Anda di halaman 1dari 13

KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH

VARIASI KECEPATAN UDARA PANAS


TERHADAP PROSES PENGERINGAN GABAH
(1)

(1)

(1)

Eka Sunitra , Aidil Zamri , Rivanol Chadry , Mulyadi

(1)

(1)

Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang


ABSTRACT

This study focused on the manufacture of grain drying equipment was needed by farmers.
Much research has been done by previous researchers about how to drain the rice in a
relatively short time. And already there are many methods and tools of research that has
been done including changing the form of construction, replacing the material in order to
produce a good quality grain drying. In this paper, the authors conducted a study on how
to make grain dryers and do research drying system. This research looks at how adaptable
its in drying grain. The method I use is the reset method by comparing the natural drying
and drying device made. Research using laboratory test equipment such as Airflow, digital
scales and thermometers. Test data taken (values drought grain) using measurement
methods directly on objects. Test data was analyzed using Microsoft Excel software. The
results of processing these data it is concluded that the optimum conditions for drying
0
grain with its that are made are in position 1, the air temperature is 42 C grain drying,
grain flow rate 0.1 Lt / dt, hot air flow rate 0.68 m / dt, grain drying value 1060 gr/lt.
Keywords: Grain drying system, drying equipment, drying Optimum Value
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengolahan
hasil
pertanian
padi
(gabah)
menggunakan teknologi lama (teknologi turun
temurun). Proses pengolahan gabah menjadi beras
diawali dari penjemuran dengan menggunakan
cahaya matahari. Proses ini membutuhkan waktu tiga
hari supaya dapat diolah menjadi beras. Pada proses
pengeringan gabah para petani sering mengalami
kesulitan karena cuaca tidak panas (musim hujan).
dan dapat memperlama proses memproduksi beras.
Melihat kasus yang dialami oleh petani dalam
mengeringkan gabah, penulis akan membuat sebuah
alat pengering gabah yang nantinya akan meneliti
proses pengering gabah sampai dapat diolah menjadi
beras dalam waktu yang lebih cepat. Ada beberapa
alat pengering gabah ini sudah dibuat oleh peneliti
sebelumnya, diantaranya :
Sutrisno dan Budi Raharjo (2007), melakukan
pengeringan gabah dengan merekayasa mesin
pengering gabah menggunakan bahan bakar sekam
kapasitas 10 Ton terintegrasi untuk meningkatkan
ekonomi penggilingan padi dilahan pasang surut di
Sumetera Selatan dan dia memperoleh hasil,
menurunkan kadar air gabah 13,10 % dengan laju
0
kecepatan udara panas (suhu rata-rata 42 C) 7
m/menit, dalam waktu 12 jam mengeringkan padi
sebanyak 10 Ton.
Dedi Idris. H (2008), melakukan penelitian tentang
kombinasi sekam padi dan sampah daun-daunan pada
pembuatan bio briket sebagai sumber energi
altrenatif. Dia memperoleh hasil bahwa perbandingan

sekam dan sampah daun berbanding 1:1 dengan nilai


2
bakar 6006,5 kal/g, dengan gaya tekan 0,3 kg/cm ,
kadar abu 3,25 %, kadar air 7,75 %, karbon terikat
2
43,495 % dan CO 22,46 ml/L.
Yuni Hermawan melakukan penelitian tentang sistem
pengering gabah dengan efek tarikan cerobong
berbahan bakar limbah sekam. Dia memperoleh hasil
0
temperatur pengering gabah berkisar antara 45 C
0
sampai 65 C atau setara dengan pengeringan
matahari (alami), selama 10 jam.
Zuhri Tamam (2005), melakukan penelitian
perancangan mesin pengering gabah tipe aliran
campur (mixed-flow dryer) kapasitas 10 Ton / proses.
Dia memporoleh hasil waktu pengeringan 6 jam 43
menit dengan laju aliran 40 menit dan temperatur
0
udara panas 75 90 C.
Dalam penelitian ini penulis akan melihat pengaruh
kecepatan udara panas dalam proses pengeringan
gabah. Adapun sasaran atau target yang akan dicapai
pada penelitian ini adalah dengan rancangan alat
pengering gabah ini didapatkan waktu pengeringan
gabah yang lebih optimal. Sehingga diharapkan
proses pengeringan yang dilakukan petani akan lebih
cepat dan tidak tergantung pada cuaca panas.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini berawal dari kesulitan petani dalam
mengeringkan gabah sebelum menjadi beras.
Kesulitan pengeringan ini akan menghambat waktu
kecepatan pengolahan gabah menjadi beras, oleh
karena itu perlu dibuat suatu alat pengering gabah.
Dengan menvariasikan kecepatan udara panas dan

Jurnal Teknik Mesin

Vol.8, No.1, Juni 2011

ISSN 1829-8958

kecepatan laju gabah dalam mesin pengering


didapatkan kekeringan gabah yang optimum.

diketahui terlebih dahulu data keseimbangan bahan


yang akan Gambar (1).

1.3 Batasan Masalah

Kandungan air dalam bahan dapat dibedakan sebagai


berikut :

Pada penelitan ini yang membahas tentang


pembuatan mesin pengering gabah, menentukan
hubungan variasi kecepatan udara panas terhadap
pengeringan gabah dan menentukan waktu
pengeringan gabah yang optimal.

1.

Moisture content (Wet Basis)


Mosture Content = lb moisture
=

1.4 Tujuan dan Manfaat


Tujuan dalam penelitian ini meliputi :
a). Dapat membuat alat untuk penelitian pengeringan
gabah yang dapat menvariasikan kecepatan udara
panas.
b). Dapat menentukan hubungan variasi kecepatan
udara panas terhadap pengeringan gabah pada
mesin.
c). Dapat menentukan proses pengeringan gabah
yang optimal.
Manfaat dalam penelitian ini adalah diharapkan dapat
membuat sebuah alat pengering gabah tanpa
menggunakan energi matahari sehingga para petani
dalam memproses gabah menjadi beras dapat
berlansung kapan saja.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengambilan air yang
relatif kecil dari suatu zat. Pengeringan meliputi
proses perpindahan panas, massa dan momentum.
Operasi pengeringan terjadi oleh adanya panas yang
terjadi secara fisik yaitu operasi penguapan. Dalam
arti umum operasi pengeringan tidak hanya berarti
pengambilan sejumlah kecil air saja melainkan
berlaku juga untuk cairan-cairan selain air yang
menghasilkan bahan padat yang kering. Bahan yang
akan dikeringkan dikontakkan dengan panas dari
udara (gas) sehingga panas akan dipindahkan dari
udara panas ke bahan basah tersebut, dimana panas
ini akan menyebabkan air menguap ke dalam udara.
Dalam pengeringan ini, dapat mendapatkan produk
dengan satu atau lebih tujuan produk yang
diinginkan, misalnya diinginkan bentuk fisiknya
(bubuk, pipih, atau butiran), diinginkan warna, rasa
dan
strukturnya,
mereduksi
volume,
serta
memproduksi produk baru. Adapun dasar dari tipe
pengering yaitu panas yang masuk dengan cara
konveksi, konduksi, radiasi, pemanas elektrik, atau
kombinasi antara tipe cara-cara tersebut.
Operasi pengeringan terdiri dari peristiwa
perpindahan massa dan panas yang terjadi secara
simultan, laju alir yang diuapkan tergantung pada
laju perpindahan massa dan perpindahan panasnya.
Sebelum memulai proses pengeringan, harus

lb bahan basah
lb moisture
lb bahan ker ing lb
moisture

x100
x 100

100 x
100 x

2.

Moisture content (Dry Basis)


Mosture Content =

lbmoisture

lbbahan kering
x
=
% moisture

= 100 X
3. Moisture content Equilibrum Moisture (X*)
adalah kandungan air dalam bahan pada saat
kesetimbangan dengan tekanan parsial uapnya. Pada
temperatur dan humidity tersebut bahan tidak dapat
dikeringkan lagi di bawah equilibrum moisture
content-nya yang seimbang dengan uapnya dalam
fase gas.
4. Bound Moisture adalah moisture yang terkandung
di dalam bahan pada saat kesetimbangan sama
dengan tekanan uap cairan murni pada temperatur
dan suhu yang sama.
5. Unbound Moisture adalah kandungan air yang
terkandung di dalam bahan pada saat tekanan uap
kesetimbangan sama dengan tekanan uap murni pada
suhu sama.
6. Free Moisture X-X* Adalah kandungan air dalam
bahan, di atas harga equilibrium moisture-nya.
Equilibrium moisture curve

Gambar 1 Grafik Kurva Kesetimbangan Kadar Air

Mekanisme pengeringan dapat diterangkan dengan


teori perpindahan massa. Dimana peristiwa lepasnya
molekul air dari permukaan tergantung dari bentuk
dan luas permukaan. Bila suatu bahan sangat basah
atau lapisan air yang menyelimuti bahan tersebut
tebal, maka permukaan bahan berbentuk datar. Bila
udara pengering dialirkan di antara bahan tersebut
maka akan menarik molekul-molekul air dari
permukaan butir tidak rata yang akan memperluas
30
30

permukaannya sehingga dalam pengeringan ada 2


macam mekanisme, yaitu :
1.

Mekanisme penguapan dengan kecepatan tetap


(constant rate period).

2.

Mekanisme penguapan dengan kecepatan


berubah (falling rate period).

Pada constant rate periode, umumnya selama


pengeringan berlangsung, bahan akan selalu basah
dengan cairan sampai titik kritis. Titik kritis yaitu
suatu titik dimana permukaan bahan sudah tidak
sempurna basah oleh cairan. Setelah titik kritis
tercapai, mulailah dengan periode penurunan
kecepatan sampai cairan habis teruapkan. Pada
proses ini hubungan antar moisture content dengan
drying rate dapat berupa garis lurus atau garis
lengkung yang patah. Kecepatan penguapan pada
periode tidak tetap tergantung pada zat padatnya,
juga cairannya. Pada permukaan zat padat, makin
kasar pengeringannya akan semakin cepat jika
dibandingkan dengan permukaan yang lebih halus.
Pada prinspnya, perancangan proses pengeringan
menjadi lebih tepat dan untuk menentukan ukuran
peralatan, maka perlu mengetahui lebih dulu waktu
yang dibutuhkan untuk mengeringkan suatu bahan
dari kandungan air tertentu sampai kandungan air
yang diinginkan pada kondisi tertentu. Untuk maksud
tersebut dibutuhkan data pengeringan yang bisa
diperoleh dengan cara percobaan, yaitu:
a. Drying Test ( Pengujian Pengeringan)
Hubungan antara moisture content suatu bahan
dengan waktu pengeringan pada temperatur,
humidity, dan kecepatan pengeringan tetap. Pada
percobaan berat dari sampel diukur sebagai fungsi
dari waktu.
b. Kurva laju Pengeringan
Yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara laju
pengeringan terhadap kandungan air suatu bahan.
Laju pengeringan dinyatakan sebagai lb air yang
diuapkan tiap jam.
Laju Pengeringan didefinisikan sebagai berikut:
N=

Ms dx
.
A dt

dalam hubungan ini,


t : Waktu pengeringan, jam.
N : Laju pengeringan kritis, Kg air yang
2

teruapkan/jam m .
x : Kandungan air padatan basis kering, Kg air/kg
bahan kering.
2
A : Luas permukaan pengeringan, m .
Ms : Berat bahan kering, Kg.

Jika mula-mula bahan sangat basah maka pemukaan


bahan akan tertutup film tipis dari cairan. Cairan
yang menutupi bahan ini bias dianggap sebagai air
yang terikat. Apabila bahan tersebut dikontakkan
dengan udara yang relatif kering maka akan terjadi
penguapan air yang ada pada permukaan bahan.
2.2.

Proses Pengeringan

Bahasa ilmiah pengeringan adalah penghidratan,


yang berarti menghilangkan air dari suatu bahan.
Proses pengeringan atau penghidratan berlaku
apabila bahan yang dikeringkan kehilangan
sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya.
Proses utama yang terjadi pacta proses pengeringan
adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang
dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila
panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini
dapat diberikan melalui berbagai sumber, seperti
kayu api, minyak dan gas, arang baru ataupun tenaga
surya.
Pengeringan juga dapat berlangsung dengan cara lain
yaitu dengan memecahkan ikatan molekul-molekul
air yang terdapat di dalam bahan. Apabila ikatan
molekul-molekul air yang terdiri dari unsur dasar
oksigen dan hidrogen dipecahkan, maka molekul
tersebut akan keluar dari bahan. Akibatnya bahan
tersebut akan kehilangan air yang dikandungnya.
Cara ini juga disebut pengeringan atau penghidratan.
Untuk memecahkan ikatan oksigen dan hidrogen ini,
biasanya digunakan gelombang mikro. Gelombang
mikro merambat dengan frekuensi yang tinggi.
Apabila gelombang mikro disesuaikan setara dengan
getaran molekul-molekul air maka akan terjadi
resonansi yaitu ikatan molekul-molekul oksigen dan
hidrogen digetarkan dengan kuat pada frekuensi
gelombang mikro yang diberikan sehingga ikatannya
pecah.
Hal ini yang menyebabkan air tersebut menguap.
Proses yang sama terjadi pada oven gelombang
mikro (microwave) yang digunakan untuk memasak
makanan. Pada pembahasan selanjutnya kita tidak
akan menyinggung proses pengeringan menggunakan
gelombang mikro,
tetapi
difokuskan pada
pengeringan menggunakan tenaga panas. Hal ini
disebabkan sistem pengeringan gelombang mikro
mahal dan tidak digunakan secara luas untuk
mengeringkan suatu bahan terutama dalam sektor
pertanian.
Dalam sektor pertanian sistem pengeringan yang
umum digunakan adalah tenaga surya. Pada sistem
tenaga surya ini, bahan di expose ke sinar surya
secara langsung maupun tidak langsung. Uap air
yang terjadi dipindahkan dari tempat pengeringan
melalui aliran udara. Proses aliran udara ini terjadi
karena terdapat perbedaan tekanan. Perbedaan
tekanan udara ini dapat terjadi secara konveksi bebas

maupun konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi


tanpa bantuan luar, yaitu pengaliran udara hanya
bergantung pada perbedaan tekanan yang disebabkan
oleh perbedaan densitas udara, sedangkan pada
konveksi secara paksa digunakan kipas untuk
memaksa gerakan udara.
Pada sistem pengeringan yang bersumberkan tenaga
minyak, bahan yang akan dikeringkan diletakkan di
dalam suatu ketel tertutup. Udara panas hasil
pembakaran minyak dialirkan mengenai permukaan
bahan tersebut. Akhir-akhir ini, cara tersebut diatas
juga digunakan dalam teknologi tenaga surya. Udara
yang dipanaskan oleh pengumpul surya digunakan
untuk menguapkan air pada bahan.
Udara merupakan medium yang sangat penting
dalam proses pengeringan, untuk menghantar panas
kepada bahan yang hendak dikeringkan, karena udara
satu-satunya medium yang sangat mudah diperoleh
dan tidak memerlukan biaya operasional. Oleh
karena itu untuk memahami bagaimana proses
pengeringan terjadi, maka perlu ditinjau sifat udara.
2.3. Kelembaban Udara
Komponen yang paling banyak di dalam udara
adalah oksigen, nitrogen, dan uap air. Oksigen dan
nitrogen tidak mempengaruhi kelembaban udara,
sedangkan kandungan uap air sangat berpengaruh
terhadap kelembaban udara. Udara yang kurang
mengandung uap air dikatakan udara kering,
sedangkan udara yang mengandung banyak uap air
dikatakan udara lembab.
Setiap unsur di dalam udara, termasuk uap air,
mempengaruhi tekanan udara. Pada suatu nilai
tekanan udara tertentu, tekanan maksimum uap air
yang dapat dicapai dinamakan tekanan jenuh. Jika
tekanan melebihi tekanan jenuh akan menyebabkan
uap air kembali membentuk titisan air. Seandainya
suhu dinaikkan, tekanan jenuh juga akan turnt
meningkat.
Oleh
karena
itu
kita
dapat
mendefenisikan tekanan jenuh sebagai tekanan uap
air di atas permukaan air mendidih dalam suatu ketel
tertutup tanpa udara.

nilai tekanan jenuh senantiasa berubah. Misalnya,


tekanan jenuh pada 100C ialah 101,3 kPa sedangkan
tekanan jenuh pada suhu 60C adalah 19,9 kPa.
Nilai-nilai ini dapat dilihat pada tabel yang terdapat
dalam buku yang ditulis oleh Dossat (1981). Data
sifat air dan uap jenuhnya ditunjukkan pada Tabel
(1).
Tabel (1) dapat dikatakan bahwa untuk
mendidihkan air pada suhu 60C kita perlu
mengurangi tekanan dari 101,3 kPa menjadi 19,9 kPa
seandainya air itu pada mulanya mendidih pada suhu
100C. Demikian juga untuk mendidihkan air pada
o
suhu 30 C, tekanan maksimum yang dikenakan oleh
uap air pada udara adalah 4,25 kPa, dengan sisanya
97,05 kPa adalah tekanan yang diberikan melalui
gabungan tekanan gas-gas lain yang membentuk
atmosfir, terutama oksigen dan nitrogen.
Kelembaban adalah suatu istilah yang berkenaan
dengan kandungan air di dalam udara. Udara
dikatakan mempunyai kelembaban yang tinggi
apabila uap air yang dikandungnya tinggi, begitu
juga sebaliknya. Secara matematis, kelembaban
dihubungkan sebagai rasio berat uap air di dalam
suatu volume udara dibandingkan dengan berat udara
kering (udara tanpa uap air) di dalam volume yang
sama. Pada beberapa suhu dan tekanan tertentu, rasio
ini dinyatakan dalam Tabel (1).
Kwantitas panas yang dibutuhkan untuk menguapkan
air pada suhu dan tekanan tertentu disebut kapasitas
panas. Kwantitas panas ini juga diberikan pada
Tabel (1), dari tabel dapat dilihat bahwa kapasitas
panas air bertambah apabila suhu dan tekanan
berkurang. Kenyataan ini sesuai dengan hukum
termodinamika. Misalnya, panas yang dibutuhkan
o
untuk menghasilkan uap air pada suhu 100 C dan
tekanan 101,3 kPa adalah 2256,9 kj/kg, sedangkan
untuk menguapkan air pada suhu 30C dan tekanan
4,25 adalah 2431,0 kj/kg.

Tabel 1 Sifat Air dan Uap pada Kondisi Suhu dan Tekanan
yang Berbeda-beda

Keadaan suhu, tekanan dan kandungan uap air udara


dikenal sebagai kualitas udara. Setelah kualitas udara
diketahui, barulah kita dapat mengkaji kemampuan
udara menguapkan air yang berada dalam suatu
bahan, karena bahan yang akan dikeringkan selalu
berada di dalam udara berkualitas tertentu.

Tekanan jenuh berubah menurut keadaan suhu yang


menyebabkan air tersebut mendidih. Oleh karena itu

Pengalaman sehari-hari kita dapati bahwa sejumlah


udara hanya mampu untuk mengeringkan suatu
bahan atau menguapkan air dari suatu bahan apabila
bahan tersebut tidak seratus persen lembab. Dengan
kata lain, kemampuan udara untuk menguapkan air
dalam suatu bahan pada proses pengeringan adalah
maksimum apabila udara tersebut kering dan nol
apabila udara tersebut jenuh dengan uap air. Pada
keadaan biasa, udara tidak seratus persen kering atau
lembab, sehingga udara masih mampu melakukan
proses pengeringan apabila bahan-bahan yang
mengandung air diletakkan di dalamnya.

2.4. Psikrometer
Bagaimanakah kita dapat mengukur atau mengetahui
kwalitas suatu udara?. Di dalam laboratorium atau
ruangan tertentu yang memerlukan pengontrolan
udara sering terdapat alat yang terdiri dari dua
termometer yang diletakkan bersebelahan. Pada salah
satu termometer bola kaca yang menempati air raksa
dibalut dengan kain basah sedangkan bola kaca yang
satunya lagi dibiarkan kering. Alat ini dinamakan
psikrometer, yaitu meter yang digunakan untuk
mengukur kelembaban udara.
Jika psikrometer ini berada pada udara jenuh, kedua
termometer akan memberikan bacaan yang sama. Hal
ini disebabkan kedua bola kaca berada dalam
keadaan lembab yang sama, yaitu seratus persen
lembab, tetapi seandainya udara tersebut tidak seratus
persen jenuh, sebahagian dari air yang membasahi
kain bola kaca pada termometer tersebut akan
menguap, sehingga menyebabkan sebahagian dari
tenaga akan digunakan dalam proses penguapan ini.
Akibatnya, suhu pada termometer ini akan lebih
rendah berbanding dengan bacaan suhu pada
termometer
kering.
Termometer
diletakkan
bersebelahan pada tekanan yang sama, oleh karena
itu hubungan antara kedua suhu akan memberikan
nilai kelembaban udara yang ditempatinya. Uap air
dapat jenuh pada suhu dan tekanan yang berbeda,
sehingga pada tekanan yang lain kedua termometer
pada psikrometer akan memberikan bacaan yang
berbeda pula.
Hubungan antara kelembaban, suhu termometer
basah, suhu termometer kering, dan tekanan biasanya
dinyatakan dalam suatu chart yang dikenal sebagai
psikrometri. Kadar kelembaban udara diberikan oleh
sumbu-y disebelah kanan, dan suhu termometer
kering diberikan oleh sumbu-x. Kurva paling atas
menyatakan suhu termometer basah yang merupakan
suhu uap air jenuh atau suhu titik embun (perkataan
titik embun berasal dari penelitian yang dilakukan
terhadap rumput pada pagi hari dengan embun yang
terbentuk di atasnya, pada saat itu suhunya hampir
sama dengan bola termometer basah). Kurva-kurva
lainnya yang terletak di antara sumbu suhu
termometer kering dengan kurva. Termometer basah
merupakan kurva kelembaban relatif (dinyatakan
dalam persen). Dari defenisi di atas, kadar
kelembaban relatif dapat dinyatakan sebagai:
Kadar kelembaban relatif
= Tekanan parsial uap air pada suatu suhu

Tekanan jenuh uap air pada suhu tersebut

Garis-garis lurns dari bahagian atas kurva titik embun


yang menurnn ke sumbu suhu termometer kering
adalah garis suhu tetap termometer basah.
Persilangan antara suhu termometer basah dengan
termometer kering memberikan nilai kualitas udara

pada suatu kelembaban relatif dan kandungan uap


aimya. Garis lain yang lebih curam daripada garis
bola basah tetap adalah garis entalpi tetap, atau
kandungan jumlah panas dalam udara yang diukur
dalam unit panas per berat udara kering.
Garis miring positif yang kelihatan agak menegak
adalah garis yang memberikan nilai volume spesifik
udara leering, yaitu volume yang ditempati oleh satu
kilogram udara kering pada satu keadaan tertentu
seperti terdapat dalam Gambar (2). Berdasarkan
psikometri chart kita dapat menentukan kualitas
udara. Dengan kata lain, chart ini akan memberikan
semua nilai yang dimiliki oleh udara tersebut dengan
hanya melihat dua termometer tadi. Jika udara
tersebut hendak digunakan pada proses pengeringan,
chart ini dapat digunakan untuk menghitung panas
yang terlibat. Ringkasan dari pembacaan chart dapat
dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1.

Garis mendatar menggambarkan proses


pemanasan atau pendinginan udara tanpa
merubah kandungan uap aimya. Dengan
proses pemanasan, kelembaban relatif udara di
sepanjang garis ini akan berkurang, sedangkan
kelembaban relatif bertambah apabila udara
didinginkan

2.

Garis suhu termometer basah merupakan garis


adiabak. Pada proses pengeringan, jika udara
dialirkan pada bahan basah maka kwantitas
panas di dalam udara akan dipindahkan ke
permukaan bahan basah tersebut. Hal ini
menyebabkan terjadinya proses penguapan
yang mengakibatkan udara menjadi dingin
sehingga tak ada sembarang panas yang hilang
atau bertambah, seperti yang digambarkan
oleh garis adiabatik.

3.

Pada proses pengeringan, garis volume


spesifik tidak digunakan. Walaupun demikian,
garis ini memberikan gambaran kepada kita
bahwa pada suhu tertentu, densitas udara
berkurang apabila suhu atau kelembaban
relatifnya bertambah.

2.5. Cara Menggunakan Diagram Psikrometri


Menentukan kualitas suatu udara dalam proses
pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan
psikrometri chart. Sebagai contoh, udara pada hari
tertentu memberikan bacaan suhu termometer kering
25C dan termometer basah 20c. Dengan
menggunakan psikrometer chart sepert ditunjukkan
Gambar (2). Dapat ditarik garis untuk kedua
hargabacaan termometer, persilangan antara garis
suhu termometer basah dengan suhu termometer
kering menunjukkan udara tersebut mempunyai
kelembaban relatif 63%. Kadar kelembabannya
adalah 0,01255 kg uap air per kg udara kering.

Tekanan parsial yang bersesuaian pada keadaan ini


adalah 2,10 KPa.

kering, yaitu tiga kali lebih besar dari yang dapat


dikeringkan oleh udara tanpa dipanaskan.
Secara praktisnya langkah di atas mungkin tidak
dipatuhi sepenuhnya, yaitu garis tidak mencapai titik
embun setepatnya, karena proses adiabatik
merupakan proses yang amat langka. Contoh di atas
dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa
secara teori dengan sedikit penambahan panas pacta
udara akan meningkatkan kemampuan penguapan air
pada suatu permukaan basah.
Faktor yang menyebabkan analisis contoh di atas
tidak tepat adalah psikrometri chart standar yang
diberikan, yang dilukis berdasarkan nilai tekanan
udara standar yaitu diambil pada tekanan atmosfir
standar 101,325 kPa, sedangkan dalam proses
pengeringan suatu permukaan basah syarat ini tidak
selalu dipatuhi.

Gambar 2 Proses Pengeringan Berdasarkan Psikrometri


Chart

Oleh karena kelembaban relatif udara adalah 63%,


udara masih mampu menguapkan permukaan basah,
sehingga kelembabannya menjadi 100%. Di samping
kualitas udara, proses penguapan air dari permukaan
basah juga memerlukan kuantitas lain, yaitu panas
karena panas (tenaga) yang dapat menguapkan air.
Panas ini diperoleh dari udara yang menjadi medium
pengering. Oleh karena itu kita dapat melakukan dua
tinjauan yaitu:
1.

2.

Jika tidak ada penambahan panas dari luar, udara


yang dialirkan ke permukaan basah akan
menguapkan air pada permukaan basah tersebut,
bergantung pada jumlah panas yang dimilikinya.
Dengan demikian udara akan menambah
kelembaban relatif udara dari 63% hingga
maksimum 100%. Pada psikometri chart, proses
ini berlangsung di sepanjang garis AB, yaitu
garis suhu termometer lembab 20C Gambar
(1). Berdasarkan chart ini nyatalah kadar
kelembaban akhir yang dicapai dalam proses
tersebut adalah 0,01466. Maka uap air yang
diuapkan oleh udara adalah 0,01466 - 0,01255 =
0,0021 kg uap air per kg udara kering.
Seandainya udara tersebut dipanaskan hingga
suhu 40C, maka kandungan uap air di dalam
udara itu masih sama, akan tetapi berdasarkan
psikrometri chart temyata kelembaban relatif
udara berkurang dari 63% menjadi 27,5%, dan
kadar kelembabannya masih 0,01255. Jika dalam
proses pengeringan tersebut udara disejukkan
secara adiabatik, garis suhu termometer basah
24,5C hingga ke titik embun (disepanjang garis
CD dalam Gambar (1)). Kadar kelembaban
akhir adalah 0,01942. Air dari permukaan basah
yang dapat diuapkan oleh udara panas adalah
0,01942 - 0,01255 = 0,00687 kg uap air/kg udara

2.6. Mekanisme
Pengeringan

Perpindahan

Panas

pada

Peristiwa pengeringan dengan menggunakan panas


(thermal drying) merupakan sistem pengeringan yang
sering digunakan oleh beberapa peneliti pada
beberapa jenis pengering. Pada pengeringan ini
terjadi proses-proses perpindahan atau massa dan
panas secara simultan yaitu:
1.

Perpindahan energi (panas) antar fasa dari udara


ke permukaan butiran untuk menguapkan air dari
permukaan butiran.

2.

Perpindahan energi (panas) dari permukaan


butiran ke dalam butiran secara konduksi.

3.

Perpindahan massa air dari bagian dalam ke


permukaan butiran secara difusi atau kapiler.

4.

Perpindahan massa air antar fasa dari permukaan


butiran ke fasa udara pengering.

Gambar 3 Grafik Hubungan Laju Pengeringan


Terhadap Moisture Content

Dalam beberapa model diasumsikan bahwa


penguapan air hanya terjadi dipermukaan butiran
saja, sedangkan didalam butiran hanya difusi atau

aliran kapiler saja yang terjadi, seperti yang


diperlihatkan pada Gambar (3).
2.7. Kerangka Konsep
Pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada diagram
alir Gambar (4).

Dengan menvariasikan kecepatan udara panas masuk


ke dalam ruang pengering akan diperoleh temperatur
yang cocok untuk mengeringkan gabah.
3.1.2. Metode Pengukuran Temperatur
Pengukuran temperatur dilakukan pada sisi udara
masuk ke dalam ruang pengering dan keluar ruang
pengering. Pengukuran ini diukur bertujuan untuk
mengetahui temperatur
yang
cocok
untuk
pengeringan. Temperatur yang diperlukan akan
terkait dengan kecepatan udara yang mengalir ke
dalam ruangan pengering Gambar (6).

Gambar 6 Pengukuran Temperatur

3.1.3. Metode Pengukuran Kekeringan Gabah


Pengukuran kekeringan gabah dilakukan pengukuran
lansung yaitu dengan menimbang berat gabah
sebelum dikeringkan dan membandingkan dengan
berat gabah sesudah dikeringkan.
Gambar 4 Kerangka Konsep

3. METODA PENELITIAN
3.1. Metode
Metode dalam penelitian ini meliputi :
3.1.1. Metode Pengukuran Variasi Kecepatan Udara
Pengambilan data kecepatan udara dalam penelitian
ini adalah dengan memakai pengukuran lansung pada
alat pengering, seperti yang diperlihatkan pada
Gambar (5), dimana alat pengering dipasang kipas
(fan) yang dapat diatur kecepatan fan dalam
menghembuskan udara panas ke dalam ruangan.
Panas berasal dari heater (energi listrik). Alat
pengukur kecepatan udara pada penelitian ini dipakai
avometer.

Gambar 5 Skema Pengukuran Kecepatan Udara


Panas

3.1.4. Metode Pengukuran Kecepatan Pengeringan


Gabah dalam per Jam
Pengukuran kecepatan pengeringan atau kapasitas
alat pengering gabah dalam satu jam. Akan dilakukan
pada alat pengering tersebut secara lansung.
Pengukuran ini dilakukan setelah diperoleh
kecepatan udara dan temperatur pemanasan yang
optimal untuk mengeringkan gabah. Setelah itu baru
dilakukan perhitungan berapa kapasitas alat sangat
menghasilkan gabah kering per jam nya.
3.1.5. Metode Analisa dan Pengolahan Data
Secara garis besar pengolahan data penelitian dimulai
dari mencari besarnya nilai berat gabah basar per
kilo. Dengan variasi kecepatan udara dan temperatur
panas akan diperoleh nilai pengurangan berat gabah
setelah dikeringkan. Adapun data yang diambil
dalam penelitian ini adalah :
a.

Berat gabah basah.

b.

Kecepatan udara.

c.

Temperatur panas udara mengalir.

d.

Waktu pengeringan.

e.

Kapasitas pengeringan.

Data percobaan diolah dengan memakai analisa


rumus-rumus emperis tentang kebisingan dengan
memakai program komputer Microsoft Excel.

3.2 Aliran Pelaksanaan Penelitian

4.1.2. Pembuatan poros batang sudu-sudu

Aliran pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada


Gambar (7).

Poros berfungsi untuk meneruskan daya putar dari


motor listrik ke sudu-sudu. Poros sudu-sudu dibuat
dari baja profil segi empat (starbus), sedangkan
sudu-sudu dibuat dari kayu berbentuk empat persegi
panjang yang disambungkan ke poros menggunakan
baut sekrup. Ujung poros dipasang bearing yang
disambungkan oleh baja pejal. Sudu-sudu berfungsi
untuk mendorong dan mengaduk gabah dalam
saluran. Bentuk poros batang sudu-sudu dapat dilihat
pada Gambar (9).

Gambar 9 Bentuk Poros Batang Sudu-sudu

4.1.3. Pembuatan saluran gabah


Saluran gabah pada alat pengering gabah dibuat dari
baja plat tebal 0,8 mm. Bentuk saluran gabah bagian
bawah berbentuk setangah lingkaran yang
berdiameter 20 cm. Sedangkan bentuk bagian bawah
berbentuk kotak. Bentuk saluran dapat dilihat pada
Gambar (10).

Gambar 7 Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Pembuatan Alat Pengering Gabah
Pembuatan alat pengering gabah meliputi :
4.1.1. Pembuatan rangka
Rangka berfungsi untuk dudukan alat pengering. Besi
siku digunakan untuk rangka alat pengering. Baja
siku dipotong sepanjang 3 meter sebanyak empat
buah, untuk panjang alat dan 20 cm empat buat untuk
lebar. Baja siku disambungkan menggunakan las
listrik. Bentuk rangka dapat dilihat pada Gambar
(8).

Gambar 8 Rangkan Alat Pengering Gabah

Gambar 10 Bentuk Saluran Gabah

4.1.4. Pembuatan hopper


Hopper berfungsi untuk mengarahkan gabah masuk
ke dalam saluran gabah. Hopper dibuat dari plat baja
0,8 mm yang berbentuk prisma segi empat.
Sambungan plat hopper ini menggunakan sambungan
paku keling dan patri. Bentuk hopper dapat dilihat
pada Gambar (11).

Gambar 11 Bentuk Hopper

4.1.5. Pembuatan saluran pemanas

4.1.8. Pemasangan alat ukur temperatur

Saluran pemanas berfungsi untuk mengalirkan udara


panas masuk ke dalam saluran gabah. Panas berasal
dari elemen pemanas yang disalurkan melalui siripsirip (heatsing). Heatsing dibuat dari alumunium
yang sangat baik untuk pemindah panas. Panas siripsirip ditiup oleh udara berkecepatan yang berasal dari
kipas angin. Bentuk saluran pemanas dapat dilihat
pada Gambar (12).

Pemasangan alat ukur temperatur udara panas


bertujuan untuk mengetahui temperatur udara masuk
dan keluar alat pengering gabah. Gambar (15),
merupakan posisi pemasangan alat ukur temperatur.

Gambar 15 Posisi Pemasangan Alat Pemanas

4.1.9. Bentuk alat pengering

Gambar 12 Bentuk Saluran Pemanas

4.1.6. Pemasangan transmisi.


Transmisi berfungsi untuk merubah putar cepat
menjadi lambat. Input putaran transmisi berasal dari
putaran motor listrik dan outputnya (putaran lambat)
untuk menggerakan poros batang sudu-sudu.
Transmisi yang dipergunakan untuk mereduksi atau
memperlambat putaran 50 putaran input menjadi 1
putaran output. Transmisi diporoleh dengan membeli
dipasaran. Bentuk transmisi dapat dilihat pada
Gambar (13).

Alat pengering yang dibuat mempunyai ukuran


panjang 3 meter dan lebar 40 cm serta tinggi 1,25
meter. Bentuk alat pengering gabah yang dibuat
dapat dilihat pada Gambar (16). Putaran motor
penggerak 1450 rpm, daya 100 Watt, transmisi
mempunyai perbandingan putaran 1 : 50, dan putaran
poros sudu-sudu 46 rpm.

Gambar 13 Bentuk Transmisi

4.1.7. Pemasangan motor listrik


Motor listrik berfungsi untuk menghasilkan putaran
yang nantinya diperlukan untuk memutar poros
batang sudu-sudu. Motor listrik yang dipergunakan
memiliki daya satu HP dengan putaran standar 1450
Rpm. Motor listrik diperoleh dengan membeli di
pasaran. Bentuk pemasang motor listrik dapat dilihat
pada Gambar (14).

Gambar 16 Alat Pengering Gabah

4.2. Menentukan Hubungan Variasi Kecepatan


Udara Panas terhadap Proses Pengeringan
Gabah
Menentukan Hubungan Kecepatan Udara Panas dan
Kecepatan Laju Aliran Gabah Terhadap Proses
Pengeringan
4.2.1. Pengambilan data gabah petani
Pengambilan data awal percobaan meliputi :
a. Pengukuran berat gabah awal

Gambar 14 Bentuk Pemasangan Motor Listrik

Data berat gabah yang diambil adalah berat gabah


sebelum dilakukan pengeringan. Gabah diperoleh
lansung dari petani di sawah. Data gabah dapat
dilihat pada Tabel (2).

Tabel 2 Data Gabah Sebelum Dilakukan Pengeringan

b. Pengukuran berat gabah akhir


Data berat gabah yang diambil adalah berat gabah
yang sudah dikeringkan oleh petani secara alami dan
siap untuk diproses untuk dijadikan beras. Gabah ini
di beli dari petani. Data gabah dapat dilihat pada
Tabel (3).
Tabel 3 Data Gabah Sesudah Dikeringkan oleh Petani

Tabel 5 Data Rata-rata Pengaruh Udara Panas Terhadap


Kekeringan Gabah

Pada Tabel (5 kolom nomor menunjukan tingkat


kecepatan kip)as angin yang diberikan. Sedangkan
posisi 1, 2 dan 3 adalah tempat pengukuran
temperatur dan kecepatan aliran udara panas.
Persentase pengurangan kadar air gabah diukur
dalam jumlah satu liter gabah. Untuk menghitung
pengurangan kadar air ini adalah dengan menimbang
berat satu liter basah dan kemudian dikurangkan
dengan gabah yang sudah dikeringkan (siap diolah
jadi beras).
Persentase pengurangan kadar air
=

4.2.2. Pengambilan data percobaan


Data percobaan yang diambil meliputi : Pengaruh
udara panas terhadap kekeringan gabah, Seperti yang
diperlihatkan pada Gambar (17). Data percobaan
meliputi pangukuran tiap posisi :
0

1) Temperatur ( C) udara masuk tiga posisi (1, 2,


3).

berat satu liter gabah ker ing berat satu liter gabah
basah
x100 %
berat satu liter gabah ker ing

= 1060 966,67 x100


%

1060

= 8,81 %
Persentase pengurangan kadar air gabah terhadap
ketiga variasi kecepatan aliran udara Tabel (6).
Tabel 6 Tebel Persentase Pengurangan Kadar Air
Terhadap Tiga Variasi Kecepatan Aliran Udara

2) Kecepatan aliran udara (m/dt) tiga posisi (1, 2,


3).
3) Berat gabah (gr) mula-mula dan
akhir.
4)
Kecepatan
(m/min).

aliran

gabah

Gambar 17. Posisi Pengambilan Data Percobaan

Data percobaan untuk setiap sampel diambil


sebanyak lima kali. Tabel (4), merupakan tabel
pengambilan data percobaan.

Gambar (18) memperlihatkan grafik hubungan


tingkat kecepatan udara terhadap nilai akhir kekering
gabah. Pada gambar ini menujukan bahwa pada
posisi satu (tingkat kecepatan udara rendah) nilai
kekeringan lebih besar dibandingkan kedua posisi
lainnya. Ini menunjukan bahwa untuk mendapatkan
nilai kekeringan yang besar dibutuhkan kecepatan
udara yang lambat dan temperatur yang lebih besar
0
(posisi 1 = 2,24 m/dt dan 52 C).
Grafik Hubungan Tingkat Kecepatan Udara
Terhadap Nilai Akhir Kekeringan Gabah

Dari Tabel (4). diperoleh nilai rata-rata


pengukuran, seperti contoh pada posisi 1 kecepatan

Nilai Kekeringan Akhir Gabah


(gr/lt)

Tabel 4 Data Pengaruh Udara Panas Terhadap


Kekeringan Gabah
0

a ra (No 1) tempertur udara = 52, 52,52 ( C).


li
r
a
n
u
d
a

1070
1060
1050

Tingkat Kecepatan Udara Pada Tiap Posisi Pengukuran

1040
1030
1020
1010

Maka nilai rata-rata temperatur posisi 1 pada


0
kecepatan udara posisi 1 (2,24 m/dt) adalah 52 C.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel (5).

Gambar 18 Grafik Hubungan Tingkat Kecepatan Udara


terhadap Nilai Akhir Kekeringan Gabah

Pada Gambar (19) memperlihatkan hubungan


antara kecepatan udara dengan perpindahan panas ke
aliran udara. Pada grafik ini diperlihatkan bahwa
udara yang berkecepatan rendah akan lebih banyak
membawa panas dibandingkan udara berkecepatan
tinggi. Ini disebabkan perpindahan panas ke udara
membutuhkan waktu. Posisi satu adalah posisi yang
paling bagus dilakukan, dimana udara berkecepatan
rendah (posisi 1 = 2,24 m/dt , posisi 2 = 0,68 m/dt
dan posisi 3 = 0,68 m/dt).

2.

Grafik Hubungan Tingkat Kecepatan Udara Terhadap


Temperatur Udara Rata-Rata

52
Rata-Rata (0C)

Pengukuran Temperatur Udara

54

3.

50
Pos isi 1

48

Pos isi 2
46

Pos isi 3

44
42
40
0

0,5

1,5

2,5

3,5

Tingkat Kecepatan Udara Pada Tiap Posisi Pengukuran

Gambar 19 Grafik Hubungan Tingkat Kecepatan


Terhadap Temperatur Udara Rata-Rata.

Udara

4.3. Menentukan Proses Pengeringan Gabah yang


Optimal
Dalam menentukan proses pengeringan yang optimal
dalam penelitian ini ada baberapa faktor, diantaranya
kecepatan dan temperatur udara serta kecepatan
aliran gabah dalam mesin pengering. Pada penelitian
ini nilai kekering gabah yang siap untuk diolah
menjadi beras disamakan dengan berat gabah yang
siap akan oleh petani yang dikeringkan oleh petani
secara alami atau nilai kekeringan gabah yang
dikeringkan menggunakan sinar matahari atau berat
gabah sekitar 1030 sampai 1070 gr/lt.
Jadi dari percobaan pengujian yang dilakukan pada
alat pengering gabah dibuat sanggup untuk mencapai
nilai berat kekeringan gabah yang diperlukan oleh
petani. Pada kecepatan rata-rata udara dalam saluran
0
gabah 0,68 m/dt dan temperatur 42 C serta
kecepatan aliran gabah 0,1 Lt/dt adalah kondisi yang
paling tepat untuk mengeringkan gabah.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan pembuatan alat pagering gabah
dan melakukan pengujian maka pada dapat diambil
beberapa kesimpulan :
1.

Panjang 3 meter.

b.

Lebar 40 centimeter.

c.

Tinggi 1,25 meter.

Daya motor 100 Watt.

e.

Kecepatan aliaran gabah 0,1 Lt/dt.

f.

Putaran poros sudu-sudu 46 rpm.

g.

Transmisi reduksi putaran 1:50.

Kecepatan aliran udara panas yang divarasikan


dalam alat pengering akan mendapatkan nilai
berat kekeringan gabah yang bervariasi.
a.

Pada posisi 1 diperoleh 1060 gr/lt.

b.

Pada posisi 2 diperoleh 1034 gr/lt.

c.

Pada posisi 3 diperoleh 1014 gr/lt.

Pada penelitian ini kondisi yang paling optimum


untuk pengeringan gabah dengan alat yang
dibuat adalah pada posisi 1, yaitu
0

a.

Temperatur udara pengeringan gabah 42 C

b.

Kecepatan aliran gabah 0,1 Lt/dt.

c.

Kecepatan aliran udara panas 0,68 m/dt.

d.

Nilai kekeringan gabah 1060 gr/lt.

5.2. Saran
1.

Energi panas pada penelitian ini berasal dari


elemen listrik, dalam hal ini energi panas dapat
diganti memakai energi panas yang berasal dari
sekam padi, yang diambil melalui pipa di
dalamnya ditiupkan udara dari luar.

2.

Alat ini tidak akan beroperasi maksimal, kalau


gabah kering tidak lansung diolah menjadi beras.
Maksudnya ini harus diletakan di dekat mesin
gilingan gabah (Heler).

3.

Harus difikirkan suatu tempat pengolah beras


terpadu sehingga petani tidak terlalu lama dalam
mengolah gabah menjadi beras.

PUSTAKA
1.

Arun S. Mujumdar., Guide to Industrial


Drying, Mumbai, India, 2004.

2.

Brenndorfer, B., Solar Dryers, Their Role in


Post
harvest
Processing.
London:
Commonwealth Science Council, 1985.

3. Clark, et.al. Microwave: Theory and


Application in Materials Processing. Eds.;
American Ceramic Society: Westerville, OH,;
61. , 1997.
4.

ExelI, R.B. A Simple Solar Rice Dryer: Basic


Design Theory, da1am Sunworl, Vol. 4 (6), New
York: Pergamon Press.halaman 186-191, 1980.

5.

Gusdorf, J.M. dan Fou1kes, E.G., Oboe Solar


Dryers: Design and Field Testing, dalam Pros.
Inters011985, 2 ha1aman 1053-1060., 1986.

Alat pengering gabah mempunyai ukuran :


a.

d.

6.

Hemalatha et, al., Microwave assisted


extraction of curcumin by samplesolvent dual
heating
mechanism
using
Taguchi
L<sub>9</sub> orthogonal design. 2008.

7.

Horrison, Judy, Preserving Food: Drying fruit


and vegetable, University of Georgia, 2000.

8.

Jaruga et al., 1998 dan Pan et al., 1999. Kunyit


(Curcuma longa Linn.). Diperoleh tanggal 20
April
2009
dari
http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com.

9.

Kirk dan Othmer. 1947. Diperoleh tanggal 10


September
2009
dari
http://ferryatsiri.
blogspot.com/2007/05/ekstraksi-minyak-atsiridengan.html.

10. Sabel dan Waren. 1973. Diperoleh tanggal 10


September
2009
dari
http://ferryatsiri.
blogspot.com/2007/05/ekstraksi-minyak-atsiridengan.html.
CURRICULUM VITAE
Eka Sunitra, ST., MT adalah Staf Pengajar pada
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang.
Menyelesaikan pendidikan S2 di USU dalam bidang
Teknik Mesin. Email: dzeka sunitra@yahoo.co.id.
Aidil Zamri, ST., MT., Rivanol Chadry, ST., MT.,
& Mulyadi, ST., MT. Adalah staf pengajar di
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang

40
40

Anda mungkin juga menyukai