Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue yang ditularkan melalui vector nyamuk Aedes
aegypty masih merupakan masalah kesehatan penting di dunia. Di Indonesia, demam
berdarah dengue mulai dikenal pertama kali pada tahun 1968 di DKI Jakarta dan
Surabaya, dan terus menyebar ke seluruh tiga puluh tiga propinsi di Indonesia. Pola
epidemiologi infeksi dengue mengalami perubahan dari tahun ke tahun, jumlah kasus
memuncak setiap siklus 10 tahunan. Dari tahun 1968-2008 angka kesakitan demam
berdarah dengue terus meningkat. Pada tahun 2008 didapatkan angka kesakitan
58,85/100.000 penduduk. Empat serotipe penyebab virus dengue, yaitu DEN 1, 2, 3,
dan 4. Semua serotipe virus dengue ditemukan di Indonesia, namun serotipe virus
DEN-3 masih dominan menyebabkan kasus dengue yang berat dan fatal.1
Angka kejadian DBD pada tahun 2011 di wilayah propinsi Sulawesi Utara
khususnya Kota Manado sebesar 156 kasus dari total 1485 kasus di seluruh wilayah
propinsi Sulut. Kasus demam berdarah dengue di Sulawesi Utara pada tahun 2011
menunjukan bahwa kota Manado menempati posisi teratas dengan jumlah 156 kasus,
diikuti oleh Kotamobagu 151 kasus, Kabupaten

Minahasa Utara 120 kasus,

Kabupaten Kepulauan sangihe 120 kasus, Kabupaten minahasa 116 kasus, Kota
Tomohon 107 kasus, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan 106 kasus, Kabupaten
Minahasa Selatan 98 kasus, Kota Bitung 91 kasus, Kabupaten Bolaang Mongondow
utara 76 kasus, Kabupaten Bolaang Mongondow 74 kasus, Kabupaten Sitaro 63
Kasus, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur 45 kasus, dan Kabupaten Talaud 44
kasus.2
Berdasarkan sumber yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Manado,
tercatat bahwa angka kasus demam berdarah terjadi di semua Kecamatan yang ada di
Kota Manado. Kasus tertinggi terjadi di kecamatan Malalayang, diikuti berturut-turut
Kecamatan Tikala, Wanea, Mapanget, Sario, Tuminting, Singkil, dan Bunaken. Pada
tahun 2012 Kecamatan Malalayang merupakan wilayah tertinggi pertama kasus
demam berdarah dengue dengan jumlah kasus 103.2

Angka kematian menurun dengan stabil dari 41% pada tahun 1968 menjadi
kurang dari 2% sejak tahun 2000, dan pada tahun 2008 angka kematian menurun
menjadi 0,86%. Namun, angka kematian akibat SSD yang disertai dengan perdarahan
gastrointestinal hebat dan ensefalopati masih tetap tinggi. Rampengan pada tahun
1986 melaporkan kejadian syok di Manado sebesar 60% dari seluruh pasien DBD
dengan angka kematian 6,6%. Prevalensi syok 16%-40% pada hampir di seluruh
rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% pada tahun 1996.
Patogenesis utama yang menyebabkan kematian pada hampir seluruh pasien DBD
adalah syok akibat kebocoran plasma. Penanganan yang tepat dan sedini mungkin
terhadap pasien presyok dan syok merupakan faktor penting yang menentukan hasil
pengobatan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko
kematian. Penelitian yang dilakukan di India menyebutkan bahwa faktor syok
refrakter berat, disseminated intravascular coagulation (DIC), acute respiratory
distress syndrome (ARDS), gagal hati, manifestasi neurologis merupakan penyebab
kematian pada DSS. Dhoria dkk pada tahun 2008 menunjukan bahwa refractory
shock dan aktivitas koagulasi berhubungan dengan kematian pada pasien DSS.
Penelitian kohort retrospektif Pangribuan dkk pada pasien SSD sesuai kriteria WHO
1997 yang dirawat di Instalasi Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito dari januari 2006
juli 2012 ditemukan bahwa manajemen cairan sebelum masuk rumah sakit rujukan
yang tidak adekuat, perdarahan mayor dan prolonged shock merupakan faktor
prognosis independen kematian pada anak dengan SSD.3 Berikut ini akan dilaporkan
suatu kasus, seorang anak perempuan dengan DBD derajat III, dirawat di Ruang
Perawatan Intensif E BLU RSU Prof. Dr.R.D. Kandou Manado sejak tanggal 2
Desember 2015.

BAB II
LAPORAN KASUS
Nama

: An A. K.

Jenis kelamin

: Perempuan

Tanggal lahir/umur

: 9 Agustus 2007/ 8 tahun 3 bulan

Lahir di

: Rumah

Berat badan lahir

: 3300 gram

Partus secara

: Spontan letak belakang kepala oleh bidan

Kebangsaan

: Indonesia

Suku bangsa

: Minahasa

Nama Ibu/umur

: Ny. A.K/43 tahun (Perkawinan I)

Pekerjaan ibu

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Ibu

: SMP

Nama Ayah/umur

: Tn J.K/46 tahun (Perkawinan I)

Pekerjaan Ayah

: Petani

Pendidikan Ayah

: SMP

Alamat

: Tewesan jaga I

Rujukan Dari

: RSUD Amurang, Minahasa Selatan

Tanggal MRS

: 2 Desember 2015

Jam

: 19.00 WITA

Anamnesis: diberikan oleh ibu penderita


Pasien merupakan anak ke 4 dari 4 bersaudara
Family tree

Anak

Umur

Kesehatan

Laki - laki

23 tahun

sehat

Laki - laki

18 tahun

sehat

Laki - laki

10 tahun

sehat

Perempuan

8 tahun

penderita

Keluhan Utama: Kaki dan tangan dingin sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
Kaki tangan penderita terasa dingin sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit.
Demam dialami penderita sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan tinggi pada perabaan, turun dengan obat penurun panas, namun tidak

sampai normal kemudian naik kembali. Demem tidak disertai dengan menggigil
ataupu kejang.
Penderita juga mengalami mimisan 10 jam sebelum masuk rumah sakit, kemudian
beberapa saat setelahnya penderita muntah berwarna hitam bercampur dengan
makanan, frekuensi satu kali, volume 1/4 gelas aqua. Penderita mengeluh nyeri
perut sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit.
Selain itu penderita juga mengeluh nyeri kepala sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit, terutama jika penderita sedang demam tinggi. BAB dan BAK biasa.
Penderita merupakan rujukan dari RSUD Amurang dengan diagnosis DBD derajat
III.
Anamnesis Antenatal
ANC teratur sebanyak 8x kali di Puskemas, Suntik TT sebanyak 2 kali, Selama hamil
ibu sehat.
Penyakit yang pernah dialami
Morbili

: -

Varicella

: -

Pertusis

: -

Diarrhea

: -

Cacing

: -

Batuk/pilek

: +

Kepandaian / kemajuan bayi :


Pertama kali membalik

bulan

Pertama kali tengkurap

bulan

Pertama kali duduk

bulan

Pertama kali merangkak

bulan

Pertama kali berdiri

bulan

Pertama kali berjalan

12

bulan

Pertama kali tertawa

bulan

Pertama kali berceloteh

bulan

Pertama kali memanggil mama:

bulan

Pertama kali memanggil papa :

bulan

Anamnesis makanan terperinci sejak bayi sampai sekarang


ASI

: lahir - 18 bulan

PASI

: 6 bulan 18 bulan

Bubur susu

: 6 bulan 8 bulan

Bubur saring : 8 bulan 10 bulan


Bubur halus

: 10 bulan 18 bulan

Nasi lembek : 18 bulan 24 bulan


Nasi

: 2 tahun sekarang

Riwayat Imunisasi
JenisImunisasi
BCG
Polio
DTP
Campak
Hepatitis

I
+
+
+
+
+

Dasar
II

III

+
+

+
+

Anamnesis Keluarga
1. Riwayat Keluarga
Dalam keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini
6

Ulangan
II

III

2. Keadaan Sosial, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan


Penderita tinggal di rumah permanen, beratap seng, berdinding beton dan
berlantai tegel. Jumlah kamar 3 buah dihuni oleh 6 orang, 4 orang dewasa dan 2
anak-anak. WC/ kamar mandi di dalam rumah. Sumber air minum dari Air sumur.
Sumber penerangan listrik dari PLN. Penanganan sampah dengan cara dibuang.
Pemeriksaan Fisik
BB

: 21 kg

Keadaan Umum

: Tampak sakit berat Kesadaran

Status Gizi

: Kurang

Sianosis
Anemia
Ikterus
Kejang
Tekanan Darah
Respirasi

:
:
:
:
:
:

(-)
(-)
(-)
(-)
110/60 mmHg
24x/menit

KULIT
Warna
: Sawo matang
Efloresensi : (-)
Pigmentasi : (-)
Jaringan parut: (-)
Lapisan lemak: Cukup
Lain-lain
: (-)
KEPALA: Bentuk

TB

: 127 cm

Nadi
Suhu badan

Turgor
Tonus
Oedema

: CM

: 88x/m
: 36,5 0 C

: Kembali cepat
: Eutoni
: (-)

: Mesocephal

Rambut

: Hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: Exopthalmus / Enopthalmus : -/Tekanan Bola Mata

: Normal pada perabaan

Konjungtiva

: Anemis (-)

Sklera

: Ikterik (-)

Refleks Kornea

: Normal

Pupil

: Bulat, isokor, d=3mm/3mm

Refleks cahaya

: +/+

Lensa

: Jernih

Fundus/Visus

: Tidak di evaluasi

Gerakan bola mata

: Normal ke segala arah

Telinga: Sekret -/Hidung

: Mimisan (-) secret (-)

Mulut

: Bibir

: Sianosis (-)

Lidah

: beslag (-)

Gigi

: Caries (-)

Selaput Mulut

: Mukosa mulut basah

Gusi

: Perdarahan (-)

Bau Pernapasan

: Foetor (-)

Tenggorokan : Tonsil

: T1-T1 hiperemis (-)

Faring
Leher

Thorax

: Hiperemis (-)

: Trakea

: Letak di tengah

Kelenjar

: Pembesaran KGB (-)

Kaku kuduk

: (-)

: Bentuk

: simetris
Rachitic Rosary : (-)

Xiphosternum: (-)

Ruang Intercostal : Normal

Harrisons groove: (-)

Precordial Bulging: (-)


Paru-Paru

Jantung

: Inspeksi

Pernapasan Paradoksal: (-)

: Simetris, retraksi (-)

Palpasi

: Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi

: Sonor kiri = kanan

Auskultasi

: Sp Bronkovesikuler, Rhonki /-, Wheezing -/-

Detak Jantung : 88 x/m

Ictus Cordis : Tidak Tampak


Batas kiri

: Linea Midclavicularis Sinistra

Batas Kanan : Linea Parasternalis Dextra


Batas atas

: ICS II-III

Bunyi jantung apeks: M1>M2


Bunyi Jantung aorta: A1>A2
Bunyi Jantung Pulmo: P1<P2
Bising: (-)
Abdomen

: Cembung, lemas, bising usus (+) normal


Lain- lain: Ascites (-)
Hepar: 2-2cm bac

Lien: tidak teraba

Genitalia

: perempuan, normal

Kelenjar

: Pembesaran KGB (-)

Anggota Gerak : Akral dingin, CRT > 2 , sianosis (-), rumple leed test (+)
Tulang

: Deformitas (-)

Otot

: Eutoni

Refleks

: Refleks Fisiologis +/+, Refleks Patologis : -/-

RESUME
Seorang anak perempuan 8 tahun 3 bulan, BB 21 kg, TB 127 cm MRS tanggal
02 Desember 2015 jam 17.30 WITA dengan keluhan Demam sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Kaki dan tangan dingin sejak 9 jam sebelum masuk

rumah sakit. Mimisan, muntah hitam bercampur sisa makanan 1 kali dan nyeri perut
sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit.

Keadaan Umum

: Tampak sakit berat

Tekanan Darah

: 110/60 mmHg

Nadi: 88 x/m (tidak kuat angkat)

Respirasi

: 28 x/menit

Suhu badan

Kepala

Kesadaran

: CM

: 36,5C

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), Pernafasan Cuping

Hidung(-)
Thorax

: Simetris, retraksi (-)


Cor: bising (-)
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Cembung, Bising usus (+) normal


Hepar : 2-2 cm bac

Ekstremitas

Lien

: tidak teraba

: Akral dingin, CRT >2, rumple leed test (+)

Hasil Laboratorium 02/12/2015:


Hematokrit

: 31,5 %

Hb

: 10,9 g/dl

Eritrosit

: 3,89 juta/mm3

Leukosit

: 4000/mm3

Trombosit

: 33000/mm3

Hasil Uji Serologi


Anti-Dengue (IgM, IgG, rapid-qualitative)

IgM : Negatif (-)


IgG : Positif (+)

Diagnosis

: DBD derajat III + gizi kurang

Terapi

: - O2 1-2 liter/menit

10

IVFD RL 20cc/kgBB/jam = 420 cc secepatnya bisa


diberikan sebanyak 3x ( sudah diberikan 2x di RSUD
Amurang)

Inj. Ceftriakson 2 x 1gr iv (skin test)


- Paracetamol 3x 250 mg

PCV / 4 jam
Diuresis/jam
Observasi ketat tanda vital / jam
Pasang Kateter
Oralit ad libitum

Tanggal 02 Desember 2015, Jam : 16.00 WITA (IRDA)


S

: Merupakan rujukan dari RSUD Amurang dengan diagnosis DBD derajat III,
demam sejak 5 hari SMRS, muntah darah frekuensi 1 kal, volume 1/4 gelas
aqua sejak sejak 6 jam SMRS. Mimisan (+)

: KU : tampak sakit
TD

: 110/80 mmHg

Kesadaran

: CM

RR

: 30

SB

: 36,5 o C

x/menit
Nadi : 120 x/menit ( lemah tak kuat angkat )
Kepala

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)

Thoraks

: simetris, retraksi (-)


Cor: bising (-)
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Datar, lemas, BU (+) Normal


Hepar: 2-2 cm BAC lien: tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2, rumple leed (+)


Lab : PCV

: 38%

: DBD derajat III

O2 1-2 liter/menit

IVFD RL 10ml/kgBB/jam = 420 cc secepatnya (2 kali di RS


Amurang)
11

Rencana

Inj. Ceftriakson 2 x 1 gr iv (skin test) (1)

Paracetamol 3 x 250 mg (k/p)


PCV / 4 jam
Diuresis/jam
Observasi ketat tanda vital
MRS RPI

: Periksa DL, Diff count, SGOT,SGPT, IgG, IgM anti dengue,Crossmatch

Tanggal 02 Desember 2015, Jam : 16.30 WITA (IRDA)


S

: Kaki tangan dingin (-), demam (-)

: KU
TD

: tampak sakit

Kesadaran

: CM

: 100/70 mmHg

RR

: 28

SB

: 36,5oC

x/menit
Nadi : 98 x/menit
Pemeriksaan fisik lain sesuai status quo
A

: DBD derajat III + Gizi kurang

: - IVFD RL 10 cc/kgBB/Jam = 210 cc/jam


- Terapi lain lanjut

Tanggal 02 Desember 2015, jam 17:30 WITA (RPI)


S

: kaki tangan dingin (-), demam (-), nyeri perut (-), sesak(-)

: KU : tampak sakit
TD

: 110/60 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Kesadaran

: CM

RR

48x/menit

SB

: 36,5oC

SSP

: Pupil bulat isokor, diameter 3mm- 3mm, RC +/+

CV

: Akral hangat, CRT <2, sianosis (-), bising (-)

RT

: Simetris, retraksi (-), Pernafasan cuping hidung (-),


Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

GIT

: Datar, lemas, BU (+) normal


Hepar: 2-2 cm bac

12

Lien : tidak teraba

Laboratorium : PCV : 32 %
Hasil Laboratorium :
-

Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
SGOT
SGPT
IgG
IgM

: 4.000/mm3
: 3,89 juta/mm3
: 10,9g/dl
: 31,5%
: 33.000/mm3
: 68 U/L
: 20 U/L
: Positif (+)
: Negatif (-)

: DBD derajat III + Gizi kurang

: - O2 1-2 liter/menit
- IVFD RL 10cc/kg/jam = 210 cc/jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr iv
- Paracetamol 3 x 250 mg (k/p)
- PCV / 4 jam
- Balans Diuresis / jam
- Vital sign / jam
- Oralit ad Lib
- IVFD FFP 10 cc/kgBB/jam= 210 cc/jam (jam 20:00 WITA)

Tanggal 02 Desember 2015, Jam 20.30 WITA


S

: kaki tangan dingin (-), demam (-), nyeri perut (-), sesak(-)

: KU : tampak sakit
TD

Kesadaran : CM

: 110/70 mmHg

Nadi : 88x/menit

RR

: 24x/menit

SB

: 36,5 oC

SSP

: Pupil bulat isokor, diameter 3mm- 3mm, RC +/+

CV

: Akral hangat, CRT <2, sianosis (-), bising (-)

RT

: Simetris, retraksi (-), Pernafasan cuping hidung (-),


13

Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/GIT

: Datar, lemas, BU (+) normal


Hepar: 2-2 cm bac

Lien : tidak teraba

: DBD derajat III (SSD) terapi 4 jam + Gizi kurang

: - O2 1-2 liter/menit
- IVFD RL 7cc/kg/jam = 147 cc/jam
- terapi lain lanjut

Tanggal 03 Desember 2015, Jam 00.30 WITA


S

: kaki tangan dingin (-), demam (-), nyeri perut (-), sesak (-)

: KU : tampak sakit
TD

Kesadaran : CM

: 90/60 mmHg

Nadi : 80x/m

RR

: 24 x/menit

SB

: 36,5oC

PF lain status quo


Hasil Lab : PCV 31%
A

: DBD derajat III dalam terapi 8 jam

: - O2 1-2 liter/menit
- IVFD RL 5cc/kg/jam = 105 cc/jam
- Terapi lain lanjut

Tanggal 03 Desember 2015, Jam : 04.30 WITA


S

: kaki tangan dingin (-), nyeri perut (+) hilang timbul , sesak (-)

: KU : tampak sakit
TD

Kesadaran : CM

: 110/60 mmHg

Nadi : 80x/m

RR

: 24 x/menit

SB

: 36,5 oC

PF lain status quo


Hasil Lab : PCV 32%
A

: DBD derajat III dalam terapi 12 jam + Gizi kurang

: - O2 2 liter/menit
- IVFD RL 3 cc/ kgBB/jam= 63 cc/jam

14

- Terapi lain lanjut


Tanggal 03 Desember 2015, Jam 06.30 WITA
S

: Kaki tangan dingin (-), demam (-), nyeri perut (-), sesak (-)

: KU : tampak sakit
TD

Kesadaran : CM

: 90/60 mmHg

Nadi : 84x/m

RR

: 24x/menit

SB

: 36,5oC

SSP

: Pupil bulat isokor, diameter 3mm- 3mm, RC +/+

CV

: Akral hangat, CRT <2, sianosis (-), bising (-)

RT

: Simetris, retraksi (-), Pernafasan cuping hidung (-),


Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

GIT

: Datar, lemas,, BU (+) lemah


Hepar: 2-2 cm bac

Hasil Lab : PCV : 33% (jam 8:30)

15

Lien : tidak teraba

: DBD derajat III dalam terapi 14 jam + Gizi kurang

: - O2 2 liter/menit
- IVFD RL 3cc/kgBB/jam = 63 cc/jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr iv (2)
- Paracetamol 3 x 250 mg (k/p)
- PCV/4 jam
- Diuresis & Vital Sign/jam

Rencana : Periksa DL, DC, Na, K, Cl, Ca, Albumin, protein total.
Tanggal 03 Oktober 2015, Jam 12.30 WITA
S

: kaki tangan dingin (-), demam (-), sesak (-), nyeri perut (-)

: KU : tampak sakit
TD

Kesadaran : CM

: 90/60 mmHg

Nadi : 70x/m

RR

: 32 x/menit

SB

: 36,7 oC

PF lain status quo


Hasil Laboratorium : PCV = 31%
A

: DBD derajat III dalam terapi 20 jam + Gizi kurang

: - O2 2 liter/menit
- Terapi lain lanjut

Tanggal 03 Desember 2015, Jam 14.30 WITA


S

: Nyeri perut (-), sesak (-), demam (-), Perdarahan

: KU : tampak sakit
TD

Kesadaran : CM

: 90/60 mmHg

Nadi : 86x/m

RR

: 28 x/menit

SB

: 36,2 oC

PF lain status quo


Hasil Laboratorium:
-

Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin

: 5.300/mm3
: 3,63 juta/mm3
: 10 g/dl

- Na/K/Cl : 141/4,44/104,1
- Globulin
: 2,32
- Protein total : 5,31
16

Hematokrit
Trombosit
Ur
Cr

: 28,5%
: 36.000/mm3
: 16 U/L
: 0,4 U/L

- Albumin

: DBD derajat III dalam terapi 22jam + Gizi Kurang

: - O2 2 liter/menit

: 2,9

- Terapi lain lanjut


Tanggal 03 Desember 2015, Jam 22.30 WITA
S

: Nyeri perut (-), sesak (-), demam (-), Perdarahan

: KU : tampak sakit
TD

Kesadaran : CM

: 90/60 mmHg

Nadi : 90x/m

RR

: 28 x/menit

SB

: 36,6 oC

PF lain status quo


A

: DBD derajat III dalam terapi 29jam + Gizi Kurang

: - IVFD RL 8 gtt/menit
- Terapi lain lanjut

Tanggal 04 Desember 2015, Jam 06.30


S

: Kaki tangan dingin (-), nyeri perut (-), sesak (-), demam (-)

: KU : tampak sakit
TD

Kesadaran : CM

: 90/60 mmHg

Nadi : 80x/m

RR

: 24x/menit

SB

: 36,5oC

SSP

: Pupil bulat isokor, diameter 3mm- 3mm, RC +/+

CV

: Akral hangat, CRT <2, sianosis (-), bising (-)

RT

: Simetris, retraksi (-), Pernafasan cuping hidung (-),


Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

GIT

: datar, lemas, BU (+) Normal


Hepar : 2/2 cm bac

Lien : tidak teraba

: DBD derajat III dengan dalam terapi 39 jam + Gizi kurang

:- IVFD RL 24 ml/jam
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr iv (3)

17

- Paracetamol 3 x 250 mg (k/p)


- PCV/4 jam
- Diuresis & Vital Sign/jam
Rencana : Pindah Ruangan

18

BAB III
PEMBAHASAN
Kasus ini membahas seorang anak perempuan umur 8 tahun 3 bulan, berat
badan 21 kg, didiagnosis dengan demam berdarah dengue, didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Demam berdarah dengue
(DBD) atau dengue haemorrhagic fever.
Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering
mematikan, disebabkan oleh virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang disebarkan
oleh nyamuk Aedes aegypti yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari
penderita DBD lainya, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan
pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein.13,14
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan demam terus-menerus sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik perdarahan spontan Muntah
berwarna hitam serta didapati tanda kebocoran plasma pada pemeriksaan penunjang
didapatkan hematokrit 31,5%. serta trombositopenia 83.000/mm 3, Pada uji serologis
ditemukan IgG (+) dan IgM (-). Hal ini sesuai dengan kepustakaan, dimana kriteria
diagnosis demam berdarah dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan kriteria
diagnosis laboratoris.14,15
Diagnosis klinis demam berdarah dengue :15

Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus


Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epitaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet

positif.
Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital, gangguan pencernaan, nyeri

perut.
Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah.
Hepatomegali
Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala :

19

Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur
- Ditemukan adanya efusi pleura
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
Trombositopenia <100.000/mm3
Demam disertai dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti perembesan

plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.15


Tabel 1.Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 201114

DBD

Deraja
t
I

Tanda dan gejala

Laboratorium

DBD

II

Derajat
spontan

DBD

III

Derajat I atau II + kegagalan Trombositopenia


sirkulasi (nadi lemah, tekanan
(<100.000/mm3)
nadi 20mmHg, hipotensi, Peningkatan hematokrit 20%
gelisah, diuresis menurun

DBD

IV

Syok hebat dengan tekanan Trombositopenia


darah dan nadi yang tidak
(<100.000/mm3)
terdeteksi
Peningkatan hematokrit 20%

Demam
dan
manifestasi Trombositopenia
perdarahan
(uji
bendung
(<100.000/mm3)
positif) dan tanda perembesan Peningkatan hematokrit 20%
plasma
I

perdarahan Trombositopenia
(<100.000/mm3)
Peningkatan hematokrit 20%

Laboratorium pada DBD akan ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi.


Penurunan jumlah trombosit <100.000/ L biasa ditemukan pada hari ke tiga sampai
hari ke 8 saat sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai
hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematoktrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera
disusul dengan peningkatan nilai hematokrit untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui nilai

20

hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah
leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis. Hipoproteinemia akibat
kebocoran plsma biasa ditemukan.16,17
Berdasarkan kriteria klasifikasi WHO 2011 di atas maka pasien ini termasuk
klasifikasi DBD derajat III. Adanya hipovolemik menyebabkan tubuh melakukan
mekanisme kompensasi melalui jalur neurohumoral agar tidak terjadi hiperfusi pada
organ vital. Sistem kardiovaskuler mempertahankan isi sekuncup, laju jantung dan
vasokonstriksi perifer. Apabila perembesan plasma terus berlangsung atau pengobatan
tidak adekuat, kompensasi dilakukan dengan mempertahankan sirkulasi ke organ vital
dengan mengurangi sirkulasi ke daerah perifer. Secara klinis ditemukan ekstremitas
teraba dingin dan lembab, kulit tubuh menjadi berbecak-becak, pengisian waktu
kapiler memanjang lebih dari dua detik.

Dengan adanya vasokonstriksi perifer,

terjadi peningkatan resistensi perifer sehingga tekanan diastolik meningkat sedang


tekanan sistolik tetap sehingga nadi akan menyempit kurang dari 20 mmHg. Pada
tahap ini sistem pernapasan melakukan kompensasi berupa quite tachypnea ( takipnea
tanpa peningkatan kerja otot pernapasan ).15,16
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan dengan hasil IgG (+) dan IgM (-)
yang menunjukkan bahwa pasien ini terkena infeksi sekunder DBD. Berdasarkan
kepustakaan, untuk dapat membuktikan etiologi DBD dapat dilakukan serologi anti
Ig-G dan Ig-M. Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari ke lima
setelah onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun
hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi Ig-G lebih rendah dibandingkan
IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi. Sedangkan pada infeksi
sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum
atau bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi
sekunder.4,5

21

Pada pasien ini dilakukan loading RL 20 ml/kgBB/jam secepatnya dan


terdapat perbaikan sirkulasi yakni tekanan darah naik, frekuensi nadi teraba cukup,
akral hangat, tidak pucat, dan diuresis dicatat. Kemudian cairan RL di kurangi
menjadi 10 ml/kgBB/jam. Setelah dievaluasi dan terjadi perbaikan, pemberian cairan
diberikan 7ml/kgBB/jam, kemudian dikurangi lagi 5ml/kgBB dan kemudian
diberikan 3ml/kgBB/jam. Selain cairan pasien ini juga di berikan oksigen 2 - 4 liter
per menit dan diberikan terapi simptomatik yakni inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr iv dan inj.
Berdasarkan kepustakaan, syok pada demam berdarah dengue merupakan syok
hipovolemik akibat terjadi perembesan plasma, fase awal berupa syok terkompensasi
dan fase selanjutnya fase dekompensasi. Diagnosis dini syok terkompensasi disertai
dengan pengobatan yang cepat dan tepat mempunyai prognosis yang jauh lebih baik
dibandingkan apabila pasien sudah jatuh ke dalam fase syok dekompensasi. Pasien
yang mengalami syok terkompensasi harus segera mendapat pengobatan sebagai
berikut: 15
SSD
Oksigenasi (berikan O2 2-4 L/menit)
Penggantian volume plasma segera
(cairan kristaloid isotonis) Ringer Laktat
10-20 mL/kgBB dalam waktu 1 jam
Ya

Syok teratasi

Tidak

IVFD 10 mL/kgBB, 1-2 jam


Periksa A,B,C,S : Ht, gas
darah, glukos darah,
kalsium, perdarahan.
Koreksi bila ditemukan
segera asidosi,
hipoglisemia, hipokalsemia
Tanda vital stabil turunkan IVFD
Bertahap 7, 5 , 3dan 1,5 mL/kgBB/jam

Stop IVFD maksimal 48 jam

Ht Meningkat

Bolus kedua kristaloid


Atau koloid 10-20 mL/kgBB

22

Ht Menurun

Perdarahan

Setelah syok teratasi

Waktu 10-20 menit

tidak

jelas
Bila tidak teratasi koloid
10-20 mL/kgBB dalam 10-20
Menit, jika syok menetap
Dianjurkan transfuse darah

Transfusi
darah

Berikan terapi oksigen 2-4 L/menit

Berikan resusitasi cairan kristaloid isotonic intravena dengan jumlah cairan 10-20
mL/kgBB dalam waktu 1 jam. Periksa hematokrit.

Bila syok teratasi berikan cairan dengan dosis 10 mL/kgBB/jam selama 1-2 jam.

Bila keadaan sirkulasi tetap stabil jumlah cairan dikurangi secara bertahap
menjadi 7, 5, 3, 1 mL/kgBB/jam. Pertimbangkan untuk mengurangi cairan yang
diberikan secara intravena bila masukan cairan melalui oral sudah membaik.
Pada pasien ini terlihat tanda perbaikan yaitu intake yang membaik, suhu badan

yang normal, Buang air besar normal, serta sudah tidak mengeluh nyeri perut dan
nyeri kepala. Hal ini sesuai dengan kepustakaan, tata laksana pada fase pemulihan
(recovery phase)16

Fase pemulihan ditandai dengan perbaikan klinis, nafsu makan membaik, dan

secara umum tampak membaik.


Status hemodinamika dan perfusi perifer yang baik perlu dipantau dengan baik.
Didapatkan penurunan kadar hematokrit ke kadar basal dan volume urin yang

cukup.
Pemberian cairan intravena tidak boleh dilanjutkan lagi untuk mencegah
kelebihan cairan karena pada fase pemulihan cairan dari ekstravaskular kembali

masuk ke rongga intravaskular.


Pada pasien dengan efusi pleura yang luas dan asites, pada fase pemulihan mudah
terjadi kelebihan cairan, maka dapat diberikan furosemid untuk mengurangi udem
paru. Apabila efusi pleura hanya sedikit dan keadaan umum anak baik, tidak perlu
diberikan diuretika karena akan direabsorbsi spontan.

23

Mungkin terjadi hipokalemia yang disebabkan oleh stres dan diuresis, perlu

segera dikoreksi dengan pemberian buah yang kaya kalium atau suplemen.
Tidak jarang dijumpai bradikardia, maka perlu pemantauan untuk terjadinya
penyulit yang jarang yaitu heart blocker atau ventricular premature contraction

Tanda-tanda penyembuhan16

Frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi napas stabil


Suhu badan normal
Tidak dijumpai perdarahan baik eksternal maupun internal
Nafsu makan membaik
Tidak dijumpai muntah maupun nyeri perut
Volume urin cukup
Kadar hematokrit stabil pada kadar basal
Ruam konvalesens, ditemukan pada 20%-30% kasus.
Perbaikan klinis yang jelas
Jumlah urin cukup
Pasien telah memenuhi kriteria pulang rawat pada hari perawatan ke-5 dimana

pasien tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik, nafsu makan membaik,
perbaikan klinis yang jelas, tidak tampak distres pernapasan yang disebabkan efusi
pleura atau asites.
Kriteria pulang rawat 10,19

Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik


Nafsu makan membaik
Perbaikan 2-3 hari setelah syok teratasi
Tidak tampak distres pernapasan yang disebabkan efusi pleura atau asites
Jumlah trombosit >50.000/mm3. Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien
boleh pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas yang memudahkan untuk
mengalami trauma selama 1-2 minggu (sampai trombosit normal). Pada umumnya
apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain yang menyertai (misalnya idiopatik
trombositopenia purpura=ITP), trombosit akan kembali ke kadar normal dalam
waktu 3-5 hari.

24

Pada kasus ini tidak ditemukan adanya komplikasi dari demam berdarah dengue.
Berdasarkan kepustakaan, beberapa komplikasi Demam Berdarah Dengue, yaitu
sebagai berikut. 19

Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.

Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal


akut.

Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma

Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan


hebat (DIC, kegagalan organ multipel)

Hipoglikemia/

hiperglikemia,

hiponatremia,

hipokalsemia

akibat

syok

berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai


Prognosis pada penderita ini, Dubia ad bonam bila diagnosis cepat dan terapi
adekuat.
Nasihat kepada orang tua untuk pasien rawat jalan :2

Anak harus istirahat


Cukup minum selain air putih dapat diberikan susu, jus buah, cairan elektrolit, air

tajin. Cukup minum ditandai dengan frekuensi buang air kecil setiap 4-6 jam.
Parasetamol 10 mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu >380C dengan interval 4-6

jam, hindari pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan kompres hangat.


Pasien rawat jalan harus kembali berobat setiap hari dan dinilai oleh petugas
kesehatan sampai melewati fase kritis, mengenai : pola demam, jumlah cairan
yang masuk dan keluar (misalnya muntah, buang air kecil) tanda-tanda

perembesan plasma dan perdarahan, serta pemeriksaan darah perifer lengkap.


Pasien harus segera dibawa ke RS jika ditemukan 1 atau lebih keadaan berikut :
Pada saat suhu turun keadaan anak memburuk, nyeri perut hebat, muntah terusmenerus, tangan dan kaki dingin dan lembab, letargi atau gelisah/rewel, anak
tampak lemas, perdarahan (misalnya BAB berwarna hitam atau muntah hitam),
sesak napas, tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam, atau kejang)

25

26

DAFTAR PUSTAKA
1.

Rampengan NH, Daud D, Warouw S, Ganda IJ. Serum Angiopoietin-2 as


Marker of Plasma Leakage in Dengue Viral Infection. American Journal of
Clinical and Experimental Medicine. 2015 Vol 3(1): 39-43
2. Fathi, Soedjajadi K, Chatarina UW. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku
Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Nusa
Tenggara Barat: Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2008 Vol 2;2:1-10.

3.

Samsi K, Phangkawira E, Samsi T. Perbandingan Kemampuan Kriteria WHO


1997 dan Klasifikasi DENCO dalam Diagnosis dan Klasifikasi Infeksi

4.

Dengue. Sari Pediatri. 2011 Vol 12;5:335-340.


Kalayanarooj S, Vangveeravong M, Vatcharasaevee V. Clinical Practice
Guidelines of Dengue/Dengue Hemorragic Fever Management for Asian

5.

Economic Community. Bangkok Medical Publisher, Thailand. 2014; 40-45.


Runtunuwu A. Studi Perbandingan Pengobatan Demam berdarah Dengue

6.

Derajat III dan Derajat IV. Sari Pediatri. 2007 Vol;8:3:42-46.


Ponsilarang CM, Sapulete MR, Kaunang WP. Pemetaan Kasus Demam
Berdarah Dengue di Kota Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik.
2015.
Vol 3:2.

7.

Suhardiono. Faktor Resiko Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Demam

8.

Berdarah Dengue di Kelurahan Helvetia Tengah. Medan. 2008. Vol 1:2.


Infections cause by Arthropod _and Rodent _borne Viruses. Dalam : Braun
Wald, Fauci, Kasper, Hauser

Longo, Jameson, Loscalzo. Harrisons

Principles of internal medicine. 17th ed. USA : Mc Graw Hill Companies,


9.

2008.
Jontari H, Halim W. Demam Berdarah Dengue di Provinsi Sumatera Barat

10.

tahun 2009. Sumatera Barat. 2011. Vol 4;2:1-5.


Dengue Haemorragic Fever ; diagnosis, treatment, prevention dan control. 2 nd
edition. Geneva : World Health Organization.1997.

27

11.

Dharma R, Hadinegoro S, Priatni I. Disfungsi Endotel pada Demam Berdarah


Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. Vol

12.

10:1;17-23.
Hartoyo E. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada Anak. Sari

13.

Pediatri. Banjarmasin. 2008:10(3);145-150.


Amah D, Fitriany N. Faktor Iklim dan Angka Insiden Demam Berdarah
Dengue di Kabupaten Serang. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

14.

Jakarta. 2010. Vol 14:1;31-38.


Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak (edisi: 15, vol.

15.

2). Jakarta : EGC. 1134-1136.


Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan tata

16.

laksana infeksi virus dengue pada anak. IDAI. Jakarta:2014;37-69.


Soedarmo SSP, Herry G, Rezeki S. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. 2012.

17.

Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 155-181.


Harikushartono,
Hidayah
N,
DarmowandowoW,
DemamBerdarah

18.

Dengue:

Ilmu

Penyakit

Anak,

Soegijanto

S.

Diagnosa

dan

Penatalaksanaan. Jakarta:Salemba Medika; 2012.6-14


Hadinegoro, Rezeki S, Soegianto S, Soeroso T, Waryadi S. Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:Ditjen PPM&PL Depkes &

19.

Kesos R.I; 2011.


Karyanti MR. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue. PIT1.
Jakarta:FKUI. 2015. 1-12.

28

Anda mungkin juga menyukai