Anda di halaman 1dari 20

SKENARIO 2

ANYANG-ANYANGAN
Seorang perempuan, usia 23 tahun datang ke dokter puskesmas dengan keluhan nyeri
saat buang air kecil dan anyang-anyangan. Keluhan ini dirasakan sejak dua hari yang lalu.
Dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kecuali nyeri tekan supra simpisis. Pada
pemeriksaan urinalisis didapatkan peningkatan leukosit dalam sedimen urin kemudian
disarankan untuk melakukan pemeriksaan kultur urin.

L.O.I. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopik dan Mikroskopik Saluran


Kemih
1. Anatomi Makroskopik
URETER
Lanjutan dari kedua pelvic renalis membawa urine ke vesica urinaria berbatasan
dengan pars pelvica pada aditus pelvic.
Ureter terbagi 2 :
a. Ureter pars abdominalis
b. Ureter pars pelvica
Panjang ureter 25 cm dalam perjalanannya ke vesica urinaria terdapat 3 buah daerah
penyempitan yaitu:
a. Pada batas pelvic renalis dan permulaan keluar ureter.
b. Pada waktu masuk ke cavum pelvic menyilang A. Illiaca communis.
c. Pada waktu masuk ke dalam vesica urinaria (osteum ureteric vesicae).
Batas-Batas
Ureter Dextra
Ureter Sinistra
Anterior:
Anterior:
Duodenum
Colon sigmoid
Ileum terminalis
Mesocolon sigmoid
a.v.colica dextra
a.v.ileae & a.a.jejunalis
a.v.iliocolica
a.v.testicularis/ovarica sinistra
a.v.testicularis/ovarica dextra
Posterior:
Posterior:
m.psoas sinistra
m.psoas dextra
bifurcatio
a.illiaca
communis
bifurcatio
a.illiaca
communis
sinistra
dextra
Pelvis renalis (pelvis ureter)
Berbentuk seperti corong
Keluar dari hillus renalis, menerima dari calix mayor
Ureter keluar dari hillus
ginjal dan berjalan vertikal
ke bawah di belakang
peritoneum
pariatale
melekat ke m.psoas
masuk ke pelvis menyilang
a.v.illiaca communis di
depan lig. sacro illiaca
masuk ke pelvis menuju
vesica urinarius.

Gambar 1. Ureter

Perdarahan
a. a.renalis cabang aorta abdominalis
b. a.testicularis / ovarica cabang aorta abdominalis
c. a.vesicalis superior cabang dari a.hypogastrica / a.iliaca interna
Pembuluh Lymph
Mengalir melalui nl.aortae lateralis & nl.iliacus
Persyarafan
a. Plexus renalis
b. n.testicularis
c. n.hypogastricus
d. Serabut afferen akan berjalan dengan saraf sympatis ke medulla spinalis melalui (L1,
L2)
VESICA URINARIA (URINARY BLADDER)
Adalah kantung kemih (buli-buli) yang merupakan tempat muara ureter dextra dan
sinistra dalam rongga pelvis. Struktur anatomi vesika urinary:
a. Berbentuk piramid 3 sisi apex menuju ventral atas, basis (fundus) menuju dorso
caudal, dan corpus terletak antara apex & fundus
b. Pada bagian kanan/kiri fundus vesicae ada muara kedua ureter disebut ostium
uretericum vesicae dan daerah tersebut berbentuk segitiga disebut trigonum vesicae.
Pada basis caudal terdapat jalan keluar urine menuju urethra disebut ostium urethra
internum vesicae.
c. Pada apex vesicae terdapat jaringan ikat yg merupakan sisa embryologis dari
Urachus yg menuju umbilicus disebut ligamentum vesico umbilicalis medianum
d. Mempunyai lapisan fibrosa, serosa dan tunica muscularis. Pada tunica muscularis
terdapat serabut otot stratum longitudinalis dari apex ke fundus dan stratum circulare
yang melingkari ostium interneum vesicae m.destrusor vesicae (merangsang urine)
dan m.sphincter vesicae (mempertahankan urine dalam vesicae)
e. Pada daerah trigonal vesicae terdapat otot lanjutan stratum longitudinalis yang
menghubungkan kedua ostium uretericum dan membentuk plica inter uretericum
untuk menutup vesicae jika sudah penuh

Gambar 2. Vesica Urinarius pada Wanita

Perdarahan
a.vesicalis superior cabang dari a.hypogastrica
a.vesicalis inferior cabang dari a.hypogastrica
Persarafan
Saraf otonom parasymphatis berasal dari n.splanchnicus pelvicus (Sacral 2-3-4)
Saraf otonom symphatis dari ganglion symphatis (Lumbal 1-2-3)
Saluran terakhir dari sistem urinarius
URETHRA
Adalah saluran terakhir dari sistem urinarius mulai dari ostium urethra internum sampai
ostium urethra externum, Urethra pada laki-laki lebih panjang dari wanita, sebab pada
laki-laki ada penis dan kelenjar prostat, pada wanita tidak ada. Pada laki-laki lebih
panjangnya 18-20 cm, dan pada wanita hanya 3-4 cm. Pada laki-laki, urethra terbagi atas
3 daerah:
a. Urethra pars prostatica mulai dari ostium urethra internum sampai urethra yang
ditutupi oleh glandula prostat & berada di rongga pelvis.
b. Uretra pars membranacea mulai dari urethra pars prostatica sampai bulbus penis
pars cavernosa (paling pendek= 1-2 cm)
c. Uretra pars cavernosa (spongiosa) mulai dari daerah bulbus penis sampai ostium
urethra externum, berjalan dalam corpus cavernosa urethra (penis), 12-15 cm.

Gambar 3. Urethra pada Laki-laki


Pada urethra bermuara 2 macam kelenjar, yaitu :
Kelenjar para urethralis
5

Kelenjar bulbo urethralis

Perdarahan
a.dorsalis penis
a.bulbo urethralis
Persarafan
Cabang-cabang n.pudendus
(Syam, Edward. 2011)
2. Anatomi Mikroskopik
Secara umum gambaran histologi dari Ureter, vesica urinaria dan uretra memiliki
kesamaan dalam struktur histologi, dimana dinding ureter semakin menebal mendektai
vesica urinaria. Tunika muskularis melapisi bagian luar ureter dengan dua sampai tiga
lapisan dengan susunan muscular longitudinal di bagian luar dan dalam serta sirkular di
antaranya. Terdapat jaringan ikat di antara lapisan otot. Mukosa terdiri dari sel epitel
transisional. (Junquira, LC, Carneiro J. 2007)
1. Otot polos iongitudinal lapisan
internal
2. Otot polos sirkular
3. Urothelium
4. Lamina propia
5. Tunica adventisia

Gambar 4. Ureter

Gambar 4. Ureter
Gambar 5. Uretra

1.
2.
3.
4.
5.
6.

basal cell
intermedularry cell
surface (umbrella) cell
crusta
lysosomes
lymphocytes

Gambar 6. Vesica Urinaria

L.O.II Memahami dan Menjelaskan Tentang Proses Berkemih


Setelah dibentuk di ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (buli-buli).
Aliran urin di ureter tidak semata-mata bergantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi
peristaltik otot polos di dalama dinding uretra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal
ke kandung kemih. Ketika kandung kemih terisi, ujung ureter yang terdapat di dalam dinding
kandung kemih tertekan dan menutup. Namu urin masih tetap dapat masuk ke kandung
kemih, karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk mengatasi
resistensi dan mdorong urin melewati muara saluran yang tertutup itu.
Dinding kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh jenis khusus. Untuk
meningkatkan luas permukaan sel-sel epitel ketika kandung kemih terisi, vesikel-vesikel
sitoplasma disisipkan ke dalam membran permukaan melalui proses eksositosis; vesikelvesikel tersebut ditarik kembali melalui proses endositosis untuk memperkecil luas
permukaan pada saat isi kandung kemih keluar. Sebagaimana sifat otot polos, otot polos
kandung kemih dapat sangat meregang tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan dinding
kandung kemih. Selain itu, dinding kandung kemih yang berlipat-lipat menjadi rata sewaktu
kandung kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih.
Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafan serat parasimpatis, yang apabila
dirangsang akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar melalui
uretra terbuka, kontraksi kandung kemih menyebabkan pengosongan urin dari kandung
kemih. Pintu keluar kandung kemih dijaga oleh dua sfingter; sfingter uretra interna dan
sfingter uretra eksterna. Sfingter adalah cincin otot yang, bila berkontraksi, menutup aliran
yang melewati lubang yang bersangkutan:
Sfingter uretra interna yang terdiri dari otot polos dan, dengan demikian berada di
bawah kontrol involunter. Walaupun bukan sfingter sejati, otot ini melakukan fungsi yang
sama dengan sfingter. Sewaktu kandung kemih melemas, susunan anatomis sfingter uretra
interna menutupi pintu keluar kandung kemih.
Sfingter uretra eksterna, diperkuat oleh seluruh diafragma pelvis yaitu suatau lembaran
otot rangka yang membentuk dasar panggul dan membantu menunjang organ-organ
panggul. Neuron-neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksternal dan diafragma
pelvis secara terus menerus melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali
bila mengalami inhibisi, sehingga otot-otot ini mengalami kontraksi tonik untuk
mencegah keluarnya urin melalui uretra. Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih
melemas dan terisi, sfingter uretra interna dan eksterna tertutup untuk mencegah urin

keluar. Selain itu, karena merupakan otot rangka, sfingter eksterna dan diafragma pelvis
berada di bawah kontrol kesadaran. Keduanya dapat dengan sengaja dikontraksikan untuk
mencegah pengeluaran urin sewaktu kandung kemih berkontraksi dan sfingter interna
terbuka.
Mikturisi, atau berkemih, yaitu proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua
mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volume. Refleks berkemih dicetuskan apabila
reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada
seorang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 400 ml urin sebelum tegangan di
dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan
melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat aferen dari
reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya, melalui antar neuron,
merangsang saraf parasimpatis yang berjalan ke kandung kemih dan menghambat neuron
motorik yang mempersarafi sfingter eksterna. Stimulasi parasimpatis pada kandung kemih
menyebabkan organ ini berkontraksi. Untuk membuka sfingter interna tidak diperlukan
mekanisme khusus; perugahan bentuk kandung kemih sewaktu organ tersebut berkontraksi
secara mekanis menarik sfingter interna terbuka. Secara simultan, sfingter eksterna melemas
karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Sekarang kedua sfingter terbuka dan urin
terdorong ke luar melalui uretra akibat gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih.
Refleks berkemih ini, yang seluruhnya merupakan refleks spinal, mengatur pengosongan
kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi dalam jumlah yang cukup
untuk memicu refleks tersebut, bayi secara otomatis mengompol.
Pengisian kandung kemih juga menyebabkan timbulnya keinginan sadar untuk berkemih.
Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks
melemas, sehungga hal tersebut memberi peringatan bahwa proses berkemih akan segera
dimualai. Apabila saat berkemih tidak tepat sementara refleks berkemih sudah dimuali,
pengosongan kandung kemih dapat secara dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna
dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter yang berasal dari korteks serebrum
mengalahkan masuka inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neiron-neuron motorik yang
terlibat (keseimbagan relatif EPSP dan IPSP), sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan
urin tidak dikeluarkan.
Proses berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, walaupun kandung kemih belum
teregang, oleh relaksasi volunter sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Penurunan lantai
panggul juga memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultan membuka sfingter
uretra internal dan meregangkan kandung kemih. Pengosongan kandung kemih secara vlunter
dapat dibantu lebih lanjut oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang selanjutnya memeras
kandung kemih untuk mengosongkan isinya.
Inkontinensia urin, atau ketidakseimbangan mencegah pengeluaran urin, terjadi akibat
gangguan jalur-jalur desendens di korda spinalis yang memperantarai kontrol volunter atas
sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Dalam hal ini, karena komponen lengkung reflrks
berkemih masih utuh di krda spinalis bagian bawah, pengosongan kandung kemih diatur oleh
refleks spinal yang tidak dapat dikontrol, seperti pada bayi. Inkontenensia dengan tingkat
yang lebih ringan yang ditandai oleh keluarnya urin akibat peningkatan mendadak tekanan
kandung kemih., misalnya sewaktu batuk atau bersin, dapat terjadi akibat gangguan fungsi
sfingter. Hal ini tidak jarang terjadi pada wanita yang sering melahirkan atau pada pria yang
sfingternya cedera selama pembedahan prostat. (Sherwood, L. 2001)

Gambar 7. Kontrol Refleks dan Volunter Atas Berkemih


L.O.III. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih
1. Definisi
keberadaan mikroorganisme di dalam urin. Bakteriuria bermakna (significant
bakteriuria) menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony
forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai
presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria). Sebaliknya
bakteruria bermakna dengan disertai presentasi klinis dinamakan bakteriuria bermakna
simptomatik.
Infeksi saluran kemih sederhana (uncomplicated type) merupakan infeksi saluran
kemih berulang tetapi jarang menimbulkan insufisiensi ginjal kronik sedangkan infeksi
saluran kemih komplikasi (complicated type) adalah infeksi saluran kemih denga refluks
vesikoureter sejak lahir. (Sukandar, Edar. 2009)

2. Etiologi
Gram Negatif
Famili
Enterobacteriaceae

Pseudomonadacea
e
Gram Positif
Famili
Micrococcaceae

Genus
Escherichia
Klebsiella
Proteus
Enterobacter
Providencia
Morganella
Citrobacter
Serratia
Pseudomonas

Spesies
coli
pneumoniae,
oxytosa
mirabilis, vulgaris
cloacae, aerogenes
rettgeri, stuartii
morganii
freundii, diversus
morcescens
Aeruginosa

Genus
Spesies
Staphylococcu Aureus
s
Streptococcaceae
Streptococcus fecalis, enterococcus
Tabel 1. Famili, Genus, dan Spesies MO yang Paling Sering Sebagai Penyebab ISK

Penyebab lainnya bisa dai virus seperti Adenovirus dan jamur seperti Chlamydia dan
Mycoplasma.
E. coli dapat menyebabkan infeksi asimtomatik ataupun simtomatik. E.coli
mempunyai pili tipe P yang akan melekat pada bagian antigen golongan darah P,
struktur pengenal minimalnya adalah disakarida -D-galaktopiranosil-(1-4)--Dgalaktopiranosida (adhesi pengikatan GAL-GAL)
Proteus sp dan Staphylococcus dengan koagulase negatif sering ditemukan pada anak
laki-laki berusia 5 tahun. ISK yang disebabkan oleh proteus sp akan menghasilkan
urease sehingga mengakibatkan hidrolisis urea secara cepat dan membebaskan
amonia sehingga urin bersifat basa dan mudah sekali terjadi pembentukan batu.
Ditambah lagi motilitas proteus sp yang cepat.
Infeksi pseudomonas sp dan mikroorganisme lainnya
(Sukandar, Edar. 2009; Brooks GF, et al. 2008)
3. Epidemiologi
Infeksi saluran kemih biasanya terjadi karena faktor pencetus seperti litiasi, obstruksi
saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, Diabetes Melitus, senggama,
kehamilan, kateterisasi, penyakit sickle cell dan tergantung oleh usia, gender, prevalensi,
bakteriuria, sehingga menyebabkan perubahan struktur saluran kemih. Selama periode
usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK
dibandingkan laki-laki.
Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi
ISK pada periode sekolah 1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif seksual.
Prevalensi infeksi asimtomatik adalah 30%, pada bayi laki-laki 3:1 dan 5:1 dibandingkan
bayi perempuan. (Sukandar, Edar. 2009)
10

4. Klasifikasi

Gambar 8. Klasifikasi ISK


a. Pielonefritik Akut
Proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh bakteri.
b. Pielonefritik Kronik
Lanjutan dari infeksi bakteri berkelanjutan sejak masa kecil.
c. Cystitis
Presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai baktereuria yang berarti.
d. Sindroma Urethra Akut
Presentasi klinis seperti cystitis, tapi tidak ditemukan mikroorganisme.
(Sukandar, Edar. 2009)
5. Patogenesis
a. Peranan Patogenesis Bakteri
Sejumlah flora saluran cerna termasuk E.coli diduga terkait dengan etiologi ISK.
Patogenitas E. coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dan
lipopolisakarin (LPS).
Penentu Virulensi
Alur
Fimbriae
Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Kapsul antigen K
Resistensi terhadap pertahanan tubuh
Perlengketan (attachment)
Lipopolysacharide side chains (O Resistensi terhadap fagositosis
antigen)
Lipid A endotoksin
Inhibisi peristalsis ureter
Pro-inflamatori
Membran protein lainnya
Kelasi besi
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan
Hemolysin
Inhibisi fungsi fagosit
Sekuestrasi besi
Tabel 2. Faktor Virulensi Escherichia coli

Peranan Bakterial Attachment of Mucosa.


Fimbriae merupakan salah satu pelengkap patogenisitas yang mempunyai
kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih.

11

Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenitas lain dari E. coli berhubungan
dengan toksin. Beberapa sifat uropatogen MO ; seperti resistensi serum, sekustrasi
besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul mendahului manifestasi
klinik.
Faktor virulensi variase fase. Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan
untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar.
b. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
Faktor predisposisi pencetus ISK. Faktor bakteri dan status saluran kemih
pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih.
Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat
kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis
ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens
normal dan sangat peka terhadap infeksi.
Bstatus imunologik pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan
bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan
terhadap ISK. Prevaleni ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B
dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan
darah lewis.
(Sukandar, Edar. 2009)
6. Patofisiologi
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam
kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai
ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter.
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin
akibat lanjut dari bakteremia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat
lanjut septikemi atau endokarditis akibat stafilokokus aureus. Beberapa peneliti
melaporkan PNA sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram
negative.
ISK rekuren. Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren terdiri 2 kelompok, yaitu : a.) Re-infeksi.
Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu dengan mikroorganisme (MO)
yang berlainan. b.) Relapsing Infection. Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang
sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.
Klasifikasi ISK
Sekali-sekali ISK
Sering ISK

Pathogenesis
Mikroorganisme
Gender
Reinfeksi
Berlainan
Laki-laki atau wanita
Sering episode ISK
Berlainan
Wanita
ISK persisten
Sama
Wanita atau laki-laki
ISK setelah terapi
Terapi tidak sesuai
Sama
Wanita atau laki-laki
Tidak
adekuat Terapi
inefektif Sama
Wanita atau laki-laki
(relapsing)
setelah reinfeksi
Infeksi persisten
Sama
Wanita atau laki-laki
Reinfeksi cepat
Sama/berlainan
Wanita atau laki-laki
Fistula enterovesikal Berlainan
Wanita atau laki-laki
Tabel 3. Klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO)
(Sukandar, Edar. 2009)
7. Manifestasi Klinis

12

a. Pielonefritik Akut.
Panas tinggi (39-40,5C),
Mengigil,
Sakit pinggang,
Presentasi klinis sering didahului gejala cistitis.
b. Cystitis.
Sakit suprapubik,
Polakisuria,
Nokturia,
Disuria,
Stranguria,dan
Biasanya Hematuria.
c. Sindroma Urethra Akut.
1) SUA ditemukan pada perempuan 20-50 tahun.
2) SUA dibagi menjadi 3, yaitu :
Kelompok I: Pasien dengan piuria, biakan urin dapat diisolasi E.Coli dengan
cfu
/ml urin 103 samapi 105. Sumber infeksi dari kelenjar peri-urethral / urethral
itu sendiri. Kelompok ini berespon baik jika diberi golongan ampisillin.
Kelompok II : Pasien lekosituria 10 50 /lp tinggi dan kultur urin steril.
Kultur khusus ditemukan Chlamydia trachomatis / bakteri anaerob.
Kelompok III : Pasien tanpa piuria dan biakan steril.
d. ISK rekuren.
1) Reinfeksi : Episode terinfeksi dengan interval > 6 minggu dengan
mikroorganisme yang berlainan.
2) Relapsing infection : Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama,
disebabkan sumber infeksi tidak diobati adekuat.
(Sukandar, Edar. 2009)
8. Diagnosis
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan
diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain :
1) Urinalisis
Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi
tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki
dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan
spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang
dipergunakan adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan anak kecil,
spesimen didapat dengan memasang kantong steril pada genitalia eksterna. Cara
terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik,
walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain karena harus
dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica
urinaria. Yang dinilai adalah sebagai berikut:
a) Eritrosit
Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi
berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran

13

kemih dan infeksi saluran kemih. Positif bila ditemukan 5-10 per lapang
pandang sedimen urin.
b) Piuria
Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan olehStamm, bila
ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau
setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di
sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit
sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin.
c) Silinder
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara
lain :
Silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis
ginjal
Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk
pielonefritis
Silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada
gromerulonefritis akut
Silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila
ditemukan bersamaan dengan proteinuria nefrotik.
d) Kristal
Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal.
e) Bakteri
Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan
infeksi saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.
2) Bakteriologis
a) Mikroskopis
Pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau
pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri
lapangan pandang minyak emersi.
b) Biakan bakteri
Pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis
ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu:
Pengambilan spesimen
Aspirasi supra pubik
Kateter
Urine bag atau urin porsi tengah

Jumlah koloni bakteri per ml urin


>100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme
patogen
>20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen
>100.000 cfu/ml

3) Tes Kimiawi
Dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya yang paling sering
dipakai adalah tes reduksi griess nitrate (untuk bakteri gram negative). Dasarnya
adalah sebagian besar mikroba kecualienter ococci mereduksi nitrat. Batasannya
bila ditemukan bakteri >100.000. Kepekaannya mencapai 90% dengan spesifitas
99%.
4) Tes Plat-Celup (Dip-Slide)
Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik
bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat
14

khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan


digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung
plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu
malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola
pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang
memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL
urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat.
Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui.
5) Pemeriksaan Kultur Urin
Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin
masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang
tumbuh > 105 koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh
merupakan penyebab ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah <
103 koloni / ml urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya
merupakan kontaminasi flora normal dari muara uretra. Jika diperoleh jumlah
koloni antara 103 - 105 koloni / ml urin, kemungkinan kontaminasi belum dapat
disingkirkan dan sebaiknya dilakukan biakan ulang dengan bahan urin yang baru.
Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah kuman adalah kondisi hidrasi pasien,
frekuensi berkemih dan pemberian antibiotika sebelumnya.
Perlu diperhatikan pula banyaknya jenis bakteri yang tumbuh. Bila > 3 jenis
bakteri yang terisolasi, maka kemungkinan besar bahan urin yang diperiksa telah
terkontaminasi.
b. Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau
kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat
berupa foto polos abdomen, pielonegrafi intravena, demikian pula dengan
pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan.
9. Diagnosis Banding
Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Pielonefritis bila
didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor
predisposisis, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respon terhadap antibiotik kurang baik.
10. Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah
a. Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotic yang sesuai
b. Mengkoreksi kelainan anatomi yang merupakan faktor presdisposisi
Tujuan utama penatalaksanaan ISK adalah mencegah atau menghilangkan gejala,
mengobati bakteriemia dan bakteriuria, dan mencegah kerusakan ginjal. Pemilihan
antibiotik sangat dipengaruhi oleh resistensi dari bakteri tersebut.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputiintake cairan yang banyak, antibiotik yang
adekuat, dan jika perlu terapi simtomatik untuk alkalinasi urin
a. Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotik
tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetropim 200 mg.
b. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari

15

c. Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala
hilang dan tanpa lekosuria

Reinfeksi berulang (frequent re-infection)


1) Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif dan diikuti koreksi
faktor resiko
2) Tenpa faktor perdisposisi : Asupan cairan banyak, cuci setelah melakukan
senggama diikut terapi antimikroba takaran tunggal (mis: trimetropim 200 mg)
Sindrom Uretra Akut (SUA)
Pasien dengan SUA dengan hitung kuman >10 memerlukan antibiotik yang adekuat
infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan
MO anaerobik diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon
Infeksi Saluran kemih (ISK) atas
Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat
inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral paling sedikit 48
jam.

The Infectious Diseases Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi
antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam setelah diketahui MO sebagai
penyebabnya :
a. Fluorokuinolon
b. Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin
c. Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa amiglikosida
TRIMETHOPRIM-SULFAMETHOXAZOLE
Nama Generik: Co-trimoxazoleIndikasi : Infeksi Saluran Kemih, Infeksi Saluran
Pencernaa, Infeksi Saluran Pernapasan, Infeksi kulit
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap komponen obat, anemia megaloblastik
Bentuk Sediaan:
o Tablet (80 mg Trimethoprim 400 mg Sulfamethoxazole)
o Kaplet Forte (160 mg Trimethoprim 800 mg Sulfamethoxazole)
o Sirup suspensi (Tiap 5 ml mengandung 40 mg Trimethoprim 200 mg
Sulfamethoxazole)
Dosis:
o Anak diatas 2 bulan : 6-12 mg trimethoprim/ kg/ hari, terbagi dalam 2 dosis (tiap
12 jam)
o Dewasa : 2 x sehari 2 tablet atau 2 x sehari 1 kaplet forte
Efek Samping : mual, muntah, hilang nafsu makan, kemerahan pada kulit
Resiko Khusus : defisiensi G6PD, defisiensi asam folat, wanita hamil dan menyusui,
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
CIPROFLOXACIN
Nama Generik : Ciprofloxacin
Indikasi : Infeksi Saluran Kemih, Sinusitis Akut, Infeksi Kulit, Infeksi Tulang dan
Sendi, Demam Typhoid, Pneumonia Nosokomial
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap Ciprofloxacin atau golongan quinolon lain

16

Bentuk Sediaan : Tablet, kaplet (250 mg, 500 mg, 750 mg); Tablet lepas lambat (500
mg, 1000 mg)
Dosis : Dewasa : 250 mg tiap 12 jam
Efek Samping : ruam kulit, diare, mual, muntah, nyeri perut, sakit kepala, susah tidur,
jantung berdebar-debar, halusinasi
Resiko Khusus : Pasien dengan gangguan ginjal, Wanita hamil dan menyusui.
AMPICILLIN
Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 500 mg setiap 6 jam.
Efek:
Pada beberapa penderita, pemberian secara oral dapat disertai diare ringan yang
bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus. Umumnya
pengobatan tidak perlu dihentikan. Flora usus yang normal dapat pulih kembali 3 - 5
hari setelah pengobatan dihentikan.
FLUOROQUINOLON
Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat
topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase mencegah
relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan replikasi
normal. Fluoroquinolon
menghambat
bakteri
batang
gram
negatif
termasuk enterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral,
Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh
dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Fluoroquinolon terutama
diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada
insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat.
Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare.Fluoroquinolon dapat
merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien di
bawah umur 18 tahun.
NITROFURANTOIN
Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram negatif.
Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat di metabolisasi
dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri
sistemik. Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian rata-rata untuk infeksi
saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4 kali sehari dalam 7 hari
setelah makan.
Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama, neuropati
LEVOFLOXACIN
Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolone. Hampir sama baiknya dengan generasi
kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif.
NORFLOXACIN
Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik untuk
infeksi saluran kemih.
11. Pencegahan
Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat
selektif dengan tuhuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi
klinis ISK. Uji saring bakteriuria asimtomatik harus rutin dengan jadwal tertentu untuk
kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca
transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterisasi perempuan dan laki-laki.
Selain itu ada pula cara-cara untuk mencegah terjadinya ISK:
17

a. Asupan cairan yang banyak, terutama air. Meminum air yang banyak dapat membantu
mencegah ISK dengan cara sering berkemih sehingga urin dapat mendorong bakteri
keluar dari traktus urinarius.
b. Basuh alat pengeluaran urin dari depan ke belakang. Melakukan hal ini setelah
berkemih mencegah bakteri dari daerah anal menyebar ke daerah vagina dan uretra.
c. Kosongkan kandung kemih sesegera setelah intercourse (hubungan seksual)
d. Hindari penggunaan produk kewanitaan yang dapat menimbulkan iritasi. Penggunaan
deoderan semprot atau produk kewanitaan lainnya di daerah genital dapat
menyebabkan iritasi pada uretra.
12. Komplikasi
Komplikasi ISK tergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan tipe
berkomplikasi (complicated)
a. ISK sederhana (uncomplicated). ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu non-obstruksi
dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan
tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama.
b. ISK tipe berkomplikasi (uncomplicated)
1) ISK selama kehamilan
2) ISK pada DM. Penelitian epidemiologi klinik melaporkan bakteriuria dan ISK
lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM.
13. Prognosis
Pengobatan yang baik, hasilnya akan segera diketahui dalam waktu 1-2 hari dengan
menurunnya atau hilangnya gejala dan sterilnya urin.
L.O.IV. Memahami dan menjelaskan tentang salasil baul
Bersuci (thaharah: wudhu, tayammum atau mandi) merupakan syarat sah ibadah yang
mewajibkan dalam keadaan suci, seperti shalat. Sehingga ibadah tersebut tidak dikatakan sah
tanpa thaharah. Namun kewajiban tersebut bisa jatuh ketika seseorang dalam keadaan tertentu
yang menghalangi seseorang melakukan thaharah sebagaimana firman Allah SWT:
Dan Dia tidak menjadikan bagimu kesulitan dalam agama Islam.
Salah satu contoh adalah penyakit kencing yang terus-menerus atau dalam istilah para
fuqaha dinamakan salasil-baul.
Pengertian salasil-baul
Menurut mazhab Hanafi, salasil-baul adalah penyakit yang menyebabkan keluarnya air
kencing secara kontinyu, atau keluar angin(kentut) secara kontinyu, darah
istihadhah,mencret yang kontinyu, dan penyakit lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Hanbali, salasil-baul adalah hadas yang kontinyu, baik itu berupa air
kencing,
air
madzi,
kentut,
atau
yang
lainnya
yang
serupa.
Menurut mazhab Maliki, salasil-baul adalah sesuatu yang keluar dikarenakan penyakit
seperti keluar air kencing secara kontinyu.
Menurut mazhab Syafi'i, salasil-baul adalah sesuatu yang keluar secara kontinyu yang
diwajibkan kepada orang yang mengalaminya untuk menjaga dan memakaikan kain atau
sesuatu yang lain seperti pembalut pada tempat keluarnya yang bisa menjaga agar air
kencing tersebut tidak jatuh ke tempat shalat.

18

Dalil tentang salasil-baul


Ubad bin Basyar menderita penyakit mencret dan dia tetap melanjutkan shalatnya (dalam
keadaan mencret tersebut).
Dari hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai penyakit mencret,
keluar kentut/air kencing secara kontinyu tidak memiliki kewajiban untuk mengulang-ulang
wudhunya, namun tetap meneruskan shalat dalam keadaan tersebut.
Syarat-syarat dibolehkan ibadah dalam keadaan salasil-baul
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tertentu diperbolehkan dalam keadaan
salasil-baul:
1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja'
2. Ada kontinyuitas antara istinja' dengan memakaikan kain atau pembalut dan
semacamnya, dan adanya kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar
hadas tersebut dengan wudhu.
3. Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu (rukun dan sunnahnya)
4. Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat
seusai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat. Adapun jika
seseorang berwudhu di rumah maka perginya ke mesjid tidak menjadi masalah dan
tidak menggugurkan syarat keempat.
5. Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat. Maka, jika
melakukannya sebelum masuk waktu shalat maka batal, dan harus mengulang lagi di
waktu shalat.
Apabila telah terpenuhi kelima syarat ini maka jika seseorang berwudhu kemudian
keluar air kencing atau kentut dan lainnya aka dia tidak mempunyai kewajiban untuk
melakukan istinja' dan berwudhu lagi. Namun cukup dengan wudhu yang telah ia lakukan di
awal. Seseorang yang memiliki penyakit seperti salasil-baul tersebut hanya diperbolehkan
melakukan ibadah shalat fardhu sekali saja, adapun shalat sunnah bisa dikerjakan
seberapa kali pun. Seperti disebutkan dalam "Hasyiyah Qalyubi wa 'Umairah" bahwa orang
yang mempunyai penyakit salasil-baul ini berniat 'li istibahah' (agar diperbolehkan
shalat) dan tidak melafalkan niat 'li raf'il hadas'.
Hal tersebut dilandaskan bahwa wudhu dalamkeadaan seperti ini adalah bukan wudhu hakiki
akan tetapi wudhu semacam ini adalah batal karena keluar air kencing atau lainnya namun
syariat telah memberikan toleransi dan keringanan kepada orang yang mengalami penyakit
seperti ini. (Dawafi, Hamdan. 2009)
.

19

DAFTAR PUSTAKA
Brooks, GF, dkk. 2008. Jawetz, Melnick, & Adelbergs: Mikrobiologi Kedokteran (Medical
Microbiology) Ed. 23. Jakarta: EGC
Dawafi, Hamdan. 2009. Keluar Air Kencing Secara Kontinyu, Bagaimana Pandangan
Fiqih???. Diakses melalui: http://mutafaqqih.blogspot.com/2010/02/keluar-air-kencingsecara-kontinyu.html pada 10 April 2011
Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A, Stamm
WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract. N Engl J Med.
1996 Aug 15;335(7):468-74.
Junquira, LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta: EGC
Purnomo BB. 2003. Dasar-Dasar Urologi Ed 2. Jakarta: Sagung Seto.
Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, edisi 2, ab. Brahm U. Pendit.
Jakarta: EGC
Sukandar, Edar. 2009. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam oleh
Sudoyo AW dkk Jilid II Edisi V. Jakarta: InternaPublishing
Syam, Edward. 2011. Sistem Urinarius. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Tessy A, Ardaya, Suwanto. 2001. Infeksi Saluran Kemih, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam oleh Suyono HS. Edisi ke 3. Jakarta: FKUI.

20

Anda mungkin juga menyukai