Case Randa
Case Randa
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun pada
manusia.Selama beberapa dekade terakhir telah dilakukan penelitian tentang
gejala
miastenia
gravisyang
diimunisasi
dengan
acetylcholine
receptor
kelainan
acetylcholine
receptor
pada
neuromuscular
(AchR).Pada
junctionakibat
hampir
90%
defisiensi
penderita
dari
miastenia
gravis,transfer pasif IgG pada beberapa bentuk penyakit dari manusia ke tikus
yang diperantarai demonstrasi tentang sirkulasi antibodi AchR,sehingga lokalisasi
imun kompleks (IgG dan komplemen) pada membran post sinaptik dari
plasmaparesis1 .
Perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan fungsi dari AchR serta
interaksinya dengan antibodi AchR, telah dianalisis dengan sangat hati-hati, dan
mekanisme dimana antibodi AchR mempengaruhi transmisi neuromuskular.ini
diakibatkan adanya hubungan antara konsentrasi,spesifisitas, dan fungsi dari
antibodi terhadap manifestasi klinik pada miastenia gravis.1 Kelainan miastenik
yang terjadi secara genetik atau kongenital, dapat terjadi karena berbagai
faktor.Salah satudiantaranya adalah kelainan pada transmisi neuromuskular yang
berbeda dari miastenia gravis yaitu The Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome
ternyata juga merupakan kelainan yang berbasis autoimun. Pada sindrom ini, zona
partikel aktif dari membran presinaptik merupakan target dari autoantibodi yang
patogen baik secara langsung maupun tidak langsung.1 Sehingga tidak dapat
diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan imunosupresif dapat memberikan
prognosis yang baik pada penyakit ini. Walaupun terdapat banyak penelitian
tentang terapi miastenia gravis yang berbeda-beda. Akan tetapi, beberapa dari
terapi ini justru diperkenalkan saat pengetahuan dan pengertian tentang
imunopatogenesis masih sangat kurang2
BAB II
STATUS PASIEN
1.1
IDENTIFIKASI
Nama
: drg.vivi
Umur
: 35 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: dokter gigi
: 915089
kesulitan Menelan
2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit menelan. Pada
awalnya penderita mengaku bias menelan makanan kemudian tidak bias sama
sekali Sulit menelan timbul secara tiba-tiba, bersifat hilang timbul, 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit minum, dan penderita
mengaku sesak nafas. Pasien merasakan lebih banyak lendir di daerah mulut,
penderita juga kesulitan bicara, penderita mengaku tidak ada pandangan ganda
dan mata masih bisa membuka dengan baik
Riwayat Mystania Gravi (+)
Penyakit ini dialami penderita untuk kedua kalinya.
1.3
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Status Internus
Kesadaran
: GCS = (E: 4, M: 6, V: 5)
Gizi
: Cukup
Suhu Badan
: 36,8C
Jantung
Nadi
: 84 x/menit
Paru-paru
Pernapasan
: 20 x/menit
Hepar
: tidak teraba
Tekanan Darah
Berat Badan
: 53 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
: tidak teraba
Status Psikiatrikus
Sikap
: wajar, koperatif
Ekspresi Muka
: wajar
Perhatian
: ada
Kontak Psikik
: ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk
: normocephali
Deformitas
: tidak ada
Ukuran
: normal
Fraktur
: tidak ada
Simetris
: simetris
Nyeri fraktur
: tidak ada
Hematom
: tidak ada
Tumor
: tidak ada
Pulsasi
Sikap
: lurus
Deformitas
: tidak ada
Torticolis
: tidak ada
Tumor
: tidak ada
Kaku kuduk
: tidak ada
LEHER
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius
Kanan
Penciuman
Anosmia
tidak ada
tidak ada
Hyposmia
tidak ada
tidak ada
Parosmia
tidak ada
tidak ada
Kiri
N.Opticus
Kanan
Kiri
Visus
6/6
6/6
Campus visi
V.O.D
V.O.S
Anopsia
tidak ada
tidak ada
Hemianopsia
tidak ada
tidak ada
Papil edema
tidak diperiksa
tidak diperiksa
Papil atrofi
tidak diperiksa
tidak diperiksa
Perdarahan retina
tidak diperiksa
tidak diperiksa
Fundus Oculi
Kiri
Diplopia
tidak ada
tidak ada
Celah mata
menutup sempurna
menutup sempurna
Ptosis
tidak ada
tidak ada
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Enophtalmus
tidak ada
tidak ada
Deviation conjugae
tidak ada
tidak ada
ke segala arah
ke segala arah
Bentuknya
bulat
bulat
Besarnya
3 mm
3 mm
Isokor/anisokor
isokor
isokor
Midriasis/miosis
tidak ada
tidak ada
ada
ada
Pupil
Refleks cahaya
Langsung
Konsensuil
ada
ada
Akomodasi
ada
ada
Argyll Robertson
tidak ada
tidak ada
N.Trigeminus
Kanan
Kiri
Motorik
Menggigit
tidak terganggu
tidak terganggu
Trismus
tidak ada
tidak ada
Refleks kornea
ada
ada
Sensorik
Dahi
normal
normal
Pipi
normal
normal
Dagu
normal
normal
N.Facialis
Kanan
Kiri
Mengerutkan dahi
simetris
simetris
Menutup mata
lagophtalmus (-)
Menunjukkan gigi
simetris
Lipatan nasolabialis
Motorik
Bentuk Muka
Istirahat
simetris
Berbicara/bersiul
simetris
Sensorik
2/3 depan lidah
Otonom
Salivasi
lagophtalmus (-)
simetris
tidak ada kelainan
Lakrimasi
Chovsteks sign
tidak diperiksa
N. Statoacusticus
N. Cochlearis
Kanan
Kiri
Suara bisikan
tidak dilakukam
Detik arloji
tidak dilakukam
Tes Weber
tidak dilakukan
Tes Rinne
tidak dilakukan
N. Vestibularis
Nistagmus
tidak ada
Vertigo
tidak ada
Kiri
Arcus pharingeus
simetris
Uvula
di tengah
Gangguan menelan
ada
Suara serak/sengau
ada
Denyut jantung
normal
Refleks
Muntah
tidak diperiksa
Batuk
tidak diperiksa
Okulokardiak
tidak diperiksa
Sinus karotikus
tidak diperiksa
Sensorik
1/3 belakang lidah
N. Accessorius
tidak diperiksa
Kanan
Mengangkat bahu
Kiri
tidak ada kelainan
Memutar kepala
N. Hypoglossus
Kanan
Kiri
Mengulur lidah
Fasikulasi
tidak ada
Atrofi papil
tidak ada
Disartria
tidak ada
MOTORIK
LENGAN
Kanan
Kiri
Gerakan
cukup
cukup
Kekuatan
Tonus
normal
normal
Refleks fisiologis
-
Biceps
normal
normal
Triceps
normal
normal
Radius
normal
normal
Ulna
normal
normal
Refleks patologis
-
Hoffman Tromner
tidak ada
Leri
tidak dilakukan
Meyer
tidak dilakukan
TUNGKAI
Kanan
Kiri
Gerakan
kurang
tidak ada
Kekuatan
Tonus
meningkat
meningkat
tidak ada
ada
tidak ada
ada
Klonus
-
Paha
Kaki
Refleks fisiologis
KPR
APR
meningkat
meningkat
meningkat
meningkat
ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Refleks patologis
-
Babinsky
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Rossolimo
Mendel Bechterew
Refleks kulit perut
-
Atas
tidak dilakukan
Tengah
tidak dilakukan
Bawah
tidak dilakukan
Refleks cremaster
tidak dilakukan
SENSORIK
10
Terdapat hipoestesia dari kedua ibu jari kaki sampai dua jari di bawah
umbilikus.
FUNGSI VEGETATIF
Miksi
: automatic bladder
Defekasi
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis
: tidak ada
Lordosis
: tidak ada
Gibbus
: tidak ada
Deformitas
: tidak ada
Tumor
: tidak ada
Meningocele
: tidak ada
Hematoma
: tidak ada
Nyeri ketok
: tidak ada
11
Kiri
Kaku kuduk
tidak ada
Kernig
tidak ada
tidak ada
Lasseque
tidak ada
tidak ada
Brudzinsky
-
Neck
tidak ada
Cheek
tidak ada
Symphisis
tidak ada
Leg I
tidak ada
tidak ada
Leg II
tidak ada
tidak ada
Ataxia
Hemiplegic
Scissor
Propulsion
Histeric
Limping
Steppage
: tidak ada
Chorea
: tidak ada
Athetosis
: tidak ada
Ballismus
: tidak ada
Dystoni
: tidak ada
Myocloni
: tidak ada
FUNGSI LUHUR
12
Afasia motorik
: tidak ada
Afasia sensorik
: tidak ada
Apraksia
: tidak ada
Agrafia
: tidak ada
Alexia
: tidak ada
Afasia nominal
: tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rencana pemeriksaan liquor cerebrospinalis
Rencana pemeriksaan laboratorium
Rencana MRI torakal
PEMERIKSAAN KHUSUS
Rontgen thoraks PA dan Lateral
13
1.5 DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
1.6 PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologis
-
Edukasi
Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit
yang dideritanya
Fisioterapi
Farmakologis
o IVFD NaCl 0.9% gtt
o Neurobion 1 x 5000 mcg (PO)
o Metilprednisolon 4 x 125mg (IV)
o Omeprazole 1 x 40 mg (PO)
o Natrium diklofenak 2x50 mg (PO) jika nyeri
1.8
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: dubia ad malam
BAB II
14
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Medula Spinalis
Medulla spinalis dimulai di foramen magnum dalam tengkorak, bersambung
dengan medulla oblongata dan berakhir setinggi tepi bawah vertebra lumbalis I
pada orang dewasa dan berakhir di tepi atas vertebra lumbalis III pada anak kecil.
Medulla spinalis mengecil membentuk conus medullaris. Medulla spinalis
menempati dua pertiga atas canalis vertebralis pada columna vertebralis dan
dibungkus oleh tiga lapis meningen, yaitu dura mater, arachnoidea mater, dan pia
mater dan dilindungi oleh cairan serebrospinal yang terletak di dalam ruang
subaraknoid. Terdapat dua pembesaran medulla spinalis secara fusiformis, yaitu
pembesaran cervical dan pembesaran lumbal. Filum terminale berjalan turun dan
menempel pada permukaan posterior os coccygeus yang berasal dari pemanjangan
pia mater (Snell, 2007).
Medulla spinalis terdiri dari substantia grisea sebagai inti dalam dan
substantia alba sebagai bagian luar. Substansia grisea terlihat seperti pilar
berbentuk huruf H dengan columna atau cornu anterior dan columna atau cornu
posterior, yang dihubungkan oleh commisura grisea yang tipis dan berisi canalis
centralis yang kecil. Ukuran substansia grisea paling besar pada pelebaran cervical
dan lumbosakral medulla spinalis, yang masing-masing mempersarafi otot-otot
ekstremitas superior dan ekstremitas inferior. Substansia grisea terdiri atas
campuran sel saraf dan processusnya, neuroglia, dan pembuluh darah. Sel-sel
saraf berbentuk multipolar dan neuroglia membentuk suatu jaringan yang rumit di
sekitar badan sel saraf dan neurit-neuritnya. Substansia alba dibagi menjadi
columna atau funiculus anterior, lateralis, dan posterior. Columna anterior pada
setiap sisi terletak di antara garis tengah dan tempat keluar radix anterior; columna
lateralis terletak di antara tempat munculnya radix anterior dan masuknya radix
posterior; columna posterior terletak di antara tempat masuknya radix posterior
dan garis tengah. Substantia alba medulla spinalis terdiri atas capuran serabut
saraf, neuroglia, dan pembuluh darah. Substantia alba mengelilingi substantia
15
grisea dan warnanya yang putih disebabkan oleh proporsi serabut saraf bermielin
yang besar (Snell, 2007).
Gambar 1. Struktur dari Saraf Perifer Sekitar Medulla Spinalis (Guyton, 1997)
16
17
Tractus Ascendens
Beberapa serabur saraf berperan untuk menghubungkan segmen-segmen
medulla spinalis yang berbeda, sedangkan serabut lain naik dari medulla spinalis
ke pusat-pusat yang lebih tinggi sehingga menghubungkan medulla spinalis
dengan otak. Berkas-berkas serabut yang berjalan ke atas ini disebut tractus
ascendens. Tractus-tractus ascendens menghantarkan informasi aferen, baik yang
dapat maupun tidak dapat disadari. Informasi ini dapat dibagi menjadi dua
kelompok utama, yaitu informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh,
seperti nyeri, suhu, dan raba; serta informasi propioseptif, yang berasal dari dalam
tubuh, misalnya dari otot dan sendi (Snell, 2007).
Informasi dari ujung-ujung saraf sensorik perifer dihantarkan melalui sistem
saraf oleh serangkaian neuron. Jaras ascendens untuk kesadaran terdiri dari tiga
neuron. Neuron pertama, yaitu neuron tingkat pertama, memiliki badan sel yang
terletak di dalam ganglion radix posterior saraf tepi. Processus perifer
berhubungan dengan ujung reseptor sensorik, sedangkan processus sentral masuk
ke medulla spinalis melalui radix posterior dan bersinaps dengan neuron tingkat
kedua. Neuron tingkat kedua memiliki akson yang menyilang garis tenfah
(menyilang ke sisi kontralateral) dan naik ke tingkat susunan saraf yang lebih
18
tinggi, yaitu tempat di mana akson tersebut bersinaps dengan neuron tingkat
ketiga. Neuron tingkat ketiga biasanya berada di talamus dan memiliki tonjolan
serabut yang berjalan ke area sensorik cortex cerebri. Banyak neuron di jaras
ascendens bercabang dan memberikan input utama pada formatio reticularis yang
akan mengaktifkan cortex cerebri untuk mempertahankan kesadaran. Cabangcabang lain menuju neuron motorik dan berpartisipasi dalam aktivitas refleks otot.
Jaras somatosensorik utama untuk kesadaran yang merupakan bagian dari tractus
ascendens akan dipaparkan pada tabel 2.2. Jaras-jaras sensasi sendi otot ke
cerebellum dipaparkan pada tabel 2.3 (Snell, 2007).
Tractus Descendens
Neuron motorik yang terletak di columna grisea anterior medulla spinalis
mengirimkan akson-akson untuk mempersarafi otot rangka melalui radix anterior
nervi spinales. Neuron- neuron motorik ini kadang disebut lower motor neuron
dan merupakan final pathway menuju otot (Snell, 2007).
Lower motor neuron menerima impuls-impuls saraf secara terus-menerus
yang turun dari medulla spinalis, pons, mesencephalon, dan cortex cerbri, seperti
impuls yang masuk pada serabut sensorik dari radix posterior. Serabut-serabut
saraf yang turun di dalam substantia alba dari berbagai pusat saraf supraspinalis
dipidahkan dalam berkas-berkas saraf yang disebut tractus descendens. Neuronneuron supraspinal bersama tractus-tractusnya kadang disebut upper motor
neuron dan membentuk jaras-jaras yang berbeda yang dapat mengendalikan
aktivitas motorik. Kontrol aktivitas otot rangka dari cortex cerebri dan pusat-pusat
yang lebih tinggi lainnya dihantarkan melalui sistem saraf oleh serangkaian
neuron. Jaras descendens dari cortex cerebri umumnya dibentuk oleh tiga neuron.
Neuron tingkat pertama mempunyai badan sel di dalam cortex cerebri. Aksonaksonnya berjalan turun dan bersinaps dengan neuron tingkat kedua, yaitu sebuah
neuron internuncial yang terletak di columna grisea anterior medulla spinalis.
Akson-akaon neuron tingkat kedua pendek dan bersinaps dengan neuron tingkat
ketiga lower motor neuron di columna grisea anterior. Akson-akson neuron
tingkat ketiga mempersarafi otot rangka melalui radix anterior dan saraf spinal.
19
Pada lengkung refleks, akson neuron tingkat pertama langsung berakhir pada
neuron tingkat ketiga. Ringkasan jaras descendens utama di medulla spinalis
diperlihatkan pada tabel 1. (Snell, 2007).
20
15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan
perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah
penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga
50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen
thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral (Huff, 2010).
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,
astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada
orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia
anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga
dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral (Harrop, 2009).
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan
insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan
tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada
kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira
25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada
segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada
foramen magnum (Mumenthaler & Mattle, 2006).
2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi
menjadi: (Hakim, 2006)
A. Tumor primer: 1) jinak yang berasal dari:
a) tulang; osteoma dan kondroma,
b) serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma),
c) berasal dari selaput otak disebut Meningioma;
d) jaringan otak; Glioma, Ependimoma.
2) ganas yang berasal dari:
a) jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,
b) sel muda seperti Kordoma.
B. Tumor sekunder: merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah
21
Intradural ekstramedular
Intradural intramedular
Chondroblastoma
Chondroma
Hemangioma
Lipoma
Lymphoma
Meningioma
Metastasis
Neuroblastoma
Neurofibroma
Osteoblastoma
Osteochondroma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral
hemangioma
Astrocytoma
Ependymoma
Ganglioglioma
Hemangioblastoma
Hemangioma
Lipoma
Medulloblastoma
Neuroblastoma
Neurofibroma
Oligodendroglioma
Teratoma
22
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam
tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang
bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh selsel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang
kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula
spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke, 2005).
2.2.5 Manifestasi Klinik
Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler,
nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler
merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis
dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24%
nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan
oleh tumor medula spinalis bila: (Japardi, 2002).
23
hidrosefalus
sebagai
gejala
klinis
dari
neoplasma
intraspinal
primer
24
Servikal
Torakal
25
polos
seluruh
tulang
belakang
67-85%
abnormal.
adalah
dengan
pembedahan.
Tujuannya
adalah
untuk
26
secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi
dengan terapi radiasi post operasi. Terapi yang dapat dilakukan pada tumor
medulla spinalis adalah: (Hakim, 2006).
a.
b.
untuk nyeri.
Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000
cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di
bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan
c.
d.
Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat
diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.
e.
Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik
myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada
pembedahan tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan:
27
BAB III
ANALISA KASUS
28
Keluhan utama pasien pada saat datang adalah kesulitan berjalan karena
kelemahan kedua tungkai disertai kesemutan yang terjadi secara perlahan-lahan.
Awalnya pasien mengeluh nyeri pada punggung bagian bawah. Setelahnya timbul
kesemutan pada tungkai sebelah kanan yang disertai kelemahan. Kemudian
disusul dengan kesemutan dan kelemahan pada tungkai sebelah kiri. Keluhan
makin lama makin berat hingga pasien kesulitan berjalan. Pasien juga mengeluh
ada kebas mulai dari ujung jari kaki sampai setinggi pusat. Ditemukan gangguan
dalam fungsi vegetatif/otonom berupa kesulitan BAK dan frekuensi BAB yang
jarang serta konstipasi.
Hasil pemeriksaan nervus kranialis tidak dijumpai gangguan. Sedangkan
pemeriksaan neurologis lain didapatkan hasil refleks fisiologis meningkat,
hipertonus, klonus kaki positif, dan refleks patologis positif, yaitu babinsky,
chaddok, openheim, gordon, mendel-beckthrew pada kedua kaki, sehingga dapat
disimpulkan bahwa diagnosis klinisnya adalah paraparese inferior tipe spastik.
Selanjutnya yang diperlukan dalam diagnosis topik adalah dengan mencari
lokasi lesi yang menyebabkan paraparese spastik. Gejala yang terjadi pada pasien
melibatkan gangguan fungsi otonom dan kelemahan fungsi motorik dan sensorik
berupa paraparese dan hipestesia dari ujung jari kaki sampai setinggi pusat tanpa
melibatkan nervus kranialis. Pada pemeriksaan refleks ditemukan refleks
fisiologis meningkat dan ditemukan refleks patologis. Hal ini menunjukkan bahwa
saraf yang terkena adalah Upper Motor Neuron. Diagnosis banding kasus ini
berdasarkan diagnosis topiknya, yaitu:
Pada kasus
29
Tetraparese/plegia UMN
Hipestesi/anestesi dari akral sampai
Paraparese UMN
Hipestesi setinggi 2 jari di
bawah umbilikus
Sulit BAB dan BAK
(miksi,
distribusi
akral
sampai
segmental
medulla
Pada kasus
Paraparese UMN
Hipestesi setinggi 2 jari di
bawah umbilikus
Sulit BAB dan BAK
distribusi
segmental
Pada kasus
Paraparese UMN
Hipestesi setinggi 2 jari di
bawah umbilikus
Sulit BAB dan BAK
medulla
Jadi, kemungkinan lesi setinggi Th2-bagian atas pleksus lumbosakral belum dapat
disingkirkan.
Pada kasus
30
Paraparese/plegia LMN
Hipestesi/anestesi dari
akral
sampai
Paraparese UMN
Hipestesi setinggi 2 jari di
bawah umbilikus
Sulit BAB dan BAK
(miksi,
Pada penderita
Berdasarkan hal tersebut, maka diagnosis kerja pada pasien mengarah ke SOL
medula spinalis.
DAFTAR PUSTAKA
31
Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta
: EGC; 1997.
Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan
Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of
Intradural
Intramedullary
Neoplasms.
[serial
online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [10 Oktober 2015].
Huff,
J.S.
2010.
Spinal
Cord
Neoplasma.
[serial
online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [10 Oktober 2015].
Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New York:
Thieme. Page 146-147.
National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal
Cord
Tumors
Hope
Through
Research.
[serial
online].
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainandspin
altumors.htm. [10 Oktober 2015].
Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, et al. The Human Nervous System
Structure and Function. 6th Edition. New Jersey : Humana Press Inc. 2005.
Snell RS. Pendahuluan dan Susunan Saraf Pusat: Neuroanatomi Klinik Edisi ke-5.
Jakarta: EGC. 2007.
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 2010. Patofisiologi, konsep klinik
proses- proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta
32