Anda di halaman 1dari 22

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Konsep Dasar kecemasan
3.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang
tidak jelas dan hebat (Nugroho, 2008). Sedangkan menurut Videbeck (2008)
kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Kecemasan dapat juga diartikan suatu keadaan dimana seseorang
mengalami perasaan gelisah atau cemas dan aktivitas sistem saraf otonom dalam
merespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik (Carpenito, 2000).
Kecemasan adaah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki
objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subyektif dan dikomunikasikan
secsra interpersonal. Kecemasan berbeda dengan perasaan takut yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya dengan objek yang jelas.
Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Stuart, 2007)
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara
subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah
kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang
tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya
(Suliswati, 2005) Kecemasan adalah suatu perasaan subjektif mengenai
ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari
ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman (Hawari,
2006).
3.1.2

Tingkat Kecemasan
Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu : (Suliswati, 2005).
1. Kecemasan ringan
9

10

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari.


Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas,
menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan
mampu memecahkan masalah secara efektif.
2. Kecemasan sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,
terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan
sesuatu dengan arahan orang lain.
3. Kecemasan berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada
detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal
lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan
dan perlu banyak perintah atau arahan untuk terfokus pada area
lain.
4. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena
hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun
meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,
berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,
penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak
mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan
disorganisasi kepribadian (Suliswati, 2005).

Gambar 2.1. RentangResponKecemasan


10

11

(Sumber : Stuart, 2007 : 145)


3.1.3

Faktor Predisposisi
Menurut Stuart ( 2007 ) faktor predisposisi atau penyebab
terjadinya kecemasan dapat dikembangkan dan dijelaskan dalam beberapa
teori sebagai berikut :
1. Teori Psikoanalitik
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting
dan impuls primitive seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh normanorma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi
tuntunan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, danfungsi
kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Teori Interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan,
kehilangan yang menimbulakan kelemahan spesifik. Orang dengan
harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan
kecemasan yang berat.
3. Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya
dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering
menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.
4. Teori Keluarga

11

12

Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang


biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam
gangguan kecemasan antara gangguan kecemasan dengan depresi.
5. Teori Biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzoadiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur
kecemasan. Penghambat aminobutrik gamma neuroregulator
(GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana halnya
dengan endorfin. Selain itu juga telaah dibuktikan bahwa kesehatan
umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi
terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan
gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang
3.1.4

untuk mengatasi stressor.


Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) faktor presipitasi atau stresor pencetus
mungkin berasal dari sumber internal dan eksternal. Stresor pencetus dapat
dikelompokkan dalam dua kategori :
1. Ancaman terhadap integritas seseorang, meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan

3.1.5

identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan yaitu:
1. Faktor Internal
a. Pendidikan dan Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan, ini berarti bahwa semakin tinggi
pendidikan semakin tinggi pada tingkat pengetahuan dan

12

13

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka akan


lebih mampu mengatasi masalah dan menggunakan koping
yang efektif dibandingkan dengan tingkat pengetahuan
rendah (Notoatmodjo, 2002). Tingkat intelegensi tinggi
akan mampu memecahkan berbagai kesulitan atau masalah
terutama kecemasan (Asaad, 2003).
b. Usia, Maturitas Perkembangan
Makin tua umur seseorang makin banyak pengalaman
hidupnya sehingga akan lebih konstruktif dalam
menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi. Ahli
teori perilaku memandang ansietas sebagai sesuatu yang
dipelajari melalui pengalaman individu. Sebaliknya,
perilaku dapat diubah melalui pengalaman baru. Perilaku
yang mengganggu kehidupan individu dapat ditiadakan
melalui pengalaman yang berulang. Ini tentunya lebih dapat
dilakukan oleh individu dalam usia yang lebih tua.
(Videbeck, 2008 ).
c. Status Kesehatan Jiwa dan Fisik
Kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata
sebagai predisposisi terhadap kecemasan (Stuart, 2007).
Jika status kesehatan buruk, energi yang digunakan untuk
menangani stimulus kurang akan dapat mempengaruhi
respon.PerkawinanSeseorang yang bersuami akan lebih
mempunyai rasa percaya diri dan ketenangan dalam
menghadapi masalah
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan

13

14

Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada


disekitar kita baik fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan akan mengirim stimulus secara terus menerus
selama manusia hidup yang memerlukan penyesuaian. Bila
manusia tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan
tentunya akan menimbulkan suatu kecemasan ( Sunaryo,
2003 ).
b. Nilai-nilai Budaya dan Spiritual
Kepercayaan atau agama merupakan tempat mencari makna
hidup yang terakhir atau penghabisan. Agama sebagai suatu
keyakinan hidup yang masuk kedalam kontruksi
kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara
berfikir, bersikap, bereaksi, dan berperilaku. Agama dan
keyakinan serta norma-norma yang ada di masyarakat
tentunya akan mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi
terhadap stress dan kecemasan (Sunaryo, 2003 ).
c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah sumber daya eksternal utama
dalam penyelesaian masalah dan sebagai moderator stress
kehidupan yang efektif. Dukungan sosial memfasilitasi
perilaku koping seseorang (Smeltzer dan Bare, 2001).
d. Pekerjaan
Wanita klimakterium yang mempunyai pekerjaan yang
penting dan memerlukan aktivitas dengan mengetahui
bahwa dirinya sudah tua dan tidak menarik lagi maka akan
merasa terganggu dengan perubahan bentuk tubuh terutama
yang mempunyai pekerjaan yang memerlukan penampilan
dan kegiatan yang prima, hal ini penyebab timbulnya

14

15

kecemasan dan mempengaruhi perannya di masyarakat


(Long, 2001).

3.1.6

Respon Kecemasan
Ada beberapa pendapat tentang respon kecemasan menurut beberapa
ahli diantaranya yaitu :
1. Respon kecemasan menurut Videeback (2008) Respon kecemasan
menurut Videebeck dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.1 Tingkat Respon Cemas


Tingkat
Cemas
Ringan(1+)

Sedang
(2+)

Respon Fisik

Respon Kognitif

Respon Emosional

Ketegangan otot
ringan, sadar akan
lingkungan, rileks
atau sedikit
gelisah,penuh
perhatian.

Lapang persepsi luas,


terlihat tenang,
percaya diri, perasaan
gagal sedikit waspada
dan memperhatikan
banyak hal,
mempertimbangkan
informasi.

Perilaku otomatis,
sedikit tidak sabar,
aktivitas
menyendiri,terstimul
asi tenang

Ketegangan otot
sedang,TTV
meningkat, pupil
dilatasi, mulai
berkeringat, sering
mondar mandir,
memukulkan tngan,
suara berubah,
bergetar, nada suara
tinggi, kewaspadaan
dan ketegangan
meningkat, sering
berkemih, sakit
kepala, nyeri
punggung.

Lapang persepsi
menurun, tidak
perhatian secara
selektif, fokus
terhadap stimulus
meningkat, rentang
perhatian menurun,
penyelesaian masalah
menurun.

Tidak
nyaman,mudah
tersinggung,
kepercayaan diri
goyah,tidak sabar.

15

16

Berat (3+)

Ketegangan otot
berat, kontak mata
buruk,hiperventilasi,
keringat
banyak,bicara cepat,
nada suara tinggi,
tindakan
serampangan, rahang
menegang,menggerta
kkan gigi, berteriak,
meremas tangan,
gemetar, kebutuhan
ruang gerak
meningkat.

Lapang persepsi
terbatas, proses
berfikir terpecahpecah, sulit berfikir,
penyelesaian masalah
buruk, tidak mampu
mempertimbangkan
informasi, hanya
memperhatikan
ancaman, preokupasi
dengan pikiran
sendiri, egosentris.

Sangat cemas,
agitasi, takut,
bingung, merasa
tidak adekuat,
menarik diri,
penyangkalan, ingin
bebas.

Panik (4+)

Ketegangan otot
sangat berat, agitasi
motorik kasar, pupil
dilatasi, tanda-tanda
vital meningkat
kemudian menurun,
tidak dapat tidur,
hormon stres dan
neurotransmiter
berkurang, wajah
menyeringai, mulut
ternganga.

Persepsi sangat
sempit, pikiran tidak
logis, terganggu,
kepribadian kacau,
tidak dapat
menyelesaikan
masalah, fokus pada
masalah sendiri, sulit
memahami stimulus
eksternal, halusinasi,
waham, ilusi.

Merasa
terbebani,merasa
tidak mampu, tidak
berdaya, lepas
kendali, mengamuk,
putus asa, marah,
sangat takut,
mengharapkan hasil
yang buruk, kaget,
takut, lelah.

(Sumber Videbeck, 2008)


2. Respon kecemasan menurut Stuart, (2007)
Menurut Stuart respon kecemasan dapat dibagi sebagai berikut:
a. Respon Fisiologis Terhadap Kecemasan
a) Kardiovaskuler
Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa
mau pingsan, tekanan darah menurun, pingsang, denyut nadi
menurun.
b) Pernafasan
Napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada, napas dangkal,
pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, terengahengah.

16

17

c) Neuromuskuler
Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkeip-kedip,
insomnia, tremor, rigiditas, gelisah wajah tegang, kelemahan
umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.
d) Gastrointestinal
Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman
pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.
e) Traktus Urinarias
Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
f) Kulit
Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan),
gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat,
berkeringat seluruh tubuh.
b. Respon Perilaku, Kognitif dan Afektif Terhadap Kecemasan
a) Perilaku
Gelisah ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang
koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari
hubungan interpersonal, menghalangi, melarikan diri dari
masalah, menghindar, hiperventilasi.
b) Kognitif
Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam
memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berfikir, bidang
persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas
menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat,
kehilangan objektifitas, takut kehilangan kontrol, takut pada

3.1.7

gambaran visual, takut cidera atau kematian.


c) Afektif
Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus,
Cara Pengukuran Kecemasan
Menurut Nursalam (2003) alat ukur kecemasan menggunakan
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang terdiri atas 14 kelompok
gejala, masing-masing kelompok gejala diberi penilaian 0 4 dengan
penilaian sebagai berikut:

17

18

Nilai 0 : tidak ada gejala atau keluhan (tidak ada gejala sama sekali).
Nilai 1 : gejala ringan (satu gejala dari gejala yang ada).
Nilai 2 : gejala sedang (separuh dari gejala yang ada).
Nilai 3 : gejala berat (lebih dari separuh gejala yang ada).
Nilai 4 : gejala berat sekali (semua gejala yang ada).
Untuk penilaian total skor menurut Hidayat (2007) sebagai berikut:
Kurang dari 14 : tidak ada kecemasan
14 20
: kecemasan ringan
21 27
: kecemasan sedang
28 41
: kecemasan berat
42 56
: kecemasan berat sekali
Sedangkan untuk gejala kecemasannya menurut Hidayat (2007) adalah
sebagai berikut:
1. Perasaan Cemas
Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
2. Ketegangan
Merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah terkejut,
mudah menangis, gemetar, gelisah.
3. Ketakutan
Pada gelap, pada orng asing, ditinggal sendiri, pada binatang
besar, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan orang banyak.
4. Insomnia
Sulit tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun
dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi
menakutkan.
5. Gangguan
KecerdasanSulit berkonsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat
buruk.
6. Perasaan Depresi
Hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,
bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
7. Gejala Somatik / fisik
Sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk,
suara tidak stabil.
8. Gejala Sensorik
Tinitus, penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas,
perasaan ditusuk-tusuk.
9. Gejala Kardiovaskuler

18

19

Takikardia, berdebar-debar, nyeri didada, denyut nadi mengeras,


rasa lesu maupingsan, tekanan darah meningkat.
10. Gejala Pernapasan
Rasa tertekan didada, perasaan tercekik, sering menarik nafas,
sesak nafas.
11. Gejala Gastrointestinal
Mual-mual, kembung, sukar buang air besar, perut mules, sulit
menelan, tinja encer, penurunan berat badan.
12. Gejala Urogenital
Sering berkemih, tidak dapat menahan air seni, amenore, darah
hait berlebihan, hait lama.
13. Gejala Otonom
Mulut kering, wajah kemerahan, mudah berkeringat, kepala terasa
berat, kepala pusing, bulu-bulu berdiri.
14. Perilaku Saat Wawancara
Gelisah, tidak tenang, gemetar, muka tegang, muka merah, otot
tegang, nafas pendek dan cepat.
3.2 Konsep Pre Operasi
Konsep pre operasi adalah bagian dari keperawatan perioperatif dan
merupakan persiapan awal sebelum melakukan tindakan operasi. Dalam kosep pre
operasi membahas tentang pengertian pre operasi, persiapan pre operasi, indikasi
dan klasifikasi Pembedahan, dan factor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
pada pasien pre operasi.
3.2.1 Pengertian Pre Operasi
Keperawatan pre operasi merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Perawatan pre operasi merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan (Mirianti, 2011).

19

20

Fase pre operasi dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi dibuat
dan berakhir ketika pasien dipindahkan kemeja operasi. Kesuksesan dalam
tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini
merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan
berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada fase ini akan berakibat fatal pada
tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi
fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan
suatu operasi (Smeltzer, 2002).
3.2.2 Persiapan Pre Operasi
Persiapan klien di unit perawatan, diantaranya (Ilmu Bedah, 2010):
a. Persiapan fisik
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap
pasien sebelum operasi antara lain:
1)

Status Kesehatan Fisik Secara Umum


Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan

pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas


klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain
status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan,
fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,
dan lain- lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup
karena dengan istirahat yang cukup pasien tidak akan
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien
yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat

20

21

stabil dan pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid


lebih awal.
2)

Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi

badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas,
kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan
nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi
sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup
untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca
operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat
di rumah sakit.
3)

Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya

dengan input dan output cairan. Demikian juga kadar elektrolit


serum harus berada dalam rentang normal. Keseimbangan
cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi
metabolik obat- obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik.
4)

Pencukuran Daerah Operasi


Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk

menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan


pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/

21

22

menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.


Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak
memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada
pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren)
harus dilakukan dengan hati- hati jangan sampai menimbulkan
luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan
kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada
jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi.
5)

Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan

operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber


kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang di
operasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan
untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan
lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan personalhygiene secara mandiri maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
6)

Pengosongan Kandung Kemih


Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan

melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi


bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk
mengobservasi balance cairan.
7)

Latihan Pra Operasi

22

23

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum


operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam
menghadapi kondisi pasca operasi, seperti: nyeri daerah
operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihanlatihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi, antara
lain:
a) Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien
untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat
membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu
beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas
tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum.
Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif
dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal
ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien.
b) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi
klien terutama klien yang mengalami operasi dengan
anestesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi
teranestesi. Sehingga ketikasadar pasien akan mengalami
rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif

23

24

sangat bermanfaat bagi pasien setelah operasi untuk


mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
c) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting
bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera
melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan. Pasien/ keluarga
pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien
yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut
jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama
sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru
jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus)
sehingga pasien akan lebih cepat kentut/ flatus.
Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan
lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari
kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya
adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena
dan menunjang fungsi pernafasan optimal.
d) Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya
hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus

24

25

dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang


dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti EKG, dan
lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk
melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan
berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit
pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang
diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk
dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk
menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani
operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan
berbagai macam pemerikasaan laboratorium terutama
pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan
radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
e) Pemeriksaan Status Anestesi
Pemeriksaaan status fisik untuk pembiusan perlu
dilakukan untuk keselamatan selama pembedahan.
Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status
fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa
digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan

25

26

metode ASA (American Society of Anasthesiologist).


Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi
pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan,
peredaran darah dan sistem saraf.
f) Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan
penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting
terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan
tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien
maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan
medis, operasi sekecil apapunmempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan
medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan
dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah
sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien
atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib
untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan
operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada
pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui
manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersebut akan
mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala
macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta

26

27

pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum


menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/ keluarganya
berhak untuk menanyakan kembali sampai betul- betul
paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika
tidak maka penyesalan akan dialami oleh pasien/ keluarga
setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak
sesuai dengan gambaran keluarga.
g) Persiapan Mental/ Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah
pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental
pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh
terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan
merupakan ancaman potensial maupun aktual pada
integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi
stres fisiologis maupun psikologis (Bobak, 2005). Contoh:
perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan
ketakutanmisalkan pasien dengan riwayat hipertensi jika
mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya
akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami
pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahanperubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan- gerakan tangan yang tidak terkontrol,
telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan

27

28

pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering


berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping
yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres.
Disamping itu perawat perlu mengkaji hal- hal yang bisa
digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi
masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya
orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor
pendukung/support system.
3.2.3 Indikasi dan Klasifikasi Pembedahan
Menurut Smeltzer (2002), pembedahan mungkin dilakukan untuk berbagai
alasan. Alasan tersebut mungkin diagnostik, seperti ketika dilakukan biopsi atau
laparatomi eksplorasi; dapat juga kuratif, seperti ketika mengeksisi massa tumor
atau mengangkat apendiks yang mengalami inflamasi; kemungkinan juga
reparative, seperti ketika harus memperbaiki luka multiple; mungkin juga
rekonstruktif atau kosmetik, seperti ketika melakukan mammoplasti atau
perbaikan wajah; atau mungkin paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri
atau memperbaiki masalah, sebagai contoh, ketika selang gastrostomi dipasang
untuk mengkompensasi terhadap ketidakmampuan untuk menelan makan.
Pembedahan juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkat urgensinya,
dengan penggunaan istilah-istilah kedaruratan, urgen, diperlukaan, elektif, dan
pilihan disajikan dalam table berikut ini:

No
1

Tabel 3.1 Kategori Pembedahan Didasarkan Pada Urgensinya


Klasifikasi
Indikasi
Contoh
Kedaruratan
(pasien Tanpa ditunda
Perdarahan hebat,
membutuhkan
obstruksi
kandng

28

29

perhatian
segera,
gangguan
mungkin
mengancam jiwa)

Urgen(pasien
membutuhkan
perhatian segera)

Diperlukaan
(pasien Direncanakan
harus
menjalani dalam beberapa
pembedahan)
minggu
atau
bulan

Elektif (pasien harus Tidak dilakukan


dioperasi
ketika pembedahan,
diperlukan)
tidak
terlalu
membahayakan
Pilihan
(keputusan Pilihan pribadi
terletak pada pasien)
(sumber: Smeltzer, 2002)

Dalam 24-30 jam

kemih atau usus,


fraktur
tulang
tengkorak,
luka
tembak atau tusuk,
dan luka bakar
sangat luas.
Infeksi
kandung
kemih akut dan
Batu ginjal atau
batu pada uretra.
Hiperplasia prostat
tanpa
obstruksi
kandung
kemih,
gangguan tiroid, dan
Katarak.
Perbaikan
eskar,
hernia
sederhana,
dan
perbaikan
vaginal.
Bedah kosmetik.

3.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien Pre


Operasi.
Menurut Stuart (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada
pasien pre operasi antara lain :
a. Nyeri dan Ketidaknyamanan (Pain And Discomfort)
Suatu yang umum dan biasa terjadi pada pasien pre operasi
akibat pembedahan. Perawat bertugas memberikan informasi dan
meyakinkan kepada pasien bahwa pembedahan tidak akan dilakukan
tanpa diberikan anastesi terlebih dahulu. Pada pembedahan akan
timbul reaksi nyeri pada daerah luka dan pasien merasa takut untuk
melakukan gerakan tubuh atau latihan ringan akibat nyeri padadaerah
perlukaan. Faktor tersebut akan menimbulkan cemas pada pasien pre
operasi.
b. Ketidaktahuan (Unknow)
29

30

Cemas pada hal-hal yang belum diketahui sebelumnya adalah


suatu hal yang umum terjadi. Ini disebabkan karena kurangnya
informasi tentang pembedahan.
c. Kerusakan atau Kecacatan (Mutilation)
Cemas akan terjadi kerusakan atau perubahan bentuk tubuh
merupakan salah satu faktor bukan hanya ketika dilakukan amputasi
tetapi juga pada operasi-operasi kecil. Hal ini sangat dirasakan oleh
pasien sebagai suatu yang sangat mengganggu body image.
d. Kematian (Death)
Cemas akan kematian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
ketika pasien mengetahui bahwa operasi yang akan dilakukan akan
mempunyai resiko yang cukup besar pada tubuh sehingga akan
menyebabkan kematian
e. Anestesi (Anesthesia)
Pasien akan mempersepsikan bahwa setelah dibius pasien tidak
akan sadar, tidur terlalu lama dan tidak akan bangun kembali. Pasien
mengkhawatirkan efek samping dari pembiusan seperti kerusakan pada
otak, paralisis, atau kehilangan kontrol ketika dalam keadaan tidak
sadar.

30

Anda mungkin juga menyukai