Anda di halaman 1dari 6

Maldi Prasetyo

K111 14 301
Advokasi dan Promosi Kesehatan
Kelas B

TUGAS INDIVIDU

Dalam essay ini, kita diberikan tugas untuk membahas kapan digunakan instruksi
dan arbitrase dalam memenangkan suatu pertarungan negosiasi. Ketika membahas
kapan digunakan, bijaknya, kita harus mengetahui terlebih dahulu definisi dan
beberapa hal tentang instruksi dan arbitrase itu sendiri agar kita tahu bagaimana
menggunakannya dengan baik. saya akan memisahkan penjelasan mengenai
arbitrase dan instruksi. Pertama, saya akan membahas mengenai arbitrase.
Menurut beberapa ahli, salah duanya adalah sebagai berikut :
Menurut Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif
penyelesaian sengketa aps yang merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui
oleh undang-undang di mana salah satu pihak atau lebih menyerahkan
sengketanya ketidaksefahamannya ketidaksepakatannya dengan satu pihak
lain atau lebih kepada satu orang (arbiter) atau lebih (arbiter arbiter majelis)
ahli yang professional, yang akan bertindak sebagai hakim / peradilan swasta
yang akan menerapkan tata cara hukum negara yang berlaku atau
menerapkan tata cara hukum perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para
pihak terdahulu untuk sampai kepada putusan yang final mengikat.
Menurut R. Subekti arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan (perkara)
oleh seorang atau beberapa orang wasit (arbiter) yang bersama-sama ditunjuk oleh
para pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat Pengadilan.
Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, dapat disimpulkan pengertian dari
arbitrase, yaitu: Proses penyelesaian sengketa diantara para pihak yang
mengadakan perjanjian untuk menunjuk seorang atau lebih sebagai arbiter dalam
memutus perkara yang sifat putusannya adalah final mengikat.
Sedangkan menurut
Undang-Undang No.30/1999 tentang Arbitrase (UU
Arbitrase), pasal 1 ayat(1): "Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa".
Berdasarkan pengertian arbitrase, perlu ditegaskan bahwa syarat utama dari
berlangsungnya suatu arbitrase adalah perjanjian dari para pihak untuk
menyelesaikan sengketa melalui mekanisme arbitrase. Maksudnya, perjanjian
dapat lahir sebelum adanya sengketa atau sesudah adanya sengketa. Jika arbitrase

dijalankan tanpa adanya perjanjian arbitrase di antara para pihak yang


bersengketa, maka itu hal tersebut tidak bukanlah arbitrase.
Dengan adanya perjanjian arbitrase, Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk
mengadili sengketa para pihak tersebut. Pelaksanaan perjanjian arbitrase tidak
mempersoalkan masalah pelaksanaan perjanjian, akan tetapi yang
dipermasalahkannya adalah cara dan lembaga apa yang berwenang menyelesaikan
perselisihan yang terjadi antara pihak yang berjanji. Perjanjian arbitrase harus
memenuhi syarat yaitu persetujuan mengenai perjanjian arbitrase tersebut harus
dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak.
Perjanjian arbitrase sering juga disebut sebagai klausul arbitrase yang berada
dalam badan perjanjian pokok. Hal tersebut dapat diartikan suatu perjanjian pokok
diikuti atau dilengkapi dengan persetujuan mengenai pelaksanaan arbitrase.
Klausul arbitrase ini diletakkan dalam perjanjian pokok sehingga disebut sebagai
perjanjian aksesori. Keberadaannya hanya sebagai tambahan dari perjanjian
pokok, sehingga tidak berpengaruh terhadap pemenuhan perjanjian pokok. Tanpa
adanya perjanjian pokok, perjanjian arbitrase ini tidak bisa berdiri sendiri, karena
sengketa atau perselisihan timbul akibat adanya perjanjian pokok.
Seperti yang kita ketahui bahwa arbitrase adalah salah satu alternative
penyelesaian sengketa. Maksudnya adalah arbitrase dapat dijadikan pilihan selain
jalur litigasi yang pada umumnya digunakan. Ada beberapa hal yang bisa
dijadikan pertimbangan apakah kita akan melakukan arbitrase atau tidak. Ada
hbeberapa hal yang menjadi kelebihan dan kekurangan dalam melakukan arbitrase
itu sendiri.
Kelebihan arbitrase, yang pertama mengenai sifat konfidensial. Artinya
kerahasiaan para pihak yang bersengketa dalam arbitrase akan dijaga, sehingga
dampak negatif yang timbul dari terlibatnya para pihak dalam suatu perselisihan
tidak menjatuhkan kredibilitas para pihak. Hal ini terkait dengan nama baik para
pihak yang saat ini merupakan salah satu aset perusahaan yang harus dilindungi.
Tercemarnya nama baik suatu pihak dapat menyebabkan kerugian yang besar bagi
pihak tersebut. Nama baik suatu pihak biasanya akan tercemar apabila pihak
tersebut mengalami suatu perselisihan yang diketahui oleh publik. Dalam proses
litigasi dikenal adanya asas terbuka untuk umum, artinya siapa saja dapat
menyaksikan proses persidangan yang sedang berlangsung. Hal ini tentu akan
berdampak buruk bagi pihak yang mengalami sengketa dan penyelesaian
sengketanya melalui jalur litigasi lalu proses persidangannya diekspose kepada
publik. Dengan sendirinya nilai kepercayaan publik kepadanya akan berkurang.
Melalui arbitrase, konfidensial para pihak tetap terjaga. Berbeda dengan
pengadilan umum, arbiter tidak diwajibkan untuk menyampaikan putusannya
secara terbuka. Tidak hanya dalam penyampaian putusan, berdasarkan Pasal 27
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 dikatakan bahwa: Semua pemeriksaan
sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup. Dengan
demikian maka nilai kerahasiaan para pihak akan terjaga.

Selanjutnya, biaya untuk arbitrase lebih murah dari biaya litigasi dan penyelesaian
sengketanya lebih cepat. Pendapat mengenai biaya ini masih diperdebatkan, tidak
selamanya biaya untuk arbitrase lebih murah dari biaya litigasi. Sebagai contoh
apabila terjadi sengketa antara pengusaha asal Indonesia dengan pengusaha asal
Vietnam lalu mereka sepakat menunjuk arbiter yang berada di New York untuk
menyelesaikan sengketanya di Singapore. Maka perlu dihitung berapa yang harus
dikeluarkan untuk pendaftaran perkara, biaya akomodasi arbiter, biaya akomodasi
para pihak, honorarium untuk arbiter, dan biaya saksi ahli seandainya digunakan.
Tentu para pihak akan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk arbitrase
tersebut. Di sisi lain, bagi seorang pengusaha yang membutuhkan kepastian
hukum dalam sengketa yang menyangkut usahanya, biaya tersebut tidak seberapa
dibandingkan ia harus berlama-lama menyelesaikan perkara di pengadilan karena
harus menunggu urutan perkaranya disidangkan dan ia tidak bisa melanjutkan
usaha. Bagi mereka semakin cepat masalah sengketanya selesai dan memperoleh
kekuatan hukum, semakin cepat pula untuk kembali berusaha mendapatkan
keuntungan, sehingga secara umum biaya akan lebih murah. Penyelesaian
sengketa dalam arbitrase lebih cepat dari proses litigasi karena dalam arbitrase
para pihak tidak usah menunggu perkaranya disidangkan. Para pihak bisa
langsung memilih arbiter untuk menyelesaikan sengketa mereka, sehingga tidak
dibutuhkan waktu tunggu sebagaimana pada proses litigasi. Selain itu, dalam
penyelesaian sengketa dapat dilakukan kapan saja berdasarkan kesepakatan para
pihak sehingga sangat mungkin dalam satu minggu dilakukan beberapa kali
proses pemeriksaan sengketa. Hal ini berbeda dengan proses litigasi. Dalam
proses litigasi, Majelis Hakim tidak hanya memeriksa satu perkara, sehingga
dalam satu minggu perkara kemungkinan besar hanya diperiksa satu kali. Dengan
kata lain, keterlambatan-keterlambatan yang bersifat prosedural dan administratif
dapat dihindari.
Selanjutnya, para pihak dapat memilih arbiter berdasarkan keyakinannya
mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang memadai
mengenai masalah yang disengketakan. Dalam proses litigsi, para pihak tidak bisa
memilih hakim yang akan memutuskan sengketa melainkan sudah ditentukan oleh
Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan penetapannya. Kelemahan dari penetapan
tersebut adalah kemampuan Hakim yang terbatas pada pengetahuan hukum
sementara pengetahuan lain hanya dikuasainya secara umum. Dengan arbitrase,
para pihak dapat memilih arbiter yang memang menguasai bidang atau
pengetahuan yang sedang dipersengketakan, sehingga putusannya lebih
komprehensif dan profesional.

Dalam paragraph ini saya akan menjelaskan beberapa penjelasan mengenai


instruksi agar kita tahu kapan menggunakannya dalam bernegosiasi. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, instruksi adalah perintah atau arahan (untuk
melakukan suatu pekerjaan atau melasanakan suatu tugas; petunjuk;pelajaran.
Intruksi juga dapat diartikan sebagai penyampaian suatu pengertian dan
kecakapan kepada orang lain, untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Instruksi

mempunyai kaitan yang sangat erat dengan manajemen konflik terkhusus di


dalam sebuah organisasi. Manajemen konflik itu sendiri adalah langkah-langkah
yang diambil oleh para pelaku atau pihak ketiga untuk mengarahkan perselisihan
ke suatu arah (hasil) tertentu yang dapat berujung pada terselesaikannya konflik
maupun tidak terselesaikannya konflik. Hubungan antara manajemen konflik
dengan instruksi dapat tergambarkan dalam sebuah organisasi yang di dalamnya
terjadi banyak interaksi antar sesame anggota. Ketika sebuah konflik muncul,
pada umumnya, hal tersebut akan dikaitkan dengan kurang baiknya komunikasi.
Misalnya komunikasi antara manajer dan anggota yang dimana terkadang terjadi
kesalah pahaman ketika manajer berkomunikasi atau memberikan instruksi
kepada anggota. Salah satu poin penting dalam melakukan komunikasi yang
efektif adalah memastikan bahwa arti yang dimaksud dalam instruksi oleh
pemberi instruksi sama dengan arti yang diterima oleh penerima instruksi.
Dalam pelaksanaan pemberian instruksi, kita perlu memperhatikan hal-hal yang
teknis, kecil sifatnya namun sangat menentukan kesamaan paham dalam
pemberian instruksi, hal-hal tenis tersebut diantaranya adalah:
a. Pemberi intruksi harus berdiri ditempat yang terlihat jelas tanpa ada halangan
dengan penerima instruksi.
b. Instruksi dimulai ketika si penerima dalam keadaan tenang dan tertib.
c. Instruksi tersebut harus mudah dimengerti dan jelas.
d. Suara yang terang dan jelas serta semua penerima harus dapat mendengarkan.
e. Instruksi diberikan tidak terlalu panjang dan tidak terlalu singkat.
f. Bila perlu dibantu dengan alat peraga atau peragaan.
g. Berikan kesempatan bertanya kepada si penerima instruksi.
h. Bila instruksi diberikan secara tertulis, maka harus sistematis dan jelas
i. Singkirkan hal-hal yang mengganggu konsentrasi pendengar.
j. Buatlah instruksi semenarik mungkin.
k. Usahakan si penerima instruksi dapat menggunakan seluruh inderanya.
l. Bila ada hal yang sangat penting, dapat diulang kembali.
m. Bila diperlukan, Berikan umpan balik kepada penerima instruksi.
Dalam tugas ini, kita disuruh untuk menjawab kapan digunakannya instruksi dan
arbitrase dalam memenangkan suatu pertarungan dalam negosiasi. Negoisasi
adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat
keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda. yang
saya pahami ketika orang bernegoisasi berarti ada suatu konflik diantara mereka.
Yang dimana satu pihak memilih A dan pihak lainnya memilih selain A, misalnya
B. berarti mereka berdua tidak akan saling menyetujui pendapat satu sama lain
karena akan tetap berusaha mempertahankan pendapat masing-masing. Ketika kita
membenturkan kondisi tersebut dengan definisi instruksi yang notabenenya
bertujuan untuk memberikan pengarahan, tidak akan ada pihak yang mendengar
instruksi satu sama lain. instruksi mungkin bisa digunakan dalam negosiasi jika
instruksi tersebut berasal dari pihak selain pihak-pihak yang berkonflik dalam hal
ini bisa kita sebut pihak ketiga. Instruksi yang dilakukan dapat berupa arahan

atau alternative solusi untuk mencapai kesepakatan pemecahan masalah.


Sedangkan untuk arbitrase bisa digunakan ketika kedua belah pihak bersepakat
untuk tidak membawa kasusnya ke pengadilan melainkan menunjuk seorang
arbitrer untuk menjadi hakim dalam kasus sengketanya dengan pertimbaganpertimbangan seperti biaya yang akan lebih murah dan waktu penyelesaian yang
tanpa menunggu antrian kapan kasusnya akan disidangkan seperti mekanisme
yang ada di pengadilan negeri.
CONTOH KASUS :
Ada kasus gizi buruk di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Kemudian Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi memberi instruksi kepada kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Poso. Instruksi tersebut berupa perintah untuk mengumpulkan datadata dari seluruh puskesmas di Poso dalam rangka menganalisis situasi dan
menentukan intervensi apa yang tepat dilakukan. Setelah melalui kegiatan
surveilans dan analisis data, ternyata intervensi paling tepat dan efisien untuk
dilakukan adalah pengadaan pos pemeriksaan kesehatan di seluruh kecamatan
selama seminggu yang dimana pos tersebut menyediakan semua tenaga medis
mulai dari segi preventif, promotif, kuratif, namun terdapat suatu masalah dalam
pelaksanaannya. Kepala Desa di beberapa kecamatan tidak menyetujui adanya
kegiatan tersebut dengan alasan banyak keluhan dari masyarakat bahwa kegiatan
tersebut tidak akan efektif karena dilaksanakan pada pagi hingga siang hari yang
dimana pada waktu itu hampir seluruh warga sedang sibuk bekerja dan mengurusi
urusannya masing-masing sehingga tidak ada waktu untuk berpartisipasi dalam
kegiatan itu. Hal ini membuat Kepal Dinas mengambil langkah arbitrase atau
melibatkan pihak ketiga untuk menengahi konflik yang ada. Pihak ketiga yang
dipilih telah sama-sama disepakati oleh kepala desa dan pihak Dinas kesehatan
untuk dimintai pendapat dalam penyelesaian masalah ini hingga akhirnya tercapai
mufakat dimana tidak ada pihak yang merasa terbebani atau dirugikan dalam
pelaksanaan program ini.

REFERENSI

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol1905/arbitrase-pilihan-tanpakepastian
http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2013/01/07/arbitrase-sebagai-alternatifpenyelesaian-sengketa-bisnis/
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Arbitrase_Nasional_Indonesia
https://aswinsh.wordpress.com/2009/01/06/tinjauan-umum-arbitrase/
http://iqbalamaludin.blogspot.co.id/2013/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://suhaisnia.blogspot.co.id/2011/03/penyelesaian-sengketa-ekonomisecara_3343.html

Anda mungkin juga menyukai