Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

I.

Latar Belakang
Dalam masyarakat barat, tekanan darah (TD) meningkat sesuai dengan umur
dan distribusi nilai TD ini dalam masyarakat merupakan variable kontinyu di mana
rentang normal didefinisikan sebagai nilai ujung dan nilai yang lebih tinggi atau
keadaan hipertensi mulai. Pentingnya batasan hipertensi muncul dari angka
morbiditas yang berhubungan dengan riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Pasien
biasanya tidak menunjukkan gejala dan diagnosis hipertensi selalu dihubungkan
dengan kecenderungan penggunaan obat seumur hidup dan impikasi berdasarkan
analisis risiko dan asuransi jiwa. Sehingga definisinya amat diperlukan. Tekanan
darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan, akan meningkat saat aktivitas fisik,
emosi, dan stress, dan turun selama tidur. Sebelum dibuat diagnosis hipertensi
diperlukan pengukuran berulang paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda
selama 4-6 minggu. Pengukuran di rumah dapat dilakukan pasien dengan
menggunakan sfigmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah pengukuran
untuk analisis. Teknik pengukuran TD ambulatory 24 jam dikerjakan bila terdapat
keraguan diagnosis dan untuk menilai respons terhadap terapi, karena cara ini telah
terbukti mempunyai korelasi yang lebih tepat dengan kerusakan organ target (end
organ) disbanding perkiraan dokter dan merupakan alat bantu yang lebih baik untuk
meramalkan masalah kardiovaskuler. Hal-hal berikut sebagian besar berdasarkan
rekomendasi British Hypertension Society (1999). (1)

II.

Tujuan Pembelajaran
Tujuan dari refreshing ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
hipertensi mulai dari definisi hingga penatalaksanaannya.

BAB II
PEMBAHASAN

I.

Definisi
Hipertensi adalah adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolik dan
diastolik.
Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur: tekanan darah sistolik
(TDS) > 140 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg. The joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High
Bloodpressure (JNC VII) dan WHO/lnternational Society of Hypertension guidelines
subcommittees setuju bahwa TDS & keduanya digunakan untuk klasifikasi hipertensi.
Hipertensi sistolodiastolik didiagnosis bila TDS 140 mmhg dan TDD _ 90 mmHg.
Hipertensi sistolik terisolasi (HST) adalah bila TDS 140 mmHg dengan TDD < 90
mmHg.

II.

Epidemiologi
Walaupun peningkatan tekanan darah bukan merupakan bagian normal dari
ketuaan, insiden hipertensi pada lanjut usia adalah tinggi. Setelah umur 69 tahun,
prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada tahun 1988-1991 National Health
and Nutrition Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada kelompok
umur 65-74 tahun sebagai berikut: prevalensi keseluruhan 49,6% untuk hipertensi
derajat 1 (140-159/90-99 mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2 (160-179/100-109
mmHg), dan 6.5% untuk hipertensi derajat 3 (>180/110 mmHg). Prevalensi HST
adalah sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan 25% pada kelompok umur 60-69, 7079, 80-89, dan diatas 90 tahun. HST lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada
laki-laki.4 Pada penelitian di Rotterdam, Belanda ditemukan: dari 7983 penduduk
berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (_160/95 mmHg) meningkat sesuai
dengan umur, lebih tinggi pada perempuan (39%) dari pada laki-laki (31%).5 Di Asia,
penelitian di kota Tainan, Taiwan menunjukkan hasil sebagai berikut: penelitian pada
2

usia diatas 65 tahun dengan kriteria hipertensi berdasarkan JNVC, ditemukan


prevalensi hipertensi sebesar 60,4% (laki-laki 59,1% dan perempuan 61,9%), yang
sebelumnya telah terdiagnosis hipertensi adalah 31,1% (laki-laki 29,4% dan
perempuan 33,1%), hipertensi yang baru terdiagnosis adalah 29,3% (laki-laki 29,7%
dan perempuan 28,8%). Pada kelompok ini, adanya riwayat keluarga dengan
hipertensi dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor risiko hipertensi.
Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi
individu dengan usia 50 tahun mempunyai tekanan darah sistolik terisolasi sangat
rentan terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler. (3)
Sampai saat ini prevalensi di Indonesia berkisar antara 5-10% sedangkan
tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensi sekitar 14,3% dan
meningkat menjadi sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab penyakit jantung
di Indonesia.
Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai
hipertensi primer (hipertensi esensial dan idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi
yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat
mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung di mana angka itu
diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di
pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%. Hampir semua hipertensi sekunder
didasarkan 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormone dan gangguan fungsi ginjal.
Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung (yang disebut
sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan stroke, gagal ginjal,
atau gangguan retina mata. (2)

III.

Etiologi
Hipertensi Primer
Hipertensi Primer juga disebut hipertensi esensial atau idiopatik dan
merupakan 95% dari kasus-kasus hipertensi. Selama 75 tahun terakhir telah banyak
penelitian untuk mencari etiologinya. Tekanan darah merupakan hasil curah jantung
dan resistensi vascular, sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung
meningkat, resistensi vascular perifer bertambah, atau keduanya. Meskipun
mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahanperubahan tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya diketahui beberapa
tahun setelah kecenderungan kea rah sana di mulai. Pada saat tersebut, beberapa
mekanisme fisiologis kompensasi sekunder telah di mulai sehingga kelainan dasar
curah jantung atau resistensi perifer tidak diketahui dengan jelas. Pada hipertensi
yang baru mulai curah jantung biasanya normal atau sedikit meningkat dan resistensi
perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung cenderung menurun dan
resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga menyebabkan penebalan dinding
arteri dan arteriol, mungkin sebagian diperantarai oleh faktor yang dikenal sebagai
pemicu hipertrofi vaskular dan vasokontriksi (insulin, katekolamin, angiotensin,
4

hormone pertumbuhan), sehingga menjadi alasan sekunder mengapa terjadi kenaikan


tekanan darah. Adanya mekanisme kompensasi yang kompleks ini dan konsekuensi
dekunder dari hipertensi yang sudah ada telah menyebabkan penelitian etiologinya
semakin sulit dan observasi ini terbuka untuk berbagai interpretasi. Kelihatannya
terdapat

kerjasama

bermacam-macam

faktor

dan

yang

mungkin

berbeda

antarindividu.
Beberapa faktor yang pernah dikemukakan relevan terhadap mekanisme
penyebab hipertensi adalah sebagai berikut:
1. Genetik
Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di Negara barat lebih
banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat hipertensinya, dan
lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitsnya, sehingga
diperkirakan ada kaitan hipertensi dengan perbedaan genetik.
Beberapa

peneliti

mengatakan

terdapat

kelainan

pada

gen

angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik.


2. Geografi dan Lingkungan
Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi
kelompok daerah kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa
Indian Amerika Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak
banyak meningkat sesuai dengan pertambahan usia dibanding
masyarakat Barat.
3. Janin
Faktor ini dapat memberikan pengaruh karena berat lahir rendah
tampaknya merupakan predisposisi hipertensi di kemudian hari,
barangkali karena lebih sedikitnya jumlah nefron dan lebih rendahnya
kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan berat lahir
rendah.
4. Jenis Kelamin
Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-menopause
dibanding pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormon.
5

5. Natrium
Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam terjadinya
hipertensi, barangkali karena ketidakmampuan mengeluarkan natrium
secara efisien baik diturunkan atau didapat. Ada yang berpendapat
bahwa terdapat hormon natriuretik (de Wardener) yang menghambat
aktivitas sel pompa natrium (ATPase natrium-kalium) dan mempunyai
efek

penekanan.

Berdasarkan

studi

populasi,

seperti

Studi

INTERSALT (1988) diperoleh korelasi antara asupan natrium rerata


dengan TD, dan penurunan TD dapat diperoleh dengan mengurangi
konsumsi garam.
6. Sistem renin-angiotensin
Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan)

dan aldosteron

(yang memacu natrium dan terjadunya resistensi air sebagai akibat).


Beberapa studi telah menunjukkan sebagian pasien hipertensi primer
mempunyai renin yang meningkat, tetapi sebagian besar normal atau
rendah, disebabkan efek homeostatic dan mekanisme umpan balik
karena kelebihan beban volume dan peningkatan TD di aman
keduanya diharapkan akan menekan produksi renin.
7. Hiperaktivitas Simpati
Dapat terlihat pada hipertensi umur muda. Katekolamin akan memacu
produksi renin, menyebabkan konstriksi arteriol dan vena dan
meningkatkan curah jantung.
8. Resistensi Insulin/Hiperinsulinemia
Kaitan hipertensi primer dengan resistensi insulin telah diketahui sejak
beberapa tahun silam, terutama pada pasien gemuk. Insulin merupakan
zat penekan karena meningkatkan kadar katekolamin dan reabsorpsi
natrium.
9. Disfungsi Sel Endotel
Penderita hipertensi mengalami penurunan respons vasodilatasi
terhadap nitrat oksida, dan endotel mengandung vasodilator seperti
endotelin-l, meskipun kaitannya dengan hipertensi tidak jelas.

Hipertensi Sekunder
6

Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya,

dan dapat

dikelompokkan seperti di bawah ini:


1. Penyakit Parenkim Ginjal (3%)
Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, sebabsebab penyumbatan) yang menyebabkan kerusakan parenkim akan
cenderung menimbulkan hipertensi itu sendiri akan mengakibatkan
kerusakan ginjal.
2. Penyakit renovaskular (1%)
Terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan pasokan darah
ginjal dan secara umum dibagi atas aterosklerosis, yang terutama
mempengaruhi sepertiga bagian proksimal arteri renalis dan paling
sering terjadi pada pasien usia lanjut, dan fibrodisplasia yang terutama
mempengaruhi 2/3 bagian distal, dijumpai paling sering pada individu
muda, terutama perempuan. Penurunan pasokan darah ginjal akan
memacu produksi renin ipsilateral dan meningkatkan tekanan darah.
Keadaan ini perlu dicurigai jika hipertensi terjadi mendadak, secara
umum sukar diterapi tetapi kembali normal dengan penghambat ACE,
jika berat atau meningkat, dan jika bruit abdominal dapat didengar.
3. Endokrin (1%)
Pertimbangkan aldosteronisme primer (Sindrom Conn) jika terdapat
hipokalemia bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan renin
yang rendah akan mengakibatkan kelebihan (overload) natrium dan
air. Biasanya disebabkan adenoma jinak soliter atau hiperlasia adrenal
bilateral. Diagnosis dibantu dengan pemindaian tomografi computer
(CT) atau pencitraan resonansi magnetic (MR), dan terapinya adalah
dengan reseksi tumor atau menggunakan antagonis aldosteron,
spironolakton.
4. Sindrom Cushing
Disebabkan oleh hyperplasia adrenal bilateral yang disebabkan oleh
adenoma hipofisis yang menghasilkan ACTH (adrenocorticotrophic
hormone) pada dua pertiga kasus, dan tumor adrenal primer pada
7

sepertiga kasus. Perlu dicurigai jika terdapat hipertensi bersama


dengan obesitas, kulit tipis, kelemahan otot, dan osteoporosis.
Diagnosis diketahui dengan pemeriksaan kortisol urin 24 jam dan tes
supresi deksametason, dilanjutkan CT atau pemindaian MR kelenjar
hipofisis dan adrenal jika kortisol abnormal.
5. Hiperplasia Adrenal Kongenital
Merupakan penyebab hipertensi pada anak (jarang).
6. Feokromositoma
Disebabkan oleh tumor sel kromafin asal neural yang mensekresikan
katekolamin, 90% berasal dari kelenjar adrenal. Kurang lebih 10% dari
tumor ini ganas, dan 10% adenoma adrenal adrenal adalah bilateral.
Feokromositoma dicurigai jika tekanan darah berfluktuasi tinggi,
disertai takikardia, berkeringat, atau edema paru karena gagal jantung.
Diagnosis

dengan

pengukuran

metanefrin

total

(metabolit

katekolamin) pada urin sewaktu atau 24 jam, meskipun kadar ini


dapat dipengaruhi oleh obat-obat anti-hipertensi tertentu, terutama
labetalol. Jika metanefrin ekuivokal, ukurlah kadar norepinefrin
(noradrenalin)

plasma

setelah

diberikan

satu

dosis

klonidin

(penghambat adrenergik). Setelah diagnosis ditegakkan, perlu usaha


mencari tumor yang mengeluarkan sekresi dengan menggunakan CT,
MR, atau pemindaian radio-isotop. Terapi yang optimal adalah reseksi
tumor jika dimungkinkan.
7. Koarktasio Aorta
Paling sering mempengaruhi aorta pada atau distal dari arteri subclavia
kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan
di kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak ada.
Vasokontriksi arteri sietemik dapat terjadi karena stimulasi system
renin-angiotensin (karena tekanan perfusi arteri renalis rendah) dan
hiperaktivitas simpatis. Diagnosis dengan pemindaian CT atau MR
dan/atau aortografi kontras. Hipertensi dapat menetap bahkan sesudah

reseksi bedah yang berhasil, terutama jika hipertensi telah lama


sebelum operasi.
8. Kaitan dengan Kehamilan
Hipertensi gestasional terjadi sampai 10% kehamilan pertama, lebih
sering pada ibu muda, diperkirakan karena aliran uteroplasental yang
kurang baik dan umumnya terjadi pada trimester terakhir atau awal
periode postpartum. Terdapat proteinuria, peningkatan kadar urat
serum, dan pada kasus yang berat menyebabkan sindrom pre-eklamsia.
Kelahiran akan mengakhiri hipertensi. Kehamilan juga dapat
memperburuk hipertensi primer sebelumnya dan variasi akut pada
kronis ini lebih sering terjadi pada ibu multipara usia lanjut, dan
biasanya tlah tampak sebelum hamilan berusia 20 minggu. Obat-obat
antihipertensi sedapat mungkin dihindari selama kehamilan d
hipertensi diterapi dengan istirahat dan pengawasan janin, dengan
persalinan bilamana perlu. Namun, jika penggunaan obat diperlukan,
digunakan metildopa dan labetalol sebagai pilihan yang terbaik.
9. Akibat Obat
Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan hipertensi
adalah pil kontrasepsi oral (OCP), dengan 5% perempuan mengalami
hipertensi dalam 5 tahun sejak mulai penggunaan. Perempuan usia
lebih tua (>35 tahun) lebih mudah terkena, begitu pula dengan
perempuan yang pernah mengalami hipertensi selama hamil. Pada
50% tekanan darah akan kembali normal dalam 3-6 bulan sesudah
penghentian pil. Tidak jelas apakah hipertensi ini disebabkan oleh pil
atau apakah penggunaan itu memunculkan predisposisi yang selama
ini tersembunyi. Penggunaan estrogen pasca menopause bersifat
kardioprotektif dan tidak meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang
terkait dengan hipertensi termasuk siklosporin, eritropoietin, dan
kokain. (1)

IV.

Gejala Klinik
9

Meskipun disebut the silent killer


Terdapat tanda dan gejala :
a. sakit kepala,
b. epistaksis (mimisan)
c. pusing/migrain,
d. rasa berat ditengkuk,
e. sukar tidur,
f. mata berkunang kunang,
g. lemah dan lelah,
h. tekanan darah > 140/90 mmHg
V.

Sasaran Kerusakan Organ


Jantung: LVH, angina atau riwayat infark miokard, riwayat revaskularisasi

VI.

VII.

koroner, gagal jantung


Otak: stroke atau transient ischemic attack (TIA)
Penyakit ginjal kronik
Penyakit arteri perifer
Retinopati

Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit dan silinder
Hemoglobin dan hematokrit
Elektrolit darah : kalium
Ureum/kreatinin
Gula darah puasa
Kolesterol total
EKG
TSH
Leukosit darah
Trigliserda, HDL, dan kolesterol LDL
Kalsium dan fosfor
Foto toraks
Ekokardiografi
Ekokardiografi-Doppler
Penanganan Hipertensi
Tekanan darah target adalah <140/90 mmHg yang berhubungan dengan penurunan
komplikasi penyakit kardiovaskuler. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes atau
panyakit ginjal, target tekanan darahnya adalah <130/80 mmHg.

10

11

12

13

14

15

VIII. Krisis Hipertensi


1. Latar Belakang
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT
sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi
dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg
yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat
dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita (6,10,11,13). Angka kejadian krisis
HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7%
dari populasi HT, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak
teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun
belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya
lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi (6,10). Di
Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini. (Dikutip dari 19).
Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis HT dan secara garis
besar, The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis HT ini menjadi 2
golongan yaitu : hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak).
(15).
Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi dari
kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang penderita dipikirkan
suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem
syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal. (6). HT emergensi dan urgensi perlu
dibedakan karena cara penaggulangan keduanya berbeda.
Gambaran kilnis krisis HT berupa TD yang sangat tinggi (umumnya TD diastolik
> 120 mmHg) dan menetap pada nilai-nilai yang tinggidan terjadi dalam waktu yang
singkat dan menimbulkan keadaan klinis yang gawat. (14). Seberapa besar TD yang
dapat menyebabkan krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi
pada penderita yang sebelumnya nomortensi atau HT ringan/sedang. (10,11,13).
Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan HT, namu para kilinisi harus
tetap waspada akan kejadian krisis HT, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini
16

dapat membahayakan jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat.
Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosesur
diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis HT bersifat reversibel (6,7).
Dalam menanggulangi krisis HT dengan obat anti hipertensi, diperlukan pemahaman
mengenai autoregulasi TD dan aliran darah, pengobatan yang selektif dan terarah
terhadap masalah medis, yang menyertai, pengetahuan mengenai obat parenteral dan
oral anti hipertensi, variasi regimen pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan
yang memadai dan efek samping yang minimal. Dalam makalah ini akan dibahas
klasifikasi, aspek klinik, prosedur diagnostik dan pengobatan krisis hipertensi.

2. Definisi
Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistole 180 mmHg
dan/atau diastole 120 mmHg), pd penderita hipertensi, yg membutuhkan
penanggulangan atau penanganan segera.

3. Klasifikasi
a. Hipertensi emergensi
Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ target yang progresif. Di
perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam
dengan parenteral.
b. Hipertensi urgensi
Kenaikan TD mendadak yg tidak disertai kerusakan organ target. Penurunan
TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam. Dengan oral

17

4. Manisfestasi Klinis
a. Neurologi
Sakit kepala, hilang/ kabur penglihatan, kejang, defisit neurologis fokal,
gangguan kesadaran (somnolen, sopor, coma).
b. Mata
Funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil.
c. Kardiovaskular
Nyeri dada, edema paru.
d. Ginjal
Azotemia, proteinuria, oligouria.
e. Obstetri
Preklampsia dengan gejala berupa gangguan penglihatan, sakit kepala hebat,
kejang, nyeri abdomen kuadran atas, gagal jantung kongestif dan oliguri, serta
gangguan kesadaran/ gangguan serebrovaskuler.

5. Faktor Resiko
a. Penderita hipertensi yg tidak meminum obat atau minum obat anti hipertensi
b. Kehamilan
c. Penggunaan NAPZA
d. Penderita deng anrangsangan simpatis yg tinggi seperti luka bakar berat,
phaechromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskuler, trauma kepala.
e. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal

18

6. Pendekatan Awal

Anamnesis
Riayat hipertensi (awal hipertensi, jenis obat anti hipertensi, keteraturan
konsumsi

obat).

Ganguan

organ

(kardiovaskuler,

serebrovaskular,

serebrovaskular, renovaskular, dan organ lain).

Pemeriksaan fisik
Sesuai dengan organ target yang terkena.
Pengukuran TD di kedua lengan.
Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.
Auskultasi untuk mendengar ada/ tidak bruit.
Pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru.
Pemeriksaan neurologis umum
Pemeriksaan funduskopi

7. Pemeriksaan Laboratorium Awal

Pemeriksaan laboratorium awal: Urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula


darah dan elektrolit.

Pemeriksaan penunjang: ekg, foto toraks

Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan:

CT scan kepala,

ekokardiogram, ultrasonogram.

19

8. Penetapan Diagnosis
Walau biasanya pd krisis hipertensi ditemukan TD 180/120 mmHg perlu
diperhatikan kecepatan kenaikan TD tersebut dan derajat gangguan organ target yang
terjadi.
9. Tataklasana Krisis Hipertensi
Penatalaksanaan krisis hipertensi sebaiknya dilakukan di rumah sakit, namun dapat
dilaksanakan di tempat pelayanan primer sebagai pelayanan pendahuluan dengan
pemberian obat anti hipertensi oral.

10. Tatalaksana Krisis Emergenci


Harus dilakukan di RS dgn fasiltas pemantauan yg memadai. Pengobatan parenteral
diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin. TD harus diturunkan dalam
hitungan menit sampai jam dengan langkah sbb:
a. 5 menit s/d 120 menit pertama TD rata-rata (mean arterial blood pressure)
diturunkan 20- 25%.
b. 2 s/d 6 jam kemudian TD diturunkan sampai 160/100 mmHg.
c. 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak ada gejala
iskemia organ.
MAP : sistole + 2 x diastole
3

20

11. Obat obatan yang digunakan pada hipertensi Emergenci


a. Clonidin (catapres) IV (150 mcg/ampul)
1) Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan infus glucosa 5% 500cc
dan diberikan dengan mikrodrip 12 tetes/ menit, setiap 15 menit dapat
dinaikkan 4 tetes sampai TD yg diharapkan tercapai.
2) Bila TD target tercapai pasien diobservasi selama 4 jam kemudian
diganti dg tablet clonidin oral sesuai kebutuhan.
3) Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak,

tetapi diturunkan

perlahan-lahan oleh karena bahaya rebound phenomen, dimana TD


naik secara cepat bila obat dihentikan.

b. Diltiazem (Herbesser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul)


1) Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan
dg infus 50 mg/jam selama 20 menit.
2) Bila TD telah turun >20% dari awal, dosis diberikan 30 mg/jam
sampai target tercapai.
3) Diteruskan dg dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi 4 jam
kemudian diganti dg tablet oral.

c. Nicardipin (Perdipin) IV (12 mg dan 10 mg/ampul)


1) Nicardipin diberikan 10-30 mcg/kgBB bolus.
2) Bila TD tetap stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kgBB/menit sampai
target TD tercapai.
21

d. Labetalol (Normodyne) IV
Diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau dapat diberikan dalam
cairan infus dg dosis 2 mg menit.
e. Nitroprusside (Nitropress, Nipride) IV
Diberikan dlm cairan infus dg dosis 0,25-10.00 mcg/kg/menit.

22

Anda mungkin juga menyukai