Anda di halaman 1dari 6

A.

Komparasi Behaviorisme dengan Konstruktivisme


Pada dasarnya teori konstruktivisme menekankan pentingnya siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar
lebih diwarnai student centred daripada teacher centered. Sebagaian besar waktu belajar
berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.
Menurut Prof. Nyoman S. Degeng (Emilia dkk, 2011) mengemukakan komparasi
pembelajaran behaviorisme dan konstruktivisme sebagai berikut :
Komparasi Pembelajaran Behaviorisme dengan Konstruktivisme
BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Pandangan Tentang Pengetahuan, Belajar dan Pembelajaran
Pengetahuan: objektif, pasti, tetap
Pengetahuan : non- objektif, temporer,
selalu berubah
Belajar: perolehan pengetahuan
Belajar: pemaknaan pengetahuan
Mengajar: memindahkan pengetahuan Mengajar: menggali makna
ke orang yang belajar
Mind berfungsi sebagai alat penjiplak Mind
struktur pengetahuan

berfungsi

sebagai

alat

menginterpretasi sehingga muncul makna

yang unik
Si pembelajar diharapkan memiliki Si pembelajar bisa memiliki pemahaman
pemahaman yang sama dengan pengajar yang berbeda terhadap pengetahuan yang
terhadap pengetahuan yang dipelajari
dipelajari
Segala sesuatu yang ada di alam telah Segala sesuatu bersifat temporer, berubah,
terstruktur,

teratur,

rapi. dan

tidak

menentu.

Pengetahuan juga sudah terstruktur rapi Kitalah yang memberi makna terhadap
realitas
Masalah Belajar dan Pembelajaran
Keteraturan
Ketidakteraturan
Si pembelajar dihadapkan pada aturan- Si pembelajar dihadapkan
aturan yang jelas yang ditetapkan lebih lingkungan belajar yang bebas
dulu secara ketat

kepada

Pembiasaan (disiplin) sangat esensial


Kegagalan
dalam

atau

Kebebasan merupakan unsur yang sangat

esensial
ketidak-mampuan Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan

menambah

pengetahuan atau

ketidakmampuan

dilihat

sebagai

dikategorikan sebagai kesalahan, harus interpretasi yang berbeda yang perlu


dihukum.

Keberhasilan

kemampuan

dikategorikan

atau dihargai
sebagai

bentuk perilaku yang pantas dipuji atau


diberi hadiah
Ketaatan kepada

aturan

dipandang Kebebasan dipandang sebagai penentu

sebagai penentu keberhasilan


keberhasilan
Kontrol belajar dipegang oleh sistem di Kontrol belajar

dipegang

oleh

si

luar diri si Pembelajar


Pembelajar
Tujuan pembelajaran menekankan pada Tujuan pembelajaran menekankan pada
penambahan
Seseorang
apabila

pengetahuan penciptaan pemahaman, yang menuntut


dikatakan

mampu

telah

belajar aktivitas kreatif-produktif dalam konteks

mengungkapkan nyata

kembali apa yang telah dipelajari


Masalah Belajar dan Pembelajaran: Strategi Pembelajaran
Keterampilan terisolasi
Penggunaan
pengetahuan

secara

bermakna
Mengikuti urutan kurikulum ketat
Mengikuti pandangan si Pembelajar
Aktivitas belajar mengikuti buku teks
Aktivitas belajar dalam konteks nyata
Menekankan pada hasil
Menekankan pada proses
Masalah Belajar dan Pembelajaran: Evaluasi
Respon pasif
Penyusunan makna secara aktif
Menuntut satu jawaban benar
Menuntut pemecahan ganda
Evaluasi merupakan bagian terpisah dari Evaluasi merupakan bagian utuh dari
belajar
Perbedaan

belajar
karakteristik

antara

pembelajaran

pembelajaran konstruktivistik adalah sebagai berikut:

tradisional

(behavioristik)

dengan

Teori Behavioristik

Teori Konstruktivistik

1. Kurikulum disajikan dari bagian- 1. Kurikulum disajikan mulai dari


bagian menuju keseluruhan dengan keseluruhan menuju kebagian-bagian, dan
menekankan pada keterampilanlebih mendekatkan pada konsep-konsep
keterampilan dasar.
yang lebih luas.
2. Pembelajaran sangat taat pada
kurikulum yang telah ditetapkan.

2. Pembelajaran lebih menghargai pada


pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.

3. Kegiatan kurikuler lebih banak


mengandalkan pada buku teks dan
buku kerja.

3. Kegiatan kurikuler lebih banyak


mengandalkan pada sumber-sumber data
primer dan manipulasi bahan.

4. Siswa dipandang sebagai kertas


kosong yang dapat digoresi
informasi oleh guru, dan guru pada
umumnya menggunakan cara
4. Siswa dipandang sebagai pemikir yang
didaktik dalam menyampaikan
dapat memunculkan teori-teori tentang
informasi kepada siswa.
dirinya.
5. Penilaian hasil belajar atau
pengetahuan siswa dipandang
sebagai bagian dari pembelajaran,
dan biasanya dilakukan pada akhir
pembelajaran dengan cara testing.

5. Pengukuran proses dan hasil belajar


siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan
pembelajaran, dengan cara guru
mengamati hal-hal yang sedang dilakukan
siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan.

6. Siswa-siswi biasanya bekerja


sendiri-sendiri, tanpa ada grup
proses dalam belajar.

6. Siswa-siswi banyak belajar dan bekerja


di dalam grup proses.

B. Penerapan Teori Konstruktivisme di Kelas


Menurut

pandangan

konstruktivisme,

belajar

merupakan

suatu

proses

pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa belajar. Ia harus
aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang halhal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata
lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya
paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan

istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paparan penerapan teori Konstruktivisme di kelas sebagai berikut :
a. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar.
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong
siswa berpikir mandiri, berarti guru telah membantu siswa menemukan identitas
intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian
menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap
proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solvers).
b. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu

kepada siswa untuk merespon.


Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar
gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan
cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun
keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
c. Mendorong siswa berfikir tingkat tinggi.
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang
para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual
yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsepkonsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan atau
pemikirannya.
d. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya.

Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat
intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasangagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa yang mereka
pikirkan dan mendengarkan gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun
pengetahuan sendiri yang didasarkan atas pemahaman sendiri. Jika merasa nyaman dan
aman untuk mengemukakan gagasan-gagasannya, maka dialog yang sangat bermakna
akan tercipta di kelas.
e. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi.

Jika diberi kesempatan untuk menyusun berbagai macam prediksi, seringkali


siswa menghasilkan hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan

konstruktivisme dalam pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada


siswa untuk menguji hipotesis mereka, terutama melalui diskusi kelompok dan
pengalaman nyata.
f. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif.
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan
para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Guru
kemudian membantu siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran
tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
C. Impikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Terdapat beberapa implikasi penting konstruktivisme terhadap pembelajaran.
Implikasi-implikasi yang dimaksud adalah:
1. Pembelajaran tidak dapat dipandang sebagai suatu transmisi pengetahuan. Penyajian
pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan. Dalam kelas konstruktivis,
pembelajaran diarahkan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa
mengkonstruksi pengetahuan dan memperluas pengetahuan mereka. Inisiatif dan
keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran merupakan hal yang utama.
2. Perhatian tidak diarahkan hanya pada hasil belajar, tetapi juga dipusatkan pada proses
berpikir atau proses mental siswa. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru juga perlu
memperhatikan proses yang digunakan siswa hingga memperoleh jawaban tersebut.
3. Perlu adanya scaffolding (dukungan atau bantuan) pada siswa yang mengalami kesulitan
dalam mengkonstruksi pengetahuan atau dalam pemecahan masalah. Bantuan ini selain
akan memotivasi siswa dalam belajar dan meningkatkan kemandirian siswa, juga akan
mengembangkan ZPD (Zon Perkembangan Prokimal) siswa.
4. Perlu disadari akan pentingnya konteks sosial dalam pembelajaran.

Pembelajaran

seharusnya melibatkan negosiasi sosial dan mediasi (Doolittle & Camp.1999). Pedagogis
lebih ditekankan pada diskusi, kolaborasi, negosiasi dan makna bersama (Ernest.1991).
5. Perlu diciptakan situasi pembelajaran yang merangsang keingintahuan siswa, sekaligus
merangsang siswa untuk dapat mengkomunikasikan ide-ide mereka.

Jika siswa harus mengaplikasikan pemahaman mereka saat ini dalam situasi baru ke bentuk
pengetahuan baru, guru harus sungguh-sungguh melibatkan siswa dalam pembelajaran
(Rakes.,et.al,1999).

Anda mungkin juga menyukai