Anda di halaman 1dari 4

ADA APA DENGAN HOME SCHOOLING?

Oleh :
Mubiar Agustin*
Dalam suatu wawancara tentang sekolah rumah (home schooling) dengan
sebuah televisi swasta, seorang selebritis muda yang duduk di bangku SMA
berkomentar bahwa ia lebih baik memilih sekolah rumah (home schooling)
karena ia bisa lebih bebas memilih waktu untuk belajar, bebas memilih mata
pelajaran, bebas memilih guru

dan lebih bebas untuk melakukan shooting

sinetron dan iklan apakah memang sesederhana itu kegiatan belajar di


sekolah rumah (home schooling)?
Aspek historis
Kegiatan sekolah rumah (home schooling) memiliki sejarah yang cukup
panjang, kegiatan ini mulai dikenalkan di Amerika Serikat sekitar 180an tahun
yang lalu dan

tepatnya pada tahun 1836 kegiatan sekolah rumah (home

schooling) mulai mengalami kemunduran sejalan dengan diwajibkannya kegiatan


belajar di sekolah umum (public schools) dibawah naungan pemerintah. Walaupun
demikian, selama beberapa dekade terakhir ini di Amerika Serikat mulai terjadi
pertambahan yang cukup luar biasa pada orang tua yang menyekolahkan anakanak mereka di rumah dan ternyata imbasnya sampai juga ke Indonesia. Memang
cukup sulit menentukan data yang akurat berapa jumlah orang tua yang
menyekolahkan anaknya di rumah, akan tetapi kalau kita merujuk pada data yang
dipaparkan oleh Susanah Shefeer seorang penggagas sekolah rumah di Amerika
Serikat menyebutkan bahwa pada tahun 1980an di Kota Boston saja kurang lebih
20.000 keluarga telah menyelenggarakan kegiatan sekolah di rumah untuk 50.000
anak-anak mereka. Data terakhir menyebutkan bahwa di Amerika Serikat kurang
lebih 1,35 juta anak mengikuti kegiatan (home schooling).
Siapa tokoh home schooling di Amerika Serikat? Salah seorang tokoh
yang paling terkenal memprakarsai home schooling di Amerika Serikat adalah
1

Jhon Holt (1923-1985). Tujuan utama home schooling menurut Holt adalah
menciptakan suasana belajar bagi anak yang bebas dari tekanan tidak pantas yang
biasanya dialami anak di sekolah umum, dan yang lebih penting adalah orang tua
dapat mengawasi kegiatan belajar anak-anak, sehingga orang tua

dapat

memberikan layanan pendidikan yang optimal pada anak-anak mereka.


Apa Alasan Orang Tua Menyelenggarakan home schooling?
Di Amerika Serikat terdapat beberapa alasan yang mendorong orang tua
menyelenggarakan kegiatan belajar/sekolah di rumah, alasan tersebut antara lain :
(1) beberapa orang tua memang memiliki waktu yang cukup banyak untuk tinggal
di rumah, khususnya ibu. Keadaan ini menjadikan mereka lebih mampu untuk
mengeratkan ikatan persaudaraan dalam keluarga, sehingga menjadikan keluarga
lebih stabil; (2) sebagian juga beralasan untuk tidak menyerahkan pendidikan
anak-anak mereka kepada orang lain atau lembaga tertentu (baca:sekolah).
Bahkan sebagian secara lantang mengatakan saya tidak akan merelakan orang
lain menikmati belajar dengan anak saya!; (3) alasan lain dari orang tua
mengadakan home schooling adalah berdasarkan suatu kepercayaan bahwa anak
akan belajar lebih baik apabila anak menentukan sendiri apa yang akan dipelajari
di rumah. Menurut kelompok ini, pendidikan dasar yang dilakukan di TK atau
Prasekolah cenderung tidak alamiah sehingga mereka berkeyakinan bahwa home
schooling merupakan alternatif sekolah yang lebih kondusif dan alamiah; (4) ada
juga alasan orang tua menyelenggarakan home schooling adalah karena ingin
mudah menyampaikan nilai-nilai agama yang cocok untuk anak-anak dimana
nilai-nilai agama tersebut kebanyakan tidak pernah disinggung di sekolah umum;
dan (5) sebagian orang tua meyakini bahwa sebelum usia 8 atau 10 tahun, anakanak tidak perlu mendapatkan tekanan fisik dan kognitif yang umumnya kondisi
itu telah diajarkan secara formal di sekolah umum.
Tampaknya alasan yang dipaparkan oleh orang tua di Amerika Serikat
untuk sekolah di rumah dengan alasan orang tua di Indonesia cenderung tidak
jauh berbeda. Diantara alasan orang tua yang menyelenggarakan home schooling
di Indonesia

adalah karena ketidakpuasaan mereka terhadap layanan yang

diberikan oleh sekolah umum, juga karena kecenderungan perubahan terhadap

gaya hidup yang menjadikan mereka ingin gampang dalam memberikan


pendidikan kepada anak dan terdorong keinginan untuk mencoba metode baru
pembelajaran bagi pendidikan anak-anak mereka.
Isu-isu Penting tentang Home Schooling
Dengan tidak tendensius kepada salah satu kelompok (home schooling vs
Public schools) .Tampaknya terdapat beberapa isu penting terkait dengan home
schooling ini serta relevansinya pada pendidikan kita, antara lain : Pertama, aspek
sosialisasi. Sebagian pakar pendidikan berpendapat bahwa apakah kegiatan home
schooling dapat memberikan asupan gizi berupa sosialisasi yang cukup bagi
anak? Padahal fakta menunjukkan bahwa sejatinya usia anak-anak adalah usia
bermain, usia sekolah, usia awal berkelompok, usia menjelajah, usia bertanya,
usia meniru, usia kreatif dan yang paling penting adalah masa emas dalam
membangun hubungan dengan teman sebayanya. Sedangkan dalam kegiatan
home schooling interaksi yang terjadi akan tampak tidak alamiah karena
hubungan yang banyak dibangun adalah hanya dengan orang dewasa (orang tua
dan guru), kalaupun ada interaksi dengan teman sebaya umumnya tidak intensif
karena hanya berlangsung pada beberapa jam pada tiap minggunya.
Kedua, aspek usia anak. Di Amerika Serikat anak-anak yang mengikuti
home schooling adalah berada pada kelompok anak usia dini (6-10tahun), jadi
orang tua masih mampu untuk

mengembangkan potensi anak dengan

mengajarkan berbagai mata pelajaran yang sifatnya masih dasar dan belum
kompleks di rumah. Berbeda faktanya dengan di Indonesia tampaknya orientasi
home

schooling diberlakuan untuk semua kelompok usia anak-anak bahkan

sampai usia sekolah menengah atas. Kemudian, di Amerika home schooling


dilakukan oleh orang tua dan bukan oleh pihak lain, jadi orang tua akan mampu
memantau perkembangan kegiatan belajar anak-anak mereka setiap waktu.
Sedangkan di Indonesia home schooling melibatkan orang lain sebagai guru.
Pertanyaannya, apakah setiap orang tua di Indonesia mampu untuk mengajarkan
semua materi-materi pelajaran pada jenjang tersebut?, memang pada komunitas
tertentu mendatangkan guru khusus untuk mengajarkan materi-materi tersebut,
pertanyaan berikutnya, berapa biaya yang harus di bayar oleh orang tua untuk

setiap guru khusus? Mampukah setiap orang tua di Indonesia untuk menyediakan
biaya sebesar itu?.
Ketiga, aspek budaya. Apabila kita perhatikan ilustrasi pembuka pada
artikel ini yang menggambarkan komentar seorang selebritis usia sekolah tentang
home schooling, maka seolah ada kesan bahwa home schooling adalah kegiatan
belajar yang akan memberikan kesempatan kapada anak untuk santai, tanpa target
dan berbuat sebebasnya, padahal home schooling di negara asalnya diorientasikan
untuk menjadikan anak lebih bertanggung jawab mengatur diri, waktu dan juga
belajar mereka, jadi jangan sampai arah home

schooling di negara kita ini

menjadi salah kaprah. Aspek budaya lainnya adalah sistem pendidikan kesetaraan,
pakar home schooling Indonesia mengatakan bahwa persekolahan di rumah dapat
didaftarkan ke dinas pendidikan setempat sebagai komunitas pendidikan
nonformal. Pesertanya kemudian dapat mengikuti ujian nasional kesetaraan Paket
A (setara SD), Paket B (setara SMP) dan Paket C (setara SMA). Tentunya tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam budaya kita apapun harus selalu bersifat formal
termasuk kelulusan jenjang pendidikan. Artinya bahwa pendidikan kesetaraan
dalam budaya pendidikan kita masih dipandang sebagai nomor dua, tidakkah
kondisi ini akan semakin menjadikan para lulusan home schooling menjadi kurang
percaya diri? Sudahkah lembaga penyedia

pekerjaan di kita menerima para

lulusan kesetaraan dengan lapang dada? Atau masih diselimuti banyak keraguan
jika dibandingkan menerima para lulusan sekolah ataupun perguruan tinggi
terkenal. Sederhananya sudah siapkah kita mengadakan home schooling?
Dosen Pada Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Universitas Pendidikan Indonesia
(Dimuat pada Harian Umum Pikiran Rakyat, Rabu 20 Desember 2007)

Anda mungkin juga menyukai