Anda di halaman 1dari 13

I.

Latar Belakang Masalah


Hak kekayaan intelektual (HKI) saat ini tengah menjadi sorotan tajam baik di
lingkup nasional maupun internasional. Hal ini tidak terlepas dari derasnya arus
globalisasi khususnya di bidang perdagangan. Sejalan dengan arus perdagangan bebas
yang terjadi, banyak timbul permasalahan terkait hak kekayaan intelektual.
Perdagangan bebas selain memiliki dampak positif juga memiliki dampak
negatif. Dampak negatif dari adanya perdagangan bebas adalah terciptanya persaingan
usaha yang tidak sehat di antara para pelaku bisnis salah satunya terkait hak kekayaan
intelektual. HKI merupakan hak yang berasal dari kegiatan kreatif suatu kemampuan
daya pikir manusia yang diekpresikan kepada khalayak umum dalam berbagai
bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia
yang mempunyai nilai ekonomi.1 Penjiplakan merupakan salah satu contoh
permasalahan terkait hak kekayaan intelektual yang menjadi sorotan tajam dari
berbagai pihak.
Indonesia saat ini fokus terhadap perkembangan industri, sehingga Indonesia
harus menjaga keberadaan desain industri miliknya. Mengingat derasnya arus
globalisasi yang tidak dapat dihindari dan semakin banyaknya permasalahan terkait
hak kekayaan intelektual, maka sepatutnya segala dampak dan akibat dari globalisasi
dapat diantisipasi, demi eksistensi desain Industri di Indonesia. Indonesia telah
memiliki peraturan perundang-undangan terkait desain industri, yaitu UU No 31 tahun
2000 tentang Desain Industri. Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk menghalau
permasalahan terkait hak kekayaan intelektual khususnya terkait desain industri adalah
mendorong para pemilik industri untuk mendaftarkan desain-desain yang dibuatnya,
terutama bagi industri kecil dan menengah.
Industri kecil dan menengah di Indonesia saat ini mengalami perkembangan
yang pesat, tak terkecuali industri kerajinan kulit. Industri kerajinan kulit tersebar di

1 Muhammad Djumhana dan R. Djubaidillah, 1997. Hak Milik Intelektual (Sejarah Teori dan Prakteknya di
Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 16.

berbagai wilayah Indonesia, salah satunya di Desa Manding, Kabupaten Bantul Daerah
Istimewa Yogyakarta. Desa Manding merupakan desa wisata yang menjadi sentra
kerajinan kulit, seperti tas, sepatu, dompet, dan berbagai macam kerajinan kulit
lainnya. Kebanyakan produk Manding berasal dari kulit sapi dan masih diproduksi
secara rumahan. Kurang lebih terdapat 40 usaha kerajinan kulit di kawasan ini.
Di dalam pra penelitian masih banyak dijumpai desain industri atas kerajinan
kulit di Desa Manding yang telah dipasarkan selama ini belum didaftarkan. Kondisi
ini akan terasa lebih mengenaskan apabila produk tersebut diekspor di berbagai negara.
Hal demikian terjadi karena akar hukum Indonesia yang bersifat komunal dan
kegotongroyongan. Beberapa pendesain tidak begitu memperdulikan bila karyanya
ditiru orang lain, mereka merasa tidak dirugikan bahkan merasa bangga bahwa
karyanya mendapat perhatian.
II.

Rumusan Masalah
Bertolak dari uraian latar belakang masalah di atas muncul rumusan masalah yang
menarik untuk dilakukan penelitian, yaitu:
a. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran desain industri kerajinan kulit di Desa
Manding, Kabupaten Bantul?
b. Apa faktor penghambat dari pelaksanaan pendaftaran desain industri kerajinan
kulit di Desa Manding, Kabupaten Bantul?

III.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis:
1. Pelaksanaan pendaftaran desain industri kerajinan kulit di Desa Manding,
Kabupaten Bantul
2. Faktor penghambat dari pelaksanaan pendaftaran desain industri kerajinan kulit di
Desa Manding, Kabupaten Bantul.

IV.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang Pelaksanaan Pendaftaran Desain Industri Kerajinan Kulit


di Desa Manding, Kabupaten Bantul Tahun 2014 ini diharapkan dapat memiliki
manfaat bagi negara, ilmu pengetahuan maupun bagi masyarakat.
1. Bagi Negara
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah agar lebih
mendorong adanya kegiatan sosialisasi tentang pendaftaran desain industri sehingga
para pengrajin mengetahui pentingnya pendaftaran tersebut bagi kelancaran usaha
mereka.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dalam perkembangan
huum dagang khususnya mengenai hak kekayaan intelektual terkait desain industri.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi masyarakat untuk
menghargai suatu karya cipta seseorang yang mengandung nilai ekonomi di
dalamnya, sehingga dalam hal tersebut tidak akan menghambat kreativitas para
pencipta dalam melahirkan karya-karya cipta selanjutnya.
V.

Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan internet diketemukan beberapa
penelitian dengan topik yang hampir sama dengan penelitian ini, yaitu :
a. Penelitian yang dilakukan oleh Novita Kusumasari mahasiswa Universitas Gadjah
Mada pada tahun 2011 dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Desain
Industri Rotan di Sentra Industri Rotan Tegalwangi Cirebon.
Permasalahan dari penelitian ini adalah penyebab pendesain rotan Tegalwangi
Cirebon sangat jarang mendaftarkan desain industrinya dan upaya yang dilakukan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam mengatasi jarangnya pendaftaran
hasil kreasi desain industri rotan di Tegalwangi Cirebon.
Perbedaan dengan penelitian ini yaitu terkait permasalahan yang diangkat dimana
penelitian tersebut dilakukan atas desain rotan yang belum didaftarkan untuk
mengetahui alasan tidak didaftarkannya desain tersebut dan meneliti upaya
Pemerintah agar terciptanya kesadaran untuk mendaftarkan desain industri

tersebut. Permasalahan yang penulis teliti adalah pelaksanaan pendaftaran desain


industri kerajinan berbahan dasar kulit dan mengetahui faktor-faktor yang menjadi
penghambat dari pelaksanaan pendaftaran desain industri tersebut.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Umar Dani Badrudin mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada pada tahun 2014 dengan judul Perlindungan Hukum
Atas Desain Industri di CV Multi Dimensi Shell Craft Berdasarkan UndangUndang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
Permasalahan dari penelitian ini adalah pelaksanaan perlindungan hukum
terhadap desain industri di CV Multi Dimensi Shell Craft bagi desain yang
didaftarkan dan desain yang tidak didaftarkan serta tantangan dan hambatan dalam
pelaksanaan perlindungan hukum desain industri tersebut. Permasalahan yang
diangkat di dalam penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu terkait obyek
penelitian yang diangkat, dimana obyek penelitian tersebut adalah kerajinankerang
di CV Multi Dimensi Shell Craft, sedangkan obyek penelitian penulis adalah
kerajinan kulit di Desa Manding, Kabupaten Bantul .
c. Penelitian yang dilakukan oleh Torichin mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada pada tahun 2009 dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap
Pemegang Hak Atas Desain Tas Kerajinan Kulit PD. Rosman Manding Bantul.
Permasalahan dari penelitian ini adalah perlindungan hukum terhadap
pendesain tas kerajinan kulit PD. Rosman Manding Bantul. Penelitian ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan penulis, penelitian ini lebih fokus kepada
perlindungan hukum tas kerajinan kulit PD. Rosman Manding Bantul, jadi obyek
penelitian di sini lebih kepada tas kulit dan hanya mencakup PD. Rosman Manding
saja. Penelitian yang dilakukan penulis cakupannya lebih luas, yaitu menyangkut
pelaksanaan pendaftaran desain industri kerajinan kulit di Desa Manding,

Kabupaten Bantul dan hambatan-hambatan yang menghalangi pendaftaran desain


industri tersebut.
Berdasarkan permasalahan dari penelitian-penelitian yang ada sebelumnya
dapatlah dinyatakan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian yang pernah ada
sebelumnya. Apabila tanpa sepengetahuan peneliti ternyata pernah ada penelitian yang
sama dengan penelitian ini, maka diharapkan penelitian ini dapat melengkapi
penelitian yang pernah ada.
VI.

Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Sebelum membahas mengenai hak desain industri, perlu dipahami terlebih
dahulu pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Hak kekayaan intelektual
merupakan terjemahan dari intellectual property rights. Istilah tersebut terdiri dari
3 kata kunci, yaitu hak, kekayaan, dan intelektual.2 Menurut Ismail Saleh,
Intellectual Property Rights dapat diterjemahkan sebagai hak pemilikan intelektual,
menyangkut hak cipta (copyright) dan hak milik perindustrian (industrial property
right).3
Abdulkadir Muhammad mengartikan HKI adalah hak yang berasal dari hasil
kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspressikan kepada
khalayak umum dalam berbagai bentuknya yang yang memiliki manfaat serta
berguna dalam menunjang kehidupan manusia dan memiliki manfaat ekonomi
yang berbentuk nyata biasanya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra.4
Di samping itu, HKI merupakan hak yang berasal dari kegiatan kreatif suatu
kemampuan daya pikir manusia yang diekpresikan kepada khalayak umum dalam

2 Adrian Sutedi, 2009, Hak atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 38.
3 Ismail Saleh, 1990, Hukum Ekonomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 45.
4 Abdulkadir Muhammad, 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 15-16.

berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang


kehidupan manusia yang mempunyai nilai ekonomi.5
HKI merupakan hasil kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang
diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk. Bukan bentuk penjelmaannya yang
dilindungi, melainkan daya cipta itu sendiri. Daya cipta yang dimaksud dapat
berwujud dalam bidang seni, industri, dan ilmu pengetahuan atau ketiga-tiganya.6
Apabila dicermati dalam kepustakaan ilmu hukum pada umumnya para
penulis, membagi HKI dalam dua golongan, yaitu:
1. Hak cipta (copyright); dan
2. Hak atas kekayaan industri (industrial property) yang terdiri dari:
a. Hak paten (patent);
b. Hak merek (trademark);
c. Hak produk industri (industrial design); dan
d. Penanggulangan praktik persaingan curang (repression on unfair
competition practices).7
B. Pengertian Desain Industri
Desain industri merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dilepaskan dari
HKI. Perlindungan atas desain industri berdasarkan konsep pemikiran bahwa
lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan
karsa yang dimiliki oleh manusia. Jadi ia merupakan produk intelektual manusia,
produk peradaban manusia.8
Perlindungan atas desain industri di Indonesia diatur melalui Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (UUDI). Pengertian desain industri
menurut pasal 1 angka 1 UUDI, yaitu:

5 M. Djumhana dan R. Djubaidillah, loc.cit., hlm. 16.


6 Ranti Fauza Mayana, 2004, Perlindungan Desain Industri di Indonesia, Grasindo, Jakarta, hlm.32.
7 Sentosa Sembiring, 2000, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan
Intelektual di Bidang Hak Cipta,Paten dan Merek, Yrama Widya, Bandung, hlm.
15-16.
8Ranti Fauza Mayana, op.cit., hlm. 467.

Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau


komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya
yang berbenuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis
dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industry, atau
kerajinan tangan.
World Intellectual Property Organization (WIPO) sebagai suatu organisasi
internasional di bidang HKI merumuskan desain industri sebagai berikut:
An Industrial design is the ornamental aspect of a useful article. This
ornamental aspect may be constituted by elements which are threedimentional (the shape of the article) or two dimentional (lines, design,
colors) but must not be solely dictated by the function for which the useful
article is intended.9
Selanjutnya, WIPO juga memberikan definisi yang rinci mengenai desain
industri sebagai berikut:
Any composition of line or colours or any three dimensional form, whether
or not associated with lines or colours, is deemed to be an industrial design,
provided that such composition or form gives a special appearance to a
product of industry or handicraft. 10
C. Ruang Lingkup Desain Industri
Ruang lingkup desain industri telah dijabarkan dalam pasal 2 Undang-Undang
Desain Industri, yaitu Hak Desain Industri diberikan untuk desain industri yang
baru. Desain industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, Desain
Industri tersebut tidak sama atau berbeda dengan pengungkapan yang telah ada
sebelumnya, meskipun terdapat kemiripan.11 Pengungkapan sebelumnya adalah
9 Ranti Fauza Mayana, Op.Cit., hlm. 12.
10 Ibid., hlm. 51.
11 Ditjen HKI, 2009, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Dirjen HKI, Banten, hlm. 43

pengungkapa desain industri yang sebelum tanggal penerimaan atau tanggal


prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas telah diumumkan atau
digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.12
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua desain
industri yang dihasilkan oleh pendesain dapat diberikan perlindungan berupa hak
desain industri. Syarat utama yang harus dipenuhi adalah adanya sifat
kebaruan/novelty. Apabila syarat tersebut tidak terpenuhi maka tidak dapat
diberikan hak desain industri.
D. Obyek Perlindungan Desain Industri
Peraturan perundang-undangan yang ada dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan terhadap hasil karya berupa desain. Perlindungan yang diberikan,
pada dasarnya meliputi perlindungan terhadap desain yang didaftarkan (registered
design) dan hak design (design right) yang tidak perlu didaftarkan. Desain yang
didaftarkan memiliki ciri-ciri khusus dari benda tersebut yang secara jelas terlihat
oleh mata, sedangkan hak desain untuk melindungi satu segi dari bentuk dan
konfigurasi dari barang-barang tanpa syarat penampakan visual.
Muhammad Djuhamna menyatakan obyek pengaturan perlindungan hukum di
bidang desain adalah:
Karya-karya berupa produk yang pada dasarnya merupakan pattern, yang
digunakan untuk membuat atau memproduksi barang secara berulang. Elemen
terakhir ini yang sebenarnya memberi ciri dan bahkan menjadi kunci. Apabila ciri
ini hilang, maka konsepsi mengenai perlindungan hukumnya akan lebih tepat
dikualifikasikan sebagai hak cipta.13
E. Tata Cara Pendaftaran Desain Industri
Pemegang hak wajib mengajukan permohonan pendaftaran secara tertulis dalam
bahasa Indonesia kepada Ditjen HKI dengan membayar perkara agar pemegang
hak memperoleh hak desain industri. Permohonan tertulis tersebut ditandatangani
oleh Pemohon atau kuasanya, yang harus memuat:
a. tanggal, bulan dan tahun surat permohonan;
12 Ermansyah Djaja, 2009, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 380.
13 Muhammad Djuhamna, 1999, Aspek-aspek Desain Industri Di Indonesia, Citra Adtya Bakti,
Bandung, hlm. 41.

b. nama dan kewarganegaraan pendesain;


c. nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa;
d. nama negara dan tanggal penerimaa permohonan yang pertama kali, dalam hal
permohonan diajukan dengan hak prioritas (Pasal 11 ayat (1), (2) dan (3)
UUDI).14
Permohonan pendaftaran desain industri harus dilampiri dengan:
a. contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari desain industri yang
dimohonkan pendaftarannya;
b. surat kuasa khusus dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa; dan
c. surat pernyataan bahwa desain industri yang dimohonkan adalah miliknya.
Apabila permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu
pemohon, permohonan tersebut ditandatangani oleh satu pemohon dengan
melampirkan persetujuan tertulis dari pemohon lainnya. Apabila permohonan
diajukan oleh bukan pendesain, permohonan harus disertai pernyataan yang
dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa pemohon berhak atas desain industri
yang bersangkutan (Pasal 11 ayat (4), (5) dan (6) UUDI). Setiap permohonan
hanya dapat diajukan untuk satu desain industri atau beberapa desain industri yang
merupakan satu kesatuan desain industri atau memiliki kelas yang sama (Pasal 13
UUDI).
VII.

Metode Penelitian
A. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan menggunakan
pendekatan yang bersifat yuridis normatif dan empiris. Maksudnya adalah bahwa
penulis melakukan penelitian hukum normatif, yang mencakup penelitian
terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian
terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian
perbandingan hukum. Kemudian penulis juga melakukan penelitian hukum
empiris yang mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian
terhadap efektivitas hukum.

14 Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm. 273.

B. Jenis Penelitian
Penelitian ini memadukan antara penelitian kepustakaan (library research) dan
penelitian lapangan.
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan ini, nantinya akan memperoleh suatu data sekunder,
yang mencakup :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri
dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundangundangan, yurisprudensi, traktat dan sebagainya.15 Adapun bahan hukum
primer yang digunakan oleh penulis berupa peraturan perundang-undangan
yang terdiri dari:
a. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
b. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
b. Bahan hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang menjelaskan
bahan hukum primer, yang terdiri dari:
1) Buku-buku tentang HKI;
2) Buku-buku tentang Desain Industri;
3) Hasil penelitian dan karya akademisi maupun praktisi di bidang HKI
dan Desain Industri; dan
4) Jurnal dan artikel di Internet.
c. Bahan Hukum tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang menjelaskan lebih
lanjut bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari:
1)

Kamus Besar Bahasa Indonesia;

15 Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 52.

2)
3)

Kamus Bahasa Inggris; dan


Kamus Hukum;
d. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi dokumen
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke
lokasi penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan terkait dengan
masalah yang diteliti. Dari pengamatan ini kemudian diperoleh suatu data
primer yang diperoleh secara langsung dari masyarakat/pihak yang berkaitan
dengan objek penelitian.
a. Lokasi Penelitian
Penelitian lapangan dilakukan di 2 (dua) lokasi, yaitu:
b. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara non
random, yaitu pengambilan sampel yang tidak mengambil semua objek
yang ada untuk dijadikan sampel. Jenisnya adalah purposive sampling
yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan ditunjuk atau dipilih
berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai.
c. Subjek Penelitian
1) Narasumber adalah seseorang yang dipandang memiliki pengetahuan
yang

lebih

terhadap

suatu

yang

sedang

dibicarakan

atau

diperbincangkan, yang dalam penulisan ini adalah Kasubbid Bidang


Pelayanan Hukum dan Umum Kantor Wilayah Hukum dan HAM
Yogyakarta.
2) Responden adalah orang yang diminta memberikan keterangan tentang
suatu fakta atau pendapat, yang dalam penulisan ini adalah 20 orang
difabel di Pusat Rehabilitasi Yakkum.
d. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara


dengan pihak-ppihak yang berkompeten dan berkaitan dengan masalah
yang diteliti.
e. Metode Pengumpulan Data
1) Metode wawancara
Teknik wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara
si pewawancara (peneliti) dan responden.
Alat pengumpul data yang digunakan adalah dengan alat
pedoman wawancara. Wawancara dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung dan lisan kepada narasumber maupun
responden yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun
sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka sehingga
memungkinkan narasumber untuk memberikan jawaban seluas-luasnya
dan dapat dimungkinkan penulis mengajukan pengembangan terhadap
pertanyaan yang relevan dengan penelitian.
2) Metode dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara peneliti untuk memperoleh informasi
dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang berupa
gambar, foto, dan lampiran dari responden yang mendukung penelitian.
Alat pengumpul data yang digunakan adalah kamera.
3) Metode observasi langsung
Teknik pengumpulan data dengan observasi langsung adalah
pengamatan langsung terhadap obyek maupun subyek penelitian untuk
mendapatkan data. Melalui pengamatan secara langsung ini, peneliti
dapat mencatat segala sesuatu kejadian yang sedang terjadi pada saat
proses pengamatan berlangsung. Peneliti dapat memperoleh data dari
subyek, baik yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal maupun
yang tidak ingin berkomunikasi secara verbal.
C. Analisis Data

a. Analisis Deskriptif
Data yang diperoleh baik dari teori maupun hasil penelitian di lapangan
dijabarkan dan diterangkan secara sistematis sebagai satu kesatuan sehingga
dapat menjawab permasalahan yang ada.
b. Analisis Kualitatif
Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh atau
didapat dari hasil penelitian di lapangan kemudian diolah, dihubungkan satu
dengan yang lainnya dan dikaitkan dengan teori-teori yang ada menurut
kualitas dan kebenarannya, sehingga dapat memberikan uraian yang kualitatif
guna menjawab permasalahan yang ada.
VIII. Daftar Pustaka
Sumber Buku
Djaja, Ermansyah. 2009. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika.
Djuhamna, Muhammad. 1999. Aspek-aspek Desain Industri Di Indonesia. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Djumhana, Muhammad, Djubaidillah, R. 1997. Hak Milik Intelektual, Sejarah Teori
Dan Prakteknya Di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Fauza, Ranti Mayana. 2004. Perlindungan Desain Industri di Indonesia. Jakarta:
Grasindo
HKI, Ditjen. 2009. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Banten: Dirjen HKI.
Muhammad, Abdulkadir. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Saleh, Ismail. 1990. Hukum Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Sembiring, Sentosa. Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual
di Bidang Hak Cipta,Paten dan Merek. Bandung: Yrama Widya.
Sutedi, Adrian. 2009. Hak atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Grafika.
Soekanto, Soerjono. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Sumber Internet

Anda mungkin juga menyukai