Anda di halaman 1dari 13

Islam di pulau Jawa

a. Kerajaan Demak
Para ahli memperkirakan Demak berdiri tahun 1500. Sementara Majapahit hancur beberapa waktu
sebelumnya. Menurut sumber sejarah lokal di Jawa, keruntuhan Majapahit terjadi sekitar tahun 1478.
Hal ini ditandai dengan candrasengkala, Sirna Hilang Kertaning Bhumi yang berarti memiliki angka
tahun 1400 Saka. Raja pertama kerajaan Demak adalah Raden Fatah, yang bergelar Sultan Alam
Akbar Al-Fatah. Raden Fatah memerintah Demak dari tahun 1500- 1518 M. Menurut cerita rakyat
Jawa Timur, Raden Fatah merupakan keturunan raja terakhir dari Kerajaan Majapahit, yaitu Raja
Brawijaya V. Di bawah pemerintahan Raden Fatah, kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena
memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain itu,
Demak juga tumbuh menjadi sebuah kerajaan maritim karena letaknya di jalur perdagangan antara
Malaka dan Maluku. Oleh karena itu Kerajaan Demak disebut juga sebagai sebuah kerajaan yang
agraris-maritim.
Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain beras, lilin dan madu. Barang-barang itu
diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudra Pasai. Pada masa pemerintahan Raden Fatah, wilayah
kekuasaan Kerajaan Demak cukup luas, meliputi Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan
beberapa daerah di Kalimantan. Daerah-daerah pesisir di Jawa bagian Tengah dan Timur kemudian
ikut mengakui kedaulatan Demak dan mengibarkan panji-panjinya. Kemajuan yang dialami Demak
ini dipengaruhi oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Karena Malaka sudah dikuasai oleh
Portugis, maka para pedagang yang tidak simpatik dengan kehadiran Portugis di Malaka beralih
haluan menuju pelabuhan-pelabuhan Demak seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik.
Pelabuhanpelabuhan tersebut kemudian berkembang menjadi pelabuhan transit.
Selain tumbuh sebagai pusat perdagangan, Demak juga tumbuh menjadi pusat penyebaran agama
Islam. Para wali yang merupakan tokoh penting pada perkembangan Kerajaan Demak ini,
memanfaatkan posisinya untuk lebih menyebarkan Islam kepada penduduk Jawa. Para wali juga
berusaha menyebarkan Islam di luar Pulau Jawa. Penyebaran agama Islam di Maluku dilakukan oleh
Sunan Giri sedangkan di daerah Kalimantan Timur dilakukan oleh seorang penghulu dari Kerajaan
Demak yang bernama Tunggang Parangan. Setelah Kerajaan Demak lemah maka muncul Kerajaan
Pajang.
b. Kerajaan Mataram
Setelah Kerajaan Demak berakhir, berkembanglah Kerajaan Pajang di bawah pemerintahan Sultan
Hadiwijaya. Di bawah kekuasaannya, Pajang berkembang baik. Bahkan berhasil mengalahkan Arya
Penangsang yang berusaha merebut kekuasaannya. Tokoh yang membantunya mengalahkan Arya
Penangsang di antaranya Ki Ageng Pemanahan (Ki Gede Pemanahan). la diangkat sebagai bupati
(adipati) di Mataram. Kemudian puteranya, Raden Bagus (Danang) Sutawijaya diangkat anak oleh
Sultan Hadiwijaya dan dibesarkan di istana. Sutawijaya dipersaudarakan dengan putra mahkota,
bernama Pangeran Benowo.
Pada tahun 1582, Sultan Hadiwijaya meninggal dunia. Penggantinya, Pangeran Benowo merupakan
raja yang lemah. Sementara Sutawijaya yang menggantikan Ki Gede Pemanahan justru semakin
menguatkan kekuasaannya sehingga akhirnya Istana Pajang pun jatuh ke tangannya. Sutawijaya
segera memindahkan pusaka Kerajaan Pajang ke Mataram. Sutawijaya sebagai raja pertama dengan
gelar: Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pusat kerajaan ada di Kota Gede, sebelah
tenggara Kota Yogyakarta sekarang. Panembahan Senapati digantikan oleh puteranya yang bernama
Mas Jolang (1601-1613). Mas Jolang kemudian digantikan oleh puteranya bernama Mas Rangsang
atau lebih dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645). Pada masa pemerintahan Sultan Agung
inilah Mataram mencapai zaman keemasan. Dalam bidang politik pemerintahan, Sultan Agung
berhasil memperluas wilayah Mataram ke berbagai daerah yaitu, Surabaya (1615), Lasem, Pasuruhan
(1617), dan Tuban (1620). Di samping berusaha menguasai dan mempersatukan berbagai daerah di
Jawa, Sultan Agung juga ingin mengusir VOC dari Kepulauan Indonesia. Kemudian diadakan dua
kali serangan tentara Mataram ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Mataram mengembangkan
birokrasi dan struktur pemerintahan yang teratur. Seluruh wilayah kekuasaan Mataram diatur dan
dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut.
1. Kutagara. Kutagara atau kutanegara, yaitu daerah keraton dan sekitarnya.

2. Negara agung. Negara agung atau negari agung, yaitu daerah-daerah yang ada di sekitar
kutagara. Misalnya, daerah Kedu, Magelang, Pajang, dan Sukawati.
3. Mancanegara. Mancanegara yaitu daerah di luar negara agung. Daerah ini meliputi
mancanegara wetan (timur), misalnya daerah Ponorogo dan sekitarnya, serta mancanegara
won (barat), misalnya daerah Banyumas dan sekitarnya.
4. Pesisiran. Pesisiran yaitu daerah yang ada di pesisir. Daerah ini juga terdapat daerah pesisir
kulon (barat), yakni Demak terus ke barat, dan pesisir wetan (timur), yakni Jepara terus ke
timur.
Mataram berkembang menjadi kerajaan agraris. Dalam bidang pertanian, Mataram mengembangkan
daerah-daerah persawahan yang luas. Seperti yang dilaporkan oleh Dr. de Han, Jan Vos dan Pieter
Franssen bahwa Jawa bagian tengah adalah daerah pertanian yang subur dengan hasil utamanya
adalah beras. Pada abad ke-17, Jawa benar-benar menjadi lumbung padi. Hasil-hasil yang lain adalah
kayu, gula, kelapa, kapas, dan hasil palawija.
Di Mataram dikenal beberapa kelompok dalam masyarakat. Ada golongan raja dan keturunannya,
para bangsawan dan rakyat sebagai kawula kerajaan. Kehidupan masyarakat bersifat feodal karena
raja adalah pemilik tanah beserta seluruh isinya. Sultan dikenal sebagai panatagama, yaitu pengatur
kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, Sultan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Rakyat sangat
hormat dan patuh, serta hidup mengabdi pada sultan. Bidang kebudayaan juga maju pesat. Seni
bangunan, ukir, lukis, dan patung mengalami perkembangan. Kreasikreasi para seniman, misalnya
terlihat pada pembuatan gapura-gapura, serta ukir-ukiran di istana dan tempat ibadah. Seni tari yang
terkenal adalah Tari Bedoyo Ketawang. Dalam prakteknya, Sultan Agung memadukan unsur-unsur
budaya Islam dengan budaya Hindu-Jawa. Sebagai contoh, di Mataram diselenggarakan perayaan
sekaten untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw, dengan membunyikan gamelan
Kyai Nagawilaga dan Kyai Guntur Madu. Kemudian juga diadakan upacara grebeg. Grebeg diadakan
tiga kali dalam satu tahun, yaitu setiap tanggal 10 Dzulliijah (Idul Adha), 1 Syawal (Idul Fitri), dan
tanggal 12 Rabiulawal (Maulid Nabi). Bentuk dan kegiatan upacara grebeg adalah mengarak
gunungan dari keraton ke depan masjid agung. Gunungan biasanya dibuat dari berbagai makanan,
kue, dan hasil bumi yang dibentuk menyerupai gunung. Upacara grebeg merupakan sedekah sebagai
rasa syukur dari raja kepada Tuhan Yang Maha Esa dan juga sebagai pembuktian kesetiaan para
bupati dan punggawa kerajaan kepada rajanya. Sultan Agung wafat pada 1645. Ia dimakamkan di
Bukit Imogiri. Ia digantikan oleh puteranya yang bergelar Amangkurat I. Akan tetapi, pribadi raja ini
sangat berbeda dengan pribadi Sultan Agung. Amangkurat I adalah seorang raja yang lemah,
berpandangan sempit, dan sering bertindak kejam. Mataram mengalami kemunduran apalagi adanya
pengaruh VOC yang semakin kuat. Dalam perkembangannya Kerajaan Mataram akhirnya dibagi dua
berdasarkan Perjanjian Giyanti (1755). Sebelah barat menjadi Kesultanan Yogyakarta dan sebelah
timur menjadi Kasunanan Surakarta.

c. Kesultanan Banten
Kerajaan Banten berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke
kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian
menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan. Maulana Hasanuddin, putera
Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana
Hasanuddin atau lebih sohor dengan sebutan Fatahillah, mendirikan benteng pertahanan yang
dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan, yakni Kesultanan Banten.
Pada awalnya kawasan Banten dikenal dengan nama Banten Girang yang merupakan bagian dari
Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan
tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu
oleh adanya kerjasama Sunda-Portugis dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat
membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugis dari

Malaka tahun 1513. Atas perintah Sultan Trenggono, Fatahillah melakukan penyerangan dan
penaklukkan Pelabuhan Sunda Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan
pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda. Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten,
Fatahillah juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan
dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang
dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan
dianugerahi keris oleh raja tersebut.
Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Sultan Trenggono, maka Banten
melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Pada 1570 Fatahillah wafat. Ia meninggalkan dua
orang putra laki-laki, yakni Pangeran Yusuf dan Pangeran Arya (Pangeran Jepara). Dinamakan
Pangeran Jepara, karena sejak kecil ia sudah diikutkan kepada bibinya (Ratu Kalinyamat) di Jepara. Ia
kemudian berkuasa di Jepara menggantikan Ratu Kalinyamat, sedangkan Pangeran Yusuf
menggantikan Fatahillah di Banten. Pangeran Yusuf melanjutkan usaha-usaha perluasan daerah yang
sudah dilakukan ayahandanya. Tahun 1579, daerah-daerah yang masih setia pada Pajajaran
ditaklukkan. Untuk kepentingan ini Pangeran Yusuf memerintahkan membangun kubu-kubu
pertahanan. Tahun 1580, Pangeran Yusuf meninggal dan digantikan oleh puteranya, yang bernama
Maulana Muhammad. Pada 1596, Maulana Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. Pada
waktu itu Palembang diperintah oleh Ki Gede ing Suro (1572 - 1627). Ki Gede ing Suro adalah
seorang penyiar agama Islam dari Surabaya dan perintis perkembangan pemerintahan kerajaan Islam
di Palembang. Kala itu Kerajaan Palembang lebih setia kepada Mataram dan sekaligus merupakan
saingan Kerajaan Banten. Itulah sebabnya, Maulana Muhammad melancarkan serangan ke
Palembang. Kerajaan Palembang dapat dikepung dan hampir saja dapat ditaklukkan. Akan tetapi,
Sultan Maulana Muhammad tiba-tiba terkena tembakan musuh dan meninggal. Oleh karena itu, ia
dikenal dengan sebutan Prabu Seda ing Palembang. Serangan tentara Banten terpaksa dihentikan,
bahkan akhirnya ditarik mundur kembali ke Banten.
Gugurnya Maulana Muhammad menimbulkan berbagai perselisihan di istana. Putra Maulana
Muhammad yang bernama Abumufakir Mahmud Abdul Kadir, masih kanak-kanak. Pemerintahan
dipegang oleh sang Mangkubumi. Akan tetapi, Mangkubumi berhasil disingkirkan oleh Pangeran
Manggala. Pangeran Manggala berhasil mengendalikan kekuasaan di Banten. Baru setelah
Abumufakir dewasa dan Pangeran Manggala meninggal tahun 1624, maka Banten secara penuh
diperintah oleh Sultan Abumufakir Mahmud Abdul Kadir.
Pada tahun 1596 orang-orang Belanda datang di pelabuhan Banten untuk yang pertama kali.
Terjadilah perkenalan dan pembicaraan dagang yang pertama antara orang-orang Belanda dengan para
pedagang Banten. Tetapi dalam perkembangannya, orang-orang Belanda bersikap angkuh dan
sombong, bahkan mulai menimbulkan kekacauan di Banten. Oleh karena itu, orang-orang Banten
menolak dan mengusir orang-orang Belanda. Akhirnya, orang-orang Belanda kembali ke negerinya.
Dua tahun kemudian, orang-orang Belanda datang lagi. Mereka menunjukkan sikap yang baik,
sehingga dapat berdagang di Banten dan di Jayakarta. Menginjak abad ke-17 Banten mencapai zaman
keemasan. Daerahnya cukup luas. Setelah Sultan Abumufakir meninggal, ia digantikan oleh puteranya
bernama Abumaali Achmad. Setelah Abumaali Achmad, tampillah sultan yang terkenal, yakni Sultan
Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah pada tahun
1651 - 1682.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten terus mengalami kemajuan. Letak Banten
yang strategis mempercepat perkembangan dan kemajuan ekonomi Banten. Kehidupan sosial budaya
juga mengalami kemajuan. Masyarakat umum hidup dengan rambu-rambu budaya Islam. Secara
politik pemerintahan Banten juga semakin kuat. Perluasan wilayah kekuasaan terus dilakukan bahkan
sampai ke daerah yang pernah dikuasai Kerajaan Pajajaran. Namun ada sebagian masyarakat yang
menyingkir di pedalaman Banten Selatan karena tidak mau memeluk agama Islam. Mereka tetap
mempertahankan agama dan adat istiadat nenek moyang. Mereka dikenal dengan masyarakat Badui.
Mereka hidup mengisolir diri di tanah yang disebut tanah Kenekes. Mereka menyebut dirinya orangorang Kejeroan. Dalam bidang kebudayaan, seni bangunan mengalami perkembangan. Beberapa jenis
bangunan yang masih tersisa, antara lain, Masjid Agung Banten, bangunan keraton dan gapuragapura.
Pada masa akhir pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa timbul konflik di dalam istana. Sultan Ageng
Tirtayasa yang berusaha menentang VOC, kurang disetujui oleh Sultan Haji sebagai raja muda.

Keretakan di dalam istana ini dimanfaatkan VOC dengan politik devide et impera. VOC membantu
Sultan Haji untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Berakhirnya kekuasaan Sultan
Ageng Tirtayasa membuat semakin kuatnya kekuasaan VOC di Banten. Raja-raja yang berkuasa
berikutnya, bukanlah raja-raja yang kuat. Hal ini membawa kemunduran Kerajaan Banten.
KERAJAAN ISLAM DILUAR PULAU JAWA

1. Kesultanan Ternate
Diperkirakan, Islam sudah lama masuk ke Ternate
melalui jalur perdagangan. Hal ini ditandai dengan banyaknya pedagang Arab
yang datang ke wilayah tersebut untuk berdagang bahkan ada yang bermukim.
Selain melalui perdagangan, penyebaran Islam juga dilakukan lewat jalur
dakhwah. Muballigh yang terkenal dalam menyebarkan agama Islam di kawasan
ini adalah Maulana Husain dan Sunan Giri.
Ada dugaan, sebelum Kolano
Marhum, sudah ada Raja Ternate yang memeluk Islam, Namun hal ini masih
menjadi perdebatan. Secara resmi, Raja Ternate yang diketahui telah memeluk
agama Islam adalah Kolano Marhum (1465-1486). Sementara Sultan Zainal
Abidin (1486-1500) adalah Raja Tertnate ke -18 yang pernah mengecap
pendidikan di Pesantren Sunan giri Gersik. Saat itu, ia dikenal dengan sebutan
Sultan Baulawa (Sultan Cengkeh). Ketika menjadi sultan, Zainal Abidin kemudian
mengadopsi hukum Islam sebagai undang-undang kerajaan. Ia juga mengganti
gelar Kolano menjadi sultan. Untuk memajukan sektor pendidikan, ia juga
membangun madrasah. Sejak saat itu Islam berkembang pesat di Ternate dan
menjadi agama resmi kerajaanStruktur Pemerintahan Dalam pemerintahan
Sultan dibantu oleh Jogugu (Perdana Menteri) dan Fala Raha (penasehat raja).
Fala Raha merupakan representasi empat klan bangsawan yang menjadi tulang
punggung Kesultanan Ternate. Dapat dikatakan bahwa Fala Raha merupakan
pengganti empat Momole dimasa sebelum datangnya Islam. Masing-masing
Raha dipimpin oleh seorang Kimalaha. Diantara Kimalaha tersebut adalah
Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Para pejabat tinggi istana berasal dari
salah satu klan yang empat ini. Jabatan lain yang dibentuk untuk membantu
tugas
sultan
adalah
Bobato
Nyagimoi
(dewan
18).
Kehidupan Sosial Budaya Ternate merupakan daerah yang terkenal sebagai
penghasil rempah-rempah. Penduduk yang bertani adalah mereka yang tinggal
di sekitar perbukitan, mereka menanam cengkeh, pala, kayu manis dan kenari.
Sementara masyarakat yang tinggal dipinggir pantai banyak yang menjadi
nelayan. Selain petani dan nelayan, orang Ternate juga banyak yang menjadi
pedagang.
Peninggalan
Kesultanan
Ternate
tidak
sebanding dengan
kebesaran
namanya.Tidak ada warisan intelektual, arsitektur dan seni yang berkualitas
tinggi yang ditinggalkannya. Satu-satunya warisan sastra yang ditinggalakan
hanyalah Dolo Bololo Sedalil Moro. Sastra ini berbentuk puisi, peribahasa yang
kebanyakan berisi pendidikan moral tradisional. Padahal sebagai bandar utama
rempah-rempah di Maluku, Ternate sudah berhubungan dengan peradaban yang
lebih maju seperti Jawa, Melayu, Cina, Arab, dan Eropa. Namun sepertinya hal itu
tidak meninggalkan pengaruh. Ini disebabkan oleh karena sibuknya Ternate
dalam
urusan
konflik
peperangan.

Sebelum Eropa datang , konflik Ternate dengan kerajaan sekitarnya karena


memperebutkan hegemoni. Setelah bangsa Eropa datang, konflik terjadi dengan
bangsa Eropa. Implikasinya, orang Ternate mencurahkan segenap tenaganya
untuk mempertahankan diri, sebab konteksnya adalah menyerang atau
diserang. Karena alasan-alasan inilah maka seni budaya yang muncul di Ternate
seperti
Tarian
Cakalele
memiliki
watak
pertempuran.
2. Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Aceh, dan
kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M, sebagai hasil dari
proses Islamisasi di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi oleh para
pedagang-pedangan Muslim sejak abad ke-7 hingga seterusnya. Bukti-bukti
arkeologis keberadaan Kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai
di Kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di reruntuhan bangunan
pusat Kerajaan Samudera Pasai di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera sekitar
17
km
sebelah
Timur
Lhoksumawe
Kerajaan Samudera Pasai dalam bidang politik berkembang dengan armada
lautnya yang besar untuk ukuran saat itu, yang memang diperlukan untuk
mengawasi perdagangan di wilayahnya. Pengawasan perdagangan itu
merupakan sendi-sendi kerajaan, karena dari bidang inilah kerajaan
mendapatkan dana yang besar. Dinamika Perekonomian Pada masa jayanya,
Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi
oleh para saudagar dari berbagai negeri. Sebagai Bandar perdagangan yang
besar Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut Dirham.
Uang
ini
digunakan
secara
resmi
di
kerajaan
ini.
Ekonomi perdagangan yang menjadi basis hubungan antara Malaka, China dan
India saat itu telah menjadikan Kerajaan Samudera Pasai menjadi sebuah
kerajaan yang terkenal dan berpengaruh di Asia Tenggara terutama pada abad
ke-14 dan 15 M. Dengan kondisi ini pula Kerajaan Samudera Pasai bisa
mengembangkan ajaran agama Islam ke wilayah-wilayah lainnya di Nusantara.
Pada abad ke-14 M, kerajaan inipun menjadi pusat studi agama Islam. Dinamika
Sosial BudayaSebagai kerajaan besar pada saat itu, Kerajaan Samudera Pasai
banyak memunculkan suatu tradisi kaligrafi dan karya tulis yang baik.
Sekelompok minoritas kreatif berhasil memamfaatkan huruf Arab yang dibawa
Islam , untuk menulis karya mereka dalam bahasa melayu. Inilah yang kemudian
disebut Arab Jawi. Diantara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP).
Hikayat Raja Pasai ini menandai dimulainya perkembangan sastra melayu Klasik
di bumi Nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syeik
Abdul
Rauf
Al-Singkili
untuk
menulis
karya-karyanya.
Sejalan dengan itu,juga berkembang ilmu tasawuf. Diantara buku tasawuf yang
diterjemahkan kedalam Bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana
Abu
Ishak
oleh
Makhdum
Patakan.
3. Kerajaan GowaMasuknya Islam ke Kerajaan GowaKerajaan Gowa berdiri
pada tahun 1320 M Dari sudut terminologi kata Gowa memiliki dua pengertian
yang berbeda yang pertama berasal dari kata goari yang berarti kamar atau
bilik. Kemudian yang kedua berasal dari kata gua yang berarti liang yang
berkaitan dengan tempat kemunculan awal Tomanurung ri Gowa (Raja Gowa I) di
perbukitan Taka Bassia, Tamalate. Kemudian secara politik Kata Gowa dipakai

untuk mengintegrasikan kesembilan federasi kekuasaan tunggal pada kerajaan


Gowa. Penerimaan Islam di Kerajaan Gowa menurut sejarawan cenderung pada
pola top down yaitu masuknya islam pertama sekali dianut oleh Raja Gowa
setelah itu masyarakat mengikuti raja. Namun , tidak menutup kemungkinan
pola lain seperti pola bottom up. Menurut teori yang berlaku umum bahwa
penyebaran Islam di Indonesia pada awalnya melalui perdagangan, demikian
halnya dengan kedatangan Islam di Kerajaan Gowa tidak terlepas dari faktor
perdagangan. Islamisasi melalui perdagangan dapat dilihat pada daerah yang
pertama kali disinggahi yaitu daerah-daerah yang dilewati jalur perdagangan
masa itu. Islamisasi di Kerajaan Gowa ini tidak berarti mengubah semua pranata
politik dan sosial yang telah ada. Tetapi pada umumnya pranata-pranata yang
ada masih tetap dipertahankan , kemudian diisi dan dilengkapi dengan pranata
baru yang berasal dari Islam. Struktur Kerajaan GowaStruktur Kerajaan Gowa
tidak banyak berbeda dari yang terdapat pada struktur pemerintahan kerajaankerajaan yang berkembang di Sulawesi Selatan. Struktur pemerintahan Kerajaan
Gowa
terdiri
atas
:
1. Raja (Sombaya) = dalam stratifikasi masyarakat Gowa bahwa anak Kraeng
adalah masyarakayang memiliki lapisan tertinggi dalam masyarakat sehingga
golongan
inilah
yang
berhak
menjadi
raja.
2.
Mangkubumi (Tomabicara Butta) = berperan mendapingi raja dalam
menjalankanpemerintahan.
3. Lembaga adat ( Tomailalang Toa) = bertugas sebagai juru bicara sekaligus
sebagai
penasehat
raja.
4. Kepala Urusan Rumah Tangga Istana ( Tomailalang Lolo) = berperan sebagai
pengatur perbelanjaan istana,termasuk pengaturan petugas-petugas istana.
5. Panglima Perang ( Karaeng Tokajannangngang )
6. Syahbandar ( Sabannara) = pejabat yang bertugas dan bertanggungjawab
dalam
menangani
para
pedagang.
7.
Dewan Kerajaan (Bate Salapang) = berperan dalam menetapkan aturanaturan dalaM penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan yang akan dijalankan
raja.
8. Kepala distrik (Gallarang) = menjalankan kebijakan raja di daerah seperti
penarikan pajak dan penggunaan tenaga kerja.
9. Kepala Desa (Matoa) = basis pemerintahan terendah yang berperan sebagai
perpanjangan tangan pemerintahan pusat kerajaan. Kehidupan Perekonomian
dan
Sosial
Dari awal berdirinya Kerajaan Gowa sampai masa kekuasaan Raja Gowa
VIII
I Pakere Tau, pemerintahan Kerajaan Gowa di pusatkan di Taka Bassia
Tamalate. Kemudian istana dipindahkan ke Somba Opu oleh Raja Gowa IX Daeng
Mantare Karaeng Mengunungi karena dianggap lebih menguntungkan dan lebih
strategis sebagai kerajaan yang maju dibidang ekonomi dan politik. Pada masa
inilah Kerajaan Gowa mulai memperluas kekuasaannya dan menaklukan
berbagai daerah sekitarnya termasuk menjalin kerjasama dan perjanjian dengan
kerajaan-kerajaan lain. Hal ini berlangsung sampai Raja Gowa XII, I Daeng
Mammeta Bonto Langkasa (1565-1590). Ambisi inilaH yang membuat Kerajaan

Gowa menjadi Kerajaan besar.


Bandar yang dimilikinya menjadi Bandar
persinggahan niaga dunia yang sangat maju karena telah memiliki berbagai
fasilitas sebagaimana layaknya Negara besar lain pada abad XVI-XVII. Pada
waktu itu kerajaan menjalankan sistem politik terbuka berdasarkan Teori Mare
Laberum (laut bebas) yang memberikan jaminan usaha para pedagang
asing.Melemahnya Kerajaan GowaPerkembangan perdagangan Kerajaan Gowa
yang semakin luas sehingga menimbulkan ambisi yang berlebihan. Tingkat
persaingan yang terselubung (laten) ketika ingin menguasai hegemoni
perekonomian di Sulawesi, terutama persaingan dengan dengan kerajaan Bone.
Ketika persaingan memuncak, Belanda memamfaatkan situasi dengan mulai
melancarkan politik devide et impera serta menerapkan sistem monopoli yang
sangat
bertentangan
dengan
prinsip
mare
liberum
hingga
meletusnyaPerangMakasa(1666-1669).
4. Sejarah Kejayaan Kesultanan Tidore - Tidore merupakan salah satu pulau kecil yang terdapat di
gugusan kepulauan Maluku Utara, tepatnya di sebelah barat pantai pulau Halmahera. Sebelum Islam
datang ke bumi Nusantara, pulau Tidore dikenal dengan nama; Limau Duko atau Kie Duko, yang
berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang
memiliki gunung api bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku yang mereka namakan gunung
Kie Marijang. Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal dari gabungan
tiga rangkaian kata bahasa Tidore, yaitu : To ado re, artinya, aku telah sampai.
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara,
Indonesia sekarang. Pada masa kejayaan Kesultanan Tidore (sekitar abad ke-16 sampai abad ke18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak
pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Sejak awal berdirinya hingga raja yang ke-4, pusat kerajaan Tidore belum bisa dipastikan.
Barulah pada era Jou Kolano Balibunga, informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak,
itupun masih dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para pemerhati sejarah
berbeda pendapat dalam menentukan di mana sebenarnya Balibunga ini. Ada yang mengatakannya di
Utara Tidore, dan adapula yang mengatakannya di daerah pedalaman Tidore selatan.
Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang
memakai gelar Sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansyur naik tahta
tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore
Utara. Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan
pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibukota baru ini cepat berkembang
dan menjadi pelabuhan yang ramai. Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu
untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugis.
Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis
sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling
independen di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah
1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah
merdeka hingga akhir abad ke-18.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena sebab yang beraneka
ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo (Ala ud-din Syah) ke
Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate,
sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat lain
menambahkan bahwa, perpindahan didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas
Kolano Toma Banga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir

adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti
nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini
Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian wilayahnya adalah Papua, gugusan pulaupulau Raja Ampat dan pulau Seram Timur. Menurut beberapa tulisan di berbagai situs internet,
dituliskan bahwa kekuasaan Tidore sampai ke beberapa kepulauan di pasifik selatan, diantaranya;
Mikronesia, Melanesia, kepulauan Solomon, kepulauan Marianas, kepulauan Marshal, Ngulu, Fiji,
Vanuatu dan kepulauan Kapita Gamrange. Disebutkan pula bahwa hingga hari ini beberapa pulau atau
kota masih menggunakan identitas nama daerah dengan embel-embel Nuku, antara lain; kepulauan
Nuku Lae-lae, Nuku Alova, Nuku Fetau, Nuku Haifa, Nuku Maboro, Nuku Wange, Nuku Nau, Nuku
Oro dan Nuku Nono.

Kerajaan DEMAK (Abad 15)


Terletak di Bintaro, Demak
Sebelumnya Demak adalah sebuah kadipaten pada kerajaan Majapahit
Merupaka kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa
Raja yang pertama Raden Patah
Adipati Unus (Pangran Sabrang Lor)
Sultan Trenggono
Pemerintahan Raden Patah didukung oleh Wali Songo yaitu:
1. Yang bermukim di Jatim:
a) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) di Gresik
b) Sunan Ampel (Raden Ampel) di Surabaya

c) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) di Bonang dekat Tuban


d) Sunan Drajat (Masih Munat) di Surabaya
e) Sunan Giri (Raden Paku) berkedudukan di Gresik
2. Yang bermukim di Jateng
a) Sunan Muria (Raden Said) di kudus
b) Sunan Kudus (Jafar Sodik) di kudus
c) Sunan Kalijaga (RM.Syahid) di demak
3. Yang bermukim di Jabar
a) Sunan Gunung Jati (Fatahillah) di cirebon
Pasukan Demak juga berasil menaklukkan portugis dan
merebut Sunda Kelapa dan mengganti nama Sunda
Kelapa menjadi Jayakarta (Kota kemenangan )
Kerajaan Demak runtuh karena adanya perang saudara
setelah Sultan Trenggono wafat
Penggalan kerajaan Demak berupa :
1. Masjid Agung Demak
2. Piring campa
3. Pintu bledek/pintu petir
4. Saka tatal (tiang utama masjid)
5. Bedug dan kentongan
6. Dampar kencana
Kerajaan BANTEN (1568 M)
Mula-mula merupakan kekuasaan Demak
Fatahillah berhasil menaklukkan Banten
Fatahillah menjadi utama dan mendapat gelar Sunan Gunung jati
Raja terkenal Sultan Ageng Tirtayasa
Peninggalan kerajaan Banten :
1. Masjid Banten

2. Kraton Surosowan Benteng Speelwicjk


3. Meriam kuno Ki Amuk
4. Pelabuhan Karang Hantu
KERAJAAN MATARAM
astra Ghending karya dari Sultan Agung,
Tahun Saka,
Kerajinan Perak,
Kalang Obong, yang merupakan tradisi kematian orang kalang, yakni dengan
membakar peninggalan orang yang meninggal.
Kue kipo yang merupakan makanan khas masyarakat kotagede, makanan ini
telah ada sejak jaman kerajaan.
Pertapaan Kembang Lampir yang merupakan tempat Ki Ageng Pemanahan
pernah bertapa untuk mendapatkan wahyu kerajaan Mataram
Segara Wana serta Syuh Brata yang merupakan meriam- meriam yang
diberikan oleh Belanda atas perjanjiannya dengan kerjaan Mataram saat
kepemimpinan Sultan Agung.
Puing puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak serta aliran sungai
Progo
Batu Datar yang berada di Lipura letaknya tidak jauh di barat daya kota
Yogyakarta
Pakaian Kiai Gundil atau yang lebih dikenal dengan Kiai Antakusuma
Masjid Agung Negara yang dibangun pada tahun 1763 oleh PB III.
Masjid Jami Pakuncen yang didirikan oleh sunan Amangkurat I
Gapura Makam Kota Gede, yag merupakan perpaduan dari corak hindu dan
islam.
Masjid yang berada di Makam Kota Gede.
Bangsal Duda
Rumah Kalang

Makam dari Raja- Raja Mataram yang berlokasi di Imogiri.

Kerajaan SAMUDRA PASAI (Abad 13 M)


Di antara hal yang harus kita perhatikan adalah :
Merupakan kerjaan Islam pertama di Indonesia
Terletak di Aceh
Raja terkenal Malik As Saleh dan Malik At Tahir
Bukti adanya kerajaan Islam Samudra Pasai antara lain :
1. Batu Nisan Sultan Malik As Salih
2. Catatan Ibnu Batutah
3. Bekas kerajaan yang terletak di sebelah timur Lhokseumawe
4. Cakra Donya, hadiah dari kaisar Cina yang diberikan oleh Cheng Ho
Samudra Pasai mundur karena adanya serangan dari kerajaan Majapahit

Kerajaan GOA dan TALLO (Abad 15 M)


Terletak di Makasar, Sulawesi Selatan
Raja Goa yang terkenal Daeng Manrabia
Raja Tallo yang terkenal Karaeng Matoaya
Kerajaan Goa dan Tallo mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan Hasanudin
yang mendapat julukan Ayam jantan dari Timur .
Belanda berhasil mengalahkan Goa dan Tallo karena penghianatan raja Aru Palaka
dari Bone akhirnya Sultan Hasannudin harus menandatangani perjanjian Bongaya
Peninggalan kerajaan Goa dan Tallo :
1. Istana kayu yang kini dijadikan museum
2. Makam Sultan Hasannudin

3. Benteng Fort Rotterdam


4. Benda-benda bersejarah dalam istana

Kerajaan TERNATE (Abad 13 M)


Terletak di Maluku
Agama Islam di sana disebarkan oleh Sunan Giri dari Gresik
Raja pertama Sultan Zainal Abidin
Raja terkenal Sultan Hairun
Hasil utama Ternate cengkeh dan pala
Peninggalan kerajaan Ternate :
1. Istana Sulatan Ternate
2. Benteng kerajaan Ternate
3. Masjid di Ternate

Kerajaan TIDORE (Abad13 M)


Terletak di Maluku
Raja yang pertama Sultan Mansur
Raja terkenal pangeran Nuku
Antara Ternate dan Tidore sering terjadi peperangan untuk memperluas daerah
kekuasaan
Ternate membentuk persekutuan yang disebut Uli Lima
Tidore membentuk persekutuan yang disebut Uli Siwa (persekutuan sembilan )
Peninggalan kerajaan Tidore :
1. Benteng-benteng peninggalan Portugis, Spanyol
2. Keraton Tidore

3. Benda-benda bersejarah Tidore


Beberapa tokoh sejarah pada masa Hindu :
1. Raja Mulawarman
2. Raja Purnawarman
3. Raja Sima
4. Raja Sanjaya
5. Raja Jayabaya
6. Raja Kertanegara
7. Raja Hayam Wuruk
Beberapa tokoh sejarah pada masa Budha :
1. Raja Samaratungga
2. Raja Balaputradewa
Beberapa tokoh sejarah masa Islam :
1. Sultan Iskandar Muda
2. Raden Patah
3. Sultan Ageng Tirtayasa
4. Sultan Hasannudin

Anda mungkin juga menyukai