PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan
berat janin kurang dari 2500 gram. Masalah utama dalam persalinan
prematur adalah perawatan bayinya, semakin muda usia kehamilannya
semakin besar morbiditas dan mortalitasnya (Saifuddin, 2009).
Indonesia berada di urutan ke-5 dari 10 negara penyumbang bayi
prematur terbanyak. Posisi Indonesia berada setelah India yaitu 15 %, hal
ini dikarenakan banyaknya jumlah penduduk di indonesia sehingga angka
kelahirannya pun meningkat sekitar 250.000 lebih di tahun 2010.
Sebanyak lima provinsi yang mencapai angka kematian neonatal kurang
sama dengan 15/1.000 kelahiran hidup yaitu Kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Riau. Provinsi dengan AKN
terendah yaitu Kalimantan Timur sebesar 12/1.000 kelahiran hidup.
(Rikesda, 2013).
Di Kalimatan Timur sendiri menurut data Dinas Kesehatan
Provinsi kasus kematian bayi yang disebabkan oleh BBLR tahun 2013
mencapai 29%. Kota Samarinda menempati urutan lima besar dengan
kasus kematian bayi karena BBLR terbanyak. Berdasarkan hasil
pencatatan di bagian rekam medik RSUD Abdul Wahab Sjahranie tercatat
BBLR sebesar 177 (5,61%) dari 3157 kelahiran yang terjadi selama tahun
2011. Pada tahun 2012 meningkat menjadi 216 (6,68%) dari 3234
kelahiran. Pada tahun 2013 menjadi 319 (10,47%) dari 3048 kelahiran.
Penyebab utama dari kematian bayi prematur dalam ketidak
matangan atau imaturitas dari organ paru-paru dan jantung yang biasa
dikenal dengan Apnea Of Prematurity (Hockenberry 2007). Hal ini sering
pada bayi baru lahir dan angka kejadiannya meningkat pada bayi yang
umur gestasional lahirnya masih muda atau prematur. Satu dari tiga bayi
dengan masa gestasional lahir 33 minggu separuh dari bayi yang kurang
dari 30 minggu dari masa gestasinya akan mengalami apnea.Apnea
adalah keadaan tidak bernafas secara spontan lebih dari 20 detik atau
lebih yang diikuti oleh hipotonia bradikardi, serta adanya perubahan
warna kulit atau cyanosis (Hockenberry,2007). sehingga diperlukannya
suatu rangsangan atau stimulasi dari luar yang dapat mempengaruhi bayi
prematur dalam pengaturan sirkulasi dan breathing dari bayi prematur,
seperti mendenngarkan musik klasik mozart.
Penelitian Cevasco dan Grant (2005) menyatakan musik telah
terbukti efektif dalam menstabilkan tingkat saturasi oksigen dan tidak ada
efek apnea dan bradikardi. Hal ini disebabkan karena bayi baru lahir baik
aterm maupun prematur sudah mampu merespon suara-suara yang ada
dilingkungan sekitarnya. Oleh karena itu salah satu usaha untuk
mengurangi apnea pada bayi adalah dengan memberikan efek terapi
musik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh terapi musik klasik mozart
terhadap frekuensi apnea pada bayi prematur di ruang NICU RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian terapi musik klasik mozart
dengan frekuensi apnea pada bayi prematur di ruang NICU
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden (jenis kelamin,
usia gestasi, berat badan) di ruang NICU RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.
b. Mengidentifikasi karakteristik frekuensi apnea pada bayi
prematur sebelum dilakukan perlakuan terapi musik klasik
mozart.
c. Mengidentifikasi karakteristik frekuensi apnea pada bayi
prematur setelah dilakukan perlakuan terapi musik klasik
mozart.
d. Menganalisa
pengaruh
terapi
musik
klasik
mozart
terapi
musik
mozart
ini
sebagai
terapi
dapat
meningkatkan
mutu
pelayanan
dengan