Anda di halaman 1dari 3

NABI Shallallahu alaihi Wassallam selalu mendoakan umatnya di pagi hari agar mendapatkan

berkah.
Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya. (HR. Abu Daud).
Tentu ini adalah motivasi penting bagi seluruh kaum Muslimin untuk benar-benar siap mengisi
pagi hari dengan beragam kebaikan-kebaikan yang Allah Subhanahu Wataala dan Rasul-Nya
ridhoi, termasuk dalam hal beraktivitas untuk mendapatkan karunia-Nya (rizki) dengan bekerja,
berdagang, mengajar dan profesi lainnya.
Kalau kita melihat bagaimana Nabi mengisi pagi hari, dalam keadaan perang pun, pagi-pagi
beliau sudah menyiagakan pasukannya. Dengan kata lain, pagi adalah golden time untuk setiap
jiwa memulai aktivitas mendapatkan karunia-Nya.


Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari
dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui. (QS. Al-Anam [6]: 96).
Menafsirkan ayat tersebut, Ibn Katsir memaparkan bahwa itu adalah tanda betapa Allah Maha
Kuasa mengendalikan waktu.
Allah lah yang menciptakan terang dan gelap. Allah-lah yang menggantikan kegelapan malam
menjadi terbitnya waktu pagi lalu menyinari semua yang ada, dan ufuk pun bersinar terang,
hingga lenyaplah kegelapan, malam pun pergi dengan kegelapannya, lalu datang siang dengan
cahaya yang terang.
Dengan kata lain, amat tidak elok, jika pagi diisi dengan hal-hal yang tidak memiliki signifikansi
bagi kehidupan secara utuh duniawi-ukhrowi. Agar kerugian ini bisa dijauhkan, maka menengok
apa yang dilakukan Nabi, ulama salaf dan orang-orang sholeh amat patut untuk diindahkan.

Pertama, Menetap di Masjid hingga terbit matahari








Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasanya tidak beranjak dari tempat duduknya setelah shalat
shubuh hingga terbit matahari. Apabila matahari terbit, beliau shallallahu alaihi wa sallam berdiri
(meninggalkan tempat shalat). Dulu para sahabat biasa berbincang-bincang (gurau) mengenai
perkara jahiliyah, lalu mereka tertawa. Sedangkan beliau shallallahu alaihi wa sallam hanya
tersenyum saja. (HR. Muslim).

Mungkin ini sedikit sulit diamalkan, terutama bagi warga ibu kota yang pagi hari mesti berjibaku
dengan kemacetan. Biasanya usai Shubuh sudah ada yang langsung berangkat ke tempat
bekerja untuk menghindari kemacetan. Andai pun ini terjadi, dzikir sepanjang jalan bisa menjadi
pilihan yang diutamakan.
Imam Nawawi, ulama yang populer dengan kitab Arbain Nawawinya, mengatakan, Dalam
hadits ini terdapat anjuran berdzikir setelah shubuh dan mengontinukan duduk di tempat shalat
jika tidak memiliki z(halangan).
Sedangkan Al Qadhi mengatakan Inilah sunnah yang biasa dilakukan oleh salaf dan para
ulama. Mereka biasa memanfaatkan waktu tersebut untuk berdzikir dan berdoa hingga terbit
matahari.

Kedua, menyibakkan kemalasan


Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir
harinya seperti waktu tuanya.
Kalimat tersebut tentu menekankan betapa pentingnya mengisi pagi dengan bersegera
melantaskan kebaikan-kebaikan.
Terkait hal ini ada kisah menarik. Suatu waktu Amir bin Abdul Qais melewati orang orang
pemalas dan pengangguran. Mereka duduk berbincang bincang tanpa arah. Mereka pun berkata
kepada Amir, Kemarilah! Duduklah bersama kami
Amir menjawab, Tahanlah matahari agar ia tidak bergerak, baru saya akan nimbrung
berbincang-bincang dengan kalian.
Sedangkan Ibn Uqail Al-Hambali berkata, Tidak halal bagiku untuk menyia-nyiakan sesaat saja
dari umurku, sehingga apabila lisanku telah lelah membaca dan berdiskusi, mataku lelah
membaca, maka aku menggunakan pikiranku dalam keadaan beristirahat (berbaring diatas
tempat tidur). Aku tidak berdiri, kecuali telah terlintas di benakku apa yang akan aku tulis. Dan
aku mendapati kesungguhanku belajar.
Ibnu Abbas pernah mendapati putranya tidur pada pagi hari, lantas ia berkata
kepadanya,Bangunlah, apakah engkau tidur pada saat rizki dibagikan?
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, Sesungguhnya dikhususkan waktu pagi dengan
keberkahan karena waktu pagi adalah waktu (untuk melakukan) kegiatan.

Ketiga, mencapai produktivitas kebaikan

Waktu pagi, jika diisi dengan amalan-amalan sholeh tentu akan menjadikan sang pengamalnya
menjadi insan yang produktif. Baik dalam hal membaca, menghafal, menulis dan merangkum
kitab atau buku-buku.
Dan, ini telah dibuktikan oleh seorang ulama, yang beliau mampu menulis sebanyak empat
puluh halaman setiap hari selama empat puluh tahun terakhir masa usianya, yakni Ibnu Jarir athThabari, yang beliau melakukan murajaah (menghafal) akan ilmu dan ide-ide yang akan
dituangkan dalam tulisannya di awal-awal subuh. Dengan demikian, masihkah kita akan
menganggap pagi dengan sebelah mata?

Hidayatullah.com

Anda mungkin juga menyukai