Oleh :
Namira Octaviyati
Annisa Rizkia Fitri
G99131056/L06-2014
G99131018/L07-2014
Pembimbing :
Dra. Suci Murti Karini, M. Si
KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Tanggal Lahir
Berat Badan
Panjang Badan
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Pemeriksaan
: An. F
: 3 tahun
: 11 Januari 2012
: 10,6 kg
: 85 cm
: Laki-laki
: Islam
: Jebres
: 14 Januari 2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap perawat yang
merawat penderita.
A. Keluhan Utama
Perkembangan lebih lambat dari pada anak seusianya
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan anak yang dirawat di Yayasan Pemeliharaan
Anak dan Bayi Permata Hati. Perawat mengeluh bahwa anak tersebut
perkembangannya lebih lambat daripada anak seusianya. Pasien belum
bisa mengucapkan kata-kata. Pasien hanya bisa mengucap a,i,u,e,o,
menangis, dan kurang memberi respon bila dipanggil. Pasien mudah
marah apabila keinginannya tidak segera dipenuhi. Sehari-hari untuk
makan dan mandi pasien dibantu oleh perawat. Pasien belum bisa minum
dengan cangkir sehingga masih menggunakan dot atau dibantu oleh
perawat menggunakan sendok. Pasien sudah dapat berdiri sendiri,
berjalan, namun belum dapat berjalan mundur, berlari, maupun naik
tangga.
Saat dilakukan pemeriksaan rutin, didapatkan BAB (+) 1x dalam
sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning, lendir dan darah (-).
Muntah (-), rasa haus (-), sadar, BAK terakhir tidak ada keluhan, demam
(-), sesak (-), kejang (-).
2
:
:
:
:
disangkal
disangkal
disangkal
(+), keterlambatan bahasa,
personal sosial, motorik
kasar, dan motorik halus
: tidakdiketahui
: tidakdiketahui
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Polio
Thypus abdominalis
Cacingan
Gegar otak
Fraktur
Kolera
TB paru
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
3. Usia 24 bulan-sekarang : nasi tim 2-3 kali sehari satu mangkok kecil
dengan sayur hijau/bayam, telur, tahu, tempe, dengan diselingi susu
buatan. Frekuensi minum susu buatan 2-3 kali per hari dengan takaran
1 cangkir.
H. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan kehamilan dan prenatal tidak diketahui
I. Riwayat Kelahiran
Penderita lahir di RSDM, partus normal, ditolong oleh dokter, usia
kehamilan tidak diketahui, bayi langsung menangis segera setelah lahir.
Berat waktu lahir 3000 gram, panjang badan saat lahir 48 cm.
J. Riwayat Pemeriksaan Post Natal
Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di RSDM.
K. Riwayat Imunisasi
1.
2.
3.
4.
5.
Jenis
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B
I
II
1 bulan
2 bulan 3 bulan
0 bulan 2 bulan
9 bulan
Lahir
2bulan
III
4 bulan
3 bulan
3 bulan
IV
4 bulan
4 bulan
L. Keluarga Berencana
Ibu tidak menggunakan KB
III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
: baik
Derajat Kesadaran
: compos mentis
Status gizi
: gizi kesan baik
2. Tanda vital
S
: 36,1oC
N
: 100 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.
RR
: 24 x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, reguler.
BB
: 10,6kg
TB
: 85cm
3. Kulit : warna kuning langsat, kelembaban baik, turgor baik.
17. Ekstremitas :
akral dingin
detik -
sianosis
oedem
CRT < 2
18. Kuku : keruh (-), spoon nail (-), konkaf (-)
ASSESSMENT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Down Syndrome
Global Delayed development
Keterlambatan perkembangan personal sosial setara usia 12 bulan
Keterlambatan perkembangan adaptif motorik halus setara usia 14 bulan
Keterlambatan perkembangan bahasa setara usia 5,5 bulan
Keterlambatan perkembangan motorik kasar setara usia 15 bulan
VIII.
1.
2.
3.
4.
PENATALAKSANAAN
Edukasi :
Motivasi perawat tentang penyakitnya
Beri asupan makanan yang cukup
Stimulasi
Konseling
IX.
PLANNING
PROGNOSIS
Ad vitam
:dubia adbonam
Ad sanam
: malam
Ad fungsionam : malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai
trisomi, karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan
satu kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal
hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah
keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik
7
ETIOLOGI
Menurut Soetjiningsih (1998: 211-212), selama satu abad sebelumnya
banyak hipotesis tentang penyebab sindrom Down yang dilaporkan. Tetapi
sejak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun
1959,
maka
sekarang
perhatian
dipusatkan
pada
kejadian
non-
Diperkirakan
terdapat
predisposisi
genetic
terhadap
non-
FAKTOR RISIKO
Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan
meningkat dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita
yang hamil pada usia di atas 35 tahun. Walau bagaimanapun, wanita yang
hamil pada usia muda tidak bebas terhadap risiko mendapat bayi dengan
sindrom Down.
Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down
adalah lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan
sindrom Down, atau jika adanya anggota keluarga yang terdekat yang pernah
mendapat kondisi yang sama. Walau bagaimanapun kebanyakan kasus yang
(MFMER), 2011).
PATOFISIOLOGI
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan
menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat
menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses
hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan
survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak
anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik,
maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.
Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan
tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas,
anomali pada ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis
molekular
menunjukkan
regio
21q.22.1-q22.3
pada
kromosom
21
11
proses
fisiologis
tubuh,
seperti
hipersensitivitas
terhadap
pilocarpine dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak anak
dengan sindrom Down yang menderita leukemia sangat sensitif terhadap
methotrexate.
Menurunnya
buffer
proses
metabolik
menjadi
faktor
seperti
Transient
Myeloproliferative
Disorder
dan
Acute
MORTALITAS/MORBIDITAS
Diperkirakan sekitar 75% kehamilan dengan trisomi 21 tidak akan
bertahan. Sekitar 85% bayi dapat hidup sampai umur satu tahun dan 50%
dapat hidup sehingga berusia lebih dari 50 tahun. Penyakit jantung kongenital
sering menjadi faktor yang menentukan usia penderita sindrom Down. Selain
itu,
penyakit
seperti Atresia
Esofagus
dengan
atau
tanpa
fistula
nafas
dapat
menyebabkan
Serous
Otitis
Media,
Alveolar
12
13
Down
sering
menderita
Brachycephaly,
microcephaly, dahi yang rata, occipital yang agak lurus, fontanela yang
besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang lambat, sutura metopik,
tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid serta hipoplasia pada sinus
maksilaris (John A. 2000).
Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas
(upslanting) karena fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya
lipatan epicanthal, titik titik Brushfield, kesalahan refraksi sehingga
50%,
strabismus
(44%),
nistagmus
(20%),
blepharitis
(33%),
14
16
E. Sistem Gastrointestinal
Kelainan pada sistem gastrointestinal pada penderita sindrom Down
yang dapat ditemukan adalah atresia atau stenosis, Hirschsprung disease
(<1%), TE fistula, Meckel divertikulum, anus imperforata dan juga
omphalocele.
Selain itu, hasil penelitian di Eropa dan Amerika didapatkan
prevalensi mendapat Celiac disease pada pasien sindrom Down adalah
sekitar 5-15%. Penyakit ini terjadi karena defek genetik, yaitu spesifik
pada human leukocyte antigen (HLA) heterodimers DQ2 dan juga DQ8.
Dilaporkan juga terdapat kaitan yang kuat antara hipersensitivitas dan
spesifikasi yang jelek (Livingstone, 2006).
F. Sistem Endokrin
Tiroiditis Hashimoto yang mengakibatkan hipothyroidism adalah
gangguan pada sistem endokrin yang paling sering ditemukan. Onsetnya
sering pada usia awal sekolah, sekitar 8 hingga 10 tahun. Insidens
ditemukannya Graves disease juga dilaporkan meningkat. Prevelensi
mendapat penyakit tiroid seperti hipothirodis kongenital, hipertiroid
primer, autoimun tiroiditis, dan compensated hypothyroidism atau
hyperthyrotropenemia adalah sekitar 3-54% pada penderita sindrom
Down, dengan persentase yang semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya umur (Merritt's, 2000).
G. Gangguan Psikologis
Kebanyakan anak penderita sindrom Down tidak memiliki gangguan
psikiatri atau prilaku. Diperkirakan sekitar 18-38% anak mempunyai risiko
mendapat gangguan psikis. Beberapa kelainan yang bisa didapat adalah
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Oppositional Defiant
Disorder, gangguan disruptif yang tidak spesifik dan gangguan spektrum
Autisme (Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006).
H. Trisomi 21 mosaik
Trisomi 21 mosaik biasanya hanya menampilkan gejala gejala
sindrom Down yang sangat minimal. Kondisi ini sering menjadi kriteria
diagnosis awal bagi penyakit Alzheimer. Fenotip individu yang mendapat
trisomi 21 mosaik manggambarkan persentase sel sel trisomik yang
terdapat dalam jaringan yang berbeda di dalam tubuh (Andriolo, 2005).
18
IX. KOMPLIKASI
Walaupun lahir secara normal, asimptomatik dan tidak dijumpai murmur,
anak penderita sindrom Down tetap mempunyai risiko mendapat defek pada
jantung. Apabila resistensi pada vaskular pulmonari dapat dideteksi,
kemungkinan terjadinya shunt dari kiri ke kanan dapat dikurangi, sehingga
dapat mencegah terjadinya gagal jantung awal. Apabila tidak dapat dideteksi,
keadaan ini akan menyebabkan hipertensi pulmonal yang persisten dengan
perubahan pada vaskular yang ireversibel (Cincinnati Children's Hospital
Medical Center, 2006).
Umumnya tatalaksana operatif untuk memperbaiki defek pada jantung
dilakukan setelah anak cukup besar dan kemampuan bertahan terhadap
operasi yang dilakukan lebih baik. Biasanya tindakan operasi dilakukan
apabila anak sudah berusia 6-9 bulan. Saat ini, hasil operasi sudah lebih baik
dan anak yang dioperasi mampu hidup lebih lama (Kallen B, 1996).
Bagi penderita sindrom Down yang menderita defek
septal
19
d.
Penglihatan
Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan
atau katarak. Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.
Nutrisi
Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan congenital yang berat
lainnya,
akan
terjadi
gangguan
pertumbuhan
pda
masa
dislokasi
patella,
subluksasio
pangkal
paha,
atau
20
2.
Pendidikan
Ternyata anak dengan sindrom Down mampu berpartisipasi dalam
belajar melalui program intervensi dini, taman kanak-kanak, dan melalui
pendidikan kasus yang positif yang akan berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak secara menyeluruh.
a.
Intervensi dini
Pada akhir-akhir ini, terdapat sejumlah program intervensi dini yang
dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan
lingkungan yang memadai bagi anak dengan sindrom Down makin
meningkat. Anak akan mendapat manfaat dari stimulasi sensoris dini,
latihan khusus yang mencakup aktivitas motorik kasar dan halus, dan
petunjuk agar anak mampu berbahasa. Demikian pula dengan
mengajari anak agar mampu menolong diri sendiri, seperti belajar
makan, belajar buang air besar/kecil, mandi, berpakaian, akan
b.
melakukan
interaksi
social
denga
temannya.
Dengan
3.
tuanya.
XI. PENCEGAHAN
Menurut Soetjiningsih (1998: 220), konseling genetic, maupun
amniosintesis pada kehamilan yang dicurigai, akan sangat membantu
mengurangi angka kejadian sindrom Down. Saat ini dengan kemajuan biologi
molecular, misalnya dengan gene targeting atau yang dikenal juga sebagai
homologous recombination sebuah gene dapat dinonaktifkan. Tidak
terkecuali suatu saat nanti, gen-gen yang terdapat di ujung lengan panjang
kromosom 21 yang bertanggungjawab terhadap munculnya fenotip sindrom
Down dapat dinonaktifkan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Am J Pathol. 2003. Down Syndrome. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
American College of Nurse-Midwives. 2005. Prenatal Tests for Down Syndrome.
www.ncbi.nlm.nih.gv/pubmed/15895013
Andriolo, R B. 2005. Aerobic Exercise Training Programmes For Improving
Physical And Psychosocial Health in adults with Down Syndrome. www.
biomedsearch.com.
Baliff J B. 2005. New Development in Prenatal Screening for Down Syndrome.
University of Rochester School of Medical.
Galley R. 2005. Medical Management of the Adult Patient with Down Syndrome.
Journal of the American Academy of Physician Assistant Apr: 18(4): 4552.
Kallen B, Mastroiacovo P, Robert E. 1996. Major Congenital Malformations in
Down Syndrome. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8911611
Lancet. 2003. Antenatal Screening for Downs Syndrome. The Lancet volume 362,
issues 9377, p 81.
Livingstone C. 2006. Heart Related Down Syndrome. repository.usu.ac.id
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Tyler, C V, Zyzanski SJ, Runser, L. 2004. Increased Risk of Symptomatic
Gallbladder Disease in Adults with Down Syndrome. American Journal of
Medical Genetics vol 130 A, issue 4, pp 351-3
23