Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang baik karena infeksi
piogenik atau non-piogenik misalnya mikobakterium tuberkulosa. Osteomielitis
masih merupakan permasalahan di negara kita karena tingkat higienis yang masih
rendah dan pengertian mengenai pengobatan yang belum baik, diagnosis yang
sering terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomielitis kronis. Fasilitas
diagnostik yang belum memadai di puskesmas-puskesmas, serta angka kejadian
tuberkulosis di Indonesia pada saat ini masih tinggi sehingga kasus-kasus
tuberkulosis tulang dan sendi juga masih tinggi.
Pengobatan osteomielitis memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang
tinggi juga menjadi permasalahan di negara kita, banyak juga penderita dengan
fraktur terbuka yang datang terlambat dan biasanya datang dengan komplikasi
osteomielitis. Dengan diagnosis dini dan obat-obat antibiotik/tuberkulostatik yang
ada pada saat ini, angka kejadian osteomielitis diharapkan berkurang.

1.2

RUMUSAN MASALAH

1.2.1

Bagaimana

etiologi,

patogenesis,

pemeriksaan

fisik,

diagnosis

dan

pemeriksaan

fisik,

diagnosis

dan

penatalaksanaan osteomielitis?

1.3

TUJUAN

1.3.1

Mengetahui

etiologi,

patogenesis,

penatalaksanaan osteomielitis.

1.4

MANFAAT

1.4.1

Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya osteomielitis.

I.4.2

Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti


kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah orthopedi.

BAB II
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Nn. A

Umur

: 13 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Pelajar

Agama

: Islam

Alamat

: Kepanjen

Status perkawinan : Belum Menikah


Suku

: Jawa

Tanggal MRS

: Selasa, 3 Mei 2011

Tanggal periksa

: Rabu, 4 Mei 2011

No. Reg

: 252831

B. ANAMNESA
1. Keluhan utama

: Nyeri pada tungkai kanan bawah

2. Riwayat penyakit sekarang


Sejak 2 tahun yang lalu pasien jatuh dengan tungkai kanan bawah
menghantam lantai dan menjadi memar, saat itu orangtua pasien hanya
mengoleskan minyak tawon pada memar. 3 hari kemudian pasien menjadi
demam tinggi dan mengeluh kesakitan dengan bengkak berwarna kemerahan.
2

1 bulan kemudian memar tersebut mulai mengeluarkan nanah dan darah,


dan pasien menjadi susah untuk berjalan. Kemudian pasien di bawa ke
puskesmas dan di beri obat minum serta bubuk yang ditaburkan ke luka,
namun pasien tidak tahu apa nama obatnya. Luka yang diderita pasien sembuh
tetapi kemudian berpindah tempat sebanyak 3 kali. 1 tahun kemudian pasien
sudah tidak sering demam lagi, nyeri yang dirasakan hilang timbul, bengkak
mengecil, dan pasien tidak susah berjalan lagi.
2 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri lagi pada tungkai kanan
bawahnya, kemudian pasien dibawa ke Poli Bedah Orthopedi. Nyeri yang
dirasakan linu di dalam tulangnya dan terasa panas dari bawah lutut hingga
ujung kaki, dan terasa lebih nyeri jika ditekan. Pasien juga mengeluh
tungkainya bengkak dan ada luka yang mengeluarkan nanah serta darah terus
menerus dan berwarna kemerahan di sekitarnya, saat ini pasien tidak
mengeluhkan adanya demam, bengkak tidak pernah semakin membesar, berat
badan pasien tidak pernah menurun.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat trauma sebelumnya tidak ditemukan
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya
4. Riwayat pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat-obatan yang di berikan oleh puskesmas,
namun pasien tidak tahu apa nama obatnya
5. Riwayat operasi
Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya
6. Riwayat keluarga
Tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat minum obat lama
3

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum (Tanggal 04 Mei 2011)
Tampak kesakitan, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6).
2. Tanda Vital
Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 83 x / menit, reguler, isi cukup

Pernafasan

: 20 x /menit, regular

Suhu

: 36,8 oC

3. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut tidak mudah dicabut.
4. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
5. Telinga
Bentuk normotia, sekret (-), pendengaran berkurang (-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut dan tenggorokan
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-),tonsil membesar (-),
pharing hiperemis (-).
8. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-).
9. Paru
Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).

10. Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).

11. Abdomen
Inspeksi

: perut tampak mendatar, tidak tampak adanya massa

Palpasi

: Supel (+), Nyeri tekan (-)

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Status Lokalis
Regio cruris dextra
Look : Terdapat luka/sinus dengan diameter 1 cm yang mengeluarkan pus dan
darah, kemerahan di sekitar luka/sinus, oedem (+), hipervaskularisasi (-)
Feel

: Teraba lebih hangat dibanding regio cruris sinistra, nyeri tekan (+),
krepitasi (-), sensibilitas (+)

Move : Gerakan aktif pasif normal

D. RESUME
Nn. A 13 tahun datang ke Poli Bedah Orthopedi dengan nyeri pada tungkai kanan
bawah dan ada luka yang mengeluarkan nanah dan darah sejak 2 tahun yang lalu.
Bengkak (+), kemerahan, teraba lebih hangat dibanding tungkai sebelah kiri. Nyeri
tekan (+), ada riwayat jatuh sebelumnya, riwayat pengobatan (+).
Pada pemeriksaan lokalis regio cruris dextra didapatkan luka/sinus dengan
diameter 1 cm yang mengeluarkan pus dan darah, kemerahan di sekitar luka/sinus,
oedem (+), teraba lebih hangat dibanding regio cruris sinistra, nyeri tekan (+),
sensibilitas (+), gerakan aktif pasif normal.

E. DIAGNOSA
Diagnosa Kerja
Osteomielitis kronis cruris dextra
Diagnosa Banding

Selullitis

Anemia sel sabit

Tumor Ewing

F. PLANNING DIAGNOSA

Planning pemeriksaan
Lab

: DL, CT, BT, HBsAg, kultur, tes sensitivitas

Foto Rontgen : Cruris dextra AP/Lateral

Planning Terapi
1. Non operatif
a. Medikamentosa

Antibiotik : Broadspectrum

Analgesik : NSAID

b. Non medikamentosa

Istirahat

Edukasi kepada pasien beserta keluarganya tentang


penyakit yang diderita pasien

2. Operatif

Pro debridement
6

Pro sequesterectomy

G. Follow Up
Nama : Nn. A
Umur : 13 tahun
Tgl

04/05/11

Pasien
masih
merasa
kesakitan, pasien mengeluh
masih keluar nanah dan darah
dari luka terus menerus

T=120/80mmh
g
N= 83x/mnt
RR= 20x/mnt
S= 36,8oC

Osteomielitis
kronis
tibia
dextra

05/05/11

Pasien tidak ada keluhan. Bila


di buat istirahat terus, nyeri
hilang.

T=110/80mmhg
N= 85x/mnt
RR= 18x/mnt
S= 36,5oC

Osteomielitis
kronis
tibia
dextra

Pro debridement
+
sequesterectomy,
AB
broad
spectrum,
analgesik
NSAID
Pro debridement
+
sequesterectomy,
AB
broad
spectrum,
analgesik
NSAID

H. DISKUSI
Pada kasus ini diambil kesimpulan bahwa pasien menderita osteomielitis kronis
cruris dextra berdasarkan temuan pada :
1. Anamnesa
Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri pada tungkai kanan bawah dan
terdapat luka yang mengeluarkan nanah serta darah sejak 2 tahun yang lalu,
didapatkan bengkak dan berwarna kemerahan di sekitar luka, terasa nyeri bila
ditekan. 2 tahun yang lalu pasien sering demam tinggi dan susah berjalan,
tetapi sejak 1 tahun belakangan ini pasien jarang mengalami demam, nyeri

juga hilang timbul, bengkak sudah mulai mengecil, dan tidak susah lagi bila
berjalan, berat badan pasien juga tidak pernah menurun. Pasien sebelumnya
memiliki riwayat jatuh pada tungkai yang sakit.

2. Pemeriksaan Fisik
Pasien nampak kesakitan,
Status Lokalisata
Regio cruris dextra
Look : Terdapat luka/sinus dengan diameter 1 cm yang mengeluarkan pus
dan

darah,

kemerahan

di

sekitar

luka/sinus,

oedem

(+),

hipervaskularisasi (-)
Feel

: Teraba lebih hangat dibanding regio cruris sinistra, nyeri tekan (+),
krepitasi (-), sensibilitas (+)

Move : Gerakan aktif pasif normal


Pada kasus ini yang menjadi diagnosa bandingnya adalah selullitis, anemia sel
sabit, dan tumor Ewing.

Selullitis dijadikan diagnosa banding berdasarkan kesamaan manifestasi klinis


seperti lesi kemerahan yang membengkak di kulit serta terasa hangat dan nyeri bila
di pegang. Umumnya disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Namun diagnosa ini dapat disingkirkan bila kemerahan di sekitar luka didapatkan
tidak mengalami penyebaran dan perluasan serta tidak ada kulit yang terkelupas,
karena pada selullitis penyebaran dan perluasan kemerahan berjalan cepat disekitar
luka dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas.

Anemia sel sabit dijadikan diagnosa banding karena pada anemia sel sabit di mana
sel-sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit dan sulit untuk melewati
pembuluh darah terutama di bagian pembuluh darah yang menyempit, karena sel
8

darah merah ini akan tersangkut dan akan menimbulkan rasa sakit, infeksi serius,
dan kerusakan organ tubuh. Lokasi yang sering terkena serangan tersebut salah
satunya adalah pada tulang panjang. Jika terjadi iskemik pada tulang maka akan
terjadi nekrosis, selain itu juga bisa menjadi osteomielitis.
Namun diagnosa ini dapat disingkirkan jika pada pemeriksaan laboratorium (Hb,
Ht) hasilnya dalam batas normal, karena pada anemia sel sabit akan di temukan
hemolisis yang kronik, hematokrit biasanya 20-30%.

Tumor Ewing dijadikan diagnosa banding karena tumor ewing bisa tumbuh di
bagian tubuh manapun, dan paling sering di tulang panjang. Gejala yang paling
sering dikeluhkan adalah nyeri dan kadang pembengkakan di bagian tulang yang
terkena, penderita juga mungkin mengalami demam.
Namun diagnosa ini dapat disingkirkan jika pada anamnesa tidak ditemukan
adanya pembesaran pada daerah yang dikeluhkan, tidak ada penyebaran ketempat
lain, berat badan pasien tidak menurun secara drastis, dan pada pemeriksaan foto
rontgen tidak didapatkan adanya gambaran massa tumor. Karena pada tumor
ewing pertumbuhannya cepat, penyebarannya juga cepat ketempat lain, pada
pemeriksaan foto rontgen ditemukan adanya massa tumor.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
OSTEOMIELITIS
DEFINISI
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan
struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi
tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya
asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involucrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang
mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Beberapa ahli memberikan
definisi terhadap osteomielitis sebagai berkut :

Osteomielitis adalah infeksi bone marrow pada tulang-tulang panjang yang


disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus
influenzae (Depkes RI, 1995).

Osteomielitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).

Osteomielitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang


disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997).

ETIOLOGI
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus
infeksi di tempat lain (mis. tonsil yang terinfeksi, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas
atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana

10

terdapat trauma dan dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma
subklinis.
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak
(misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi
langsung pada tulang (misalnya fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak,
dan pembedahan tulang). Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah
mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes.

Gambar 3.1 Etiologi dan Prevalensi Osteomielitis

PATOGENESIS
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa cara.
Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui
penyebaran hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang
jauh, atau selama pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan
sekitarnya. Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang
biasanya timbul antara usia 5 dan 15 tahun.

11

Ujung metafisis tulang panjang merupakan tempat predileksi untuk osteomielitis


hematogen. Diperkirakan bahwa end-artery dari pembuluh darah yang menutrisinya
bermuara pada vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga
menyebabkan terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada tempat ini.
Kondisi ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada endotel
dan melekat pada matriks tulang.
Selain itu rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan
aktivitas fagositik dari sel darah putih. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng
fiseal dan ciri aliran darah yang lamban tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis
hematogen pada orang dewasa merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi. Infeksi
hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh darah lokal yang
pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian
berkembang menjadi abses.
Akumulasi pus dan peningkatan tekanan lokal akan menyebarkan pus hingga ke
korteks melalui sistem Havers dan kanal Volkman hingga terkumpul dibawah
periosteum menimbulkan rasa nyeri lokalisata di atas daerah infeksi. Abses
subperiosteal kemudian akan menstimulasi pembentukan involucrum periosteal (fase
kronis). Apabila pus keluar dari korteks, pus tersebut akan dapat menembus jaringan
lunak disekitarnya hingga ke permukaan kulit, membentuk suatu sinus drainase.
Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis osteomielitis
adalah diabetes mellitus, immunosupresan, penyakit imunodefisiensi, malnutrisi,
gangguan fungsi hati dan ginjal, hipoksia kronik, dan usia tua. Sedangkan faktorfaktor lokal adalah penyakit vaskular perifer, penyakit stasis vena, limfedema kronik,
arteritis, neuropati, dan penggunaan rokok.

12

13

Gambar 3.2 Patogenesa Osteomielitis

INSIDEN
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II, tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1).
Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius,
humerus, ulna, dan fibula.
Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (8990%),Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan
Eschericia coli(1-2%).
KLASIFIKASI
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis.
Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala: akut,
subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit
dalam 7- 14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada
anak. Namun pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya
setelah pemasangan prothesa dan sebagainya.
Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan
osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih
dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada episentral
yang disebut sequester yang dibungkus involucrum. Sistem klasifikasi lainnya
dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan infeksi muskuloskeletal
14

berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran continue (dengan


atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik.
Penyebaran infeksi hematogen dan continue dapat bersifat akut meskipun
penyebaran continue berhubungan dengan adanya trauma atau infeksi lokal jaringan
lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus diabetikum. Cierny-Mader
mengembangkan suatu staging system untuk osteomielitis yang diklasifikasikan
berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status fisiologis dari penderitanya.
Stadium 1 medular, stadium 2 korteks superfisial, stadium 3 medular dan
kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 medular dan kortikal difus.
Presentasi Klinis
Osteomielitis hematogenik akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi bakteri pada tulang dan sumsum
tulang yang terjadi pada anak-anak. Infeksi ini dapat menyebar melalui darah
(hematogen). Terjadi pada anak-anak karena penyakit ini mengenai tulang yang
sedang tumbuh.
Insidens

Mengenai anak-anak

Laki-laki : wanita = 3 : 1

Lokasi tulang tersering : paha, tibia (tulang kering), radius dan ulna (lengan
bawah), dan fibula

Penyebab
Bakteri yang menjadi penyebab tersering terjadinya penyakit ini adalah bakteri
Stafilokokus aureus. Bakteri ini ditemukan sekitar > 90% pada setiap penyakit ini.
Bakteri lain yang juga dapat menjadi penyebab penyakit ini adalah golongan
Streptokokus dan Pneumokokus.
Gejala Klinis
Pada anak-anak, dapat ditemukan adanya riwayat infeksi bakteri di tempat lain
selain tulang. Seperti halnya infeksi pada kulit atau saluran pernapasan bagian atas.
Sekitar 50% ditemukan riwayat benturan atau trauma pada tulang. Pada anak-anak
yang sudah dapat berkomunikasi, dapat dikeluhkan perasaan nyeri yang hebat pada
15

ujung tulang panjang sehingga anak tidak mau menggunakan ekstremitas yang
terkena tersebut. Dalam 24 jam pertama, jika tidak dilakukan penanganan, maka akan
terjadi septikemia yang ditandai dengan gejala anak menjadi lemas, demam, dan
anoreksia. Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan adanya pembengkakan pada
daerah yang terkena (biasanya pembengkakan timbul setelah beberapa hari).
Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan lain untuk menunjang ditegakkannya diagnosis
osteomielitis hematogen akut
adalah :

Foto polos tulang : kelainan pada foto polos ini baru dapat dilihat setelah 1
minggu, yaitu seperti kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.

Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama

MRI : jika terdapat fokus yang gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2,
maka kemungkinan besar adalah osteomielitis

Mengingat pentingnya penegakkan diagnosis pada osteomielitis ini, dan karena


pemeriksaan tambahan baru dapat menunjukkan hasil yang nyata setelah 1 minggu,
maka penting untuk dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan gejala klinis saja.
Penatalaksanaan
1. Rawat inap dan bed rest total, serta diberikan obat penghilang rasa nyeri
2. Dapat dilakukan pemberian nutrisi tambahan secara intravena
3. Dilakukan imobilisasi pada tulang yang terkena dengan removable splint atau
traksi untuk mengurangi nyeri, mencegah penyebaran, mencegah kontraktur
jaringan lunak
4. Pemberian antibiotik dapat dilakukan, melalui mulut, melalui infus (jika dilakuakn
pemberian melalui infus, maka diberikan selama 2 minggu, kemudian diganti
menjadi melalui mulut)
5. Jika dalam 24 jam pertama gejala tidak membaik, maka perlu dipertimbangkan
untuk dilakukan tindakan operasi untuk mengurangi tekanan yang terjadi dan
untuk mengeluarkan nanah yang ada. Setelah itu dilakukan irigasi secara continue
dan dipasang drainase.
16

6. Teruskan pemberian antibiotik selama 3-4 minggu hingga nilai LED normal
Komplikasi Dini

Septikemia

Abses

Artritis septic

Komplikasi Lanjut

Osteomielitis kronik

Fraktur patologis

Kontraktur sendi

Gangguan pertumbuhan

Osteomielitis Subakut
Insiden hampir sama dg osteomielitis akut, biasanya pd anak-anak dan remaja.
Etiologi
Stafilokokus aureus, lokasi di distal femur dan proksimal tibia
Patologi

Kavitas dengan batas tegas

Cairan seropurulen

Kavitas diliputi jaringan granulasi

Penebalan trabekula

Gambaran Klinis

Nyeri lokal

Nyeri sekitar sendi yang lama

Sedikit odema

17

Atrofi otot

Pincang

Suhu tubuh biasanya normal

Laboratorium

Leukosit biasanya normal

LED meningkat

Radiologis
Ditemukan kavitas diameter 1-2 cm :
-

Pada daerah metafisis tibia dan femur

Kadang-kadang pada diafisis tulang panjang

Pengobatan

Antibiotik selama 6 minggu

Biopsi dan kuretase bila ragu-ragu

Osteomielitis Kronik

Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang
tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari
trauma tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi
yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau
perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan
tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit
dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus
dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi.
Patologi dan Patogenesa:

18

Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sequestrum yang menghambat


terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada tulang. Sequestrum
ini merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka
(pada tulang) dan sinus (pada kulit). Sequestrum diselimuti oleh involucrum yang
tidak dapat keluar/dibersihkan dari medula tulang kecuali dengan tindakan operasi.
Proses selanjutnya terjadi destruksi dan sklerosis tulang yang dapat terlihat pada foto
rontgen.
Gambaran Klinis
Penderita sering mengeluhkan adanya cairan keluar dari luka/sinus setelah operasi,
yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang disertai demam dan nyeri lokal yang
hilang timbul di daerah anggota gerak tertentu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan. Mungkin dapat
diemukan sequestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat
fraktur terbuka atau osteomielitis pada penderita.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan laju endap darah,
leukositosis serta peningkatan titer antibody anti stafilokokus. Pemeriksaan kultur dan
uji sensitivitas diperlukan untuk menentukan organisme penyebabnya.
Pemeriksaan Radiologis
1. Foto polos pada foto rontgen dapat ditemukan adanya tanda-tanda porosis
dan sklerosis tulang, penebalan periosteum, elevasi periosteum dan mungkin
adanya sequestrum.

19

2. Radioisotop

scanning

dapat

membantu

menegakkan

diagnosis

osteomielitis kronis dengan memakai 99mTCHDP.


3. CT dan MRI bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan serta untuk
melihat sejauh mana keruskan tulang yang terjadi.
Pengobatan
a. Pemberian antibiotik Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan
antibiotik semata-mata. Pemberian ditujukan untuk mencegah terjadinya
penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya, mengontrol eksaserbasi akut.
b. Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah
pemberian antibiotik yang adekuat. Operasi yang dilakukan bertujuan untuk
mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan
tulang (sequestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya
dilakukan drainase dan dilanjutkan irigasi secara kontinu selama beberapa
hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian
tulang yang terinfeksi. Tindakan operatif ini juga sebagai dekompresi pada
tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran dan mencegah
penyebaran osteomielitis lebih lanjut.
Komplikasi
1. Kontraktur sendi
2. Penyakit amiloid
3. Fraktur patologis
4. Perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis (Ca epidermoid, ulkus
marjolin)

20

5. Kerusakan epifisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a. Foto polos
Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiograf.
Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali destruksi
cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan
area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik
diidentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan adanya involucrum, yang
membungkus fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum. Infeksi
jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali apabila terdapat
oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang menghasilkan
udara yang menyebabkan terjadinya gas gangrene. Udara pada jaringan lumak ini
dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus pada foto abdomen.

21

Gambar 3.3 Gambaran Radiologi Osteomielitis

b. Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk
mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.
c. Radionuklir

Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat sensitif
namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi tidak bisa
dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi jaringan lunak,
dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi adanya proses
infeksi sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.
d. CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk mengidentifikasi
sequestrum pada osteomielitis kronik. Sequestrum akan tampak lebih radiodense
dibanding involucrum disekelilingnya.

22

EVALUASI DIAGNOSTIK
Pada osteomielitis akut, pemeriksaan sinar x awal hanya menunjukkan
pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi
ireguler, nekrosis tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis
definitif awal. Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan
peningkatan laju endap darah. Kultur darah dan kultur abses diperlukan untuk
menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
Pada osteomielitis kronik, besar, kavitas iregular, peningkatan periosteum,
sequestrum atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar x. pemindaian tulang
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel
darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini
dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotik yang tepat.

TERAPI
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian
antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus
merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki
spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi
subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan
untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan
antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis
biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan
perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk
memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang
persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki
infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. Kondisi dapat terjadi pada

23

pasien dengan retensi alat ortopedi, debridemant jaringan nekrotik yang inkomplit,
immunocompromised, atau resistensi terhadap antibiotik. Idealnya, eksplorasi bedah
harus dilakukan pada pasien ini untuk menentukan apakah dibutuhkan terapi
tambahan.
Keberhasilan terapi pada infeksi muskuloskeletal membutuhkan intervensi bedah
untuk menghilangkan jaringan mati dan benda asing. Jaringan nekrotik melindungi
kuman dari leukosit dan anitibiotik. Pada fraktur terbuka, semua soft tissues yang
mati dan semua fragmen tulang bebas harus dibersihkan dari luka. Pada osteomielitis
kronik, sequestrum harus dibuang seluruhnya dengan meninggalkan involucrum tetap
ditempatnya. Kulit, lemak subkutan, dan otot harus di debridemant secara tajam
hingga berdarah. Untuk mendeteksi viabilitas dari cancellous bone, ditandai dengan
adanya perdarahan dari permukaan trabekula.
Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya
tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah
dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan
aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada
infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya
fraktur patologis. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah
bila involucrum telah cukup kuat, mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :
a. Pemberian antibiotika yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab
b. Dosis yang tidak adekuat
c. Lama pemberian tidak cukup
d. Timbulnya resistensi
e. Kesalahan hasil biakan
f. Antibiotika antagonis
g. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
h. Kesalahan diagnostik
KOMPLIKASI

24

Komplikasi dari osteomielitis antara lain :


1. Abses tulang
2. Bakteremia
3. Fraktur
4. Selulitis
5. Fistel
PENCEGAHAN
Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal
dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak
dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap
lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis
pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai
saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat
membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden
infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.

25

BAB IV
KESIMPULAN

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan
struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi
dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui
peredaran darah maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh.
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1).
Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius,
humerus, ulna, dan fibula. Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman
Staphylococcus aureus (89- 90%),Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (24%), Salmonella typhii dan eschericia coli(1-2%).

26

Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika,


pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga harus dilakukan
rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., infeksi piogenik, dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm. 903.
Rasjad, Chairudin, infeksi dan inflamasi, dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,
Edisi 3. Yarsif Watampone, Jakarta, 2007,hlm. 133.
Osteomielitis Akut. Available http://jurnaldokter.com/?s=osteomielitis. Diakses
tanggal 06 Mei 2011.
Harri Prawira. 2010. Osteomielitis. available at http//:Scribs.com. diakses tanggal 06
Mei 2011.

27

Dr. Johan Bastian, Sp.OT. 2009. Kuliah Infeksi Tulang Dan Sendi FK UNISMA.
W.A. Newman Dorland; alih bahasa Huriawati Hartanto et al. Kamus Kedokteran
Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai