Anda di halaman 1dari 16

Pendahuluan

Klasifikasi kualitas batubara secara umum terbagi 2, yaitu pembagian secara ilmiah dalam hal ini
berdasarkan tingkat pembatubaraaan, dan pembagian berdasarkan tujuan penggunaannya.
Berdasarkan urutan pembatubaraannya, batubara terbagi menjadi batubara muda (brown
coal atau lignite),

sub

bituminus,

bituminus,

dan

antrasit.

Sedangkan

berdasarkan

tujuan

penggunaannya, batubara terbagi menjadi batubara uap (steam coal), batubara kokas (coking
coal atau metallurgical coal), dan antrasit.
Batubara uap merupakan batubara yang skala penggunaannya paling luas. Berdasarkan metodenya,
pemanfataan batubara uap terdiri dari pemanfaatan secara langsung yaitu batubara yang telah
memenuhi

spesifikasi

tertentu

langsung

digunakan

setelah

melalui

proses

peremukan

(crushing/milling) terlebih dulu seperti pada PLTU batubara, kemudian pemanfaatan dengan
memproses terlebih dulu untuk memudahkan penanganan (handling) seperti CWM (Coal Water
Slurry), COM (Coal Oil Mixture), dan CCS (Coal Cartridge System), dan selanjutnya pemanfataan
melalui proses konversi seperti gasifikasi dan pencairan batubara
Pada PLTU batubara, bahan bakar yang digunakan adalah batubara uap yang terdiri dari kelas sub
bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai mendapat tempat sebagai bahan bakar pada PLTU
belakangan ini, seiring dengan perkembangan teknologi pembangkitan yang mampu mengakomodasi
batubara berkualitas rendah.

Gambar 1. Skema pembangkitan listrik pada PLTU batubara


(Sumber: The Coal Resource, 2004)
Pada PLTU, batubara dibakar di boiler menghasilkan panas yang digunakan untuk mengubah air
dalam pipa yang dilewatkan di boiler tersebut menjadi uap, yang selanjutnya digunakan untuk
menggerakkan turbin dan memutar generator. Kinerja pembangkitan listrik pada PLTU sangat
ditentukan oleh efisiensi panas pada proses pembakaran batubara tersebut, karena selain
berpengaruh pada efisiensi pembangkitan, juga dapat menurunkan biaya pembangkitan. Kemudian
dari segi lingkungan, diketahui bahwa jumlah emisi CO 2 per satuan kalori dari batubara adalah yang
terbanyak bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya, dengan perbandingan untuk batubara,
minyak, dan gas adalah 5:4:3. Sehingga berdasarkan uji coba yang mendapatkan hasil bahwa

kenaikan efisiensi panas sebesar 1% akan dapat menurunkan emisi CO 2 sebesar 2,5%, maka
efisiensi panas yang meningkat akan dapat mengurangi beban lingkungan secara signifikan akibat
pembakaran batubara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa teknologi pembakaran (combustion
technology) merupakan tema utama pada upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan batubara secara
langsung sekaligus upaya antisipasi isu lingkungan ke depannya.
Pada dasarnya metode pembakaran pada PLTU terbagi 3, yaitu pembakaran lapisan tetap (fixed bed
combustion), pembakaran batubara serbuk (pulverized coal combustion /PCC), dan pembakaran
lapisan mengambang (fluidized bed combustion / FBC). Gambar 3 di bawah ini menampilkan jenis
jenis boiler yang digunakan untuk masing masing metode pembakaran.

Gambar 2. Tipikal boiler berdasarkan metode pembakaran


(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)
Pembakaran Lapisan Tetap
Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses pembakarannya. Sebagai bahan
bakarnya adalah batubara dengan kadar abu yang tidak terlalu rendah dan berukuran maksimum
sekitar 30mm. Selain itu, karena adanya pembatasan sebaran ukuran butiran batubara yang
digunakan, maka perlu dilakukan pengurangan jumlah fine coal yang ikut tercampur ke dalam
batubara tersebut. Alasan tidak digunakannya batubara dengan kadar abu yang terlalu rendah adalah
karena pada metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas lapisan abu tebal yang terbentuk di
atas kisi api (traveling fire grate) padastoker boiler. Bila kadar abunya sangat sedikit, lapisan abu tidak
akan terbentuk di atas kisi tersebut sehingga pembakaran akan langsung terjadi pada kisi, yang dapat
menyebabkan kerusakan yang parah pada bagian tersebut. Oleh karena itu, kadar abu batubara yang
disukai untuk tipe boiler ini adalah sekitar 10 15%. Adapun tebal minimum lapisan abu yang
diperlukan untuk pembakaran adalah 5cm.

Gambar 3. Stoker Boiler


(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)
Pada pembakaran dengan stoker ini, abu hasil pembakaran berupa fly ash jumlahnya sedikit, hanya
sekitar 30% dari keseluruhan. Kemudian dengan upaya seperti pembakaran NOx dua tingkat, kadar
NOx dapat diturunkan hingga sekitar 250 300 ppm. Sedangkan untuk menurunkan SOx, masih
diperlukan tambahan fasilitas berupa alat desulfurisasi gas buang.
Pembakaran Batubara Serbuk (Pulverized Coal Combustion/PCC)
Saat ini, kebanyakan PLTU terutama yang berkapasitas besar masih menggunakan metode PCC
pada pembakaran bahan bakarnya. Hal ini karena sistem PCC merupakan teknologi yang sudah
terbukti dan memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Upaya perbaikan kinerja PLTU ini terutama
dilakukan dengan meningkatkan suhu dan tekanan dari uap yang dihasilkan selama proses
pembakaran. Perkembangannya dimulai dari sub critical steam, kemudian super critical steam,
serta ultra super critical steam (USC). Sebagai contoh PLTU yang menggunakan teknologi USC
adalah pembangkit no. 1 dan 2 milik J-Power di teluk Tachibana, Jepang, yang boilernya masing
masing berkapasitas 1050 MW buatan Babcock Hitachi. Tekanan uap yang dihasilkan adalah sebesar
25 MPa (254.93 kgf/cm2) dan suhunya mencapai 600/610 (1 stage reheat cycle). Perkembangan
kondisi uap dan grafik peningkatan efisiensi pembangkitan pada PCC ditunjukkan pada gambar 4 di
di bawah ini.

Gambar 4. Perkembangan kondisi uap PLTU


(Sumber: Clean Coal Technologies in Japan, 2005)
Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal mill) sampai berukuran
200 mesh (diameter 74m), kemudian bersama sama dengan udara pembakaran disemprotkan ke
boiler untuk dibakar. Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas batubara yang digunakan,
terutama sifat ketergerusan (grindability), sifat slagging, sifat fauling, dan kadar air (moisture content).
Batubara yang disukai untuk boiler PCC adalah yang memiliki sifat ketergerusan dengan HGI
(Hardgrove Grindability Index) di atas 40 dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar (fuel
ratio) kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan menghasilkan abu yang terdiri diri
dari clinker ash sebanyak 15% dan sisanya berupa fly ash.

Gambar 5. PCC Boiler


(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)
Ketika dilakukan pembakaran, senyawa Nitrogen yang ada di dalam batubara akan beroksidasi
membentuk NOx yang disebut dengan fuel NOx, sedangkan Nitrogen pada udara pembakaran akan
mengalami oksidasi suhu tinggi membentuk NOx pula yang disebut dengan thermal NOx. Pada total

emisi NOx dalam gas buang, kandungan fuel NOx mencapai 80 90%. Untuk mengatasi NOx ini,
dilakukan tindakan denitrasi (de-NOx) di boiler saat proses pembakaran berlangsung, dengan
memanfaatkan sifat reduksi NOx dalam batubara.

Gambar 6. Proses denitrasi pada boiler PCC


(Sumber: Coal Science Handbook, 2005)
Pada proses pembakaran tersebut, kecepatan injeksi campuran batubara serbuk dan udara ke dalam
boiler dikurangi sehingga pengapian bahan bakar dan pembakaran juga melambat. Hal ini dapat
menurunkan suhu pembakaran, yang berakibat pada menurunnya kadar thermal NOx.
Selain itu, sebagaimana terlihat pada gambar 6 di atas, bahan bakar tidak semuanya dimasukkan ke
zona pembakaran utama, tapi sebagian dimasukkan ke bagian di sebelah atas burner utama. NOx
yang dihasilkan dari pembakara utama selanjutnya dibakar melalui 2 tingkat. Di zona reduksi yang
merupakan pembakaran tingkat pertama atau disebut pula pembakaran reduksi (reducing
combustion), kandungan Nitrogen dalam bahan bakar akan diubah menjadi N 2. Selanjutnya,
dilakukan pembakaran tingkat kedua atau pembakaran oksidasi (oxidizing combustion), berupa
pembakaran sempurna di zona pembakaran sempurna. Dengan tindakan ini, NOx dalam gas buang
dapat ditekan hingga mencapai 150 200 ppm. Sedangkan untuk desulfurisasi masih memerlukan
peralatan tambahan yaitu alat desulfurisasi gas buang.
Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC)
Pada

pembakaran

dengan

menggunakan crusher sampai

metode
berukuran

FBC,

batubara

maksimum

diremuk

25mm.

Tidak

terlebih
seperti

dulu

dengan

pembakaran

menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi api selama pembakaran atau metode

PCC yang menyemprotkan campuran batubara dan udara pada saat pembakaran, butiran batubara
dijaga agar dalam posisi mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari
bagian bawah boiler. Keseimbangan antara gaya dorong ke atas dari angin dan gaya gravitasi akan
menjaga butiran batubara tetap dalam posisi mengambang sehingga membentuk lapisan seperti
fluida yang selalu bergerak. Kondisi ini akan menyebabkan pembakaran bahan bakar yang lebih
sempurna karena posisi batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik
dan mencukupi untuk proses pembakaran.
Karena sifat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesifikasi bahan bakar yang akan
digunakan untuk FBC tidaklah seketat pada metode pembakaran yang lain. Secara umum, tidak ada
pembatasan yang khusus untuk kadar zat terbang (volatile matter), rasio bahan bakar (fuel ratio) dan
kadar abu. Bahkan semua jenis batubara termasuk peringkat rendah sekalipun dapat dibakar dengan
baik menggunakan metode FBC ini. Hanya saja ketika batubara akan dimasukkan ke boiler, kadar air
yang menempel di permukaannya (free moisture) diharapkan tidak lebih dari 4%. Selain kelebihan di
atas, nilai tambah dari metode FBC adalah alat peremuk batubara yang dipakai tidak terlalu rumit,
serta ukuran boiler dapat diperkecil dan dibuat kompak.
Bila suhu pembakaran pada PCC adalah sekitar 1400 1500, maka pada FBC, suhu pembakaran
berkisar antara 850 900 saja sehingga kadarthermal NOx yang timbul dapat ditekan. Selain itu,
dengan mekanisme pembakaran 2 tingkat seperti pada PCC, kadar NOx total dapat lebih dikurangi
lagi.
Kemudian, bila alat desulfurisasi masih diperlukan untuk penanganan SOx pada metode pembakaran
tetap dan PCC, maka pada FBC, desulfurisasi dapat terjadi bersamaan dengan proses pembakaran
di boiler. Hal ini dilakukan dengan cara mencampur batu kapur (lime stone, CaCO3) dan batubara
kemudian secara bersamaan dimasukkan ke boiler. SOx yang dihasilkan selama proses pembakaran,
akan bereaksi dengan kapur membentuk gipsum (kalsium sulfat). Selain untuk proses desulfurisasi,
batu kapur juga berfungsi sebagai media untuk fluidized bed karena sifatnya yang lunak sehingga
pipa pemanas (heat exchanger tube) yang terpasang di dalam boiler tidak mudah aus.

Gambar 7. Tipikal boiler FBC


(Sumber: Coal Science Handbook, 2005)
Berdasarkan

mekanisme

kerja

pembakaran,

metode

FBC

terbagi

yaitu Bubbling FBC

dan Circulating FBC (CFBC), seperti ditampilkan pada gambar 7 di atas. Dapat dikatakan
bahwa Bubbling FBC

merupakan

prinsip

dasar

FBC,

sedangkan

CFBC

merupakan

pengembangannya.
Pada CFBC, terdapat alat lain yang terpasang pada boiler yaitu cyclone suhu tinggi. Partikel
media fluidized bed yang belum bereaksi dan batubara yang belum terbakar yang ikut terbang
bersama aliran gas buang akan dipisahkan di cyclone ini untuk kemudian dialirkan kembali ke boiler.
Melalui proses sirkulasi ini, ketinggian fluidized bed dapat terjaga, proses denitrasi dapat berlangsung
lebih optimal, dan efisiensi pembakaran yang lebih tinggi dapat tercapai. Oleh karena itu, selain
batubara berkualitas rendah, material seperti biomasa, sludge, plastik bekas, dan ban bekas dapat
pula digunakan sebagai bahan bakar pada CFBC. Adapun abu sisa pembakaran hampir semuanya
berupa fly ash yang mengalir bersama gas buang, dan akan ditangkap lebih dulu dengan
menggunakan Electric Precipitator sebelum gas buang keluar ke cerobong asap (stack).

Gambar 8. CFBC Boiler


(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)
Pada

FBC,

bila

tekanan

di

dalam boiler sama

dengan

tekanan

udara

luar,

disebut

dengan Atmospheric FBC (AFBC), sedangkan bila tekanannya lebih tinggi dari pada tekanan udara
luar, sekitar 1 MPa, disebut dengan Pressurized FBC (PFBC).
Faktor tekanan udara pembakaran memberikan pengaruh terhadap perkembangan teknologi FBC ini.
Untuk Bubbling FBC berkembang dari PFBC menjadiAdvanced PFBC (A-PFBC), sedangkan untuk
CFBC selanjutnya berkembang menjadi Internal CFBC (ICFBC) dan kemudian Pressurized ICFBC
(PICFBC).
PFBC

Pada PFBC, selain dihasilkan panas yang digunakan untuk memanaskan air menjadi uap untuk
memutar turbin uap, dihasilkan pula gas hasil pembakaran yang memiliki tekanan tinggi yang dapat
memutar turbin gas, sehingga PLTU yang menggunakan PFBC memiliki efisiensi pembangkitan yang
lebih baik dibandingkan dengan AFBC karena mekanisme kombinasi (combined cycle) ini. Nilai
efisiensi bruto pembangkitan (gross efficiency) dapat mencapai 43%.
Sesuai dengan prinsip pembakaran pada FBC, SOx yang dihasilkan pada PFBC dapat ditekan
dengan mekanisme desulfurisasi bersamaan dengan pembakaran di dalam boiler, sedangkan NOx
dapat ditekan dengan pembakaran pada suhu relatif rendah (sekitar 860) dan pembakaran 2
tingkat. Karena gas hasil pembakaran masih dimanfaatkan lagi dengan mengalirkannya ke turbin gas,
maka abu pembakaran yang ikut mengalir keluar bersama dengan gas tersebut perlu dihilangkan
lebih dulu. Pemakaian CTF (Ceramic Tube Filter) dapat menangkap abu ini secara efektif. Kondisi
bertekanan yang menghasilkan pembakaran yang lebih baik ini secara otomatis akan menurunkan
kadar emisi CO2 sehingga dapat mengurangi beban lingkungan.

Gambar 9. Prinsip kerja PFBC


(Sumber: Coal Note, 2001)
Untuk lebih meningkatkan efisiensi panas, unit gasifikasi sebagian (partial gasifier) yang
menggunakan teknologi gasifikasi lapisan mengambang (fluidized bed gasification) kemudian
ditambahkan pada unit PFBC. Dengan kombinasi teknologi gasifikasi ini maka upaya peningkatan
suhu gas pada pintu masuk (inlet) turbin gas memungkinkan untuk dilakukan.
Pada proses gasifikasi di partial gasifier tersebut, konversi karbon yang dicapai adalah sekitar 85%.
Nilai ini dapat ditingkatkan menjadi 100% melalui kombinasi dengan pengoksidasi (oxidizer).
Pengembangan lebih lanjut dari PFBC ini dinamakan dengan Advanced PFBC (A-PFBC), yang
prinsip kerjanya ditampilkan pada gambar 10 di bawah ini. Efisiensi netto pembangkitan (net
efficiency) yang dihasilkan pada A-PFBC ini sangat tinggi, dapat mencapai 46%.

Gambar 10. Prinsip kerja A-PFBC


(Sumber: Coal Science Handbook, 2005)
ICFBC
Penampang boiler ICFBC ditampilkan pada gambar 11 di bawah ini.

Gambar 11. Penampang boiler ICFBC


(Sumber: Coal Note, 2001)
Seperti terlihat pada gambar, ruang pembakaran utama (primary combustion chamber) dan ruang
pengambilan panas (heat recovery chamber) dipisahkan oleh dinding penghalang yang terpasang
miring. Kemudian, karena pipa pemanas (heat exchange tube) tidak terpasang langsung pada ruang
pembakaran utama, maka tidak ada kekhawatiran terhadap keausan pipa sehingga pasir silika
digunakan sebagai pengganti batu kapur untuk media FBC. Batu kapur masih tetap digunakan
sebagai bahan pereduksi SOx, hanya jumlahnya ditekan sesuai dengan keperluan saja.
Di bagian bawah ruang pembakaran utama terpasang windbox untuk mengalirkan angin ke boiler,
dimana angin bervolume kecil dialirkan melalui bagian tengah untuk menciptakan lapisan bergerak
(moving bed) yang lemah, dan angin bervolume besar dialirkan melewati kedua sisi windbox tersebut

untuk menimbulkan lapisan bergerak yang kuat. Dengan demikian maka pada bagian tengah ruang
pembakaran utama akan terbentuk lapisan bergerak yang turun secara perlahan, sedangkan pada
kedua sisi ruang tersebut, media FBC akan terangkat kuat ke atas menuju ke bagian tengah ruang
pembakaran utama dan kemudian turun perlahan lahan, dan kemudian terangkat lagi oleh angin
bervolume besar dari windbox. Proses ini akan menciptakan aliran berbentuk spiral (spiral flow) yang
terjadi secara kontinyu pada ruang pembakaran utama. Mekanisme aliran spiral dari media FBC ini
dapat menjaga suhu lapisan mengambang supaya seragam. Selain itu, karena aliran tersebut
bergerak dengan sangat dinamis, maka pembuangan material yang tidak terbakar juga lebih mudah.
Kemudian, ketika media FBC yang terangkat kuat tersebut sampai di bagian atas dinding
penghalang, sebagian akan berbalik menuju ke ruang pengambilan panas. Karena pada ruang
pengambilan panas tersebut juga dialirkan angin dari bagian bawah, maka pada ruang tersebut akan
terbentuk lapisan bergerak yang turun perlahan juga. Akibatnya, media FBC akan mengalir dari ruang
pembakaran utama menuju ke ruang pengambilan panas kemudian kembali lagi ke ruang
pembakaran utama, membentuk aliran sirkulasi (circulating flow) di antara kedua ruang tersebut.
Menggunakan pipa pemanas yang terpasang pada ruang pengambilan panas, panas dari ruang
pembakaran utama diambil melalui mekanisme aliran sirkulasi tadi.
Secara umum, perubahan volume angin yang dialirkan ke ruang pengambilan panas berbanding lurus
dengan koefisien hantar panas secara keseluruhan. Dengan demikian maka hanya dengan mengatur
volume angin tersebut, tingkat keterambilan panas serta suhu pada lapisan mengambang dapat
dikontrol dengan baik, sehingga pengaturan beban dapat dilakukan dengan mudah pula.
Untuk lebih meningkatkan kinerja pembangkitan, proses pada ICFBC kemudian diberi tekanan
dengan cara memasukkan unit ICFBC ke dalam wadah bertekanan (pressurized vessel), yang
selanjutnya disebut dengan Pressurized ICFBC (PICFBC). Dengan mekanisme ini maka selain uap
air, akan dihasilkan pula gas hasil pembakaran bertekanan tinggi yang dapat digunakan untuk
memutar turbin gas sehingga pembangkitan secara kombinasi (combined cycle) dapat diwujudkan.
Pembangkitan Kombinasi Dengan Gasifikasi Batubara
Peningkatan efisiensi pembangkitan dengan mekanisme kombinasi melalui pemanfaatan gas sintetis
hasil proses gasifikasi seperti pada A-PFBC, selanjutnya mengarahkan teknologi pembangkitan untuk
lebih mengintensifkan penggunaan teknologi gasifikasi batubara ke dalam sistem pembangkitan.
Upaya

ini

akhirnya

menghasilkan

sistem

pembangkitan

yang

disebut

dengan Integrated

Coal Gasification Combined Cycle (IGCC).


Karena tulisan ini hanya membahas perkembangan teknologi pembangkitan listrik, maka penjelasan
tentang bagaimana proses gasifikasi batubara berlangsung tidak akan diterangkan disini.
IGCC

Garis besar diagram alir pembangkit listrik sistem IGCC ditampilkan pada gambar 12 di bawah ini.

Gambar 12. Tipikal IGCC


(Sumber: Clean Coal Technologies in Japan, 2005)
Seperti terlihat pada gambar, pada sistem ini terdapat alat gasifikasi (gasifier) yang digunakan untuk
menghasilkan gas, umumnya bertipe entrained flow. Yang tersedia di pasaran saat ini untuk tipe
tersebut misalnya Chevron Texaco (lisensinya sekarang dimiliki GE Energy), E-Gas (lisensinya dulu
dimiliki Dow, kemudian Destec, dan terakhir Conoco Phillips ), dan Shell. Prinsip kerja ketiga alat
tersebut adalah sama, yaitu batubara dan oksigen berkadar tinggi dimasukkan kedalamnya kemudian
dilakukan reaksi berupa oksidasi sebagian (partial oxidation) untuk menghasilkan gas sintetis
(syngas), yang 85% lebih komposisinya terdiri dari H 2 dan CO. Karena reaksi berlangsung pada suhu
tinggi, abu pada batubara akan melebur dan membentuk slag dalam kondisi meleleh (glassy slag).
Adapun panas yang ditimbulkan oleh proses gasifikasi dapat digunakan untuk menghasilkan uap
bertekanan tinggi, yang selanjutnya dialirkan ke turbin uap.
Oksigen yang digunakan untuk proses gasifikasi dihasilkan dari fasilitas Air Separation Unit (ASU).
Unit ini berfungsi untuk memisahkan oksigen dari udara melalui mekanisme cryogenic separation,
menghasilkan oksigen berkadar sekitar 95%. Selain oksigen, pada ASU juga dihasilkan nitrogen yang
digunakan sebagai media inert untuk feeding batubara ke gasifier, selain dapat pula digunakan untuk
menurunkan suhu pada combustor sehingga emisi NOx dapat terkontrol.
Pada gas sintetis, selain H 2 dan CO juga dihasilkan unsur lain yang tidak ramah lingkungan seperti
HCN, H2S, NH3, COS, uap air raksa, dan char. Oleh karena itu, gas harus diproses terlebih dulu untuk
menghilangkan bagian tersebut sebelum dikirim ke turbin gas. Gas buang dari turbin gas kemudian
mengalir ke Heat Recovery Steam Generator (HRSG) yang berfungsi mengubah panas dari gas
tersebut menjadi uap air, yang selanjutnya dialirkan menuju turbin uap. Dengan mekanisme seperti
ini, efisiensi netto pembangkitan yang dihasilkan juga jauh melebihi pembangkitan pada sistem biasa
(PCC) yang saat ini mendominasi. Selain efisiensi pembangkitan, kelebihan lain IGCC adalah sangat
rendahnya kadar emisi polutan yang dihasilkan, fleksibilitas bahan bakar yang dapat digunakan,
penggunaan air yang 30-40% lebih rendah dibanding PLTU konvensional (PCC), tingkat

penangkapan CO2 yang signifikan,slag yang dapat dimanfaatkan untuk material pekerjaan konstruksi,
dan lain lain.
Sebagai contoh adalah Nuon IGCC yang terletak di Buggenum, Belanda, berkapasitas 250MW.
Pembangkit ini menghasilkan efisiensi netto sebesar 43% (Low Heating Value), dengan performansi
baku mutu lingkungan yang sangat bagus. Emisi NOx yang dihasilkan sangat rendah yaitu kurang
dari 10 ppm, kemudian efisiensi pembuangan sulfur di atas 99%, tingkat emisi flyash, senyawa klorida
dan logam berat mudah menguap yang bisa dibilang nol, serta air limbah yang bisa diresirkulasi
kembali sehingga tidak ada buangan air limbah ke lingkungan.
Di samping kelebihan tersebut, terdapat pula kelemahan pada sistem IGCC yang dikembangkan saat
ini, misalnya, besarnya kapasitas pembangkitan yang ditentukan berdasarkan banyaknya unit dan
model turbin gas yang akan digunakan. Contohnya untuk turbin gas GE Frame 7FA yang
berkapasitas 275MW. Apabila IGCC akan dioperasikan dengan kapasitas pembangkitan 275MW,
berarti cukup 1 unit yang dipasang. Bila 2 unit yang akan digunakan, berarti kapasitas pembangkitan
menjadi 550MW, dan bila 3 unit maka akan menjadi 825MW. Kemudian bila kapasitas pembangkitan
yang diinginkan adalah di bawah 200MW, maka model yang dipakai bukan lagi GE Frame 7FA, tapi
GE 7FA yang berkapasitas 197MW. Demikian pula bila menghendaki kapasitas pembangkitan yang
lebih kecil lagi, maka GE 6FA yang berkapasitas 85MW dapat digunakan.
Dengan kombinasi antara model dan banyaknya unit turbin gas yang akan digunakan ini, selain akan
membatasi kapasitas pembangkitan pada IGCC, sebenarnya juga akan mempersempit rentang
operasi. Misalnya ketika akan menurunkan beban pada saat operasi puncak, hal itu mesti dilakukan
dengan menurunkan beban pada turbin gas. Penurunan beban turbin gas ini otomatis akan
menurunkan efisiensi pembangkitan dan akibat yang kurang baik pada emisi polutan yang dihasilkan.
Kelemahan lain yang perlu dicermati dari sistem IGCC saat ini adalah ongkos pembangkitan per kW
dan operation &maintenance (O & M) yang lebih mahal, serta availability factor (AF) yang lebih
rendah dibanding PCC.
Sejarah IGCC dimulai pada tahun 1970 ketika perusahaan STEAG dari Jerman Barat
mengembangan IGCC berkapasitas 170MW. Jauh setelahnya, proyek demonstration plant IGCC
bernama Cool Water diluncurkan di AS pada tahun 1984, yang mengoperasikan IGCC berkapasitas
120MW sampai dengan tahun 1989. Sampai tulisan ini dibuat, sebenarnya belum ada unit IGCC yang
murni komersial. Penyebab utamanya adalah investasi pembangunannya yang besar, serta teknologi
IGCC yang belum terbukti. Teknologi IGCC disini maksudnya adalah rangkaian proses dari
keseluruhan bangunan (building block) yang membentuk sistem IGCC utuh. Hal ini perlu ditekankan
karena teknologi dari masing masing unit pada IGCC misalnya gasifier, HRSG, turbin gas, turbin
uap, dan yang lainnya merupakan teknologi yang sudah terbukti. Selama perkembangan yang
berlangsung sekitar 20 tahun lebih sejak proyek Cool Water, unit IGCC yang beroperasi secara

komersial saat ini baik di AS maupun di Eropa pada awalnya berstatus demonstration plant. Contoh
beberapaplant IGCC tersebut adalah
1. Tampa Electric Polk 250MW IGCC Power Station, terletak di Florida, AS. IGCC ini beroperasi sejak
September 1996 dibawah proyek Tampa, menggunakan gasifier dari Chevron Texaco (sekarang
GE Energy). Bahan bakar yang digunakan adalah batubara dan petroleum coke (petcoke).
Masalah yang dihadapi adalah lebih rendahnya tingkat konversi karbon dibandingkan dengan
nilai yang direncanakan. Pernah pula terjadi fauling padagas cooler.
2. Wabash River 260MW IGCC Power Station, terletak di Indiana, AS. Beroperasi sejak September
1995 dibawah proyek Wabash River, pembangkit ini menggunakan teknologi gasifikasi dari
Global Energy (saat ini bagian dari Conoco Phillips). Sejak berakhirnya proyek dari Departemen
Energi AS (DOE) pada tahun 2001, bahan bakar yang digunakan adalah petcoke 100%.
3. Nuon 250MW IGCC Power Station, terletak di Buggenum, Belanda. IGCC ini bermula dari proyek
Demkolec yang dimulai pada bulan Januari 1994. Teknologi yang digunakan adalah dari Shell,
yang bahan bakarnya adalah batubara dicampur dengan biomassa (sludge dan sampah kayu)
untuk lebih mengurangi emisi CO 2. Masalah yang pernah terjadi adalah kebocoran pipa gas
cooler dan timbulnya fauling pada gas cooler ketika campuran sludge sekitar 4-5%.

Gambar 13. Nuon IGCC, Buggenum


(Sumber: Thomas Chhoa, Shell Gas & Power, 2005)
4. Elcogas 300MW IGCC Power Station, terletak di Puertollano, Spanyol. Pembangkit IGCC ini
beroperasi sejak Juni 1996 dibawah proyek Puertollano, menggunakan teknologi gasifikasi dari
Prenflow (saat ini bagian dari Shell). Bahan bakarnya berupa campuran petcoke dan batubara
berkadar abu 40% dengan perbandingan 50:50. Di bawah program dari Uni Eropa, plant ini
direncanakan sebagai tempat untuk proyek pengambilan CO 2 (CO2 recovery) dan produksi H2.

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya efisiensi pembangkitan yang tinggi, faktor
ramah lingkungan, dan teknologi gasifikasi yang sudah terbukti, upaya untuk lebih mengurangi
kelemahan IGCC sudah mulai dilakukan.
Selain dari segi biaya, dilakukan pula upaya untuk lebih meningkatkan efisiensi pembangkitan, yaitu
dengan menambahkan sel bahan bakar (fuel cell) ke dalam sistem IGCC. Dengan demikian, akan
terdapat 3 jenis kombinasi pembangkitan pada sistem yang baru ini yaitu turbin gas, turbin uap,
dan fuel cell. Metode pembangkitan ini disebut dengan Integrated Coal Gasification Fuel Cell
Combined Cycle (IGFC), yang diagram alirnya ditampilkan pada gambar 16 di bawah ini.

Gambar 14. Tipikal IGFC


(Sumber: Clean Coal Technologies in Japan, 2005)
Pada sel bahan bakar, pembangkitan listrik dilakukan secara langsung melalui reaksi elektrokimia
antara hidrogen dan oksigen sehingga tingkat kerugian

energinya sedikit

dan efisiensi

pembangkitannya tinggi. Hidrogen tersebut dapat berasal dari gas alam, gas bio, atau gas hasil
gasifikasi batubara. Berdasarkan material yang digunakan untuk elektrolitnya, sel bahan bakar terbagi
4 yaitu Phosphoric-Acid Fuel Cell (PAFC), Molten Carbonate Fuel Cell(MCFC), Solid-Oxide Fuel
Cell (SOFC), dan Proton-Exchange Membrane Fuel Cell (PEFC). Di bawah ini ditampilkan
karakteristik dari keempat jenis sel bahan bakar tersebut.
Tabel 1. Karakteristik Sel Bahan Bakar
(Sumber: Clean Coal Technologies in Japan, 2005)

Dari tabel di atas terlihat bahwa sel bahan bakar yang sesuai untuk kombinasi pembangkitan dengan
turbin gas adalah SOFC, karena reaksinya menghasilkan suhu yang sangat tinggi.
Dibandingkan dengan PCC, pembangkitan dengan metode IGFC ini secara teoretis mampu
mengurangi emisi CO2 sebesar 30%. Kelebihan lainnya adalah tingginya efisiensi pembangkitan yang
dapat dicapai yaitu minimal 55%. Disamping kelebihan tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum IGFC benar benar dapat diaplikasikan secara komersial. Yang pertama
adalah urgensi pematangan teknologi IGCC, karena IGFC pada dasarnya adalah pengembangan dari
IGCC. Kemudian, perlunya pengembangan sel bahan bakar yang berefisiensi tinggi tapi murah, untuk
mendukung biaya pembangkitan yang kompetitif ke depannya.
Penutup
Perkembangan teknologi pembakaran pada PLTU batubara telah disajikan di atas. Secara umum
dapat dikatakan bahwa suatu teknologi yang berkembang tidak terlepas dari hal pokok yang disebut
3E, yaitu Engineering (sisi teknis), Economy (sisi ekonomis), dan Environment (sisi lingkungan). Pada
tahap awal, faktor Economy mungkin menjadi pertimbangan utama untuk pembangunan fasilitas
pembangkitan, diikuti Engineering, dan terakhir Environment. Namun seiring dengan upaya
pengurangan polusi atau pencemaran lingkungan yang menyebabkan makin ketatnya baku mutu
lingkungan, terlihat bahwa urutan 3E tersebut mulai berubah. Faktor Environment secara perlahan
menempati urutan pertama dalam pertimbangan pengembangan teknologi, kemudianEngineering,
dan terakhir justru Economy.
Mengambil contoh IGCC, adalah wajar bila tahap awal perkembangannya pasti memerlukan biaya
yang besar. Namun seiring dengan menguatnya isu lingkungan dan matangnya teknologi tersebut,
biaya itu akan menurun dan pada waktu tertentu akan kompetitif terhadap teknologi yang sudah ada.
Sebaliknya, teknologi pembangkitan yang ada, misalnya PCC yang saat ini mendominasi, lambat laun
akan semakin mahal untuk mengakomodasi standar mutu lingkungan yang semakin ketat, dan pada
akhirnya justru malah akan membebani dari segi ekonomi. Di bawah ini ditampilkan perbandingan
biaya pembangkitan antara IGCC dan PCC di AS selama kurun 20 tahun terakhir, dan prediksinya di
masa depan.

Gambar 15. Perbandingan Biaya Pembangkitan per kW IGCC dan PCC di AS

(Sumber: JCOAL Journal, vol.3, Jan. 2006)


Dari grafik di atas terlihat bahwa selama 20 tahun terakhir, biaya pembangkitan untuk PCC meningkat
sekitar 50%. Peningkatan tersebut diakibatkan oleh penambahan peralatan untuk mengurangi beban
lingkungan, misalnya fasilitas desulfurisasi (FGD). Sebaliknya, biaya pembangkitan per kW pada
IGCC justru semakin menurun, dan diharapkan pada tahun 2010, nilainya akan sama dengan pada
PCC, yaitu sekitar $1200.

Anda mungkin juga menyukai

  • Kapasitas: Axis Title
    Kapasitas: Axis Title
    Dokumen1 halaman
    Kapasitas: Axis Title
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • 5 Daftar Gambar
    5 Daftar Gambar
    Dokumen1 halaman
    5 Daftar Gambar
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Mahdi
    Mahdi
    Dokumen1 halaman
    Mahdi
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tabel
    Daftar Tabel
    Dokumen1 halaman
    Daftar Tabel
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Acetylene
    Acetylene
    Dokumen3 halaman
    Acetylene
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Kom Pres or
    Kom Pres or
    Dokumen12 halaman
    Kom Pres or
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Tentukan Tarif Diskon
    Tentukan Tarif Diskon
    Dokumen6 halaman
    Tentukan Tarif Diskon
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Soal Petrokimia
     Soal Petrokimia
    Dokumen7 halaman
    Soal Petrokimia
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Pltu Batubara
    Pltu Batubara
    Dokumen16 halaman
    Pltu Batubara
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Hasil Penelitian Teguh Dan Mahdi
    Hasil Penelitian Teguh Dan Mahdi
    Dokumen1 halaman
    Hasil Penelitian Teguh Dan Mahdi
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Bab 10 Ekontek
    Bab 10 Ekontek
    Dokumen21 halaman
    Bab 10 Ekontek
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Soal Biopros Kelompok 2 Kelas
    Soal Biopros Kelompok 2 Kelas
    Dokumen9 halaman
    Soal Biopros Kelompok 2 Kelas
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • 21
    21
    Dokumen3 halaman
    21
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Tugas 1 BKK
    Tugas 1 BKK
    Dokumen12 halaman
    Tugas 1 BKK
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen3 halaman
    Bab Ii
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii1
    Bab Ii1
    Dokumen5 halaman
    Bab Ii1
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • BKKK
    BKKK
    Dokumen5 halaman
    BKKK
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar RP
    Kata Pengantar RP
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar RP
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • TUGAjjhjhjhjh
    TUGAjjhjhjhjh
    Dokumen6 halaman
    TUGAjjhjhjhjh
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan Cuka Nanas
     Pembahasan Cuka Nanas
    Dokumen4 halaman
    Pembahasan Cuka Nanas
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Tgs Su 1
    Tgs Su 1
    Dokumen3 halaman
    Tgs Su 1
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Process Technology
    Process Technology
    Dokumen5 halaman
    Process Technology
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Semen
    Semen
    Dokumen11 halaman
    Semen
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Soal Soal Latihan
    Soal Soal Latihan
    Dokumen6 halaman
    Soal Soal Latihan
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Gambar Cuka
    Gambar Cuka
    Dokumen1 halaman
    Gambar Cuka
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • TUGAjjhjhjhjh
    TUGAjjhjhjhjh
    Dokumen6 halaman
    TUGAjjhjhjhjh
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Penurunan Kadar Ffa Dengan Destilasi
    Penurunan Kadar Ffa Dengan Destilasi
    Dokumen6 halaman
    Penurunan Kadar Ffa Dengan Destilasi
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat
  • Tugas Khusus
    Tugas Khusus
    Dokumen12 halaman
    Tugas Khusus
    Clarissa Taylor
    Belum ada peringkat