Anda di halaman 1dari 15

RADIOLOGI THT

Radiologi THT telah berkembang sejak penemuan sinar x pada tahun 1895
oleh Wilhelm Conrad Roentgen. Dalam beberapa dekade pertama, radiografi
konvensional adalah modalitas diagnostik untuk evaluasi penyakit kepala dan
leher. Proyeksi radiografi khusus dirancang untuk menunjukkan proses abnormal
pada sinus paranasal, tulang temporal, dasar tengkorak, dan leher. Pemeriksaan
barium dengan fluoroskopi digunakan untuk penilaian faring dan esofagus.
Tomografi linear, diperkenalkan pada tahun 1932, memungkinkan untuk
menggambarkan kelainan yang tidak jelas di radiografi konvensional. Tomografi
linear dikembangkan lebih lanjut menjadipolitomografi, terutama terhadap tulang
temporal, pada tahun 1954. CT Scan pada tahun 1972 dan MRI pada tahun 1982
meningkatkan kemampuan diagnostik dengan memungkinkan menentukan lokasi
dan karakterisasi tumor, kista, dan proses inflamasi di kepala dan leher dan
membantu dalam diagnosis dini dan pengobatan.1
2.1.

Radiologi Tulang Temporal


Pemeriksaan radiologik konvensional pada tulang temporal
memiliki nilai penyaring serta dapat menentukan status pneumatisasi
mastoid dan piramid tulang petrosus. Dengan pemeriksaan radiologik
konvensional ini dapat dinilai besar dan perluasan suatu lesi besar yang
berasal dari tulang temporal atau yang merupakan perluasan dari lesi-lesi
struktur sekitar tulang temporal ke arah tulang temporal.2
Proyeksi Schuller
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Pada
posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat
tampak denganlebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar
tentang besarnya kanalisauditorius eksterna.2

Gambar 1 Proyeksi Schller


Proyeksi Owen
Posisi ini juga menggambarkan penampakan lateral mastoid.
Umumnya posisi owen dibuat untuk memperlihatkan kanalis auditorius
eksternus,epitimpanikum, bagian-bagian tulang pendengaran, dan sel
udara mastoid.2

Gambar 2 Proyeksi Owen


Proyeksi Chause III
Posisi ini merupakan penampakan frontal mastoid dan
ruang telinga tengah. Posisi ini merupakan posisi tambahan setelah

pemeriksaan posisi lateralmastoid. Posisi ini merupakan posisi radiologik


konvensional yang paling baikuntuk pemeriksaan telinga tengah terutama
untuk pemeriksaan otitis kronik dan kolesteatom.2

Gambar 3 Proyeksi Chause III


Proyeksi Stenvers
Pandangan Stenvers diperoleh dengan pasien menghadap film dan
kepala sedikit menekuk dan diputar 45. Sumbu panjang piramida petrosa
sejajar dengan bidang film, dan piramida keseluruhan, termasuk
puncaknya, divisualisasikan dengan baik. Pandangan ini menunjukkan
seluruh piramida, eminensia arkuata, kanalis auditori internal, porus
acusticus, kanalis semicircularis horisontal dan vertikal, vestibulum,
koklea, dan antrum mastoid.3

Gambar 4 Proyeksi Stenvers


CT Scan Tulang Temporal
Pemeriksaan CT scan bidang aksial dan koronal dilakukan
untukmengevaluasi os temporal dan ruang telinga tengah. Tebal irisan
yang dilakukan berkisar 0,5 1,5mm dan area yang diiris berkisar 9 12
cm.4

Gambar 5 CT Scan normal tulang temporal

Gambaran Mastoiditis Akut


Gambaran dini mastoiditis akut adalah perselubungan ruang telinga
tengah dan sel udara mastoid, bila proses inflamasi terus berlanjut akan
terjadi perselubungan yang difus pada kedua daerah tersebut. Pada masa
permulaan infeksi biasanya strukrur trabekula dan dan sel udara mastoid
masih utuh, tapi kadang-kadang dengan adanya edema mukosa dan
penumpukan cairan seropurulen, maka terjadi kekaburan penampakan
trabekulasi sel udara mastoid. Bersama dengan progesifitas infeksi, maka
akan terjadi demineralisasi diikuti dengan dekstruksi trabekula dimana
pada proses mastoid yang hebat akan terjadi penyebaran kearah posterior
4

menyebabkan tromboplebitis kearah posterior. Jika terjadi komplikasi


intrakranial pada daerah fosa kranii posterior atau media, maka
pemeriksaan CT merupakan pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi hal
tersebut dimana pada pemeriksaan CT dapat ditemui defek tulang dengan
lesi intrakranial.2

Gambar 6 Mastoiditis Akut

Gambaran Mastoiditis Kronik


Gambaran radiologik pada mastoiditis kronik terdiri atas
perselubungan yang tidak homogen pada daerah antrum mastoid dan sel
udara mastoid, serta perubahan yang bervariasi pada struktur trabekulasi
mastoid. Proses inflamasi pada mastoid akan menyebabkan penebalan
struktur trabekulasi diikuti demineralisasi trabekula, pada saat ini yang
tampak pada foto adalah perselubungan sel udara mastoid dan jumlah sel
udara yang berkurang serta struktur trabekula yang tersisa tampak
menebal. Jika proses inflamasi terus berlangsung, maka akan terlihat
obliterasi sel udara mastoid dan biasanya mastoid akan terlihat sklerotik.
5

Kadang-kadang lumen antrum mastoidikum dan sisa sel udara mastoid


akan terisi jaringan granulasi sehingga pada foto akan terlihat pula sebagai
perselubungan.2

Gambar 7 Mastoiditis Kronik

Gambar 8 CT Scan Mastoiditis

Gambaran Kolesteatoma
Pada kolesteatoma yang menyebar ke arah mastoid akan
menyebabkan destruksi struktur trabekulae mastoid dan pembentukan
kavitas besar yang berselubung dengan dinding yang licin. Kadang-kadang
kolesteatoma dapat meluas ke sel udara mastoid tanpa merusak trabekulasi
tulang dan jenis ini sering dijumpai pada anak-anak, di mana gambaran
radiologiknya berupa perselubungan pada sel udara mastoid dan sulit
dibedakan dengan mastoiditis biasa.2

Gambar 9 Koleasteatoma

Gambar 10 CT Scan Kolesteatoma


7

2.2.

Radiologi Sinus Paranasal


Pada pasien-pasien dengan keluhan klinis yang mengarah pada
dugaan adanya sinusitis, antara lain pilek-pilek kronis, nyeri kepala kronik,
nyeri kepala satu sisi, napas berbau atau kelainan-kelainan lain pada sinus
paranasal, misalnya mukokel, pembentukan cairan atau sinus-sinus, atau
tumor, trauma sekitar sinus paranasal, diperlukan informasi mengenai
keadaan sinus tersebut. Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu
pemeriksaan yang sering dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis kelainan pada sinus paranasal.2
Pemeriksaan kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri
atas berbagai macam posisi, antara lain:
Proyeksi Caldwell
Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang
midsagital kepala tegak lurus pada film. Posisi ini didapat dengan
meletakkan hidung dan dahi diatas meja sedemikian rupa sehingga garis
orbito-meatal (yang menghubungkan kantus lateralis mata dengan batas
superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut sinar
rontgen adalah 15 derajat kraniokaudal dengan titik keluarnya nasion.2

Gambar 11 Proyeksi Caldwell


Proyeksi Lateral
Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletak sebelah lateral
dengan sentrasi diluar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar
sinus maksila berhimpit satu sama lain.2

Gambar 12 Proyeksi Lateral


Proyeksi Waters
Posisi ini yang paling sering digunakan. Pada foto waters, secara
ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris.
Maksud dari posisi ini adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus
supaya terletak dibawah antrum maksila sehingga kedua sinus maksilaris
dapat dievaluasi seluruhnya. Hal ini didapatkan dengan menengadahkan

kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja.


Bidang yang melalui kantus medial mata dan tragus membentuk sudut
lebih kurang 37 derajat dengan film. Foto waters umumnya dilakukan
pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai
daerah dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.2

Gambar 13 Proyeksi Waters


Proyeksi Submentoverteks
Posisi submentoverteks diambil dengan meletakkan film pada
verteks, kepala pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal
sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus kaset dalam bidang midsagital
melalui sella tursika ke arah verteks. Banyak variasu-variasi sudut sentrasi
pada posisi submentoverteks, agar supaya mendapatkan gambaran yang
baik pada beberapa bagian basis kranii, khususnya sinus frontalis dan
dinding posterior sinus maksilaris.2

10

Gambar 14 Proyeksi Submentoverteks


Proyeksi Rhese
Posisirhese atau oblik dapat mengevaluasi bagian posterior sinus
etmoid, kanalis optikus dan lantai dasar orbita sisi lain.2

Gambar 14 Proyeksi Rhese


Proyeksi Towne
Posisitowne diambil denga berbagai variasi sudut angulasi antara
30-60 ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di atas
glabela dari foto polos kepala dalam bidang midsagital. Proyeksi ini
11

adalah posisi yang paling baik untuk menganalisis dinding posterior sinus
maksilaris, fisura orbita inferior, kondilus mandibularis, dan arkus
zigomatikus posterior.2

Gambar 15 Proyeksi Towne


CT Scan Sinus
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang
sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat
menganalisis dengan baiktulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk
jaringan lunak. Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit
darigigigeligi, sinus-sinus dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial
dari sinusfrontalis.4

12

Gambar 16 CT Scan Sinus Potongan Coronal


Gambaran Radiologik Sinusitis
Gambaran radiologik yang tampak pada sinusitis seperti:
Penebalan mukosa
Air fluid level
Perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau

lebih sinus paranasal


Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus

kronik)
Pada sinusitis mula-mula tampak penebalan dinding sinus, dan
yang paling sering diserang adalah sinus maksilaris, tetapi pada sinusitis
kronik tampak juga sebagai penebalan dinding sinus yang disebabkan
karena timbulnya jaringan fibrosis dan jaringan parut yang menebal. Foto
polos tak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan gambaran
fibrotik beserta pembentukan jaringan parut, dimana hanya tampak
sebagai penebalan dinding sinus. CT scan dengan penyuntikan kontras
dapat digunakan untuk membedakan hal ini. Pada CT scan dengan
penyuntikan kontras, apabila terjadi enhancement menunjukan adanya
inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi enhancement biasanya jaringan
fibrotik dan jaringan parut.2

13

Pada kasus-kasus sinusitis bakterial akut dengan pemeriksaan


posisi Waters, sukar membedakan perselubungan sinus maksilaris yang
disebabkan sinusitis murni atau disebabkan oleh air fluid level. Untuk
kasus semacam ini perlu dibuatkan posisi Waters dalam keadaan duduk.
Hampir 50% kasus-kasus dengan perselubungan pada salah satu sinus
maksilaris pada pemotretan posisi supine ternyata setelah difoto duduk,
terdapat air fluid level.2
Air fluid level akan tampak pula pada kasus-kasus:
Pada pasien-pasien yang mengalami pencucian sinus
maksilaris, biasanya minimal 3-4 hari setelah pencucian
sinus, maka gambaran sinus tersebut akan tampak suram.

Hal ini dapat didiagnosis sebagai sinusitis karena reinfeksi.


Pada pasien dengan trauma kepala yang disertai fraktur atau

tidak fraktur pada dinding sinus.


Pada penyakit golongan diskrasia darah seperti penyakit
von Willebrand dimana terjadi perdarahan pada permukaan
mukosa. Hal ini berbeda pada pasien-pasien hemophilia,

dimana terjadi perdarahan pada ruangan sendi.


Pansinusitis adalah suatu keadaan dimana terdapat perselubungan pada
seluruh sinus-sinus, biasanya sering terjadi pada sinusitis. Apabila
perselubungan masih tetap ada sampai 2-3 minggusetelah terapi
konservatif perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan.2

14

Gambar 17 Sinusitis

Gambar 18 CT Scan Sinusitis

DAFTAR PUSTAKA
1. Weber AL. 2001. History of Head and Neck Radiology: Past, Present, and
Future.Radiology 2001; 218:1524.
2. Ekayuda I (editor). 2005. Radiologi Diagnostik Sjariar Rasad. Edisi kedua.
Jakarta: FKUI.
3. Whitley AS, et al. 2005. Clarks Positioning in Radiography. 12 th ed. New
York: Oxford University Press.
4. Bailey BJ, et al. 2006. Head & Neck Surgery Otolaryngology. 4 th ed. New
York: Lippincott Williams & Wilkins.

15

Anda mungkin juga menyukai