PENDAHULUAN
cara
mereka
tidak
hutan
dapat
Nio
berlangsung
(Internasional
Greenpeace,
2015).
http://www.greenpeace.org/seasia/id/PageFiles/616273/Kabut%20Asap
%20Sumatera.pdf
Dari luasan total lahan gambut di dunia sebesar 423.825.000 ha,
sebanyak 38.317.000 ha terdapat di wilayah tropika. Sekitar 50% dari luasan
lahan gambut tropika tersebut terdapat di Indonesia yang tersebar di pulaupulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua, sehingga Indonesia menempati urutan
ke-4 dalam hal luas total lahan gambut sedunia, setelah Kanada, Uni Soviet,
dan Amerika Serikat. Diperkirakan sedikitnya 20% dari luasan lahan gambut
di Indonesia telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor pembangunan
meliputi pertanian, kehutanan, dan penambangan (Rieley dkk, 1996). Karena
wataknya yang sangat rapuh, luasan lahan gambut di Indonesia cenderung
mengalami penurunan, diperkirakan yang masih tersisa tidak lebih dari 17
juta hektar (Kurnain, 2005).
Daerah rawan kebakaran hutan di Indonesia berdasarkan hasil
rekapitulasi tahun 2010- 2015 yaitu Jambi, Jawa Timur, Riau, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sumatera Utara. Selama periode 2010- 2015
daerah tersebut mengalami kebakaran hutan setiap tahun. Pada tahun 2015,
kebakaran hutan terluas berada di Riau yaitu 2.643,00 ha (Anonim, 2014).
Luas kebakaran hutan di Riau tiap tahun mengalami peningkatan,
tercatat pada tahun 2010 luas kebakaran hutan mencapai 26,00 ha. Pada tahun
2011 seluas 74,50 ha. Tahun 2012 mengalami peningkatan yang sangat
signifikan yaitu 1.060,00 ha. Pada tahun 2013 mencapai 1077,50 ha. Tahun
2014 mengalami signifikan juga yaitu 6.301,10 ha, di tahun ini merupakan
kebakaran hutan terluas selama periode 6 tahun. Pada tahun 2015, tercatat
kebakaran hutan seluas 2.643,00 ha (Anonim, 2014).
Dinas Kesehatan Provinsi Riau mencatat periode 29 Juni-27
September 2015, korban terpapar asap sebanyak 44.871 orang (Kabar24.com,
2015). Menurut Andra Sjavril, dari korban terpapar asap sebanyak 44.871
orang, penderita ISPA sebanyak 37,396 orang, dan penderita ISPA terbanyak
ada di kota Pekanbaru mencapai 8.661 orang, pneumonia 656 orang, asma
1.702 orang, penyakit mata 2.207 orang dan penyakit kulit 2.911 orang.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, sejauh ini data
yang saya terima korban yang meninggal sebanyak 5 orang. Dua orang
meninggal karena pembakar lahan dan terkepung asap kemudian meninggal.
Tiga lainnya sakit akibat asap. (VOA Indonesia, 2015).
1.2 Identifikasi Masalah
Hampir semua negara di dunia sudah pernah mengalami kebakaran
hutan. Salah satu negara yang memiliki frekuensi kebakaran hutan tertinggi
yaitu Indonesia. Hal ini disebabkan karena Indonesia adalah pemilik hutan
hujan tropis terluas ketiga di dunia, setelah Brazil dan Kongo. Akibat
kebakaran hutan sebanyak 72% dari hutan asli Indonesia telah musnah.
Akibatnya, luas hutan Indonesia selama 50 tahun terakhir telah berkurang dari
162 juta hektar menjadi 98 juta hektar. (Kompas.com, 2015)
Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau menjelaskan luas kawasan
hutan Provinsi Riau berdasarkan TGHK tahun 2013 seluas 8.598.757,00 ha
(Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 2013).
Menurut Isnadi S Man (2013), Riau memiliki total lahan gambut 4,04
juta hektar atau sekiar 48% dari total wilayah riau. Bahkan hamparan gambut
di Riau itu merupakan 56% dari total gambut di Sumatra. Oleh sebab itu Riau
rentan kebakaran.
Pengaruh polutan asap kebakaran akan berdampak buruk khususnya
pada kesehatan yaitu pada sistem pernapasan dan organ lain. Oleh sebab itu
perlu dilakukan manajemen penanggulangan bencana untuk meminimalisir
korban dampak dari kebakaran hutan.
Identifikasi masalah pada makalah ini adalah:
a. Xghhhhhhhhhhhhhhhhhj
b. Ghkkkkkkkkkkk
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Sistematika Penulisan
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Uraian Kasus
3.2 Identifikasi Kasus
3.3 Permasalahan yang mungkin muncul
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
kejadian-
Pembakaran
Pemilik lahan
Karyawan
Kebakaran
Anonim
Puntung
perusahaan
Perambah
rokok
Penjalaran
Pemburu
hutan
Lokasi
Terisolasi dalam
kawasan tertentu
dan terkendali
binatang
Sabotase
Tersebar dan
tidak
terkendali
Lintas batas
Bencana
Anonim
Tersebar dan
tidak
terkendali
dalam satu
kawasan
yang luas
Lintas batas
kabupaten
Dampak asap
Lokal
atau provinsi
Lintas negara
batas
Manajemen
Pemilik lokasi
penanggulangan
administratif
Petugas atau
Mobilisasi
brigade pemadam
nasional
setempat atau
daerah
2.5 Siklus Penanggulangan Bencana
Penanggulangan bencana UU No. 24 Tahun 2007 mendefinisikan
penanggulangan bencana atau disaster management sebagai serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahann bencana, tanggap darurat,
rehabilitasi, dan rekonstruksi. Bencana seringkali mengakibatkan keadaan
yang kacau atau chaos yang pasti mengganggu kegiatan normal sehingga
hasil yang dicapai tidak optimal. Melalui manajemen bencana yang baik,
keadaan kacau akan tetap terjadi, namun diusahakan agar waktunya sesingkat
mungkin sehingga hasil yang diperoleh lebih optimal. Ada 3 aspek mendasar
dalam manajemen bencana yaitu Respons terhadap bencana, Kesiapsiagaan
menghadapi bencana, dan Minimisasi (mitigasi) efek bencana. Ketiga aspek
manajemen bencana tersebut bersesuaian dengan fase-fase dalam apa yang
disebut siklus bencana.
2.6.1 Pencegahan
a. Jangan melakukan pembakaran untuk melakukan pembukaan lahan
b. Tatacara pembukaan lahan tanpa bakar, dengan cara berikut ini :
1) Tebang pohon dan semak belukar pada lahan yang ingin anda
gunakan untuk berkebun
2) Potong potong atau cacah pohon atau ranting tau semak tersebut
dan sebarkan ke sekeliling lahan anda
3) Jangan gunakan bahan kimia untuk mematikan pohon atua semak
4) Biarkan sisa semak dan pepohonan yang telah anda cacah tersebut
mengering selama lebih kurang sebulan. Bila memungkinkan
siramlah air kesegala penjuru lahan anda untuk membantu
mempercepat pembusukan
5) Tanamlah bibit anda disela sela batang pohon/ potongan
ranting / semak tersebut. Hal tersebut sangat berguna sebagai
pupuk bagi tanaman anda.
c. Bangunlah sumur dilahan anda sehingga anda tidak akan kesulitan
mencari air seandainya terjadi kebakaran yang tidak terkendali di
lahan atauun di luar lahan anda.
d. Bila memungkinkan, galilah parit disekeliling lahan anda, minimal
disekeliling rumah anda dengan dalam atau lebar minimal 30/30
cm. Periksalah menjelang musim kemarau agar tidak terjadi
pendangkalan. Prit ini sangat berguna untuk mencegah api
memasuki lahan atau daerah rumah anda.
e. Strategi yang dapat dijadikan acuan dalam usaha pencegahan
terjadinya kebakaran meliputi pendekatan sistem informasi
kebakaran,
pendekatan
sosial
ekonomi
masyarakat,
dan
merupakan
cara
yang
lebih
ekonomis
untuk
SPBK,
tingkat
kerawanan)
melalui
website;
twitter.
Kesiapsiagaan Kebakaran Hutan
a. Normal
1) Memastikan semua peralatan pemadam siap digunakan
2) Pelaksanaan program penyadaran untuk pencegahan kebakaran
hutan atau lahan
3) Melakukan kegiatan pelatihan penyegaran untuk staff pemadam
kebakaran
4) Memonitor, mengevaluasi dan mengelola seluruh informasi dan
laporan mengenai kebakaran hutan di kabupaten atau kota
b. Siaga 3
1) Patroli atau deteksi taktis bila diperlukan, tergantung pada kondisi
lokal
2) Memastikan semua peralatan dan personil pemadam siap digunakan
dan
lahan
serta
daerah
mengeluarkan
larangan
pembakaran
saat
penyiapan lahan
Tanggap Darurat Bencana
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Pada tahap tanggap darurat, hal paling pokok yang sebaiknya dilakukan
adalah penyelamaan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapan
tanggap darurat. Selain itu, tahap tanggap darurat bertujuan membantu
kategori
sangat
berbahaya,
belum
dapat
dilakukan
sebagaimana penanggulangan bencana lainnya sesuai dengan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Hal
ini dikarenakan tindakan evakuasi justru akan memperparah kondisi
penderita penyakit saluran pernapasan sehingga diperlukan mekanisme
g.
h.
i.
j.
k.
modifikasi cuaca
l. Operasi Water Boom Boombing
m. Mekanisme pengelolaan bantuan
Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang
tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi:
Tim Reaksi Cepat/TRC;
Tim Penilaian Cepat/TPC (RHA team);
Tim Bantuan Kesehatan.
Sebagai koordinator tim adalah Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota (sesuai Surat Kepmenkes Nomor 066 tahun
2006).
1. Tim Reaksi Cepat
Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 024 jam
setelah
ada
informasi
kejadian
bencana.
Kompetensi
TRC
dan
bertugas
melakukan
penilaian
dampak
bencana
dan
kebutuhan dasar. Peran petugas kesehatan pada fase tanggap darurat bencana yaitu
dengan Penanganan Pasien Darurat ;
a. Evakuasi korban
Evakuasi korban dari tempat terjadinya kebakaran ke tempat yang lebih aman.
Himbauan Kemenkes agar dilakukan evakuasi apabila ISPU mencapai kategori
sangat berbahaya, belum dapat dilakukan sebagaimana penanggulangan
bencana lainnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Hal ini dikarenakan tindakan evakuasi justru akan
memperparah kondisi penderita penyakit saluran pernapasan sehingga
diperlukan mekanisme yang aman dalam tindakan evakuasi
b. Petugas Triase
Petugas triase adalah dokter dan perawat terlatih yang bertugas untuk memilah
korban
menjadi
kelompok-kelompok
sesuai
dengan
tingkat
dapat
dievakuasi
4) Kuning :cedera serius tetapi tidak mengancam jiwa tetapi memerlukan
pertolongan secepatnya.
5) Hitam :pasien meninggal yang akan selanjutnya akan dipindahkan ke
Rumah Sakit terdekat untuk proses identifikasi.
Setiap korban akan di identiifikasi oleh petugas triase dengan tag yang berisi
identitas pasien seperti nama, umur, pekerjaan, sifat cedera, kategori cedera,
masalah kesehatan termasuk riwayat alergi jika diketahui. Jika tag telah
dilengkapi sebagaimana yang dijelaskan diatas, maka 1 copy tag disimpan
sebagai catatan klinis. Semua tag disimpan sampai bencana selesai dan
kemudian disampaikan ke rekam medis untuk dibuatkan catatan resminya
sebagai informasi. Satu salinan lagi di tempelkan pada korban.
c. Petugas life support
Selanjutnya para korban di tangani oleh petugas life support, bertugas untuk
melakukan upaya agar tetap hidup sesuai konsep kegawatdaruratan ( airway,
breathing, cirrculation, disability dan exsposure) yang dilaksanakan sesuai
dengan kategori yang ada dalam triase tag, dalam tahap ini juga tetap
2.5.5
2.5.6 Rekonstruksi
2) Pelatihan
pertolongan
pertama
dalam
keluarga
seperti
baterainya, dll.
Peran Perawat dalam Fase Impact
a. Bertindak cepat
b. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti dengan
maksud memberikan harapan yang besar pada korban yang selamat.
c. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d. Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan
e. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat
mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya
2.6.3
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
3.1.3
2011
2012
2013
2014
2015
I
Riau
74,50
834,00
1.077,50
6.301,10
2.140,90
Sumber : Laporan dari UPT dan Dinas Kehutanan Provinsi-Posko PKHL 2015
Keterangan :
Periode 1 Januari- 16 Agustus 2015
Luas dalam satuan hektare
Tabel 3.2
Kondisi Hotspot Tahun 2014 Dan Tahun 2015 di Provinsi Riau
PROVINSI
KONDISI HOTSPOT
1 Jan-23
Agust 2014
Riau
4.120
Sumber : Satelit NOAA 18
www.sipongi.menlhk.go.id
3.1.9
1 Jan-23
Agust 2015
1.346
%
Penurunan
Keterangan
67,0
Keterangan
Turun
pneumonia 656 orang, asma 1.702 orang, penyakit mata 2.207 orang
dan penyakit kulit 2.911 orang. Menurut Kepala Pusat Data Informasi
dan Humas BNPB, sejauh ini data yang saya terima korban yang
meninggal sebanyak 5 orang. Dua orang meninggal karena pembakar
lahan dan terkepung asap kemudian meninggal. Tiga lainnya sakit
akibat asap. (VOA Indonesia, 2015).
Menurut Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru penderita ISPA sangat tinggi
sehingga menetapkan situasi ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
3.2 Identifikasi Kasus
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Riau tercatat periode 29 Juni-27
September 2015, korban terpapar asap sebanyak 44.871 orang (Kabar24.com,
2015). Menurut Andra Sjavril, dari korban terpapar asap sebanyak 44.871
orang, penderita ISPA sebanyak 37,396 orang, dan penderita ISPA terbanyak
ada di kota Pekanbaru mencapai 8.661 orang, pneumonia 656 orang, asma
1.702 orang, penyakit mata 2.207 orang dan penyakit kulit 2.911 orang.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, sejauh ini data
yang saya terima korban yang meninggal sebanyak 7 orang.
3.2 Permasalahan Yang Mungkin Muncul
Dampak Buruk Kabut Asap bagi Kesehatan Masyarakat yaitu:
Saat ini, pemerintah menggunakan standar kualitas udara untuk menentukan
besar kecilnya pencemaran udara akibat kabut asap dengan acuan ISPU. ISPU
ditetapkan berdasarkan lima pencemar utama, yaitu partikel halus berukuran
10 mikrogram (PM10) ke bawah, gas sulfur dioksida (SO2), karbon
monoksida (CO), ozon (O3), dan nitrogen dioksida (NO2). Kategori ISPU
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 3.3
Indeks Standar Pencemaran Udara
ISPU
> 400
Kategori
Dampak
Kesehatan
Sangat
Berbahaya bagi
berbahaya
Tindakan
Pengaman
semua
harus
semua orang
tinggal
di
terutama balita,
rumah
dan
tutup
serta jendela
pintu
gangguan
pernapasan
segera
dilakukan
evakuasi
selektif
bagi
orang berisiko
ke
tempat
ruang
bebas
pencemaran
300-399
Berbahaya
bagi penderita
udara
penderita
suatu penyakit,
penyakit
gejalanya akan
ditempatkan
semakin serius
orang sehat
pada
merasa mudah
pencemaran
ruang
bebas
lelah
udara
aktifitas kantor
dan
sekolah
harus
menggunakan
AC
200-299
penderita
atau
purifier
aktifitas di luar
Sangat
Pada
tidak sehat
ISPA, pneumonia,
rumah
dan
jantung
maka
dibatasi
perlu
gejalanya
akan
semakin
meningkat
air
harus
dipersiapkan
ruang
khusus
untuk
perawatan
penderita ISPA
/
pneumonia
berat
di
puskesmas dan
rumah sakit
aktifitas bagi
penderita
jantung
101-199
Tidak sehat
dikurangi
menggunakan
menimbulkan
masker
gejala
penutup
pada
dapat
iritasi
saluran
hidung
pernapasan
bagi penderita
bila
melakukan
aktifitas
penyakit
jantung,
di
luar rumah
aktifitas fisik
gejalanya akan
bagi penderita
semakin berat
jantung harus
dikurangi
51-100
Sedang
< 50
Baik
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 289/Menkes/SK/III/2003 tentang
Prosedur Pengendalian Dampak Pencemaran Udara Akibat Kebakaran hutan
terhadap Kesehatan.
Menurut data Kemenkes, Indeks Standar
Pencemar Udara (ISPU) pada Agustus hingga September 2015 di Kota
Palangkaraya berkisar antara 109-125, di Kota Pekanbaru mencapai 172 dan di
Kota Palembang mencapai 412. Dengan angka ISPU tersebut, kualitas udara di
tiga kota tersebut termasuk dalam kategori tidak sehat. Kondisi ini tentunya sangat
mempr ihat inkan, mengingat dampak pencemaran udara yang sangat berbahaya
bagi manusia, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Data ISPU diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau yang mempunyai
peralatan monitoring ISPU di beberapa tempat dan juga dari mobil pengukur
ISPU yang dioperasikan Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera Kementerian
Baku Mutu
Dampak Kesehatan
(g/Nm3)
PM10
150
SO2
CO
365
menempel di paru-paru
mengganggu paru-paru dan
10.000
saluran pernapasan
mengganggu distribusi
oksigen dalam jaringan
O3
235
paru, menyebabkan
NO2
150
penurunan
kualitas
kesehatan
masyarakat
berhubungan
dengan
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor Internal
Faktor utama penjabaran faktor internal ini adalah menggambarkan kekuatan
dan kelemahan yang ada dalam kerjasama yang telah dilakukan oleh
masyarakat dan pemerintah dalam penanggulangan kebakaran hutan dan
lahan di Riau.
a. Kekuatan (Strength S)
1. Adanya komitmen pemerintah untuk memberdayakan masyarakat
dalam
penanggulangan
kebakaran
hutan
dan
lahan
melalui
pada
proses
peralatan
pemadaman
kebakaran
maupun
prasarana
pendukungnya.
2. Lemahnya tingkat pendidikan masyarakat sehingga mempengaruhi
pola pembukaan lahan dengan cara membakar.