Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tidak dapat turun seperti
yang diharapkan. Menurut SDKI terdapat sebanyak 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup. Angka kematian ibu di Indonesia diantaranya disebabkan oleh Pendarahan 60%,
toksemia gravidarum 20%, dan infeksi 20%. (SDKI,2010). Selain perdarahan dan infeksi,
pre-eklampsia dan eklampsia juga merupakan penyebab kematian ibu dan perinatal yang
tinggi terutama di negara berkembang.
WHO meninjau secara sistematis angka kematian ibu di seluruh dunia (Khan dan rekan,
2006), di negara-negara maju, 16 persen kematian ibu disebabkan karena hipertensi.
Persentase ini lebih besar dari tiga penyebab utama lainnya: perdarahan-13 persen, aborsi-8
persen, dan sepsis-2 persen. Di Amerika Serikat pada tahun 1991-1997, Berg dan rekan
(2003) melaporkan bahwa hampir 16 persen dari 3.201 kematian ibu berasal dari komplikasi
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Belakangan, Berg dan rekan kerja (2005)
kemudian melaporkan bahwa lebih dari separuh kematian yang berkaitan dengan hipertensi
dapat dicegah.
Terminologi hipertensi dalam kehamilan (HDK) digunakan untuk menggambarkan
spektrum yang luas dari ibu hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah yang ringan
atau berat dengan berbagai disfungsi organ. HDK adalah salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas ibu disamping perdarahan dan infeksi. Hipertensi dalam kehamilan berarti tekanan
darah meninggi saat hamil. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan darah sistolik lebih
besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih besar atau
sama dengan 90 mmHgKeadaan ini biasanya mulai pada trimester ketiga, atau tiga bulan
terakhir kehamilan. Kadang-kadang timbul lebih awal, tetapi hal ini jarang terjadi. Dikatakan
tekanan darah tinggi dalam kehamilan jika tekanan darah sebelum hamil (saat periksa hamil)
lebih tinggi dibandingkan tekanan darah di saat hamil. Hipertensi pada kehamilan dapat
menyebabkan morbiditas atau kesakitan pada ibu (termasuk kejang eklamsia, perdarahan
otak, edema paru (cairan di dalam paru), gagal ginjal akut, dan penggumpalan atau

pengentalan darah di dalam pembuluh darah) serta morbiditas pada janin (termasuk
pertumbuhan janin terhambat di dalam rahim, kematian janin di dalam rahim, solusio
plasenta atau plasenta terlepas dari tempat melekatnya di rahim dan kelahiran prematur).
Dengan pengetahuan ini, menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara
rutin mencari tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan
preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor
predisposisi yang lain.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi
sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas. Tetapi yang
dibahas pada bab ini ada hipertensi yang timbul pada kehamilan. Golongan penyakit ini
ditandai dengan hipertensi dan kadang-kadang disertai proteinuria, oedema, convulsi, coma,
atau gejala-gejala lain. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90
mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.
Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik 15
mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi. (Sarwono, 2008).
1. TERMINOLOGI
Terminologi yang di pakai adalah
a) Hipertensi dalam kehamilan, atau
b) Preeklamsia eklampsia
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
tahun 2001, ialah:
a.
b.
c.
d.

Hipertensi kronik
Preeklampsia eklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia.
Hipertensi gestasional (Sarwono, 2008).
2.1. Penjelasan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
a. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu
dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
b. Preeklampsia

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai


dengan proteinuria.
c. Eklampsia
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/ atau koma.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed-preeklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3
bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda tanda preeklampsia tetapi tanpa
proteinuria (Sarwono. 2008)
2.2. Penjelasan Tambahan
a. Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urine selama 24 jam atau sama dengan
1+ dipstick.
b. Edema, dulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda tanda preeklampsia, tetapi
sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu
dipertimbangkan faktor resiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan
edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu.
c. Primigravida yang mempunyai kenaikan berat badan rendah, yaitu <0,34 kg/minggu,
menurunkan risiko hipertensi, tetapi menimbulkan risiko berat badan bayi rendah.
3. FAKTOR RESIKO
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokan dalam faktor risiko sebagai berikut:
a) Usia. Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada
wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil
berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
b) Paritas. Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat atau eklampsia
c) Faktor gen. Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan penyakit
yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita
preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeclampsia atau eklampsia dalam keluarga
d) Riwayat preeklampsia atau eklampsia sebelumnya

e) Riwayat kehamilan yang terganggu sebelumnya; termasuk perkembangan janin


terhambat, solusio plasenta atau kematian janin
f) Gemelli; proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik. Hidrops fetalis dan mola hidatidosa. Pada
mola hidatidosa diduga terjadi degenerasi trofoblas berlebihan yang berperan
menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih
dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai
dengan preeklampsia.
g) Diet atau gizi. Di mana ada penelitian ibu hamil yang kekurangan kalsium berhubungan
dengan angka kejadian preeklampsia yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada
ibu hamil yang overweight
4. PATOFISIOLOGI
a) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabangcabang arteri uterine dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menenbus
miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta member cabang arteria radialis. Arteria
radialis menembus endometrium menjadi arteri basali dan arteri basalis member cabang
arteria spiralis
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi infasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami
distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberikan dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darahpada
daerah uretero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap
kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokonstriksim dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menmbulkan perubahanperubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya.

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500mikron, sedangkan
pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal, vasodilatasi lumen arteri spiralis
dapat meningkatkan 10x aliran darah ke uteroplasenta
b) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal
bebas), yaitu senyawa penerima electron atau atom molekul yang mempunyai elektron yang
tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane endotel pembuluh darah. Sebenarnya,
produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang
dibutuhkan untuk perlindungant ubuh, Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu
dianggap sebagai bahan toksin yang beredar di dalam darah, makan dulu HDK disebut
toxaemia.
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenih menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel,
juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksin, selalu diimbangi dengan produksi
antioksidan.
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis akan beredar di seluruh tubuh
dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel. Peningkatan oksidan ini diikuti
oleh penurunan kadar antioksidan, misalnya vitamin E. Membran sel endotel lebih mudah
mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan
aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.
Pada waktu terjadi kerusakan endotel yang mengakibatkan disfungsi endotel, maka
akan terjadi:
Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2); yaitu
vasodilator kuat.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi ini
memproduksi tromboksan (TXA2); suatu vasokonstriktor kuat. Pada preeklamsia kadar
tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi.
Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus.
Peningkatan permeabilitas kapilar.
6

Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilator)


menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat,
Peningkatan faktor koagulasi.
5. DIAGNOSIS
a. Hipertensi gestasional
- Didapatkan tekanan darah sistolik 140 atau diastolik 90 mm Hg untuk pertama kalinya
pada kehamilan di atas 20 minggu
- Tidak ada proteinuria
- Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu postpartum
- Diagnosis hanya dibuat pada postpartum
- Mungkin memiliki tanda-tanda atau gejala preeklampsia, misalnya, tidak nyaman atau
trombositopenia epigastrika
b. Preeklampsia
Kriteria minimum
- Didapatkan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90 mmHg setelah kehamilan 20
minggu
- Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1 + Dipstick
- Gejala menghilang setelah 12 minggu post partum.

Gejala yang menambah ketepatan diagnosis


- Didapatkan peningkatan tekanan darah sampai 160/110 mm Hg atau lebih
- Proteinuria 2.0 g/24 dijam atau urine dipstick 2+
- Peningkatan kreatinin serum >1.2 mg/dL kecuali kalau sebelumnya sudah memiliki
riwayat gangguan ginjal.
- Trombosit < 100,000/L
- Adanya anemia mikroangiopqti hemolisispeningkatan LDH
- Peningkatam serum transaminaseALT or AST

- Nyeri kepala yang hebat dan atau gangguan visus


- Nyeri epigastrik persisten
Preeklampsia ringan
-

Desakan darah : 140/90 mmHg < 160/110 mmHg. Kenaikan desakan sistolik >
30 mmHg dan kenaikan desakan diastolik 15 mmHg, tidak dimasukkan dalam
kriteria diagnostik preeklampsia, tetapi perlu observasi yang cermat.

Proteinuria : 300 mg/24 jam jumlah urine atau dipstick : 1+

Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali
anasarka.

Preeklampsia berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda
di bawah ini:
- Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik 160 mmHg dan
-

desakan diastolik 90 mmHg


Proteinuria: 5 g/jumlah urine selama 24 jam atau dipstick : 4+
Oliguria: produksi urine < 400-500 ml/24 jam
Kenaikan kreatinin serum
Edema paru dan sianosis
Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran alas kanan abdomen : disebabkan

teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptura hepar.
- Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan
-

pandangan kabur.
Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia : < 100.000 / ml
Sindroma HELLP

Pembagian preeklampsia berat


Preeklampsia berat dapat dibagi dalam beberapa kategori :
a. Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
b. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia, dengan gejala-gejala
impending :
8

nyeri kepala
mata kabur
mual dan muntah
nyeri epigastrium
nyeri kuadran kanan atas abdomen

c. Eklampsia
- Adanya kejang yang timbul pada penderita preeklampsia,
- Atau didapatkan kejang pada usia kehamilan di atas 20 minggu.
d. Superimposed preeklampsia
- Timbulnya proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita yang telah memiliki hipertensi
kronik pada usia kehamilan di atas 20 minggu
- Terjadi peningkatan mendadak dalam proteinuria atau tekanan darah atau trombosit
<100,000 / L pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 minggu
e. Hipertensi kronik
- TD sebelum kehamilan 140/90 mm Hg atau terdiagnosis sebelum kehamilan 20 minggu
, tidak timbul penyakit trofoblas gestasional
- Gejala menetap setelah 12 minggu postpartum
Klasifikasi hipertensi kronik
Klasifikasi
Normal

Sistolik (mmHg)
< 120

Diastolik (mmHg)
< 80

Prehipertensi

120 139

80 89

Hipertensi derajat I Hipertensi

140 159

90 99

derajat II

160

110

(The 7 th Report of the National Committee (JNC7)


MIMs Cardiovascular Guide th. 2003-2004)

6. MANAGEMEN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


6.1. Pengelolaan Preeklampsia Ringan
Pengelolaan preeklampsia ringan dapat secara :
a. Rawat jalan (ambulatoir)
b. Rawat inap (hospitalisasi)
a. Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)
1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di
Indonesia tirah baring masih diperlukan
9

2. Diet regular : tidak perlu diet khusus


3. Vitamin prenatal
4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi dan sedativum
6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu
b. Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)
1. Indikasi preeklampsia ringan dirawat inap (hospitalisasi)
- Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu
- Proteinuria menetap selama > 2 minggu
- Hasil tes laboratorium yang abnormal
- Adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklampsia berat
2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu
- Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur
-

Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen

Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan
dilakukan setiap hari

- Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsia dengan impending eclampsia :


nyeri kepala frontal atau oksipital, gangguan visus, nyeri kuadran kanan atas
,nyeri epigastrium
3. Pemeriksaan laboratorium
- Proteinuria dengan dipstick pada waktu masuk dan sekurangnya diikuti 2 hari
setelahnya
- Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu
- Tes fungsi hepar 2 x seminggu
- Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN
- Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)
4. Pemeriksaan kesejahteraan janin
- Pengamatan gerakan janin setiap hari
- NST 2 x seminggu

10

- Profil biofisik janin, bila NST nonreaktif


- Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu
- Ultrasound Doppler arteria umbilikalis, arteria uterina
5. Terapi medikamentosa
- Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar
- Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda preeklampsia dan umur kehamilan
> 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh
dipulangkan.
6. Pengelolaan obstetrik
Pengelolaan obstetrik tergantung umur kehamilan
a. Bila penderita tidak inpartu :
- Umur kehamilan > 37 minggu Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan
dapat dipertahankan sampai aterm.
- Umur kehamilan > 37 minggu
- Kehamilan dipertahankan sampai timbul permulaan partus
- Bila serviks matang pada taksiran tanggal persalinan dapat dipertimbangkan
dilakukan induksi persalinan
b. Bila penderita sudah inpartu
Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Partograf Friedman atau Partograf WHO.
6.2. Pengelolaan Preeklampsia Berat
Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar
sebagai berikut :
- Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa dengan
pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
- Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung pada
umur kehamilan.
Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu;
1) Konservatif; bila umur kehamilan < 37 minggu, kehamilan dipertahankan selama
mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa
2) Aktif; bila umur kehamilan 37 minggu, artinya : kehamilan diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

11

Pemberian terapi medikamentosa


1)
2)
3)
4)

Segera masuk rumah sakit


Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
Infus Ringer Laktat atau Ringer Destrose 5 %
Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
Pemberian MgSO4 dibagi:
a. Loading dose (initial dose): dosis awal
b. Maintainance dose: dosis lanjutan
5) Anti hipertensi
- Diberikan : bila tensi 180/110 mmHg atau MAP 126
- Jenis obat: Nifedipine dosis 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam.
- Nifedipine tidak dibenarkan diberikan di bawah mukusa lidah (sublingual) karena
absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makan.
- Desakan darah diturunkan secara bertahap:
Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik
Desakan darah diturunkan mencapai : - < 160/105
MAP < 125
6) Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena:
- Memperberat penurunan perfusi plasenta
- Memperberat hipovolemia
- Meningkatkan hemokonsentrasi.
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
- Edema paru
- Payah jantung konggestif
- Edema anasarka
7) Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih
6.3. Pengelolaan Eklampsia
a. Dasar-dasar pengelolaan eklampsia
- Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
- Selalu di ingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)
- Pastikan jalan nafas tetap terbuka
- Mengatasi dan mencegah kejang
- Koreksi hipoksemia dan acidemia
- Mengatasi dan mencegah penyulit khususnya hipertensi krisis
- Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat
b. Terapi medikamentosa
Obat antikejang yang sering digunakan yaitu magnesium sulfat. Sama seperti
pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat
12

diberikan MgSO4 2 gram intravenous selama 2 menit minimal 20 menit setelah pemberian
terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan 1 kali saja. Bila setelah diberi dosis
tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital / thiopental 3-5 mg/kgBB/IV
perlahan-lahan
c. Perawatan kejang
- Tempatkan penderita diruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang (tidak
diperkenankan ditempatkan diruang gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat
diketahui)
- Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi Trendelenburg,
dan posisi kepala lebih tinggi
- Rendahkan kepala kebawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi
pneumonia
- Sisipkan penyekat-lidah antara lidah dan gigi rahang atas
- Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi faktur
- Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat
d.
-

Perawatan koma
Derajat kedalaman koma diukur dengan Glasgow-Coma Scale
Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
Hindari dekubitus
Perhatikan nutrisi

e. Pengelolaan eklampsia
- Sikap dasar pengelolaan eklampsia : semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri
(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap
terhadap kehamilannya adalah aktif.
- Saat pengakhiran kehamilan ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan)
hemodinamika dan metabolisme ibu.
- Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan,
yaitu setelah:

Pemberian obat anti kejang terakhir


Kejang terakhir
Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang meningkat)

13

f. Pengobatan Obstetrik
Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila
sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu. Setelah persalinan,
dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus
eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 4 hari pertama setelah
persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 8 minggu. Jika lebih dari 8
minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan
dengan pre-eklampsia.
6.4. Pengelolaan Hipertensi Kronik Dalam Kehamilan
Tujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan ialah
- Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darah
- Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin
a. Pengobatan medikamentosa
Indikasi pemberian antihipertensi adalah :
a) Risiko rendah hipertensi
Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap 100 mmHg
Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik 90 mmHg
c) Obat antihipertensi
Pilihan pertama : Methyldopa : 0.5 3.0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis
Pilihan kedua : Nifedipine : 30 120 g/hari, dalam slow-release tablet (Nifedipine
harus diberikan peroral)
b. Pengelolaan terhadap kehamilannya
Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif yaitu
dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan aterm
Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik berat : aktif, yaitu segera
kehamilan diakhiri (diterminasi)
Anestesi : regional anestesi
c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
Pengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia sama dengan
pengelolaan preeklampsia berat

14

7. KOMPLIKASI
a. Solusio plasenta
b. Payah: ginjal,jantung,paru disebabkan edema,lever oleh karena nekrosis
c. Pendarahan otak
d. Sindrom HELLP: hemolisis,eleved lever enzyms,low platelet
e. Kematian ibu dan janin.
f. Hypofibrinogenemia
g. Kelainan mata
h. Nekrosif hati.
i. Kelainan ginjal
j. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterina
8. PENGARUH HIPERTENSI TERHADAP KEHAMILAN
Pertumbuhan janin terhambat
Kematian janin
Persalinan prematur
Solutio placenta
9. PROGNOSIS
Secara global, preeklampsia dan eklampsia diperkirakan sebesar 14% menjadi
penyebab kematian maternal per tahun(50.000-75.000). morbiditas dan mortalitas

preeklampsia dan eklampsia dihubungkan dengan kondisi-kondisi berikut.(5)


1. Disfungsi endotel sistemik
2. Vasospasme dan trombosis vena-vena kecil menyebabkan iskemik jaringan

dan organ
3. Manifestasi CNS seperti kejang, stroke, dan perdarahan
4. Tubular nekrosis akut
5. Koagulopati
6. Abrupsi placenta pada ibu
Rekurensi preeklampsia pada perempuan yang sebelumnya mengalami komplikasi
preeklampsia dapat mencapai 10%. Jika sebelumnya mengalami preeklampsia
berat termasuk HELLP sindrom dan/atau eklampsia, resikonya meningkat 20%
pada kehamilan selanjutnya. Semakin dini preeklampsia terjadi pada kehamilan,
semakin tinggi kemungkinan rekurensinya. Preeklampsia yang terjadi sebelum 34
minggu, kemungkinan mengalami rekurensi sebesar 40%.(5)

15

BAB III
LAPORAN KASUS
1.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny RM
Umur
: 30 Tahun
Alamat
: Kavling Seraya, Batam
Agama
: Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
No RM
: 139653

2.

ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah yang terasa seperti
diremas-remas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Semakin lama terasa semakin
sakit namun tidak teratur, pasien datang dengan G1P0A0 usia kehamilan 37-38
minggu (HPHT : 5 Februari 2015). Pasien mengaku kadang keluar bercak darah dan
lendir dari kemaluannya, dan pasien sudah dipimpin mengejan oleh bidan selama 1
jam namun belum ada kemajuan. Riwayat jatuh disangkal, Pasien juga mengeluhkan
pusing sejak satu hari yang lalu. Pusing dirasakan terus menerus. Lemas (+), sedikit
menganggu aktivitas. Kejang disangkal, demam tidak ada. Keluhan mual dan muntah
disangkal. Keluhan gangguan penglihatan disangkal. Berdebar debar disangkal,
Keluhan nyeri epigastrium disangkal. Kaki dirasakan agak bengkak kurang lebih 1
bulan yang lalu. BAK dan BAB dalam batas normal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah mengalami hal yang serupa.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat Hepatitis disangkal
Riwayat sakit ginjal disangkal
d.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang mengalami hal serupa. Riwayat hipertensi pada keluarga
disangkal. Riwayat diabetes pada keluarga disangkal.
16

e.

Riwayat ANC dan Pengobatan


Sudah 6 kali melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan namun hasilnya baik,
namun pada usia kehamilan 8 bulan, tiba-tiba tekanan darah mulai tinggi, dan ada
timbul bercak darah dan diberi obat untuk mempertahankan kehamilan dan penambah
darah.

a.

Riwayat Menstruasi
Menstruasi teratur selama + 7 hari. Nyeri ketika haid disangkal. Menarche pada
usia 13 tahun.

f.

Riwayat KB
Belum pernah mengunakan KB sebelumnya.

g. Riwayat Obstetri

Saat ini kehamilan pertama


h. Sosial Ekonomi
Kesan ekonomi cukup. Pasien menyangkal merokok dan minum alkohol.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Umum
- Keadaan Umum
- Kesadaran
- Status gizi
- TB
- BB
- IMT
b. Vital Sign
- TD
- Nadi
- RR
- Suhu

: Baik
: Compos mentis
: Baik
: 147 cm
: 53 kg
: 24,5

: 160/100 mmHg
: 80 x/menit
: 24 x/menit
: 36,50

c. Status Generalis
- Kepala
: Normochephal
Mata
: CA (-), SI (-), RC (+)/(+) pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm
Hidung
: Pernafasan cuping hidung (-) mukosa nasal normal
Mulut
: Sianosis (-)
- Leher
: Pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP (-)
- Thorax
Paru
Inspeksi

: Simetris
17

Palpasi

: Vocal fremitus ka = ki

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-)/(-), wheezing (+)


Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat, bentuk dada normal

Palpasi

: Iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi : BJ I dan II, murmur (-), gallop (-)


- Abdomen
- Ekstremitas
Superior
Inferior

: Membesar (+)
: Tidak terdapat kelainan
: Edema (+) akral hangat, Refleks patella (+)

d. Status Obstetric
Abdomen
Inspeksi : perut tampak membuncit sesuai dengan kehamilan aterm
striae gravidarum nigra (+), striae gravidarum alba (+),
hiperpigmentasi linea mediana (+), sikatrik (+)
Palpasi : teraba gerakan anak 4-5x/jam
L1

: Teraba massa bulat, lunak, noduler

L2

: teraba tahanan besar disebelah kiri


Teraba bagian-bagian kecil disebelah kanan

L3

: teraba massa keras, floating

L4

: bagian terbawah janin belum masuk PAP

TFU= 31 cm TBJ : 3100 gr His : 2x10 menit


Perkusi

: Tympani

Auskultasi

: BU (+) N, DJJ

Genitalia

: 155x/menit

Inspeksi

: Vulva terlihat edema, Uretra terpasang kateter, Tumor (-), varikosis (-),

lividae (+), luka bekas episiotomi (-)


18

Vaginal Toucher : Pembukaan 10 cm, Portio edema, ketuban sudah pecah, Sarung
tangan terlihat lendir dan darah.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Lab ( 14-11-2015)
a. Darah lengkap
- Hemoglobin : 10,7 gr/dL
- Eritorosit
: 4,0 juta
- Leukosit
: 23.300
- Hematokrit : 32%
- Trombosit : 281.000
- BT
: 2
- CT
: 8
- GDS
: 105
- Gol. Darah : AB +
- Hbsag
: Negatif
b. Urinalisa
- Warna
: Kuning Tua
- Kejernihan
: Keruh
- Berat jenis
: 1.020
- PH
:6
- Leukosit
: +3
- Protein
: +2
Eritrosit
: +4
5. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Fungsi Hepar
b. EKG
c. USG
d. Pemeriksaan NST
6. DIAGNOSIS
G1P0A0 gr aterm dalam kala II memanjang dari luar + Edema portio + PEB
7. PENATALAKSANAAN
Di UGD
Rencana SCTPP ( Operasi Emergensi) 19.30 WIB
- 500 cc Infus RL + MgSO4 8gram (200cc/15menit) selanjutnya 20 tpm
- Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
- Injeksi dexamethasone 1amp
- Dopamet 3x500mg
- Pasang kateter urine
- Cek lab
- Observasi KU dan TTV
8. LAPORAN OPERASI
19

Nama Pasien :Ny. RM / 30 tahun


Operator : dr.Ni Made Indri DS, Sp. OG
Anestesi : dr. Indra Sp.An
Tanggal :14 November 2015
Pukul 20.15 WIB tindakan dimulai, Pukul 21.00 WIB tindakan selesai
Dilakukan Spinal Anestesi, kemudian dinding abdomen ditutup dengan duk steril
kecuali lapangan operasi. Dilakukan insisi pfannenstiel pada dinding perut lebih kurang
10 cm, subkutis pasien di gunting, kemudian diperlebar secara tumpul. Peritoneum di
gunting, kemudian diperlebar, tampak uterus gravid, dicari plika uteri, digunting
kemudian diperluas secara tumpul. Dilakukan insisi SBR semilunar, kemudian
diperluas secara tumpul. Ketuban dipecahkan didapat ketuban jernih. Anak dilahirkan
dengan mengeluarkan kepala dengan bayi lahir pada pukul 20:24 WIB, JK: Laki- laki,
BBL: 3000 Gram, PB:48 cm, A/S: 8/9 LK/LD 33/32 A/S 8/9 Anus (+) cacat (-) Air
ketuban jernih. Plasenta dilahirkan secara lengkap, dilakukan pembersihan cavum uteri,
kemudian dilakukan penjahitan luka SBR secara jelujur. Uterus dijahit dan cek
perdarahan (-). Dilakukan pembersihan rongga abdomen dan penjahitan rongga
abdomen lapis demi lapis.
Diagnosa Pre-Op : G1P0A0 gr aterm dalam kala II memanjang dari luar + Edema
portio + PEB
Diagnosa Post Op : P1A0 post SCTPP a.i Edema portio
Penatalaksanaan Pasca Operasi

Observasi KU dan TTV


Ivfd RL + MgSO4 48 jam
Dopamet 3 x 500mg
Injeksi Ceftriaxone 2x1g
Injeksi Metronidazol 3x1
Ketorolac 3x1
Gastrul 4x2
Cek Hb 2 jam post operasi

20

9. FOLLOW UP POST SC
Tanggal
15

S
Nyeri bekas

November operasi (+)


2015

demam (-)
pusing (+)
mual (-)
muntah (-)
Makan dan
minum : dbn
Perdarahan
(flek)
ASI (+)

O
TD : 140/90
N : 68x/menit
S : 35
RR : 20 x

A
Post
SC
+1

Refleks patella
(+)
Urine Output
1450

P
Observasi KU dan TTV
Ivfd RL + MgSO4 48 jam
Dopamet 3 x 500mg
Injeksi Ceftriaxone 2x1g
Injeksi Metronidazol 3x1
Ketorolac 3x1
Edukasi pemberian ASI
Mobilisasi Bertahap

H
-

Observasi KU dan TTV


Ivfd RL + MgSO4 48 jam
Dopamet 3 x 500mg
Injeksi Ceftriaxone 2x1g
Injeksi Metronidazol 3x1
Ketorolac 3x1
Mobilisasi Bertahap

cc/24

jam
Px Lab
Hemoglobin:
10,7 gr/dL
Eritorosit: 4,0
juta
Leukosit:
23.300
Hematokrit:
32%
Trombosit

281.000
16

Nyeri post op

November berkurang(+)
2015

demam (-)

TD : 120/70
N : 72x/menit
S : 36,2
RR : 18

pusing (-)
mual (-)

Refleks patella

muntah (-)

(+)
Urine Output

BAK dbn
BAB (-)

1600

sejak SC
Perdarahan

Post
SC
+2

cc/24

jam

(-)
21

ASI (+)
17

Nyeri post op TD : 120/80


N : 84x/menit
November berkurang,
S : 36,3
2015
pusing
(-), RR : 22

Post

ACC Pulang

SC

H Obat yang dibawa pulang:

+3

- Cefixime 2x1
- Dopamet 3x1
- As. Mefenamat 3x1
- SF 1x1
- Vit c 2x1

demam (-)
Perdarahan
(-)
ASI (+)

BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini, penulis akan membandingkan antara hal-hal yang terdapat
dalam teori dan kasus pasien Ny.RM dengan kasus kala II memanjang dan preeklamsi berat.
Selain itu penulis menelaah tentang hal- hal yang dapat memperkuat diagnosa serta tindakan
yang dilakukan dengan baik . Kemudian, penulis membuat dokumentasi dengan
menggunakan metoda SOAP dari data sekunder yang telah ada. Adapun hal hal yang
penyusun temukan selama melakukan pengkajian terhadap data sekunder mengenai asuhan
dengan preeklamsi berat adalah sebagai berikut :
A. Data subjektif
1. Biodata

22

Pada kasus ini biodata sudah tercantum terutama umur penting ditanyakan, karena ikut
menentukan prognosa kehamilan. Kalau umur terlalu lanjut atau terlalu muda maka
persalinan lebih banyak beresiko.
Umur penting ditanyakan karena merupakan faktor predisposisi terjadinya (PE). Pada pre
eklampsi berat dapat terjadi pada umur <20 tahun atau >35 tahun. (pada kasus ini tidak ada
hubunganya antara kasus dengan teori karena pada kasus pasien berumur 30 tahun)
2. Keluhan Utama
Keluhan utama pada kasus ini sesuai dengan gejala dari partus tak maju di tambah adanya
preeklamsi berat, seperti adanya edema portio dan tekanan darah yang tinggi
3. Riwayat kehamilan sekarang
Adalah untuk mengetahui tentang HPHT,tanda bahaya,konsumsi obat, dan antenatal care.
(HPHT) kehamilan biasanya dihitung dengan satuan minggu, yang dimulai dari hari pertama
haid terakhir. Pada kasus ibu mengatakan haid pertama haid terakhirnya adalah pada tanggal
5 Februari 2015 dengan begitu dengan menggunakan rumus Naegle dalam buku Obstetri
fisiologis taksiran persalinan ibu yaitu tanggal 12 November 2015. Dan umur kehamilan
seharusnya 38-39 minggu.
Antenatalcare
Dari data yang didapat sudah baik karena pasien melakukan pemeriksaan antenatalcare sudah
6 kali. Kebijaksaan Program menurut WHO Kunjungan ANC sebaiknya dilakukan paling
sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu :
1 kali pada trimester I,1 kali pada trimester II.2 kali pada trimester III
Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid.
Kunjungan ANC yang baik adalah :
- setiap bulan sampai umur kehamilan 28 minggu
- setiap 2 minggu sampai umur kehamilan 32 minggu
- setiap 1 minggu sejak kehamilan 32 minggu sampai terjadi kelahiran.
Untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya komplikasi pada kehamilan tetapi selain dari
pemeriksaan ANC yang teratur kita sebagai tenaga kesehatan harus memberikan konseling
tentang pola nutrisi, beban pekerjaan, tanda-tanda bahaya, pola eliminasi, pola hidup sehat
dan lain-lain.
4. Riwayat kehamilan yang lalu
Pada kasus ini pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah keguguran dan ini merupakan
kehamilan yang pertama, ini sesuai dengan teori dimana kejadian preeklamsi lebih banyak
terjadi pada primigravida dibanding multigravida dalam Buku Obstetri Fisiologi
5. Riwayat haid
Pada kasus pada riwayat menstruasi ditanyakan tentang menarce, siklus, banyaknya,
dismenor, dan lamanya haid. menurut buku Obstetri Fisiologis mencantumkan bahwa
23

riwayat haid yang perlu ditanyakan adalah menarce, siklus, banyaknya darah yang keluar,
dismenor atau tidak, dan lamanya haid.haid terakhir, teratur tidaknya haid, dan siklusnya
dipergunakan untuk menghitung tanggal persalinan.
6. Riwayat kesehatan/ penyakit yang diderita sekarang dan lalu
Pada kasus pasien tidak mempunyai riwayat penyakit Hipertensi, pada buku Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirahardjo menerangkan kalau preeklamsi terjadi pada umur kehamilan >30
minggu dan tidak terdapat riwayat hipertensi sebelumnya ini sesuai antara teori dengan kasus
karena pada kasus didapat bahwa pasien tidak mempunyai riwayat penyakit Hipertensi.
7. Riwayat keluarga kesehatan / penyakit yang diderita sekarang dan lalu
Pada kasus ini tidak ditanyakan riayat kesehatan / penyakit yang diderita sekarang dan lalu
pada keluarga, padahal itu sangat penting karena ada beberapa penyakit yang dapat
diturunkan seperti asma, ginjal, hipertensi atau penyakit menular karena hipertensi
merupakan salah satu nya pada buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo mengatakan
bahwa faktor hipertensi salah satunya adalah riwayat keluarga.(tidak ada kesesuaiyan antara
kasus dan teori karena pada kasus tidak ditanyakan riwayat penyakit dan kesehatan keluarga)
8. Riwayat Sosial Ekonomi
Menurut teori, keadaan social ekonomi rendah merupakan faktor yang memengaruhi
terjadinya kehamilan, karena dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat.
Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin,
dengan keadaan social ekonomi rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan
tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan
janinnya.
B. Data objektif
1.

Keadaan umum baik, Kesadaran composmentis dapat digunakan dalam penentuan

tatalaksana serta prognosis


2. Antopometri digunakan untuk menilai gizi dari ibu karena gizi juga berpengaruh terhadap
janin
3. TD :160/100 mmHg, pada buku ilmu kebidanan menyebutkan bahwa preeklamsi berat bila
keadaan tekanan darahnya sistolok 160 mmHg dan tekanan diastolik 110mmHg. (sesuai
antara kasus dan teori karena pada kasus tekanan darah pasien 160/100 mmHg) tetapi yang
4.

menguatkan diagnose preeklamsi berat yaitu ditemukannya protein urin 2+.


Pemeriksaan fisik :

24

Muka :pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan muka, padahal dalam buku Obstetri
Fisiologis mengatakan preeklamsi maupun eklamsi terdapat pembengkakan pada daerah
tangan dan muka.

Abdomen :pada kasus dilakukan pemeriksaan seperti. Apakah perut membesar kedepan atau
kesamping, pigmentasi linea nigra, Nampakah pergerakan anak atau kontraksi rahim, adakah
striae gavidarum atau bekas luka.
-pada kasus pasien tidak terdapat luka bekas operasi dan uterus membesar
-TFU:31 menurut Obstetri Fisiologis pengukuran TFU dilakukan untuk mengetahui tuanya
kehamilan.TFU lebih dari usia kehailan dapat dicurigai bayi besar, polyhidramnion, dan
gemeli.
Pada buku Obstetri Fisiologis cara melakukan palpasi ialah menurut Leopold yang terdiri atas
4 bagian:
-leopold 1: Tentukan bagian apa dari anak yang terdapat dalam fundus. Sifat kepala adalah
keras, bundar dan melenting. Sifat bokong lunak, kurang bundar dan kurang melinting. Pada
letang lintang fundus uteri kosong. Pada kasus di simpulkan letak bokong
-leopold II: Pada bagian kiri ibu terdapat keras panjang seperti papan (punggung), dan pada
bagian kanan ibu teraba lunak bagian-bagian kecil, ekstremitas.pada buku Obstetri Fisiologis
bahwa Leopold II terutama untuk menentukan dimana letaknya punggung anak dan dimana
letaknya bagian- bagian kecil dari janin.
-leopold III: pada bagian bawah teraba keras, bulat melenting (kepala), tidak bisa digerakan.
Obstetri Fisiologis bahwa Leopold II terutama untuk menentukan dimana letaknya punggung
anak dan dimana letaknya bagian- bagian kecil dari janin.
-leopold IV: kepala belum masuk PAP, konvergen, pada buku Obstetri Fisiologis Leopold IV
untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan berapa masuknya bagian bawah
kedalam rongga panggul.
Pemeriksaan Vaginal toucher didapatkan pembbukaan lengkap namun portio terlihat edema

dan vulva juga terlihat edema dimungkinkan terjadi karena adanya obstruksi jalan lahir.
Ekstremitas :atas dan bawah -/+, menurut buku Obstetri patologi mengatakan bahwa pada
kasus preeklamsi terdapat pembengkakan pada daerah ekstremitas. (sesuai dengan teori

karena pada kasus pasien mengatakan mengalami bengkak sudah satu bulan).
6. Pemeriksaan laboratorium
Dari data objektif terdapat hasil data penunjang yaitu protein urin ibu +2, sesuai dengan teori
karena menurut buku Ilmu Kebidanan Sarwono prawirohardjo bahwa dikatakan preeklamsi
berat bila didalam protein urin terdapat hasil + lebih dari 2.
C. Analisa
25

Menurut Sarwono Prawiraharjdo pada buku Ilmu Kebidanan, diagnosis dapat


ditegakan dari beberapa hasil pemeriksaan diantaranya hasil anamnesa, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan anjuran. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada data subjektif ditemukan
keluhan utama seperti sudah satu bulan mengalami bengkak- bengkak dan tekanan darahnya
naik. Kemudian dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan luar terdapat pembengkakan
pada daerah ekstremitas tekanan darah tinggi dan bagian terendah janin belum masuk PAP,
dan hasil pemerikasaan leb bahwa protein urine POS(++). Analisa yang ditentukan
disesuaikan dengan hasil pengkajian dari data subjektif dan data objektif yang ditemukan.
Dimana dari data yang ada, dapat ditegakan diagnose G 1P0A0 gravida 38-39 minggu dengan
kala II memanjang dari luar + preeklamsi berat. Dan masalah potensial yang akan terjadi
adalah pada ibu akan terjadi eklamsi dan pada janin akan mengakibatkan asfiksia,dan
menyebabkan mortalitas perinatal karena pada preeklamsi peredaran darah ke uterus dan
plasenta kurang memadai sehingga anak akan kekurangan O2.
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sudah sesuai dengan teori karena pada kasus ini dalam penatalaksanaannya
pasien diberikan drip MgS04 sehingga pasien tidak mengalami kejang, sesuai dengan teori
pada buku Ilmu Kebidanan Sarwono prawirohardjo di cantumkan pada kasus preeklamsi
berat obat yang diberikan yaitu obat antikejang seperti MgSO4.
Pemberian MgSO4 per IV
1. Dosis awal 4 gram (20 cc MgSO4 20%) dalam 100 cc RL
2. Dosis pemeliharaan 10 gram (50 cc MgSO4 20% ) dalam 500 cc cairan RL 20-30 gtt/ menit.
Pada pasien ini dilakukan sectio cesaria dikarenakan selain adanya preeklamsi juga karena
adanya edema portio yang menandakan kemungkinan adanya partus tak maju karena adanya
obstruksi atau halangan di jalan lahir. Kemudian diberikan obat obatan lain seperti:
bayi

Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram untuk mencegah infeksi


Injeksi dexamethasone 1amp untuk mencegah adanya HELLP sindrom
Dopamet 3x500mg untuk menurunkan tekanan darahnya
lahir dengan sektio caesaria BBL 3000 gr, PB: 48cm, LK/LD 33/32 A/S 8/9 Anus (+)

cacat (-) Air ketuban jernih. Plasenta lahir lengkap perabdominal

26

DAFTAR PUSTAKA
1.

Williams JW. Williams Obstetrics. New York: McGraw-Hill Medical Publishing

Division; 2007.
2.

Miller DA. Hypertension in Pregnancy. In: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM,

Laufer N, editors. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. 10 ed. United
States of America: McGraw-Hill Companies; 2007.
3.

Wagner LK. Diagnosis and Management of Preeclampsia. American Family

Physician. 2004;.
4.

K SH, Chabi S, Frey D. Hellp Syndrome. J Obstet Gynecol India. 2009.

5.

Lim K-H. Preeclampsia 2011 [updated 10 November 2011]; Available from:

www.emedicine.com/
6.

Sibai BM. Evaluation and Management of Severe Preeclampsia Before 34 Weeks

Gestation. American Journal of Obstetrics & Gynecology. 2011.


7.

Wibowo N, Irwinda R, Gumilar E, Mose J, Rukmono, Kristanto H, et al. Pedoman

Nasional Pelayanan Kedokteran "Preeklampsia". Bakti Husada.2010.


8.

Eruo FU, Sibai BM. Hypertensive diseases in pregnancy. In: Reece EA, Hobbins JC,

editors. Clinical Obstetrics : The Fetus and Mother. 3 ed. Massachusetts: Blackwell
Publishing; 2007.
9.

Leeman L, Fontaine P. Hypertensive Disorders of Pregnancy. American Family

Physician. 2008.

27

28

Anda mungkin juga menyukai