Anda di halaman 1dari 3

1.

RANGKUMAN ISI JURNAL


Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan
tahun atau awal usia dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan. Pada masa dewasa awal
ini merupakan masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi,masa perkembangan karir,
masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara akrab, memulai keluarga dan
mengasuh anak-anak.
Dewasa awal merupakan masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa, baik transisi
secara fisik, transisi secara intelektual serta transisiperan sosial. Pada masa ini, penentuan relasi
sangat memegang peranan penting. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memilih seorang
teman hidup, belajar hidup dengan suami atau istri, membentuk sebuah keluarga, membesarkan
anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, dan membesarkan anak-anak. Tugas-tugas
perkembangan tersebut banyak difokuskan pada bagaimana individu membangun rumah tangga,
sehingga dapat disimpulkan disini bahwa yang menjadi salah satu fokus tugas perkembangan
pada masa dewasa awal adalah pernikahan.
Masalah-masalah yang muncul dalam pernikahan kadangkala tidak dapat diprediksi
sebelumnya dan hal ini dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Masalah yang timbul bisa dari
masalah kecil yang dapat diselesaikan dengan segera hingga masalah yang sangat kompleks
sehingga membutuhkan energi untuk berfikir dan menyelesaikannya. Hal ini sesuai dengan
sumber lain yang menyatakan kehidupan psikososial pada masa dewasa awal bertambah
kompleks karena selain memasuki dunia kerja, individu juga menghadapi berbagai macam tugas
perkembangan, salah satunya adalah menikah dan membina kehidupan rumah tangga.
Pada wanita yang telah menikah dan memilih untuk bekerja, lebih dapat meningkatkan
kondisi stres sehingga dapat meningkatkan frekuensi kekambuhan asma yang dideritanya. Pada
lingkungan kerja memungkin timbulnya stres akibat hubungan yang tidak harmonis dengan
teman, atasan, beban kerja yang terlalu berat dan sebagainya.
Stres merupakan suatu kondisi yang muncul akibat terjadinya kesenjangan antara tuntutan
yang dihasilkan oleh transaksi antara individu dan lingkungan dengan sumber daya biologis dan
psikologis yang dimiliki individu tersebut. Kondisi stres akan meningkatkan resiko terkena
berbagai jenis penyakit fisik, mulai dari gangguan pencernaan, kardiovaskuler sampai penyakit
jantung. Gangguan kardiovaskuler tersebut salah satunya adalah asma bronkial. Asma bronkial

adalah penyakit paru berupa proses keradangan di saluran napas yang mengakibatkan
hiperrespon saluran napas terhadap berbagai macam rangsangan yang dapat menyebabkan
penyempitan saluran napas yang menyeluruh sehingga dapat timbul sesak napas yang reversibel
baik secara spontan maupun dengan terapi. Hal ini juga dikemukakan oleh Hasma, Hasanuddin
dan Burhanuddin pada tahun 2012 bahwa terdapat hubungan antara stress dengan serangan asma
yaitu sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada jurnal tersebut bahwa sebagian
besar klien yang mengalami asma bronkial disebabkan oleh stress, karena stress dapat
mengantarkan individu pada kecemasan sehingga memicu dilepaskannya histamine yang
menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos dan peningkatan pembentukan lendir. Dalam
Jurnal tersebut dijelaskan pula bahwa stress yang menjadi penyebab asma dapat pula bahkan
bisa menjadi faktor pemberat bagi asma itu sendiri serta stress dapat menyebabkan peurunan
seseorang sehingga mudah terkena infeksi saluran pernafasan terutama oleh virus, virus tersebut
merusak epitel saluran napas sehingga terjadi inflamasi yang menimbulkan serangan asma
(Hasma, Hasanuddin, & Bahar, 2012). Faktor penyebab pencetus asma yaitu selain alergen,
lingkunag kerja, dan olahraga juga dapat dikarenakanstres .
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa taraf signifikasi dari
uji hubungan ini adalah sebesar 0,000 dan koefisien korelasi sebesar 0,730. Ditinjau dari Usia
pernikahan, subjek dengan rentang sepuluh hingga tiga puluh tahun memiliki tingkat stres dan
kekambuhan asma yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang usia pernikahannya
kurang dari sepuluh tahun. Seseorang yang berstatus menikah memiliki tingkat stres lebih tinggi
dibanding yang belum menikah. wanita ketika memasuki usia 17 tahun pertumbuhan volume
saluran pernapasannya hanya berkembang lebih sedikit. Dengan demikian pada saat dewasa,
jumlah penderita asma pada wanita lebih banyak daripada pria.
Sedangkan ditinjau dari segi pekerjaan, subjek yang bekerja memiliki tingkat kekambuhan
asma yang lebih tinggi dibanding dengan subjek yang tidak bekerja. Stress dapat ditimbulkan
dari semakin banyaknya tantangan yang dihadapi seperti lingkungan kerja, karakteristik

persaingan yang semakin tinggi, tidak dapat memanfaatkan waktu secara maksimal, faktorfaktor yang tidak terkontrol, tidak cukupnya ruang untuk bekerja, perkembangan teknologi
informasi yang terus menerus, tuntutan permintaan yang berlebihan.
Kekambuhan asma dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya asap rokok,
binatang peliharaan, jenis makanan, perabot rumah tangga yang berdebu, perubahan cuaca, dan
juga kondisi stres Frekuensi kekambuhan asma bronkial ini dapat terus
meningkat secara berkala Kekambuhan asma bronkial masih sering terjadi meskipun telah
dikelola secara efektif oleh kebanyakan penderita asma bronkial. Tujuan pen gelolaan kondisi ini
adalah untuk mengembalikan fungsi paru-paru agar bekerja optimal kembali dan untuk
meminimalkan mordibitas secara sementara dengan menggunakan obat yang dianjurkan.
Dari hasil penelitian dalam jurnal utama dan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan frekuensi kekambuhan asma
bronkial pada wanita penderita asma bronkial usia dewasa awal yang telah menikah (Novita
Fajar Lestari & Hartini, 2014)
2. ALASAN KELOMPOK MEMILIH TOPIK
Kami memilih penderita asma karena asma merupakan salah satu penyakit yang dapat
bersifat ringan, namun bersifat menetap dan juga dapat mengganggu aktivitas bahkan kegiatan
sehari-hari sehingga dapat menurunkan kualitas hidup sang penderita. Kebanyakan masyarakat
sekitar beranggapan bahwa faktor pencetus asma hanyalah dari faktor fisik dan lingkungan saja,
seperti kelelahan dan udara yang kotor(debu). Padahal salah satu faktor pencetus yang sangat
berpengaruh adalah faktor psikologi.

Anda mungkin juga menyukai