Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun pada
manusia.Selama beberapa dekade terakhir telah dilakukan penelitian tentang
gejala

miastenia

gravisyang

diimunisasi

dengan

acetylcholine

receptor

(AchR)pada kelinci.Sedangkan pada manusia yang menderita miastenia gravis,


ditemukan

kelainan

acetylcholine

receptor

pada

neuromuscular

(AchR).Pada

junctionakibat

hampir

90%

defisiensi

penderita

dari

miastenia

gravis,transfer pasif IgG pada beberapa bentuk penyakit dari manusia ke tikus
yang diperantarai demonstrasi tentang sirkulasi antibodi AchR,sehingga lokalisasi
imun kompleks (IgG dan komplemen) pada membran post sinaptik dari
plasmaparesis1 .
Perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan fungsi dari AchR serta
interaksinya dengan antibodi AchR, telah dianalisis dengan sangat hati-hati, dan
mekanisme dimana antibodi AchR mempengaruhi transmisi neuromuskular.ini
diakibatkan adanya hubungan antara konsentrasi,spesifisitas, dan fungsi dari
antibodi terhadap manifestasi klinik pada miastenia gravis.1 Kelainan miastenik
yang terjadi secara genetik atau kongenital, dapat terjadi karena berbagai
faktor.Salah satudiantaranya adalah kelainan pada transmisi neuromuskular yang
berbeda dari miastenia gravis yaitu The Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome
ternyata juga merupakan kelainan yang berbasis autoimun. Pada sindrom ini, zona
partikel aktif dari membran presinaptik merupakan target dari autoantibodi yang
patogen baik secara langsung maupun tidak langsung.1 Sehingga tidak dapat
diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan imunosupresif dapat memberikan
prognosis yang baik pada penyakit ini. Walaupun terdapat banyak penelitian
tentang terapi miastenia gravis yang berbeda-beda. Akan tetapi, beberapa dari
terapi ini justru diperkenalkan saat pengetahuan dan pengertian tentang
imunopatogenesis masih sangat kurang2

BAB II
STATUS PASIEN
1.1

IDENTIFIKASI
Nama

: drg.vivi

Umur

: 35 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Kab Ogan Komering Ulu

Agama

: Islam

Pekerjaan

: dokter gigi

No. Rekam Medik

: 915089

Masuk Rumah Sakit : 08 November 2015


1.2

ANAMNESIS (Auto Anamnesis tanggal 07 Oktober 2015)


Pasien dirawat di bagian neurologi RSMH dikarenakan mengalami

kesulitan Menelan
2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit menelan. Pada
awalnya penderita mengaku bias menelan makanan kemudian tidak bias sama
sekali Sulit menelan timbul secara tiba-tiba, bersifat hilang timbul, 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit minum, dan penderita
mengaku sesak nafas. Pasien merasakan lebih banyak lendir di daerah mulut,
penderita juga kesulitan bicara, penderita mengaku tidak ada pandangan ganda
dan mata masih bisa membuka dengan baik
Riwayat Mystania Gravi (+)
Penyakit ini dialami penderita untuk kedua kalinya.
1.3

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Status Internus
Kesadaran

: GCS = (E: 4, M: 6, V: 5)

Gizi

: Cukup

Suhu Badan

: 36,8C

Jantung

: HR 84x/m m(-) g(-)

Nadi

: 84 x/menit

Paru-paru

: ves (+) N R(-) W(-)

Pernapasan

: 20 x/menit

Hepar

: tidak teraba

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg Lien

Berat Badan

: 53 kg

Tinggi Badan

: 170 cm

: tidak teraba

Status Psikiatrikus
Sikap

: wajar, koperatif

Ekspresi Muka

: wajar

Perhatian

: ada

Kontak Psikik

: ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk

: normocephali

Deformitas

: tidak ada

Ukuran

: normal

Fraktur

: tidak ada

Simetris

: simetris

Nyeri fraktur

: tidak ada

Hematom

: tidak ada

Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

Tumor

: tidak ada

Pulsasi

: tidak ada kelainan

Sikap

: lurus

Deformitas

: tidak ada

Torticolis

: tidak ada

Tumor

: tidak ada

Kaku kuduk

: tidak ada

Pembuluh darah : tidak ada kelainan

LEHER

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius

Kanan

Penciuman

tidak ada kelainan

tidak ada kelainan

Anosmia

tidak ada

tidak ada

Hyposmia

tidak ada

tidak ada

Parosmia

tidak ada

tidak ada

Kiri

N.Opticus

Kanan

Kiri

Visus

6/6

6/6

Campus visi

V.O.D

V.O.S

Anopsia

tidak ada

tidak ada

Hemianopsia

tidak ada

tidak ada

Papil edema

tidak diperiksa

tidak diperiksa

Papil atrofi

tidak diperiksa

tidak diperiksa

Perdarahan retina

tidak diperiksa

tidak diperiksa

Fundus Oculi

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan

Kiri

Diplopia

tidak ada

tidak ada

Celah mata

menutup sempurna

menutup sempurna

Ptosis

tidak ada

tidak ada

Strabismus

tidak ada

tidak ada

Exophtalmus

tidak ada

tidak ada

Enophtalmus

tidak ada

tidak ada

Deviation conjugae

tidak ada

tidak ada

Gerakan bola mata

ke segala arah

ke segala arah

Bentuknya

bulat

bulat

Besarnya

3 mm

3 mm

Isokor/anisokor

isokor

isokor

Midriasis/miosis

tidak ada

tidak ada

ada

ada

Sikap bola mata

Pupil

Refleks cahaya
Langsung

Konsensuil

ada

ada

Akomodasi

ada

ada

Argyll Robertson

tidak ada

tidak ada

N.Trigeminus
Kanan

Kiri

Motorik
Menggigit

tidak terganggu

tidak terganggu

Trismus

tidak ada

tidak ada

Refleks kornea

ada

ada

Sensorik
Dahi

normal

normal

Pipi

normal

normal

Dagu

normal

normal

N.Facialis

Kanan

Kiri

Mengerutkan dahi

simetris

simetris

Menutup mata

lagophtalmus (-)

Menunjukkan gigi

simetris

Lipatan nasolabialis

tidak ada kelainan

Motorik

Bentuk Muka
Istirahat

simetris

Berbicara/bersiul

simetris

Sensorik
2/3 depan lidah

tidak ada kelainan

Otonom
Salivasi

tidak ada kelainan

lagophtalmus (-)
simetris
tidak ada kelainan

Lakrimasi

tidak ada kelainan

Chovsteks sign

tidak diperiksa

N. Statoacusticus
N. Cochlearis

Kanan

Kiri

Suara bisikan

tidak dilakukam

Detik arloji

tidak dilakukam

Tes Weber

tidak dilakukan

Tes Rinne

tidak dilakukan

N. Vestibularis
Nistagmus

tidak ada

Vertigo

tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan

Kiri

Arcus pharingeus

simetris

Uvula

di tengah

Gangguan menelan

ada

Suara serak/sengau

ada

Denyut jantung

normal

Refleks
Muntah

tidak diperiksa

Batuk

tidak diperiksa

Okulokardiak

tidak diperiksa

Sinus karotikus

tidak diperiksa

Sensorik
1/3 belakang lidah
N. Accessorius

tidak diperiksa
Kanan

Mengangkat bahu

Kiri
tidak ada kelainan

Memutar kepala

tidak ada kelainan

N. Hypoglossus

Kanan

Kiri

Mengulur lidah

tidak ada kelainan

Fasikulasi

tidak ada

Atrofi papil

tidak ada

Disartria

tidak ada

MOTORIK
LENGAN

Kanan

Kiri

Gerakan

cukup

cukup

Kekuatan

Tonus

normal

normal

Refleks fisiologis
-

Biceps

normal

normal

Triceps

normal

normal

Radius

normal

normal

Ulna

normal

normal

Refleks patologis
-

Hoffman Tromner

tidak ada

Leri

tidak dilakukan

Meyer

tidak dilakukan

TUNGKAI

Kanan

Kiri

Gerakan

kurang

tidak ada

Kekuatan

Tonus

meningkat

meningkat

tidak ada
ada

tidak ada
ada

Klonus
-

Paha
Kaki
Refleks fisiologis

KPR
APR

meningkat
meningkat

meningkat
meningkat

ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada

ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada

Refleks patologis
-

Babinsky
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Rossolimo
Mendel Bechterew
Refleks kulit perut
-

Atas

tidak dilakukan

Tengah

tidak dilakukan

Bawah

tidak dilakukan

Refleks cremaster

tidak dilakukan

SENSORIK

10

Terdapat hipoestesia dari kedua ibu jari kaki sampai dua jari di bawah
umbilikus.
FUNGSI VEGETATIF
Miksi

: automatic bladder

Defekasi

: tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis

: tidak ada

Lordosis

: tidak ada

Gibbus

: tidak ada

Deformitas

: tidak ada

Tumor

: tidak ada

Meningocele

: tidak ada

Hematoma

: tidak ada

Nyeri ketok

: tidak ada

11

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan

Kiri

Kaku kuduk

tidak ada

Kernig

tidak ada

tidak ada

Lasseque

tidak ada

tidak ada

Brudzinsky
-

Neck

tidak ada

Cheek

tidak ada

Symphisis

tidak ada

Leg I

tidak ada

tidak ada

Leg II

tidak ada

tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait

Keseimbangan dan Koordinasi

Ataxia

: belum dapat dinilai Romberg

: belum dapat dinilai

Hemiplegic

: belum dapat dinilai Dysmetri

Scissor

: belum dapat dinilai - jari-jari

: tidak ada kelainan

Propulsion

: belum dapat dinilai - jari hidung

: tidak ada kelainan

Histeric

: belum dapat dinilai - lutut-tumit

: belum dapat dinilai

Limping

: belum dapat dinilai Rebound phenomen: tdk ada kelainan

Steppage

: belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis: tdk ada kelainan

Astasia-Abasia: belum dapat dinilai Trunk Ataxia : belum dapat dinilai


Limb Ataxia : belum dapat dinilai
GERAKAN ABNORMAL
Tremor

: tidak ada

Chorea

: tidak ada

Athetosis

: tidak ada

Ballismus

: tidak ada

Dystoni

: tidak ada

Myocloni

: tidak ada

FUNGSI LUHUR

12

Afasia motorik

: tidak ada

Afasia sensorik

: tidak ada

Apraksia

: tidak ada

Agrafia

: tidak ada

Alexia

: tidak ada

Afasia nominal

: tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rencana pemeriksaan liquor cerebrospinalis
Rencana pemeriksaan laboratorium
Rencana MRI torakal
PEMERIKSAAN KHUSUS
Rontgen thoraks PA dan Lateral

Kesan: Normal foto vertebra


1.4 DIAGNOSIS BANDING
Spondilitis Tuberkulosa

13

1.5 DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik

: - Paraparese inferior tipe spastik


- Hipoestesia dari kedua ibu jari kaki sampai
setinggi 2 jari di bawah umbilikus
- Automatic bladder

Diagnosis Topik

: Lesi transversal parsial setinggi vertebra torakal 12

Diagnosis Etiologi

: Suspect SOL medula spinalis dd/ Spondilitis


tuberkulosa

1.6 PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologis
-

Edukasi
Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit
yang dideritanya

Fisioterapi

Farmakologis
o IVFD NaCl 0.9% gtt
o Neurobion 1 x 5000 mcg (PO)
o Metilprednisolon 4 x 125mg (IV)
o Omeprazole 1 x 40 mg (PO)
o Natrium diklofenak 2x50 mg (PO) jika nyeri
1.8

PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: dubia ad bonam

Quo ad Functionam

: dubia ad malam

BAB II

14

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Medula Spinalis
Medulla spinalis dimulai di foramen magnum dalam tengkorak, bersambung
dengan medulla oblongata dan berakhir setinggi tepi bawah vertebra lumbalis I
pada orang dewasa dan berakhir di tepi atas vertebra lumbalis III pada anak kecil.
Medulla spinalis mengecil membentuk conus medullaris. Medulla spinalis
menempati dua pertiga atas canalis vertebralis pada columna vertebralis dan
dibungkus oleh tiga lapis meningen, yaitu dura mater, arachnoidea mater, dan pia
mater dan dilindungi oleh cairan serebrospinal yang terletak di dalam ruang
subaraknoid. Terdapat dua pembesaran medulla spinalis secara fusiformis, yaitu
pembesaran cervical dan pembesaran lumbal. Filum terminale berjalan turun dan
menempel pada permukaan posterior os coccygeus yang berasal dari pemanjangan
pia mater (Snell, 2007).
Medulla spinalis terdiri dari substantia grisea sebagai inti dalam dan
substantia alba sebagai bagian luar. Substansia grisea terlihat seperti pilar
berbentuk huruf H dengan columna atau cornu anterior dan columna atau cornu
posterior, yang dihubungkan oleh commisura grisea yang tipis dan berisi canalis
centralis yang kecil. Ukuran substansia grisea paling besar pada pelebaran cervical
dan lumbosakral medulla spinalis, yang masing-masing mempersarafi otot-otot
ekstremitas superior dan ekstremitas inferior. Substansia grisea terdiri atas
campuran sel saraf dan processusnya, neuroglia, dan pembuluh darah. Sel-sel
saraf berbentuk multipolar dan neuroglia membentuk suatu jaringan yang rumit di
sekitar badan sel saraf dan neurit-neuritnya. Substansia alba dibagi menjadi
columna atau funiculus anterior, lateralis, dan posterior. Columna anterior pada
setiap sisi terletak di antara garis tengah dan tempat keluar radix anterior; columna
lateralis terletak di antara tempat munculnya radix anterior dan masuknya radix
posterior; columna posterior terletak di antara tempat masuknya radix posterior
dan garis tengah. Substantia alba medulla spinalis terdiri atas capuran serabut
saraf, neuroglia, dan pembuluh darah. Substantia alba mengelilingi substantia

15

grisea dan warnanya yang putih disebabkan oleh proporsi serabut saraf bermielin
yang besar (Snell, 2007).

Gambar 1. Struktur dari Saraf Perifer Sekitar Medulla Spinalis (Guyton, 1997)

Sumsum tulang belakang manusia terbagi atas 31 segmen yang berbeda.


Pada setiap segmennya terdiri dari pasangan neuron sensorik dan motorik yang
berada di bagian kiri dan kanannya. Sekitar enam hingga delapan akar saraf kecil
(radiks) bercabang dari medulla spinalis dengan urutan yang sangat rapi. Radiks
ini kemudian bergabung menjadi suatu akar saraf. Saraf sensoris selalu berjalan
dari bagian dorsal dan saraf motoris berjalan dari bagian ventral. Kedua akar saraf
ini kemudian bergabung lagi menjadi saraf spinal (ramus) yang mana bagian
sensorik dan motoriknya berjalan bersamaan. Yang disebut susunan syaraf pusat
hanyalah sebatas medulla spinalis. Akar-akar syaraf ini sudah termasuk sebagai
syaraf perifer (Noback et al, 2005).
Serabut masing-masing radiks terdistribusi ulang menjadi beberapa saraf
perifer setelah keluar dari tulang belakang, dan masing-masing saraf mengandung
serabut dari beberapa segmen radikular yang berdekatan. Namun, serabut masingmasing segmen radikular kembali tergabung membentuk kelompokan di bagian
perifer untuk mempersarafi area segmental kulit tertentu yang disebut sebagai
dermatom. Masing-masing dermatom mewakili sebuah segmen radikular, yang
dengan demikian mewakili juga sebuah segmen medula spinalis (Noback et al,
2005).

16

Gambar 2. Gambaran Dermatom


Medulla spinalis berakhir sebagai konus medulla di daerah lumbar 1 atau
lumbar 2. Disebut konus karena bentuknya yang menguncup merupai kerucut.
Setelah medulla spinalis berakhir, lapisan piamater mengalami pemanjangan
hingga mencapai bagian koksigeus, disebut sebagai filum terminalis. Serabut
syaraf yang terletak di bawah konus medullaris kemudian membentuk kauda
equina (buntut kuda) dan meneruskan jarasnya menuju ke ekstremitas bagian
bawah. Kauda equina terbentuk dari kenyataan bahwa medulla spinalis berhenti
bertambah panjang sejak umur 4 tahun, namun demikian tulang vertebra terus
bertambah panjang hingga usia remaja (Noback et al, 2005).
Tractus Serabut Saraf
Tractus-tractus spinalis dibagi menjadi tractus ascendens, descendens, dan
intersegmentalis serta posisi relatifnya di dalam substantua alba. Saat memasuki
medulla spinalis, serabut-serabut saraf sensorik dengan berbagai ukuran dan

17

fungsi di pilah dan dipidahkan menjadi berkas-berkas atau tractus-tractus saraf di


substansia alba (Snell, 2007).

Gambar 3. Ringkasan Tractus Medulla Spinalis5

Tractus Ascendens
Beberapa serabur saraf berperan untuk menghubungkan segmen-segmen
medulla spinalis yang berbeda, sedangkan serabut lain naik dari medulla spinalis
ke pusat-pusat yang lebih tinggi sehingga menghubungkan medulla spinalis
dengan otak. Berkas-berkas serabut yang berjalan ke atas ini disebut tractus
ascendens. Tractus-tractus ascendens menghantarkan informasi aferen, baik yang
dapat maupun tidak dapat disadari. Informasi ini dapat dibagi menjadi dua
kelompok utama, yaitu informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh,
seperti nyeri, suhu, dan raba; serta informasi propioseptif, yang berasal dari dalam
tubuh, misalnya dari otot dan sendi (Snell, 2007).
Informasi dari ujung-ujung saraf sensorik perifer dihantarkan melalui sistem
saraf oleh serangkaian neuron. Jaras ascendens untuk kesadaran terdiri dari tiga
neuron. Neuron pertama, yaitu neuron tingkat pertama, memiliki badan sel yang
terletak di dalam ganglion radix posterior saraf tepi. Processus perifer
berhubungan dengan ujung reseptor sensorik, sedangkan processus sentral masuk
ke medulla spinalis melalui radix posterior dan bersinaps dengan neuron tingkat
kedua. Neuron tingkat kedua memiliki akson yang menyilang garis tenfah
(menyilang ke sisi kontralateral) dan naik ke tingkat susunan saraf yang lebih

18

tinggi, yaitu tempat di mana akson tersebut bersinaps dengan neuron tingkat
ketiga. Neuron tingkat ketiga biasanya berada di talamus dan memiliki tonjolan
serabut yang berjalan ke area sensorik cortex cerebri. Banyak neuron di jaras
ascendens bercabang dan memberikan input utama pada formatio reticularis yang
akan mengaktifkan cortex cerebri untuk mempertahankan kesadaran. Cabangcabang lain menuju neuron motorik dan berpartisipasi dalam aktivitas refleks otot.
Jaras somatosensorik utama untuk kesadaran yang merupakan bagian dari tractus
ascendens akan dipaparkan pada tabel 2.2. Jaras-jaras sensasi sendi otot ke
cerebellum dipaparkan pada tabel 2.3 (Snell, 2007).
Tractus Descendens
Neuron motorik yang terletak di columna grisea anterior medulla spinalis
mengirimkan akson-akson untuk mempersarafi otot rangka melalui radix anterior
nervi spinales. Neuron- neuron motorik ini kadang disebut lower motor neuron
dan merupakan final pathway menuju otot (Snell, 2007).
Lower motor neuron menerima impuls-impuls saraf secara terus-menerus
yang turun dari medulla spinalis, pons, mesencephalon, dan cortex cerbri, seperti
impuls yang masuk pada serabut sensorik dari radix posterior. Serabut-serabut
saraf yang turun di dalam substantia alba dari berbagai pusat saraf supraspinalis
dipidahkan dalam berkas-berkas saraf yang disebut tractus descendens. Neuronneuron supraspinal bersama tractus-tractusnya kadang disebut upper motor
neuron dan membentuk jaras-jaras yang berbeda yang dapat mengendalikan
aktivitas motorik. Kontrol aktivitas otot rangka dari cortex cerebri dan pusat-pusat
yang lebih tinggi lainnya dihantarkan melalui sistem saraf oleh serangkaian
neuron. Jaras descendens dari cortex cerebri umumnya dibentuk oleh tiga neuron.
Neuron tingkat pertama mempunyai badan sel di dalam cortex cerebri. Aksonaksonnya berjalan turun dan bersinaps dengan neuron tingkat kedua, yaitu sebuah
neuron internuncial yang terletak di columna grisea anterior medulla spinalis.
Akson-akaon neuron tingkat kedua pendek dan bersinaps dengan neuron tingkat
ketiga lower motor neuron di columna grisea anterior. Akson-akson neuron
tingkat ketiga mempersarafi otot rangka melalui radix anterior dan saraf spinal.

19

Pada lengkung refleks, akson neuron tingkat pertama langsung berakhir pada
neuron tingkat ketiga. Ringkasan jaras descendens utama di medulla spinalis
diperlihatkan pada tabel 1. (Snell, 2007).

Gambar 4. Tractus Corticospinalis (Guyton et al, 1997)

2.2 Tumor Medula Spinalis


2.2.1 Definisi
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang
belakang (bisa terjadi pada daerah cervical pertama hingga sacral) atau isinya dan
biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau
akar-akar saraf (Price & Wilson, 2010).
2.2.2 Epidemiologi
Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui
secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai

20

15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan
perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah
penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga
50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen
thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral (Huff, 2010).
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,
astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada
orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia
anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga
dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral (Harrop, 2009).
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan
insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan
tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada
kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira
25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada
segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada
foramen magnum (Mumenthaler & Mattle, 2006).
2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi
menjadi: (Hakim, 2006)
A. Tumor primer: 1) jinak yang berasal dari:
a) tulang; osteoma dan kondroma,
b) serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma),
c) berasal dari selaput otak disebut Meningioma;
d) jaringan otak; Glioma, Ependimoma.
2) ganas yang berasal dari:
a) jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,
b) sel muda seperti Kordoma.
B. Tumor sekunder: merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah

21

rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.


Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural. Macam-macam tumor medula
spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 5. (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan


(C) Tumor Ekstradural
Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologinya
Ekstra dural

Intradural ekstramedular

Intradural intramedular

Chondroblastoma
Chondroma
Hemangioma
Lipoma
Lymphoma
Meningioma
Metastasis
Neuroblastoma
Neurofibroma
Osteoblastoma
Osteochondroma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral
hemangioma

Ependymoma, tipe myxopapillary


Epidermoid
Lipoma
Meningioma
Neurofibroma
Paraganglioma
Schwanoma

Astrocytoma
Ependymoma
Ganglioglioma
Hemangioblastoma
Hemangioma
Lipoma
Medulloblastoma
Neuroblastoma
Neurofibroma
Oligodendroglioma
Teratoma

2.2.4 Etiologi dan Patogenesis

22

Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam
tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang
bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh selsel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang
kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula
spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke, 2005).
2.2.5 Manifestasi Klinik
Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler,
nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler
merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis
dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24%
nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan
oleh tumor medula spinalis bila: (Japardi, 2002).

Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus piramidalis


Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP seperti C5-7, L3-4, L5
dan S1
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah

tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang


menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks (Japardi, 2002).
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga
diawali dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah,
papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor
neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor,
yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,
dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian

23

hidrosefalus

sebagai

gejala

klinis

dari

neoplasma

intraspinal

primer

(Mumenthaler & Mattle, 2006).


Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor
di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh
yang selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada
tumor di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri
yang menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat
batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat
menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor
yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung
atau nyeri pada tungkai (National Institute of Neurological Disorders and Stroke,
2005).
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat
dalam Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis
Lokasi
Foramen
Magnum

Tanda dan Gejala


Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat sehingga
sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah nyeri
servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia dalam dermatom
vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas yang meningkatkan TIK
(misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang, atau bersin) dapat
memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan
motorik pada tangan dengan pasien yang melaporkan kesulitan menulis atau
memasang kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan
hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing,
disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta
atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak
selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya
berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.

24

Servikal

Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular yang


melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang tangan.
Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4)
diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui
arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan atrofi
gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7)
dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps,
brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang tepi radial
lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari
telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari
telunjuk dan jari tengah.

Torakal

Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas


bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien dapat mengeluh
nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang
mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat gangguan intratorakal dan
intraabdominal. Pada lesi torakal bagian bawah, refleks perut bagian bawah
dan tanda Beevor (umbilikus menonjol apabila penderita pada posisi
telentang mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang.
Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen lumbal
bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari tingkat
medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula spinalis lumbal bagian
atas tidak mempengaruhi refleks perut, namun menghilangkan refleks
kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan
spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks
pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan
keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmensegmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot
perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki.
Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan
kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai
daerah sakral bagian bawah.
Kauda
Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda khas
Ekuina
lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadangkadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks
saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula
spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di
bawah ini: (National Institute of Neurological Disorders and Stroke, 2005)
a. Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan
xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam

25

mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor


medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah
menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang
komplit.
b. Foto Polos Vertebrae
Foto

polos

seluruh

tulang

belakang

67-85%

abnormal.

Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai mata burung


hantu pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur
kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan
osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya
Ca payudara.
c. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor,
bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor.
Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema,
perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat
membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas
tumor.
d. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan
yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan
gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas
dibandingkan dengan CT-scan.
2.2.7 Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular

adalah

dengan

pembedahan.

Tujuannya

adalah

untuk

menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis


secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi
secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post
operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif

26

secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi
dengan terapi radiasi post operasi. Terapi yang dapat dilakukan pada tumor
medulla spinalis adalah: (Hakim, 2006).
a.

Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin juga

b.

menghasilkan perbaikan neurologis).


Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan
sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik

untuk nyeri.
Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000
cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di
bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan

c.

komplikasi yang lebih sedikit.


Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat
blok dan kecepatan deteriorasi

bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat: penatalaksanaan


sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason
keesokan harinya dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama 2 hari, lalu
diturunkan (tappering) selama radiasi, selama 2 minggu.

bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan


deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama
perawatan sesuai toleransi.

d.

Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat
diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.

e.

Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik
myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada
pembedahan tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan:

Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila


lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi

27

pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai


metastase.

Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).

Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali


signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan
tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.

Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.

BAB III
ANALISA KASUS
28

Keluhan utama pasien pada saat datang adalah kesulitan berjalan karena
kelemahan kedua tungkai disertai kesemutan yang terjadi secara perlahan-lahan.
Awalnya pasien mengeluh nyeri pada punggung bagian bawah. Setelahnya timbul
kesemutan pada tungkai sebelah kanan yang disertai kelemahan. Kemudian
disusul dengan kesemutan dan kelemahan pada tungkai sebelah kiri. Keluhan
makin lama makin berat hingga pasien kesulitan berjalan. Pasien juga mengeluh
ada kebas mulai dari ujung jari kaki sampai setinggi pusat. Ditemukan gangguan
dalam fungsi vegetatif/otonom berupa kesulitan BAK dan frekuensi BAB yang
jarang serta konstipasi.
Hasil pemeriksaan nervus kranialis tidak dijumpai gangguan. Sedangkan
pemeriksaan neurologis lain didapatkan hasil refleks fisiologis meningkat,
hipertonus, klonus kaki positif, dan refleks patologis positif, yaitu babinsky,
chaddok, openheim, gordon, mendel-beckthrew pada kedua kaki, sehingga dapat
disimpulkan bahwa diagnosis klinisnya adalah paraparese inferior tipe spastik.
Selanjutnya yang diperlukan dalam diagnosis topik adalah dengan mencari
lokasi lesi yang menyebabkan paraparese spastik. Gejala yang terjadi pada pasien
melibatkan gangguan fungsi otonom dan kelemahan fungsi motorik dan sensorik
berupa paraparese dan hipestesia dari ujung jari kaki sampai setinggi pusat tanpa
melibatkan nervus kranialis. Pada pemeriksaan refleks ditemukan refleks
fisiologis meningkat dan ditemukan refleks patologis. Hal ini menunjukkan bahwa
saraf yang terkena adalah Upper Motor Neuron. Diagnosis banding kasus ini
berdasarkan diagnosis topiknya, yaitu:

Lesi Setinggi C1-C3

Pada kasus

29

Tetraparese/plegia UMN
Hipestesi/anestesi dari akral sampai

Paraparese UMN
Hipestesi setinggi 2 jari di

bawah umbilikus
Sulit BAB dan BAK

dengan distribusi segmental medulla


-

spinalis yang terganggu


Gangguan fungsi otonom

(miksi,

defekasi, fungsi seksual)

Jadi, kemungkinan lesi setinggi C1-C3 dapat disingkirkan.

Lesi Setinggi C4-Th1


Tetraparese/plegia, setinggi lesi LMN,

di bawah lesi UMN


Hipestesi/anestesi dari
dengan

distribusi

akral

sampai

segmental

medulla

Pada kasus
Paraparese UMN
Hipestesi setinggi 2 jari di

bawah umbilikus
Sulit BAB dan BAK

spinalis yang terganggu


Gangguan fungsi otonom (miksi, defekasi,
fungsi seksual)

Jadi, kemungkinan lesi setinggi C4-Th1 dapat disingkirkan.


Lesi Setinggi Th2-bagian atas pleksus lumbosakral
- Paraparese/plegia UMN
- Hipestesi/anestesi dari akral sampai
dengan
-

distribusi

segmental

Pada kasus
Paraparese UMN
Hipestesi setinggi 2 jari di

bawah umbilikus
Sulit BAB dan BAK

medulla

spinalis yang terganggu


Gangguan fungsi otonom (miksi, defekasi,
fungsi seksual)

Jadi, kemungkinan lesi setinggi Th2-bagian atas pleksus lumbosakral belum dapat
disingkirkan.

Lesi Setinggi pleksus lumbosakral

Pada kasus

30

Paraparese/plegia LMN
Hipestesi/anestesi dari

akral

sampai

Paraparese UMN
Hipestesi setinggi 2 jari di

bawah umbilikus
Sulit BAB dan BAK

dengan distribusi segmental medulla


-

spinalis yang terganggu


Gangguan fungsi otonom

(miksi,

defekasi, fungsi seksual)

Jadi, kemungkinan lesi setinggi pleksus lumbosakral dapat disingkirkan.


Langkah berikutnya dalam menentukan diagnosis adalah dengan
memikirkan diagnosis banding dari penyakit. Pada kasus ini terjadi gangguan
pada motorik dan sensorik yang bersifat kronik progresif disertai dengan
gangguan otonom yang mengarah ke tumor medula spinalis. Selain itu dapat
dipikirkan juga diagnosis spondilitis tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dapat
disingkirkan dari hasil anamnesis tidak adanya riwayat batuk lama, demam serta
penurunan berat badan serta hasil inspeksi pada daerah punggung tidak ditemukan
adanya gibus.
Gejala

Pada penderita

Paraparese inferior spastik / flaksid


Gangguan sensibilitas di bawah lesi
Gangguan miksi dan, atau defekasi

Paraparese inferior spastik


Hipestesi setinggi 2 jari di bawah umbilikus
Sulit BAK dan BAB

Berdasarkan hal tersebut, maka diagnosis kerja pada pasien mengarah ke SOL
medula spinalis.

DAFTAR PUSTAKA

31

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta
: EGC; 1997.
Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan
Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of
Intradural
Intramedullary
Neoplasms.
[serial
online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [10 Oktober 2015].
Huff,
J.S.
2010.
Spinal
Cord
Neoplasma.
[serial
online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [10 Oktober 2015].
Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New York:
Thieme. Page 146-147.
National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal
Cord
Tumors
Hope
Through
Research.
[serial
online].
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainandspin
altumors.htm. [10 Oktober 2015].
Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, et al. The Human Nervous System
Structure and Function. 6th Edition. New Jersey : Humana Press Inc. 2005.
Snell RS. Pendahuluan dan Susunan Saraf Pusat: Neuroanatomi Klinik Edisi ke-5.
Jakarta: EGC. 2007.
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 2010. Patofisiologi, konsep klinik
proses- proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta

32

Anda mungkin juga menyukai