumen ini lebih banyak
digunakan untuk analisis kuantitatif daripada kualitatif.
Spektrofotometer sendiri terdiri atas spektrometer dan fotometer.
Spektrofotometer sendiri alat yang menghasilkan sinar dari spektrum yang
memiliki panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer alat pengukur
intensitas cahaya yang ditranmisikan atau yang diabsorpsi. Kelebihan dari
spektrofotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat benar-benar
terseleksi dengan bantuan alat prisma sebagai alat pengurai. Spektrofotometer
tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi
untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat yang digunakan untuk mengukur

12

perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar,


1990).
Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk penentuan sampel yang
berupa larutan, gas, atau uap. Pada sampel larutan perlu diperhatikan pelarut yang
dipakai, yaitu :
1. Pelarut yang digunakan tidak mengandung ikatan rangkap terkonjugasi
pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.
2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.
Komponen-komponen yang terpenting pada spektrofotometer adalah
sebagai berikut :
1. Sumber Radiasi
Sumber radiasi yang digunakan pada spektrofotometer UV-Vis adalah
lampu deuterium, lampu tungsten, dan lampu merkuri. Masing-masing sumber
radiasi memiliki panjang gelombang tersendiri.
Pada lampu deuterium digunakan pada daerah panjang gelombang 190nm
sampai 380nm (daerah ultra violet dekat). Sumber radiasi dari lampu deuterium
(D2) sekitar 500 jam pemakaian.
Lampu tungsten ini merupakan campuran dari filament tungsten dan gas
iodine (halogen), oleh sebab itu lampu tungsten dapat disebut dengan sumber
radiasi tungsten-iodine. Sumber radiasi tungsten-iodine ini digunakan pada
daerah pengukuran sinar tampak dengan rentang panjang gelombang 380-900nm,
sedangkan umur tungsten-iodine sekitar 1000 jam pemakaian.
Sumber radiasi merkuri adalah sumber radiasi yang mengandung uap
merkuri bertekanan rendah dan biasanya sumber radiasi ini digunakan untuk
mengecek atau kalibrasi panjang gelombang pada spektrofotometer UV-Vis pada
daerah ultra violet khususnya disekitar panjang gelombang 365nm dan sekaligus
mengecek resolusi dari monokromator.
2. Monokromator
Monokromator

berfungsi

untuk

medapatkan

sumber

sinar

yang

monokromatis dari sumber sinar yang memancarkan radiasi polikromatis.


Monokromator pada spektrofotometer UV-Vis biasanya terdiri dari susunan celah
(slit) masuk filter prisma kisi (grating) celah keluar (Wardani, 2012).

13

1) Celah (slitt)
Celah monokromator adalah bagian yang pertama dan terakhir dari
suatu sistem optik monokromator pada spektrofotometer UV-Vis.
Celah dibuat dari logam yang kedua ujungnya diasah dengan cermat
sehingga sama.
2) Filter optik
Filter optik ini berfungsi untuk menyerap warna komplementer
sehingga cahaya tampak yang diteruskan merupakan cahaya yang
berwarna sesuai dengan warna filter optik yang dipakai. Filter optik
yang sederhana dan yang bayak dipakai terdiri dari kaca yang
berwarna.

Dengan

adanya

filter

optik

sebagai

bagian

dari

monokromator akan dihasilkan pita cahaya sangat sempit sehingga


kepekaan analisisnya lebih tinggi.
3) Prisma dan kisi (grating)
Prisma dibuat dari leburan silica. Prisma dan kisi ini merupakan
bagian monokromator yang terpenting. Prinsipnya adalah mendispersi
radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya didapatkan resolusi
yang baik dari radiasi polikromatis.
3. Sel atau Kuvet
Sel atau kuvet merupakan wadah sampel yang digunakan untuk analisis.
Berdasarkan bahan yang dipakai untuk membuat kuvet dibedakan menjadi 2 (dua)
macam yaitu kuvet dari leburan silica (kuarsa) dan kuvet dari gelas. Penggunaan
kuvet ini juga berbeda, kuvet yang berasal dari leburan silica dapat digunakan
untuk analisis kualitatif dan kuantitatif pada daerah pengukuran 190-1100 nm,
sedangkan kuvet dari bahan gelas dipakai pada daerah pengukuran 380-1100 nm
karena bahan dari gelas mengadsorbsi radiasi sinar UV.
4. Detektor
Detektor dalam spektrofotometer berfungsi untuk mengubah sinyal radiasi
yang diterima menjadi sinyal elektronik. Detektor merupakan salah satu bagian
yang penting dari spektrofotometer UV-Vis sehingga kualitas detektor akan
menentukan kualitas spektrofotometer UV-Vis. Pada spektrofotometer UV-Vis

14

menggunakan beberapa macam dektektor yaitu detektor fotosel, detektor tabung


foton hampa, detektor penggandaan foton (photomultiplier tube), detektor photo
diode-array yang merupakan detektor dengan teknologi yang modern (Mulya,
1994).
Spektrofotometer jika dilihat dari sistem optiknya dapat digolongkan
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Sistem optik radiasi berkas tunggal (single beam)
2. Sistem optik radiasi berkas ganda (double beam)
3. Sistem optik radiasi berkas terpisah (splitter beam)

15

BAB 3
METODE PERCOBAAN
Pengujian sampel air bersih yang diduga mengandung logam alumunium
(Al) dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Semarang. Pada pengujian ini
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis sehingga sampel yang akan dianalisis
harus memilki spektrum warna dengan cara mengomplekskan sampel tersebut
dengan alizarin.

3.1

Tanggal Pemeriksaan
2 Februari 2015 dan 7 Februari 2015

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam analisi ini adalah pipet volume 100 ml, 50 ml,
25 ml, 15 ml, 10 ml, 5 ml, 3 ml, 1 ml, labu takar 250 ml, 100 ml, 50 ml, dan labu
erlenmeyer 250 ml.

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam analisis ini adalah alizarin, CH 3COOH 5%,
NH4OH 5%, CH3COOH 25%

3.3

Prosedur Kerja

3.3.1 Pembuatan Larutan Standar Alumunium


Pemeriksaan logam alumunium (Al) menggunakan spektrofotometer UVVis harus membuat larutan standar terlebih dahulu. Pengujian ini menggunakan
larutan standar 0,02 ppm, 0,06 ppm, 0,1 ppm, 0,3 ppm, 0,5 ppm, 0,7 ppm, 1 ppm.
Pembuatan larutan standar alumunium (Al) dengan konsentrasi tersebut
menggunakan standar alumunium (Al) 1000 ppm yang kemudian diencerkan
menjadi 100 ppm, 10 ppm dan 1 ppm.

16

a) Larutan standar alumunium 100 ppm


1. Memipet sebanyak 5 ml dari larutan standar alumunium 1000 ppm.
Kemudian dimasukkan dalam labu takar 50 ml.
2. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu takar.
3. Tutup dan homogenkan.
b) Larutan standar alumunium 10 ppm
1. Memipet sebanyak 10 ml dari larutan standar alumunium 100 ppm.
Kemudian masukkan dalam labu takar 100 ml.
2. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu takar.
3. Tutup dan homogenkan.
c) Larutan standar alumunium 1 ppm
1. Memipet sebanyak 25 ml dari larutan standar alumunium 10 ppm.
Kemudian masukkan dalam labu takar 250 ml.
2. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu takar.
3. Tutup dan homogenkan.
d) Larutan standar alumunium 0,02 ppm
1. Memipet sebanyak 1 ml dari larutan standar alumunium 1 ppm.
Kemudian masukkan dalam labu takar 50 ml.
2. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu takar.
3. Tutup dan homogenkan.
4. Masukkan dalam Erlenmeyer.
e) Larutan standar alumunium 0,06 ppm
1. Memipet sebanyak 3 ml dari larutan standar alumunium 1 ppm.
Kemudian masukkan dalam labu takar 50 ml.
2. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu takar.
3. Tutup dan homogenkan.
4. Masukkan dalam Erlenmeyer.
f) Larutan standar alumunium 0,1 ppm
1. Memipet sebanyak 5 ml dari larutan standar alumunium 1 ppm.
Kemudian masukkan dalam labu takar 50 ml.
2. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu takar.
3. Tutup dan homogenkan.
4. Masukkan dalam Erlenmeyer.
g) Larutan standar alumunium 0,3 ppm
1. Memipet sebanyak 15 ml dari larutan standar alumunium 1 ppm.
Kemudian masukkan dalam labu takar 50 ml.
2. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu takar.
3. Tutup dan homogenkan.
4. Masukkan dalam Erlenmeyer.
h) Larutan standar alumunium 0,5 ppm
1. Memipet sebanyak 25 ml dari larutan standar alumunium 1 ppm.
Kemudian masukkan dalam labu takar 50 ml.
2. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu takar.
3. Tutup dan homogenkan.

17

4. Masukkan dalam Erlenmeyer.


i) Laruta standar alumunium 0,7 ppm
1. Memipet sebanyak 35 ml dari larutan standar alumunium 1 ppm
dengan menggunakan pipet volume 25 ml dan 10 ml. Kemudian
masukkan dalam labu takar 50 ml.
2. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu takar.
3. Tutup dan homogenkan.
4. Masukkan dalam Erlenmeyer.
j) Larutan standar 1 ppm
1. Memipet sebanyak 50 ml dari larutan standar alumunium 1 ppm.
Kemudian masukkan dalam labu takar 50 ml.
2. Tutup dan homogenkan.
3. Masukkan dalam Erlenmeyer.

3.3.2 Analisis Kadar Alumunium (Al) Menggunakan Spektrofotometer


UV-Vis
Pada analisis kadar alumunium (Al) menggunakan spektrofotometer UVVis dengan panjang gelombang 490 nm dan menggunakan larutan standar
alumunium 0,02 ppm, 0,06 ppm, 0,1 ppm, 0,3 ppm, 0,5 ppm, 0,7 ppm, dan 1 ppm.

a) Persiapan Larutan Standar


1. Sebanyak 50 mL larutan standar yang sudah disiapkan ditambah
2.
3.
4.
5.
6.

dengan alizarin sebanyak 0,25 mL.


Tambahkan asam asetat 5% sebanyak 2,5 mL.
Tambahkan NH4OH 5% sebanyak 2,5 mL.
Diamkan selama 1 jam.
Tambahkan asam asetat 25 % sebanyak 2,5 mL.
Analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan dengan =

490 nm.
b) Persiapan Sampel Air Bersih
1. Sebanyak 50 mL sampel air bersih dimasukkan dalam Erlenmeyer.
2. Tambahkan alizarin sebanyak 0,25 mL.
3. Tambahkan asam asetat 5% sebanyak 2,5 mL.
4. Tambahkan NH4OH 5% sebanyak 2,5 mL.
5. Diamkan selama 1 jam.
6. Analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan dengan =
490 nm.

3.3.3 Prosedur dan Cara Penggunaan Spektrofotometer UV-Vis

18

Pada analisis ini menggunakan spektrofotometer UV-Vis 1601, berikut


adalah petunjuk penggunaannya :

1.
2.
3.
4.
5.

Tekan tombol Power Stabilizer pada posisi ON


Tekan tombol Power pada Spektrofotometer pada posisi ON
Lampu pada monitor akan menyala
Alat akan melakukan inisialisasi. Tunggu sampai proses inisialisasi lengkap
Setelah Inisialisasi selesai maka pada monitor akan tampil menu sebagai

berikut :
Mode :
1) Photometric
2) Spectrum
3) Quantiation
4) Kinetis
5) Time scan
6) Multi-component
7) Optional Program Pack
8) Utilities
6. Pilih Photometric dengan menekan tombol 1 pada key board
7. Pada layar monitor akan tampil :
Photometric

:
............ nm
Data :
........... ABS
8. Tekan tombol GO TO WL
9. Ketik panjang gelombang yang diinginkan, lalu ENTER
10. Masukkan blanko ke dalam cuvet. Bersihkan cuvet dan masukkan ke dalam
kotak yang tersedia pada alat.
11. Tekan AUTO ZERO
12. Masukkan standar berurutan dari konsentrasi kecil ke besar ke dalam cuvet.
13. Catat absorbansinya.
Setelah didapat absorbansinya dari masing-masing konsentrasi standar maka
lanjutkan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Kembalikan ke menu awal dengan menekan RETURN, MODE

19

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Air memiliki banyak peran dalam kehidupan sehari-hari sehingga perlu
dilakukan sebuah penelitian mengenai kandungan mineral tertentu yang terdapat
pada sampel air bersih. Mineral sendiri pada dasarnya merupakan kontaminan
dalam air. Mineral dalam jumlah sedikit sangat diperlukan bagi tubuh sehingga
keberadaannya mutlak adanya. Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kadar Alumunium (Al) yang terdapat pada air bersih.
Aluminium merupakan salah satu mineral yang terdapat dalam air.
Pengujian adanya kandungan aluminium (Al) dapat dilakukan dengan
mengomplekskan aluminium dengan larutan alizarin. Alizarin atau 1,2dihydroxyanthracene-9,10-dione merupakan zat padat yang berwarna merah yang
memiliki rumus molekul C14H8O4. Struktur dari alizarin adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1 Struktur Alizarin


Sampel yang mengandung ion aluminium (Al) akan membentuk kompleks
dengan alizarin sehingga menyebabkan warna merah pada larutan. Warna merah
yang dihasilkan berasal dari kompleks ion aluminium (Al) dengan alizarin yang
merupakan warna komplementer dari warna yang diserap oleh kompleks tersebut
yakni warna hijau kebiruan (Effendy, 2007).
Senyawa kompleks dapat menunjukkan salah satu warna komplementer
apabila atom pusatnya memiliki orbital d yang belum terisi penuh oleh elektron.
Adanya orbital d yang belum terisi penuh elektron memungkinkan untuk
terjadinya transisi elektron dari satu orbital d dengan tingkat energi terendah
(keadaan dasar) ke orbital d lain yang tingkat energinya lebih tinggi (Effendy,
2007). Namun hal ini akan berbeda dengan senyawa kompleks dari ion aluminium

20

dan alizarin. Warna merah yang dihasilkan bukan disebabkan oleh ion Al3+ yang
merupakan atom pusatnya. Hal ini dikarenakan ion Al3+ tidak memiliki elektron
yang menempati orbital d dan hanya memiliki orbital s dan p yang terisi elektron.
Warna merah dari kompleks tersebut dihasilkan oleh ligan yang terikat dengan ion
Al3+. Ligan yang terikat yaitu ligan alizarin sendiri yang keadaan fisiknya
berwarna merah.
Alizarin sendiri merupakan ligan bidentat dimana ligan ini akan
mendonorkan dua atomnya untuk berikatan dengan atom pusat dari kompleksnya
yaitu ion aluminium (Al). Aluminium (Al) memiliki nomor atom 13 dan dalam
bentuk ionnya Al3+ yang memiliki konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6 sehingga akan
membentuk struktur kompleks oktahedral saat mengalami hibridisasi dengan ligan
alizarin tersebut. Hibridisasi yang terbentuk adalah sp3, d2. Kompleks yang
terbentuk tidak hanya dari ligan alizarin saja melainkan juga dari ligan OH - dan
H2O yang berikatan dengan atom pusat Al3+. Pada kompleks oktahedral logam
berada dipusat oktahedron dengan ligan di setiap sudutnya. Struktur kompleks
antara ion Al3+dengan alizarin adalah sebagai berikut :

Gambar 4.2 Struktur Kompleks ion Al3+ dengan Alizarin

21

Hasil yang didapatkan kemudian di analisis dengan menggunakan


spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 490 nm sehingga diperoleh
data larutan standar aluminium (Al) sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data larutan standar aluminium (Al)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Konsentrasi
0,0000
0,0200
0,0600
0,1000
0,3000
0,5000
0,7000
1,0000

Absorbansi
0,000
0,002
0,007
0,007
0,019
0,029
0,046
0,069

Berdasarkan dari Tabel 4.1 dapat dibuat kurva kalibrasi larutan standar
aluminium (Al) sehingga akan diketahui persamaan garis, kurva dapat dilihat pada
Gambar 4.3.
0.08
0.07
0.06 f(x) = 0.07x + 0
R = 0.99
0.05
Absorbansi 0.04
0.03
0.02
0.01
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Konsentrasi

Gamba
r 4.3 Kurva kalibrasi larutan standar aluminium (Al)
Berdasarkan kurva tersebut didapatkan persamaan y = 0,066x + 0,000 dan
R2 = 0,991. Dalam hal ini grafik yang didapatkan kurang bagus karena R2 yang
dihasilkan adalah 0,991 sehingga pada percobaan ini menggunakan data larutan
standar yang sudah ada pada instrument spektrofotometer uv-vis yaitu sebagai
berikut :
Tabel 4.2 Data larutan standar aluminium (Al)

22

dalam instrumen spektrofotometer UV-Vis


No.
1
2
3
4
5
6
7

Konsentrasi
0,0000
0,0600
0,1000
0,3000
0,5000
0,7000
1,0000

Absorbansi
0,000
0,007
0,011
0,038
0,057
0,078
0,115

Berdasarkan data tersebut, maka akan diperoleh kurva kalibrasi sebagai


berikut :
0.14
0.12
0.1

f(x) = 0.11x + 0
R = 1

0.08
Absorbansi

0.06
0.04
0.02
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Konsentrasi

Gambar 4.4 Kurva larutan standar aluminium (Al)


dalam spektrofotometer uv-vis
Kurva yang ada dalam instrument memiliki persamaan y = 0,113x + 0,000
dan R2 = 0,998. Persamaan ini memiliki R2 yang bagus karena 3 angka dibelakang
koma diatas angka 5. Penyebab R 2 tidak bagus kemungkinan dikarenakan saat
pembuatan larutan standar yang kurang teliti sehingga mengakibatkan konsentrasi
pada 0,06 ppm dan 0,1 ppm memiliki absorbansi yang sama.
Setelah didapatkan kurva kalibrasi yang sesuai, maka dilakukan
pengukuran terhadap sampel yang akan dianalisis. Sampel yang telah dilakukan
analisis

menggunakan

spektrofotometer

UV-Vis

akan

diperoleh

nilai

absorbansinya, sehingga dapat dihitung kadar aluminium yang ada dalam sampel.

23

Data absorbansi dimasukkan kedalam persamaan y = 0,113x + 0,000 sehingga


akan diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.3 Penetapan kadar alumunium (Al)
Sampel
Absorbansi
1
0,0026
2
0,0150
3
0,0120
*ND : Not Detection (ND)

Konsentrasi (ppm)
ND
0,1327
0,1062

Berdasarkan data tersebut, kadar alumunium (Al) pada sampel air bersih
tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan oleh Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 416/MENKER/PER/IX/1990 tanggal 3
September 1990 untuk air minum dan air bersih bersih yaitu sebesar 0,2 mg/L.
Pada sampel nomer 1 (satu) memiliki absorbansi 0,0026 sehingga dalam
spektrofotometer UV-Vis tidak terdeteksi karena batas minimal terditeksi adalah
0,0044 tetapi bukan berarti sampel nomer 1 (satu) tidak mengandung aluminium.
Masih dapat dimungkinkan sampel nomer 1 (satu) mengandung aluminium bila
menggunakan instrumen yang lain karena dalam analisis ini menggunakan
instrumen spektrofotometer UV-Vis 1601.
Aluminium sendiri jika dalam bentuk ion akan sangat toksik bila termakan
manusia dan kadarnya yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan organ
detoksifikasi yakni hepar. Selain menyerang hepar, alumunium juga menyerang
ginjal. Kelebihan aluminium juga dapat menyebabkan kerusakan otak
(Alzheimer), menyebabkan kerusakan DNA, disfungsi ginjal, serta dapet memicu
kanker payudara. Aluminium terakumulasi di berbagai jaringan di dalam tubuh,
termasuk otak, ginjal, hati, paru-paru, dan tiroid. Aluminium di dalam tubuh akan
bersaing dengan calsium dalam proses absorpsi sehingga dapat mengakibatkan
mineral dalam tulang berkurang. Pada bayi hal ini dapat menghambat
pertumbuhan dan juga dapat mengganggu penyerapan fosfor, seng dan selenium
oleh tubuh. Potensi bahaya dari keracunan alumunium (Al) yaitu dapat
menyebabkan kerusakan otak, luka usus dan lambung, penyakit gastrointestinal,
Parkinson's Disease, masalah kulit, retardasi mental pada bayi, gangguan belajar
pada anak, penyakit hati, sakit kepala, mual mulas, sembelit, kurangnya energi
dan perut kembung.

24

Oleh karena itu kadar aluminium tidak boleh melebihi 0,2 mg/L pada air
minum dan pada air bersih tidak dicantumkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 416/MENKER/PER/IX/1990. Air bersih sendiri
artinya air yang digunakan dalam sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat
dan jika dimasak dapat digunakan untuk air minum. Sehingga kualias air bersih
harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah agar tidak
membahayakan kesehatan dan sampel yang diuji memenuhi standar baku air yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.

25

BAB 5
KESIMPULAN
1. Kadar aluminium yang terkandung dalam sampel air bersih yang dianalisis
adalah sebesar 0,1327 ppm, dan 0,1062 ppm sehingga kadar tersebut tidak
melebihi batas yang tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 416/MENKER/PER/IX/1990.
2. Dampak yang ditimbulkan jika kelebihan aluminium (Al) adalah gangguan
hati, ginjal, kerusakan otak, kerusakan DNA,
kanker payudara.

26

dan dapat menyebabkan

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2014. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta
Depkes. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
416/Menkes/Per/IX/1990 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas
Air. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Kualitas Air Minum. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Efendi, E. 2009. Penentuan Kadar Al Secara Spektrofotometri Pada Water
Treatment Plant (WTP) di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan.
Karya Ilmiah, Falkutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius.
Harmayani, K. D. dan I. G. M. Konsukartha. 2007. Pencemaran Air Tanah Akibat
Pembuangan Limbah Domestik di Lingkungan Kumuh. Jurnal Permukiman
Natah, 5(2) : 62-108
Hendayana, S., Asep K., AA Sumarna, Asep S. 1994. Kimia Analitik Instrumen.
Semarang : IKIP Semarang Press
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.
Mulya, M. S. 1994. Analisis Instrumental. Depok : Perpustakaan Departemen
Kimia FMIPA UI
Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air.
Ravindhranath, K. and Anna A. K. 2012. Extraction of aluminium (III) ions from
polluted waters using bio-sorbents derived from Acacia melanoxylon and
Eichhornia crassipes plants. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research, 4(5) : 2836-2849.
Ravindhranath, K. and Anna A. K. 2012. Removal Of Aluminium (III) Ions From
Polluted Waters Using Bio-Sorbents Derived From Moryngea millingtonia
and Cygium arjunum Plants. International Journal of ChemTech Research,
4(4) : 1733-1745.
Sugiyarto, K. H. 2003. Dasar-Dasar Kimia Anorganik Logam.Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : Jilid
1. Edisi Kelima. PT. Kalman Media Pustaka
Wardani, L. A. 2012. Validasi Metode Analisis dan Penentuan Kadar Vitamin C
Pada Minuman Buah Kemasan dengan Spektrofotometri UV-Visible.
Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia.
Wardhana, W.A., 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Andi Offset
Yogyakarta

27

LAMPIRAN

Lampiran 1. Spektrofotometer UV-Vis 1601

Lampiran 2. Persamaan kurva kalibrasi

28

Lampiran 3. Kurva kalibrasi dan data absorbansi

29

Lampiran 4. Permohonan PKL

30

Lampiran 5. Surat Permohonan Ijin PKL

31

Lampiran 6. Surat Tugas

32

Lampiran 7. Penarikan Mahasiswa PKL dan Ucapan Terima Kasih

33

Anda mungkin juga menyukai