TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abortus
2.1.1
Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram. Adapun istilah-istilah yang digunakan untuk
membedakan abortus:
a. Abortus spontan: apabila abortus terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage)
pada kehamilan kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan medis atau bedah
untuk mengakhiri kehamilan.
b. Abortus terinduksi: adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum
janin mampu hidup (viabel). Termasuk di dalamnya adalah:
1. Therapeutic abortion: terminasi kehamilan sebelum janin mampu hidup
dengan tujuan menyelamatkan nyawa ibu.
2. Eugenic
abortion:
terminasi
yang
dilakukan
terhadap
janin
yang
cacat/malformasi berat.
3. Elective abortion: interupsi kehamilan sebelum janin mampu hidup atas
permintaan wanita yang bersangkutan, tetapi bukan atas alasan penyakit janin
atau gangguan kesehatan ibu.
2.1.2
Etiologi
a. Aneuploidi
Temuan morfologis tersering aborsi pada abortus spontan dini adalah
kelainan perkembangan zigot, mudigah, janin dini, atau kadang plasenta, dan
sering terdapat kelainan kromosom. Sebagai contoh, 60% mudigah yang di
aborsi mengalami kelainan kromosom. Trisonomi autosom merupakan
kelainan kromosom yang tersering ditemukan pada aborsi trimester pertama.
Trisonomi 13,16,18,21 dan 22 merupakan yang paling sering. Monosomi X
4
(45,X)
merupakan
kelainan
kromosom
tersering
berikutnya
dan
Belum ada bukti meyakinkan bahwa defisiensi salah satu nutrient dalam diet
atau defisiensi seluruh nutrient merupakan kausa penting aborsi.
e. Pemakaian Obat
Merokok dilaporkan berkaitan dengan peningkatan aborsi euploidi. Bagi
wanita yang merokok lebih dari 14 batang sehari, resikonya meningkat
sekitar dua kalinya. Sering minum alkohol selama 8 minggu pertama
kehamilan dapat menyebabkan aborsi spontan dan malformasi janin. Angka
aborsi meningkat dua kali pada wanita yang minum alkohol dua kali
seminggu dan tiga kali pada mereka yang mengonsumsi setiap hari.
Konsumsi kopi empat cangkir sehari tampaknya sedikit meningkatkan aborsi
spontan.
f. Faktor Lingkungan
Diperkiran 1 10% malformasi janin akibat paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap
buangan gas anestesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung ratusan
toksik, antara lain diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan
oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan
pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin
yang berakibat terjadinya abortus.
g. Faktor Autoimun.
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematous (SLE) dan
Antiphospolipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang
diketahui mempunyai arti klinis yang penting yaitu Lupus Anticoagulant
(LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs). aPA ditemukan kurang dari 2%
pada perempuan hamil yang sehat, kurang dari 20% pada perempuan yang
mengalami abortus dan lebih dari 33% pada perempuan dengan SLE. Pada
kejadian abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas, akibat adanya
Patofisiologi
terkelupas in utero atau dengan sentuhan ringan, yang meninggalkan dermis. Organorgan dalam mengalami degenerasi dan nekrosis. Cairan amnion mungkin terserap
saat janin tertekan dan mengering untuk membentuk fetus kompresus.
2.1.4 Klasifikasi Abortus
1) Abortus spontan
Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan
uterus, maka abortus tersebut dinamai
abortus
imminens,
abortus insipiens,
abortus inkompletus,
sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan
melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus
membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan
positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid
yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh
penembusan villi korealeske dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan
implantasi biasanya sedikit, warnanya merah, cepat
mules-mules.
b) Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam
uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan
bertambah.
c) Abortus inkomplet (keguguran tidak lengkap)
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis
servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang
sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
d) Abortus komplet (keguguran lengkap)
Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah di
keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah
lengkap. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup,
dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat di permudah apabila hasil
konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan
lengkap.
e) Abortus infeksiosa dan Abortus septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia,
sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman
atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau
sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus
inkompletus dan lebih sering ditemukan pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa
memperhatikan asepsis dan antisepsis. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi
terbatas pada desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi, dan infeksi
menyebar ke miometrium, tuba, parametrium, dan peritoneum. Apabila infeksi
10
menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan
diikuti oleh syok.
Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai
gejala dan tanda infeksi genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam
berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. Apabila
terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil, demam
tinggi dan tekanan darah menurun.
f) Missed abortion (retensi janin mati)
Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di
dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih. Missed abortion
biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang
secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang,
mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, dan tes
kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah
janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan.
g) Abortus habitualis
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut tiga kali atau
lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya
berakhir sebelum 28 minggu. Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis
pada semua kehamilan. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadi abortus
lagi pada seorang wanita
Sebaliknya, Warton dan Fraser dan Llwellyn-Jones memberi prognosis lebih baik,
yaitu 25,9% dan 39% (Sarwono,2008).
11
2) Abortus provokatus
Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis
atau bedah
sebelum janin mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan
ke Centers for Disease Control and Prevention(2003). Sekitar 20% dari para wanita
ini berusia
tahun atau kurang, dan sebagian besar berumur kurang dari 25 tahun,
terinduksi dilakukan
kehamilan
12
b) Abortus kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis.
c) Unsafe Abortion
Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak
mempunyai cukup keahlian dan prosedur
hasil
Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup
ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada atau tidaknya cairan atau
jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam
kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kaum douglas tidak
menonjol dan tidak nyeri
13
A .Riwayat
1. Laporan mengalami atau pernah mengalami gejala perdarahan saat kehamilan
2. Perdarahan vagina bisa sedikit, banyak; berwarna cokelat, merah muda,
merah terang
3. Nyeri abdomen, berkisar dari keram ringan hingga berat tajam dan nyeri
unilateral
4. Pengeluaran jaringan atau bekuan darah atau vesikel yang berupa gumpalan.
5. Perdarahan yang terjadi pada waktu khusus atau terkait dengan aktivitas berat
6. Terpajan oleh gejala infeksi menular seksual
7. Riwayat penyakit radang panggul, kehamilan ektopik sebelumnya, riwayat
penggunaan AKDR.
8. Hilangnya tanda dan gejala subjektif kehamilan
2.1.6
Diagnosa Abortus
Diagnosa meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status psikiatri,
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk mencari etiologi dari abortus dengan anamnesa
yang teliti dan menjurus maka akan dikembangkan pemikiran mengenai pemeriksaan
selanjutnya yang dapat memperkuat dugaan kita pada suatu etiologi yang mendasari
terjadinya abortus. Hal ini akan berpengaruh juga pada rencana terapi yang akan
dilakukan sesuai dengan etiologinya
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi status interna umum status obstetri.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi klinis yang mengarah pada
suatu gejala abortus seperti yang sudah dijelaskan diatas.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hematokrit, golongan darah, serta reaksi
silang analisis gas darah, kultur darah.
b. Tes kehamilan: positif jika janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus.
14
c. Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
d. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.
2.1.7
Penatalaksanaan Abortus
Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari timbulnya
suatu abortus.
Penatalaksanaan Umum:
a. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan,
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan
3. Education
15
16
2.1.8 Prognosa
Mayoritas pada penderita yang mengalami abortus mempunyai prognosa yang
tergantung pada cepat atau tidaknya kita mendiagnosa dan mencari etiologinya.
Progonosis pasien baik jika semua hasil konsepsi dapat dievaskuasi. Prognosis
terbaik diperoleh jika perdarahan dan kontraksi uterus cepat menghilang, dengan
tanda adanya penutupan serviks.
Komplikasi yang sering ditimbulkan antara lain adalah:
- Pendarahan
- Perforasi
- Syok
- Infeksi