Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Good governance merupakan sebuah inovasi dalam system tata kelola pemerintahan saat

ini. Menurut UNDP, Good Governance dimaknai sebagal praktek penerapan

kewenangan

pengelolaan berbagai urusan penyelelenggaraan negara secara politik, ekonomi, dan


administratif di semua tingkatan. Hal ini timbul sebagai dampak dari rasa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan yang ada. Selama ini pemimpin yang dipilih masyarakat
cenderung menyalahgunakan kekuasaannya dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Situasi dan kondisi semacam itu telah mendorong kesadaran masyarakat warga negara untuk
menciptakan sistem atau paradigma baru untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak
menyimpang dari tujuan mulianya.
Untuk penyelenggaraan good governance tersebut diperlukan adanya pembagian peran
yang jelas dari domain good governance yaitu Pemerintah, Sektor Swasta dan Masyarakat
(UNDP). Apabila selama ini sumber-sumber kewenangan berpusat hanya pada pemerintah
sebagai institusi tertinggi yang memiliki negara, maka secara bertahap perlu dilakukan transfer
kewenangan dan tanggung jawab kepada institusi di luar pemerintah pusat. Transfer kewenangan
dan tanggung jawab ini dilakukan dalam rangka desentralisasi.
Pada praktiknya, kebijakan desentralisasi di Indonesia telah berhasil dilaksanakan secara
baik oleh beberapa daerah. Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai Kota
Banjar, sebuah daerah yang baru 10 tahun berdiri namun telah berhasil meraih predikat good
governance, terutama dalam pelayanan publiknya. Penulis akan menjelaskan bagaimana
implementasi Good Governance di Kota Banjar.
1.2

Ruang Lingkup
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pengertian Good Governance


Prinsip-Prinsip Good Governance
Pengertian Otonomi Daerah
Latar Belakang Otonomi Daerah
Pelaksanaan Otonomi Daerah Yang Bertanggungjawab
Profil Kota Banjar
Visi Misi Kota Banjar
1

1.3

Rumusan masalah
1. Bagaimana implementasi good governance di Kota Banjar?
2. Apakah dengan implementasi good governance tersebut kota Banjar layak mendapat
predikat sebagai daerah yang berhasil melaksanakan good governance?

BAB II
KAJIAN TEORI
2

2.1

Pengertian Good Governance


Good Governance menurut Bank Dunia (World Bank) adalah cara kekuasaan

digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan
masyarakat. Menurut UNDP, Good Governance dimaknai sebagal praktek penerapan
kewenangan pengelolaan berbagai urusan penyelelenggaraan negara secara politik, ekonomi,
dan administratif di semua tingkatan. Dalam konsep ini, ada tiga pilar Good Governance yang
penting yaitu :
1) Economic governance (baca : kesejahteraan rakyat);
2) Political Governance (baca. proses pengambilan keputusan);
3) Administrative Governance (baca : tata laksana pelaksanaan kebijakan).
Dalam proses memaknai peran kunci stakeholders (pemangku kepentingan), mencakup 3
domain Good Governance, yaitu:
1) Pemerintah (peran : menciptakan iklim politik dan hukum yang kondusif),
2) Sektor swasta (Peran : menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan);
3) Masyarakat (peran: mendorong interaksi sosiai, ekonomi, politik dan mengajak
seluruh anggota masyarakat berpartisipasi).
Untuk penyelenggaraan good governance tersebut diperlukan adanya pembagian peran
yang jelas dari masing-masing domain. Apabila selama ini sumber-sumber kewenangan berpusat
hanya pada pemerintah sebagai institusi tertinggi yang memiliki negara, maka secara bertahap
perlu dilakukan transfer kewenangan dan tanggung jawab kepada institusi di luar pemerintah
pusat. Transfer kewenangan dan tanggung jawab ini dilakukan dalam rangka desentralisasi.
2.2

Prinsip-Prinsip Good Governance


Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di

dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu
pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai apabila ia telah bersinggungan dengan
semua unsur prinsip-prinsip good governance.
1. Partisipasi Masyarakat
3

Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan
mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di

dalamnya

hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.


3. Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan,
lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan
informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua

pihak

yang berkepentingan.
5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi
terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompokkelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan
kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga
masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8. Akuntabilitas
4

Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat


bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan.
9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata
pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang
dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi
perspektif tersebut.
Selain 9 prinsip yang telah diuraikan di atas, terdapat 14 prinsip yang dapat melengkapi wacana
good governance, yaitu:
1. Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi strategis)
2.

Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan)

3. Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat

4. Tata pemerintahan yang bertanggung jawab/ bertanggung gugat (akuntabel)


5. Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum
6. Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus
7. Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi
8. Tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif)
9.

Tata pemerintahan yang menggunakan struktur & sumber daya secara


efisien & efektif.

10. Tata pemerintahan yang terdesentralisasi

11. Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat.
5

12. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan

13. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup


14. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar
Prinsip-prinsip Good Governance sebagaimana tersebut diatas hanya bermakna bila
keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil


Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
Menyediakan public service yang efektif dan accountable
Menegakkan HAM
Melindungi lingkungan hidup
Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik

2. Sektor Swasta
Menjalankan industri
Menciptakan lapangan kerja
Menyediakan insentif bagi karyawan
Meningkatkan standar hidup masyarakat
Memelihara lingkungan hidup
Menaati peraturan
Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
3. Masyarakat Madani
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.3

Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi


Mempengaruhi kebijakan publik
Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerinta
Mengembangkan SDM
Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat
Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah, sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 22 tahun 1999, adalah


kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dan titik berat otonomi diletakkan di daerah tingkat II seperti telah ditegaskan
dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1974. Secara filosofis, landasan yang mendasari pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah bahwa otonomi dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan
publik, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian kewenangan yang lebih
besar kepada daerah. Melalui kewenangan ini, diharapkan akan tumbuh prakarsa atau inisiatif
dan kreativitas daerah untuk mendayagunakan potensi setempat, dan menjadi semakin responsif
terhadap permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Dengan kata lain, melalui
pelaksanaan otonomi daerah ini, pemerintahan daerah diharapkan akan semakin mampu bekerja
secara efektif dan efisien dalam melayani dan merespon segala tuntutan masyarakat, dan dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada.
Ada beberapa hal pokok yang perlu digarisbawahi terkait pelaksanaan otonomi daerah:
1. Yang lebih ditekankan dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah desentralisasi politik.
adanya transfer otoritas pembuatan keputusan kepada daerah, kepada kelompokkelompok yang sebelumnya tidak terwakili. Tujuannya adalah memberikan keleluasaan
yang lebih besar kepada warga negara atau para wakil yang duduk di lembaga perwakilan
dalam proses pembuatan keputusan publik.
2. keterlibatan masyarakat (daerah) dalam proses pembangunan sebagai konsekuensi yang
paling penting sebagai akibat pelaksanaan desentralisasi politik.
3. perbaikan pelayanan birokrasi daerah melalui penciptaan lembaga birokrasi yang lebih
responsif.
4. dalam skala yang lebih luas, pelaksanaan otonomi daerah ini ditujukan untuk merangsang
daerah-daerah agar mengembangkan potensi yang dimiliki guna menopang pembangunan
daerahnya masing-masing.
2.4

Latar Belakang Otonomi Daerah


Otonomi daerah muncul sebagai Strategi yang diterapkan sebagai counter terhadap

terjadinya krisis ekonomi dan kepercayaan yang kemudian berimbas pada pergantian kekuasaan
politik di Indonesia pada tahun 1998 (dari pemerintahan orde baru ke pemerintahan orde
reformasi).
7

Lembaga kajian ekonomi Econit Advisory Group, menyebutkan setidaknya terdapat lima
kesenjangan yang sangat kronis, yaitu :
1. Kesenjangan pendapatan antar daerah yang besar.
2. Kesenjangan investasi antar daerah yang besar. Kebijakan investasi dan birokrasi yang
terpusat selama 32 tahun, menghambat perkembangan investasi daerah. Kegiatan
investasi daerah hanya terkonsentrasi di pulau jawa.
3. Pemusatan industri di pulau Jawa.
4. Pendapatan daerah dikuasai pusat. Sentralisasi pusat sangat menguasai pendapatan
daerah. Dengan demikian daerah sangat tergantung dengan alokasi bantuan dari pusat.
5. Net negatif transfer yang besar. Salah satu yang mendorong melebarnya kesenjangan
regional adanya ketimpangan dalam alokasi kredit dalam pengembangan ekonomi.
Berbagai faktor ini hanya merupakan sebagian dari penyebab perlu dilakukannya
desentralisasi. Selain faktor tersebut masih ada faktor lain, misalnya daerah yang memiliki
kekayaan alam tidak dapat menikmati hasil dari kekayaan alamnya karena seluruhnya dikelola
pemerintah pusat. Hal itu semakin memperkuat alasan untuk dilakukannya perubahan hubungan
pusat-daerah.
2.5

Pelaksanaan Otonomi Daerah Yang Bertanggungjawab


Menurut Syaukani HR penyelenggaraan otonomi daerah harus dilakukan secara

bertanggung jawab. Artinya adalah otonomi yang disertai dengan pertanggungjawaban daerah
sebagai konsekuensi dari pemberian kewenangan dan hak yang lebih luas kepada daerah.
Pemberian otonomi akan dibarengi dengan kewajiban pemerintah daerah untuk menanggung
segala akibat yang ditimbulkan oleh pemberian otonomi. Lebih-lebih pertanggungjawaban kepala
daerah terhadap rakyatnya dengan memakai logika pemilihan langsung kepala daerah seperti
yang selama ini dilaksanakan. Namun hal ini masih jarang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
memberikan laporan pertanggungjawaban publik tahunan kepada masyarakat. Padahal mestinya
sangat penting dilakukan, mengingat pembangunan merupakan bagian penting yang harus diikuti
oleh warga masyarakat, bahwak kedaulatan berada di tangan rakyat. Artinya memang masyarakat
diberikan kewenangan untuk mengetahui, mengkritisi, dan memberikan masukan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah agar dapat berjalan sesuai dengan aspirasi masyarakat.
2.6

Profil Kota Banjar


8

Pembentukan Kota Banjar sebagai daerah otonom baru yang terpisah dari daerah induk
Kabupaten Ciamis berdasarkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2002 Tentang Pembentukan
Kota Banjar di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan di Kota Banjar sejak diresmikan pada tanggal
21 Februari 2003 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan yang
belum terselesaikan, namun juga untuk mengantisipasi perubahan yang muncul di masa yang
akan datang.
Posisi Kota Banjar yang strategis sebagai pintu gerbang Jawa Barat di sebelah Selatan,
berbatasan dengan Jawa Tengah serta berada pada lintas selatan yang menghubungkan Jakarta
Bandung-Banjar dan kota-kota besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan kondisi yang
harus dimanfaatkan seoptimal mungkin, dalam hal ini Kota Banjar harus berperan sebagai kota
transit yang dapat mendorong Kota Banjar sebagai kota perdagangan, jasa dan industri.
Sementara itu, mayoritas kegiatan perekonomian di Kota Banjar saat ini adalah kegiatan
ekonomi berbasis pertanian, seperti perkebunan, peternakan, perikanan, dan lainnya. Kegiatan
tersebut dapat dikembangkan lebih luas di masa depan, dan menjadi basis ekonomi kota yang
kuat. Sebagai agropolitan, kegiatan perekonomian Kota Banjar juga berpeluang dikembangkan
lebih luas ke bidang bisnis berbasis pertanian (agrobisnis), seperti agroindustri, jasa-jasa
pertanian, agrowisata, serta koleksi dan distribusi produk-produk pertanian. Pengembangan
kegiatan pertanian sebagai basis ekonomi dapat menjadikan Kota Banjar menjadi pusat ekonomi
wilayah Priangan Timur dengan tetap mempertahankan kultur gotong royong dan partisipasi
masarakat tetapi disisi lain dapat memodernkan diri namun tetap memelihara keasrian dan
keseimbangan ekosistem.
2.7

Visi Misi Kota Banjar


Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan dan peluang yang

ada di Kota Banjar serta mempertimbangkan budaya yang hidup dalam masyarakat, maka visi
Pemerintah Kota Banjar tahun 2009 2013 yang hendak dicapai adalah :
Dengan Iman dan Taqwa kita wujudkan Banjar Menuju Kota Agropolitan Termaju
di Priangan Timur Jawa Barat
Masyarakat Kota Banjar adalah masyarakat yang beriman dan bertaqwa dengan mayoritas
bermata pencaharian sebagai petani dan pedagang serta bidang jasa. Pengembangan bidang
pertanian, perdagangan dan jasa sebagai basis ekonomi dapat menjadikan Kota Banjar sebagai
9

pusat pengembangan ekonomi di Wilayah Priangan Timur. Memperhatikan visi tersebut serta
perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang, harus melalui
upaya-upaya yang lebih keras, cerdas dan terarah namun tetap ramah dalam meningkatkan
akselerasi pembangunan dan pemberdayaan guna tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat.
Pengertian dan makna visi Kota Banjar tersebut adalah sebagai berikut :
Iman dan Takwa yang dimaksud adalah kondisi dimana masyarakat Kota Banjar memiliki ciriciri orang yang beriman dan bertakwa, taat terhadap agama, hukum dan aturan-aturan yang
ditetapkan sehingga toleransi antar dan antara umat beragama, penghormatan terhadap martabat
kemanusiaan (HAM) terwujud.
Kota Agropolitan yang dimaksud adalah Kota Banjar juga berpeluang dikembangkan lebih luas
ke bidang bisnis berbasis pertanian (agrobisnis). Dengan berbagai indikator agropolitan seperti
Banjar menjadi kota agroindustri, jasa-jasa pertanian dan agrowisata, menjadi pusat distribusi
produk-produk pertanian, ditambah pula sebagai kota jasa dan perdagangan memanfaatkan letak
strategis geografis Kota Banjar, berbagai indikator tersebut secara bersama-sama dan saling
melengkapi akan mewujudkan Banjar Agropolitan.
Termaju di Priangan Timur yang dimaksud adalah perekonomian kota agribisnis yang berdaya
saing bagi Kota Banjar dimungkinkan, mengingat kota Banjar memiliki keunggulan sebagai kota
pusat distribusi produk pertanian serta tata letak geografis sebagai kota transit perdagangan antar
kabupaten dan provinsi, dibandingkan dengan kabupaten/kota lain yang ada di Priangan Timur.
Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan dapat mendorong efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, ditetapkan misi Kota Banjar, yang didalamnya
mengandung gambaran tujuan serta sasaran yang ingin dicapai.
Misi :
Untuk merealisasikan visi yang telah ditetapkan (2009-2013) yang bertumpu pada potensi
sumberdaya dan kemampuan yang dimiliki serta ditunjang dengan semangat kebersamaan,
tanggung jawab yang optimal dan proposional dari seluruh pemangku kepentingan kota, maka
misi yang akan dilaksanakan beserta arah pembangunan, strategi dan indikator kinerja 5 (lima)
tahun mendatang ditetapkan 4 (empat) misi yaitu:
1. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
10

Sumber Daya Manusia yang agamis, berbudi luhur, berpendidikan dan berperilaku hidup
sehat merupakan cerminan kehidupan sehari-hari Kota Banjar yang bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berakhlak mulia. Hal itu ditujukan dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
tinggi.
Dengan menekankan perhatian terhadap pendidikan dan kesehatan, maka diharapkan
dapat memberikan dampak produktivitas masyarakat Kota Banjar menjadi masyarakat yang mau
berpartisipasi, bekerja sama dan menjaga keharmonisan dan mampu memanfaatkan segala
potensi menuju kota agropolitan termaju di Wilayah Priangan Timur Jawa Barat.
2. Meningkatkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Perkembangan perekonomian Kota Banjar yang berdaya saing dimungkinkan, mengingat
keunggulan ekonomi kota terletak di sektor jasa khususnya jasa distribusi dan jasa kota transit
(untuk orang dan barang), dengan tambahan faktor networking akan mampu menghasilkan
bentukan nilai tambah ekonomi yang besar. Networking yang dimaksudkan terutama untuk
memanfaatkan potensi ekonomi daerah sekitar untuk memproduksi barang dan jasa lain yang
nilai tambahnya meresap di Kota Banjar ditambah kebijakan ekonomi diarahkan pada
pemberdayaan dan penguatan ekonomi masyarakat pedesaan dengan prinsip keadilan dimana
pemerintah memperlakukan setiap pelaku ekonomi dan pelaku usaha baik besar maupun kecil
pada posisi yang sama.
3. Meningkatkan Kesadaran dan Kepatuhan Terhadap Hukum
Pembangunan bidang hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
penyelenggaraan good and clean governance. Oleh karena itu, pembangunan bidang hukum
merupakan salah satu kebijakan pembangunan untuk mewujudkan pemantapan kinerja
pemerintah daerah.
Perbedaan pemahaman terhadap keanekaragaman budaya, kondisi sosial, kesenjangan
kesejahteraan, tingkat kemiskinan dan kepadatan penduduk serta ancaman lain berupa
perkembangan miras dan narkoba, prostitusi, perjudian, premanisme dan ancaman dari luar
merupakan faktor korelatif timbulnya gangguan ketertiban dan ketentraman yang dapat diredam
oleh sikap, perilaku dan tindakan masyarakat yang patuh dan disiplin terhadap hokum
4. Meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan secara Profesional untuk Menjamin
terciptanya Good Governance

11

Pemberdayaan aparatur pemerintah dikembangkan dalam rangka peningkatan kompetensi


dan profesionalismenya sehingga dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang
didukung dari aspek kebijakan, renumerasi, standard pelayanan minimal bagi terciptanya
organisasi yang efektif, efisien, rasional dan proporsional sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan daerah.
Sedangkan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya perwujudan iklim demokrasi dan
peningkatan akses masyarakat terhadap berbagai formasi penyelenggaraan pemerintahan dalam
rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan serta pengawasan dan
pengendalian pembangunan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Kebijakan Umum Kota Banjar


12

Pertama, kebijakan yang berhubungan dengan keberpihakan kepada masyarakat,


diarahkan pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meliputi pendidikan,
kesehatan, daya beli dan kemudahan pelayanan kepada masyarakat. Di bidang pendidikan,
Pemerintah Kota Banjar memiliki komitmen dalam meningkatkan angka partisipasi murni, melek
huruf dan peningkatan mutu pendidikan melalui pembebasan biaya pendidikan mulai dari tingkat
SD sampai SMP dan bantuan beasiswa yang terancam Drop Out mulai dari tingkat SD, SMP,
SMA/SMK. Beasiswa juga diberikan kepada pelajar dan mahasiswa yang berprestasi dan kepada
tutor PAUD diberikan insentif Rp.100.000/orang dari sekitar 250 PAUD yang ada. Sedangkan
insentif untuk tenaga pendidik diberikan sekitar Rp.500.000/bulan.
Sementara di bidang kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, berbagai insentif yang berikan Pemerintah Kota Banjar dalam rangka meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dilaksanakan melalui pembebasan biaya berobat ke puskesmas,
RSUD di kelas III dan di RS. Hasan Sadikin bagi masyarakat keluarga miskin yang belum
mempunyai askes sejak tahun 2005 dan tentunya dengan tidak melupakan pemberian tunjangan
untuk tenaga medis dan paramedis. Sedangkan untuk meningkatkan angka harapan hidup,
menurunkan angka kematian bayi dan ibu diantaranya dilaksanakan melalui pembentukan desa
dan dusun siaga, intervensi terhadap gizi buruk, pembangunan pos kesehatan di seluruh
desa/kelurahan dan pemberdayaan posyandu termasuk insentif kader posyandu mulai dari
Rp.50.000 sampai Rp.100.000/orang/bulan.
Disamping intervensi terhadap bidang pendidikan dan kesehatan tersebut, peningkatan
daya beli merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam peningkatan Indeks Pembangunan
Manusia, untuk itu berbagai upaya dilakukan untuk mendongkrak daya beli masyarakat Kota
Banjar diantaranya dengan pemberian bantuan permodalan untuk home industry seperti pengrajin
bata, makan

an olahan, kerajinan bambu dan kayu, konveksi dan bordir, industri gula kelapa

dan lain-lain serta fasilitasi perijinan.


Kedua, kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan infrastruktur pemerintahan.
Tidak dapat dipungkiri, di lima tahun pertama pemerintahan Kota Banjar difokuskan pada
pembangunan infrastruktur pemerintahan seperti gedung-gedung perkantoran yang baru, polres,
samsat dan lain-lain. Hal ini untuk menunjang pelayanan kepada masyarakat dengan adanya
sarana dan prasarana pemerintahan.
13

Ketiga, kebijakan yang berhubungan dengan penataan kota. Disamping melengkapi


sarana prasarana pemerintahan, di lima tahun pertama pemerintahan Kota Banjar juga difokuskan
pada penciptaan keramaian kota yang dilaksanakan melalui pembangunan infrastruktur kotanya
yang ditunjang oleh pendirian berbagai kelengkapan fasilitas sosial dan umum, peningkatan jalan
dari kondisi awal lapisan penetrasi menjadi lapisan hotmix dan pembangunan jembatan-jembatan
penghubung dengan dilengkapi oleh serta penataan dan pembangunan objek wisata baru seperti
sarana rekreasi waterpark yang dilengkapi dengan penataan sungai citanduy sebagai salah satu
upaya untuk menciptakan ruang publik di Kota Banjar kemudian ditunjang dengan sarana Hotel
yang memadai dan tempat tempat hiburan.
dan keempat, Kebijakan yang berhubungan dengan penguatan & pemberdayaan
desa/kelurahan. Melalui APBD tahun 2009

diberikan bantuan keuangan kepada desa sebesar

Rp.1.300.000.000,- per desa terdiri dari Penguatan ekonomi pedesaan melalui usaha ekonomi
produktif masyarakat

melalui bantuan permodalan terhadap pengusaha ekonomi kecil

menengah Rp.500.000.000/desa; Pemberdayaan

masyarakat

miskin

dan

pengangguran

melalui program pembangunan pola padat karya sebesar Rp.250.000.000/desa. Pembangunan


infrastruktur pedesaan sebesar Rp.500.000.000/desa.

3.2

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Banjar


Salah satu indikator yang paling menentukan keberhasilan pelayanan public adalah IPM

(Indeks Pembangunan Manusia). Berikut ini penulis sajikan gambaran mengenai IPM kota
Banjar periode 2006-2010

14

Grafik 4.1
Perkembangan IPM Kota Banjar tahun 2006-2010

Jika memperhatikan laju perkembangan IPM-nya, selama periode 2005-2010 laju


perkembangan IPM Kota Banjar relatif berfluktuasi, dimana pada periode 2005-2006 laju
peningkatannya sebesar 2,44 poin, mengalami penurunan tajam pada periode 2006-2007 yaitu
15

turun sebesar 0,28 poin. Selanjutnya pada periode 2007-2008 memgalami peningkatan sedikit
sebesar 1,04 poin. Sedangkan pada periode 2008-2009, IPM Kota Banjar kembali kebali turun
0,03 poin, dan pada tahun 2009-2010 mengalami perlambatan 0,59 poin. Kondisi ini
menunjukkan bahwa upaya-upaya yang beriorientasi langsung pada pencapaian IPM mampu
menggerakkan laju peningkatan IPM Kota Banjar.

Grafik 4.2
Laju Pertumbuhan IPM Kota Banjar periode 2005-2010

Walaupun demikian, mesti disadari semua pihak bahwa meningkatkan IPM mestinya
tidak selalu tugas pemerintah. Perlu peran serta yang nyata dari segenap komponen masyarakat
Kota Banjar, dan harus ada optimalisasi dan kesamaan pola dan sasaran pembangunan manusia,
yang melibatkan semua pihak, pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat.

3.3

Perkembangan Indikator Penunjang IPM Kota Banjar


Kota Banjar yang merupakan daerah yang baru mulai membangun, memerlukan

kebijakan-kebijakan pemerintah yang tepat agar pembangunan yang lebih baik untuk
16

meningkatkan pembangunan manusia bisa lebih berguna, dimana dalam hal ini pemerintah harus
semaksimal mungkin bisa menempatkan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan dan bukan
sebagai alat dalam pembangunan.
Salah satu indikator yang menunjukkan pencapaian keberhasilan pembangunan sumber
daya manusia melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dimana dalam indikator IPM
memperhatikan rata-rata indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks daya beli. Pergerakan
pencapaian laju IPM Kota Banjar yang begitu dinamis, bahkan cenderung fluktuatif, dipengaruhi
laju indeks pendidikan dan indeks daya beli yang agak melambat, sedangkan indeks kesehatan
pergerakan lebih cepat dibanding kedua indeks tersebut.
Pencapaian angka IPM Kota Banjar yang terus membaik, didukung dengan peningkatan
nilai komponen dari IPM. Komponen yang menjadi dasar penghitungan IPM seperti angka
harapan hidup, melek huruf, dan pengeluaran riil per kapita yang semuanya relatif membaik.
Pada tahun 2009 indeks kesehatan (angka harapan hidup) dari 76,19 menjadi 76,38 di tahun
2010. Untuk indeks daya beli dari 62,96 tahun 2009 menjadi 63,72 pada 2010. Sedangkan pada
indeks pendidikan pergerakan tidak terlalu signifikan yaitu dari 83,60 tahun 2009, meningkat
0,08 pada 2010 menjadi 83,68.
Peningkatan yang tidak terlalu besar pada indeks pendidikan, mungkin dipengaruhi
sedikit penurunan terhadap fokus sasaran kegiatan pemberantasan buta huruf beberapa tahun
terakhir. Sedangkan upaya peningkatan rata-rata lama sekolah, sangat terbantu dengan kebijakan
pemerintah pusat melalui program bantuan operasional sekolah (BOS), serta revitalisasi gedunggedung sekolah walaupun dampaknya belum begitu dirasakan untuk saat ini. Oleh karena itu,
untuk lebih memajukan pembangunan pendidikan masyarakat Kota Banjar, utamanya
meningkatkan

kemajuan rata-rata lama sekolah, pemerintah kota dan provinsi tidak perlu

bersama-sama mengambil beban tugas yang serupa dan fokus di pendidikan formal, tetapi upayaupaya lain yang justru kurang mendapat intervensi program yang besar, seperti pendidikan luar
sekolah selayaknya dapat dilirik menjadi program unggulan daerah.
Peningkatan indeks kesehatan sedkit lebih baik pertumbuhannya dibanding indeks
pendidikan. Tampaknya kemajuan indeks kesehatan yang cukuf fluktuatif mampu mendorong
perkembangan pencapaian IPM Kota Banjar. Adanya keberpihakan yang nyata dari pemerintah
kota dengan terus bertambahnya alokasi anggaran bidang kesehatan, dan pemanfaatannya
17

diarahkan pada kebutuhan masyarakat secara luas, terutama rumahtangga miskin seperti:
kebijakan retribusi pelayanan kesehatan dasar gratis di puskesmas, program perbaikan gizi
masyarakat, peningkatan layanan kesehatan keluarga dan masyarakat, Jaring Pengaman Sosial
(JPS) bidang pelayanan kesehatan dasar, peningkatan pelayanan lingkungan sehat, peningkatan
sarana air bersih, peningkatan promosi kesehatan, dan perbaikan kualitas air dan lingkungan
mampu mendorong peningkatan indeks kesehatan yang cukup berarti. Akan tetapi, belum
bertumbuh kembangnya kesadaran akan pentingnya kesehatan individu dan keluarga di sebagian
masyarakat, utamanya pada masyarakat di lingkungan perdesaan, menyebabkan tugas pemerintah
di bidang kesehatan di masa mendatang masih cukup berat. Kondisi tersebut tentunya
membutuhkan jalinan sinergitas antar berbagai sektor di bidang kesehatan dan keberpihakan yang
nyata dari pemerintah dengan mengalokasikan anggaran untuk bidang kesehatan sesuai
kebutuhan. Di samping itu, peran serta masyarakat dalam melakukan perubahan fundamental
pada sikap/perilaku hidup sehat, menjadikan berbagai upaya penanganan kesehatan masyarakat
akan berjalan lebih optimal dengan ditunjukkan oleh meningkatnya angka harapan hidup dan
terus menurunnya angka kematian bayi secara signifikan.
Sebagai salah satu komponen dalam indikator IPM, daya beli merupakan indikator yang
paling sensitif terhadap perubahan yang terjadi. Setiap perubahan kebijakan makro nasional
ternyata berdampak terhadap ketatnya perkembangan daya beli masyarakat, kondisi eksternal
seperti kebijakan fiskal, moneter serta inflasi (naik turunnya harga barang dan jasa), merupakan
faktor yang mempengaruhi terhadap naik turunnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu perlu
ditingkatkan kinerja pembangunan guna meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor
perekonomian terutama yang berbasis ekonomi kerakyatan.
Dengan membaiknya fundamental ekonomi makro yang bisa dilihat dari perkembangan
laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Banjar yang terus bergerak dinamis, cukup dapat
meyakinkan berbagai kalangan bahwa perekonomian Kota Banjar dapat segera bangkit setelah
mendapat tekanan kuat akibat dampak krisis ekonomi beberapa tahun lalu. Ketika krisis ekonomi
masih terjadi, kemampuan daya beli sebagian besar masyarakat Kota Banjar relatif cukup
tertekan, bahkan cenderung terjun bebas. Dengan relatif stabilnya kondisi perekonomian dewasa
ini ternyata berpengaruh cukup baik terhadap kenaikan pada komponen kemampuan daya beli
(PPP) masyarakat selama periode tahun 2005 2010.

18

Walaupun terlihat adanya perubahan dengan terus membaiknya kemampuan daya beli,
adanya fluktuasi kondisi ekonomi makro baik nasional maupun regional, seperti laju inflasi dan
investasi yang tak kunjung membaik dapat menyebabkan terus tertekannya kemajuan daya beli
masyarakat. Pemerintah kota harus terus mewaspadai dan tetap bercermin dari kejadian di masa
puncak krisis ekonomi, bahwa perubahan kebijakan di sektor ekonomi yang cenderung mendapat
respon negatif dari masyarakat, seperti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan ongkos
tansportasi ternyata ikut pula mempengaruhi kemampuan daya beli di masyarakat dalam jangka
panjang. Karena pada umumnya setiap kenaikan pada dua sektor tersebut langsung diikuti oleh
kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok/dasar. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah yang
kondusif dari pemerintah agar setiap kebijakan yang diambil tetap mengedepankan kepentingan
masyarakat secara luas.
Salah satu upaya penting diantaranya adalah terus melakukan optimalisasi pengembangan
produk industri kecil dan menengah sehingga mampu memenuhi kebutuhan lokal dan tidak
bergantung pada komoditas dari luar daerah. Sering tersendatnya pasokan kebutuhan pokok
akibat ganggungan alur distribusi (karena banjir, dan bencana alam lainnya), menyebabkan hargaharga komoditas barang dari luar daerah seringkali melonjak. Kondisi ini cukup meresahkan
masyarakat dan tentunya berpengaruh pada tertekannya kemampuan daya beli. Oleh karena itu,
peran nyata pemerintah sangat diperlukan, sebagai fasilitator dan regulator usaha, pemerintah
harus mampu menjembatani produktivitas pelaku usaha lokal dengan pangsa pasar yang tersedia.
Di samping itu, upaya memberi perlindungan dan kenyamanan usaha bagi investor (pemilik
modal), dengan memangkas jalur perizinan dan menghindari pungutan yang tidak perlu akan
menjamin aktivitas ekonomi dapat bergerak lebih dinamis.

19

3.4

Grafik 4.3
IPM Kota Banjar dan komponennya 2005-2010
Implementasi Good Governance di Kota Banjar
Dalam menerapkan good governance di suatu daerah, setidaknya daerah tersebut harus

berhasil menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam pemerintahannya. Di kota banjar,


penerapan prinsip tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
1. Partisipasi Masyarakat
Walikota Banjar telah menekankan kepada setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD),
supaya mengakomodir usulan dari hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
tingkat Kecamatan (bottom up planning). Kemudian hasil musrenbang tersebut disampaikan
dalam Forum Gabungan OPD, yang mempunyai kedudukan dan fungsi mensinergikan prioritas
program dan kegiatan pembangunan dari hasil musrenbang kecamatan dengan Renja OPD, atau
sarana mempertemukan top down planning dan bottom up planning.
2. Tegaknya Supremasi Hukum

20

Tidak banyak kasus hukum yang menyita perhatian selama 10 tahun berdirinya kota Banjar.
Supremasi hukum juga dapat dikatakan telah ditegakkan karena proses hukum berlaku untuk
semua kalangan, termasuk wakil ketua DPRD kota banjar yang terkena kasus penganiAyaan yang
dilakukannya terhadap Juhandi, pengurus PAC Partai Demokrat Kecamatan Pataruman.
Meskipun begitu, banjar tidak luput dari isu korupsi, misalnya kasus dugaan korupsi tanah
lapang Banjar Bhakti dan Banjar Waterpark. Namun kedua kasus tersebut saat ini masih
menjalani proses hukum.
3. Transparansi
Sejauh ini pemerintah kota banjar sangat transparan mengenai informasi yang terkait
dengan

pemerintah.

Warga

dapat

mengakses

informasi

tersebut

melalui

website

http://www.banjar-jabar.go.id dan disana warga bisa mendapatkan berbagai informasi yang


dibutuhkan secara lengkap.
4. Peduli pada Stakeholder
Untuk masyarakat, Kota Banjar telah menerapkan anggaran pro rakyat dimana pelayanan
publik dan kesejahteraan rakyat menjadi tujuan utama pemerintah. Untuk pengusaha swasta, kecil
dan menengah Salah satu upaya penting diantaranya adalah terus melakukan optimalisasi
pengembangan produk industri kecil dan menengah sehingga mampu memenuhi kebutuhan lokal
dan tidak bergantung pada komoditas dari luar daerah.

5. Berorientasi pada Konsensus


Di kota Banjar, banyak forum warga atau forum masyarakat yang dapat menampung
aspirasi masyarakat untu kemudian disampaikan dalam musrenbang bersama pemerintah yang
dilaksanakan secara berkesinambungan. Forum tersebut seperti Forum Masyarakat Peduli
Kesehatan (FMPK) untuk isu kesehatan, Forum Peduli Banjar Sehat (FPBS) untuk isu kebersihan
dan tata ruang kota, LSM Gempur, Forum Sarjana Pendamping untuk pengalokasian ADD, serta
Forum Desa Siaga dan Kader Desa Siaga untuk isu pemberdayaan perempuan dan anak.
6. Kesetaraan
21

Di bidang kesehatan, sejak tahun 2004, Kota Banjar telah membebaskan biaya berobat
bagi keluarga tidak mampu. Kini, sekitar 25 persen dari total penduduk sekitar 200 ribu jiwa bisa
bebas biaya pengobatan di puskesmas dan kelas tiga Rumah Sakit Umum Daerah Banjar.
Di bidang pendidikan, Sejak tahun 2005, jauh sebelum ada kebijakan nasional BOS
(Bantuan Operasional Sekolah), Banjar sudah memberikan kemudahan akses pendidikan bagi
warga miskin. Kebijakan ini mereka sebut sebagai Angka Prediksi Drop Out (DO).
Melalui kebijakan ini, Pemerintah Kota Banjar mewajibkan kepala sekolah di SD dan
SMP memprediksi anak-anak yang potensial tidak bisa melanjutkan sekolah karena kekurangan
biaya. Anak-anak SD yang diprediksi tidak bisa melanjutkan ke SMP diberikan bantuan sebesar
250 ribu per bulan, dan dari SMP ke SMA sebesar 750 ribu per bulan. Hingga tahun 2012,
pemerintah kota sudah membiayai 5500 orang anak prediksi DO SMP, dan 3000 anak prediksi
DO SMA. Sementara untuk akses pendidikan tinggi, setiap tahun Banjar membiayai sebanyak 20
anak dari keluarga miskin yang punya nilai terbaik di SMA untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi.
Pemerintah kota juga memberikan tunjangan kepada 1600 guru sebesar 500 ribu per
bulan. Dulu hanya ada 1 SMK dan 1 SMA, sekarang kota Banjar telah memiliki 3 SMA dan 4
SMK. Terobosan program pemberian akses pendidikan bagi warga miskin ini diganjar dengan
penghargaan dari Kementerian Pendidikan Nasional. Pada tahun 2008, Kota Banjar dinilai
berhasil tuntas wajib belajar pendidikan nasional sembilan tahun dengan angka partisipasi kasar
sebesar 118,24 persen.

7. Efektifitas dan Efisiensi


Di bidang tata kelola pemerintahan desa, Banjar melesat meninggalkan daerah-daerah
lain. Ketika banyak pemerintah daerah masih menganggap sebelah mata desa dan kelurahan,
Banjar sudah mencanangkan visi desa kuat adalah basis bagi kota yang kuat.
Selama 2007-2009, pemerintah kota memberikan bantuan keuangan desa sebesar lebih
dari 1 milyar per desa per tahun. Karena ada Permendagri No. 37 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa, kebijakan ini kemudian saya hentikan dan diganti dengan Alokasi
Dana Desa (ADD), tutur Herman. Penghentian bantuan keuangan desa tersebut tak lantas
22

menyurutkan perhatian Herman kepada ide penguatan desa dan kelurahan. Dalam praktek,
besarnya Alokasi Dana Desa yang digelontorkan tetap tidak kurang dari 1 milyar rupiah.
Mengingat belum memadainya pemerintah desa mengelola keuangan, pemerintah kota
menyalurkan ADD melalui BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) dan Koperasi di kelurahan.
BUMDES dan Koperasi ini dikelola oleh tenaga profesional. Tidak hanya dipakai untuk
membiayai pembangunan desa, sebagian ADD juga digunakan untuk membiayai usaha-usaha
ekonomi produktif yang dikelola masyarakat dengan skim revolving fund. Dengan skim ini,
setiap BUMDES dan koperasi sekarang sudah punya uang 1.150.000.000. Setiap tahun
pemerintah desa mendapatkan tambahan penghasilan sebesar 100 juta dari keuntungan BUMDES
dan koperasi, lanjut Herman.
Di bidang ekonomi kerakyatan, Kota Banjar juga menggenjot partisipasi warganya
melalui Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (PUP2K), yang melibatkan 26 desa
dan kelurahan. Setiap desa mendapatkan dana Rp 5 juta per tahun. Dana itu menjadi modal usaha
bagi pengembangan warga desa, seperti usaha kecil menegah dan pertanian.
Ada juga program Koperasi Jemaah Masjid (Kopjamas) yang melibatkan 360 masjid
dengan peserta aktif lebih dari 1.000 orang. Setiap masjid diberikan dana stimulan Rp 10 juta.
Dana itu diserahkan secara mandiri pada pengurus masjid untuk modal para jemaahnya.
Peningkatan daya beli masyarakat juga disuntik dana senilai Rp 2 miliar untuk pengadaan
100 sapi, 100 kambing, dan 100 ekor domba pada 26 desa. Tahun 2011, program ini akan
ditambah 100 ekor sapi senilai Rp 900 juta. Hewan itu nantinya bisa dijadikan sumber nafkah
tambahan masyarakat.
Di bidang ketahanan pangan, Banjar sudah memperbarui sistem produksi, distribusi, dan
konsumsi pangan. Perbaikan sistem produksi pangan dilakukan dengan mengubah sawah non
teknis menjadi sawah teknis. Dengan dukungan air melimpah dari Sungai Citanduy, saluran
irigasi teknis, dan pembangunan beberapa danau, produksi padi dan bahan pangan di Banjar bisa
dipertahankan kestabilannya. Sawah-sawah baru juga dicetak di banyak tempat.
Khusus ketersediaan pangan bagi warga miskin, pemerintah Kota Banjar sudah
menandatangani kesepakatan bersama dengan BULOG. Pemerintah Kota Banjar menyimpan
uang di BULOG sebesar 200-400 juta untuk menalangi pembayaran RASKIN. Dengan cara ini
masyarakat miskin dapat menerima RASKIN tepat waktu.
23

8. Akuntabilitas
Pada 2011, pemerintah kota banjar telah menandatangani MoU dengan BPKP (Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dengan ruang lingkup berupa asistensi atas
pemanfaatan anggaran daerah dan menjalankan peraturan yang terkait

dengan pengelolaan

keuangan daerah yang meliputi kegiatan pengelolaan keuangan daerah, pengembangan dan
penyelenggaraan SAKD, SIMDA, AKIP, SPIP, optimalisasi PAD, asistensi PPKBLUD, asistensi
jasa manajemen perusahaan daerah, dan asistensi bidang keinvestigasian. Selama ini kota Banjar
sudah cukup mampu menunjukkan akuntabilitasnya terbukti dengan anugerah Opini Wajar Tanpa
Pengecualian dalam audit laporan keuangan pada tahun 2007.
9. Visi Strategis
Dengan Iman dan Taqwa kita wujudkan Banjar Menuju Kota Agropolitan Termaju
di Priangan Timur Jawa Barat
Masyarakat Kota Banjar adalah masyarakat yang beriman dan bertaqwa dengan mayoritas
bermata pencaharian sebagai petani dan pedagang serta bidang jasa. Pengembangan bidang
pertanian, perdagangan dan jasa sebagai basis ekonomi dapat menjadikan Kota Banjar sebagai
pusat pengembangan ekonomi di Wilayah Priangan Timur. Memperhatikan visi tersebut serta
perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang, harus melalui
upaya-upaya yang lebih keras, cerdas dan terarah namun tetap ramah dalam meningkatkan
akselerasi pembangunan dan pemberdayaan guna tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat.
3.5

Kaitan Antara Implementasi Prinsip Dengan Predikat Good Governance


Dari kesembilan prinsip good governance, pemerintah Kota Banjar telah dapat

menerapkan hampir seluruh prinsip tersebut dalam tata kelola pemerintahannya. Dimulai dari
kebijakan internal pemerintah sampai dengan kebijakan eksternal yang berkaitan dengan
masyarakat dan stakeholder lain, sudah dapat diterapkan dengan cukup baik. Meskipun ada
beberapa praktik penyimpangan yang terjadi, sejauh ini pemerintah masih bisa menanganinya.
Dapat dikatakan bahwa kota banjar telah berhasil menerapkan good governance dalam
pemerintahannya.

24

Otonomi daerah berorientasi pada upaya mewujudkan praktik good governance, yang
ditandai dengan adanya aparatur pemerintah daerah yang bisa menjadi pelayan masyarakat dan
mampu meningkatkan efisiensi pelayanan publik. Dan yang terpenting adalah adanya sosok
kepala daerah yang benar-benar faham dan mengetahui apa yang menjadi kepentingan dan
kebutuhan masyarakatnya serta kepentingan dan kebutuhan organisasi pemerintah daerah.
Untuk itu sangat diperlukan adanya kreativitas dan inovasi dari kepala daerah yang terus
menerus untuk menjawab kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Peningkatan kualitas tata
kelola pemerintahan, pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat dan daya saing daerah hanya
akan dapat terwujudkan bila kepala daerah mampu melakukan kreasi dan inovasi sesuai dengan
potensi, karakteristik dan spesifikasi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Tanpa adanya
kreasi dan inovasi dari kepala daerah, penyelenggaraan otonomi daerah dengan good governance
akan mengalami stagnasi yang akhirnya berimplikasi buruk terhadap pencapaian visi dan misi
pemerintah daerah. Maka salah satu faktor penentu berhasilnya good governance di kota banjar
adalah sifat kepemimpinan kepala daerahnya serta komitmen yang tinggi dari aparat pemerintah
lainnya untuk memajukan kota Banjar.

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Good Governance menurut Bank Dunia (World Bank) adalah cara kekuasaan

digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan
masyarakat. Untuk penyelenggaraan good governance tersebut diperlukan adanya pembagian
peran yang jelas dari masing-masing domain (pemerintah, swasta, dan masyarakat). Apabila
25

selama ini sumber-sumber kewenangan berpusat hanya pada pemerintah sebagai institusi
tertinggi yang memiliki negara, maka secara bertahap perlu dilakukan transfer kewenangan dan
tanggung jawab kepada institusi di luar pemerintah pusat. Transfer kewenangan dan tanggung
jawab ini dilakukan dalam rangka desentralisasi.
Kota Banjar, sebagai daerah yang baru dibentuk sebagai konsekuensi atas desentralisasi
tersebut, membuktikan diri bahwa mereka telah berhasil menerapkan good governance di
daerahnya. Hampir seluruh prinsip good governance diterapkan dalam pemerintahannya.
Keberhasilan ini dibuktikan dengan angka IPM (Indeks Pengembangan Manusia) di Banjar yang
mencapai angka tertinggi dibandingkan rata-rata IPM di Jawa Barat, hal ini membuktikan bahwa
pemerintah kota Banjar telah sepenuhnya berorientasi pada pelayanan publik.
Dengan segala perolehan yang dicapai Kota Banjar, daerah ini layak mendapatkan predikat
good governance atas keberhasilannya dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance
tersebut. Selain itu berbagai penghargaan yang diraih Kota Banjar juga membuktikan bahwa
pemerintahnya telah kompeten dalam melaksanakan otonomi daerah.
4.2

Saran
Segala pencapaian yang diraih Kota Banjar dalam waktu yang relative singkat tidak luput

dari pengaruh pemimpin serta regulasi dan kebijakan yang dibuatnya. Pengaruh walikota Banjar
saat ini begitu tertanam di benak masyarakat, namun pada tahun ini walikota incumbent sudah
habis masa baktinya dan tidak dapat kembali memimpin karena sudah memimpin selama 2
periode. Oleh karena itu, hendaknya walikota terpilih kelak tidak terlalu membuat banyak
perubahan dalam aturan dan kebijakan, seperti yang seringkali terjadi dalam system
pemerintahan di Indonesia. Sebaiknya, peraturan dan kebijakan yang telah ada terus
dipertahankan dan dikembangkan secara konsisten.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai korupsi. Tata pemerintahan saat ini
yang sangat mengedepankan transparansi hendaknya dipertahankan. Alur informasi antara
masyarakat dan pemerintah yang saat ini sudah baik dengan adanya berbagai forum masyarakat
juga sebaiknya ditingkatkan agar setiap penyimpangan yang dilakukan di tingkat terkecil
sekalipun dapat segera ditanggulangi.

26

27

Anda mungkin juga menyukai