Anda di halaman 1dari 6

Strongiloidiasis

Kompetensi (sesuai dengan tingkat kompetensi)


Tingkat kemampuan 4A.
Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk kasus malaria serebral
Tujuan Umum
Setelah mengikuti modul ini peserta didik dipersiapkan untuk mempunyai keterampilan
di dalam mengelola penyakit malaria serebral melalui pembelajaran, pengalaman klinis,
diskusi, dan berbagai penelusuran sumber pengetahuan.
Tujuan khusus (sesuai dengan tingkat kompetensi)
Setelah mengikuti modul ini peserta didik mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada kasus malaria serebral demi menyelamatkan
nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Peserta didik
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Peserta didik juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Strategi pembelajaran
Bedside teaching
Small group discussion
Praktek mandiri dengan pemeriksaan pasien
Sarana/ Alat bantu latih
o Penuntun belajar (learning guide) terlampir
o Tempat belajar (training setting) : ruang rawat jalan, ruang rawat inap, ruang
tindakan, dan ruang diskusi.
Tinjauan Kepustakaan
Malaria serebral adalah malaria falciparum yang disertai kejang dan koma, tanpa
penyebab lain dari koma. Gejala paling dini malaria serebral pada anak-anak umumnya
adalah demam (37,50-41-C), selanjutnya tidak bisa makan atau minum, sering
mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang mendahului koma
dapat sangat singkat, umumnya 1-2 hari. Anak-anak yang sering kehilangan kesadaran
setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria serebral, terutama jika koma
menetap lebih dari setengah jam setelah kejang. Dalamnya koma dapat dinilai sesuai
dengan skala kom Glasglow atau modifikasi khusus pada anak yaitu skala koma
Blantyre, melalui pengamatan terhadap respon rangsangan bunyi atau rasa nyeri yang
standar, ketukan (knuckle) iga pada dada anak dan jika tidak respon lakukan tekanan
kuat pada kuku ibu jari dengan pensil pada posisi mendatar. Selalu singkirkan dan atasi
kemungkinan hipoglikemia. Skala koma dapat digunakan berulang kali untuk menilai
ada kemajuan atau kemunduran. Kejang biasanya terjadi pada sebelum dan sesudah
timbul koma. Sekelompok anak-anak yang dapat beratahan hidup setelah menderita
malaria serebral kurang lebih 10% mengalami gejala sisa neurologic yang menetap.
Selama periode penyembuhan, gejala sisa dapat berbentuk hemiparesis, ataksia

serebral, kebutaan, hipotonia berat, retardasi mental, kekakuan yang menyeluruh atau
afasia
Kepustakaan
1. Difteria. Dalam: Sumarmo, Garna H, Hadinegoro SR. Buku ajar infeksi dan
penyakit tropis. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2003. h. 331-40.
2. Christie AB. Diphtheria. Infectious diseases, epidemiology dan clinical practice.
Edinburgh: Churchill Livingstone; 1987. h. 1183-209.
3. Halsey NA, Smith MHD. Diphteria. Dalam : Warren KS, Mahmoud AA,
penyunting. Tropical and geographical medicine. New York: Mc Graw-Hill; 1985.
h. 809-20.
4. Hodes HL. Diphteria. Pediatr Clin North Am. 1979;26:445.
5. Krugman S, Katz SL. Diphteria. Infectious disease of children. St Louis: The
Mosby; 1992. h.46-67.

PENUNTUN BELAJAR
Lakukan penilaian kinerja pada setiap langkah/tugas dengan menggunakan skala
penilaian di bawah ini:
1. Perlu perbaikan:
Langkah atau tugas tidak dikerjakan secara benar, atau dalam urutan yang salah
(bila diperlukan) atau diabaikan
2. Cukup:

Langkah atau tugas dikerjakan secara benar, dalam urutan yang benar (bila
diperlukan), tetapi belum dikerjakan secara lancar
3. Baik:
Langkah atau tugas dikerjakan secara efisien dan dikerjakan dalam urutan yang
benar (bila diperlukan)
PENUNTUN BELAJAR
MALARIA SEREBRAL
No
.
I.
1.
2.

3.
4.

5.

6.

7.
II.
1.
2.

Kegiatan/langkah klinik
ANAMNESIS
Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan diri,
jelaskan maksud Anada
Tanyakan keluhan utama (biasanya sakit
menelan atau suara nafas mengorok)
Dalam hal sudah terjadi obstruksi saluran
pernafasan, mungkin keluhan utamanya sesak
nafas
Sudah berapa lama menderita sakit menelan?
Apakah disertai demam (tinggi atau hanya
demam ringan)?
Apakah disertai batuk dan atau pilek?
Apakah disertai suara parau?
Apakah disertai pembengkakan pada leher?
Apakah disertai sesak nafas disertai bunyi nafas
mengorok (stridor inspiratoir)?
Apakah ada suara menghidung, sulit menelan
makanan (dan regurgitasi)?
Apakah ada anggota keluarga serumah atau
teman sekolah atau teman bermain yang
menderita sakit serupa?
Bagaimana riwayat imunisasi DPT (lengkap,
mendapat booster, tidak lengkap, atau tidak
pernah sama sekali)?
Apabila keluhan utamanya nafas mengorok,
apakah hal tersebut sudah sering terjadi
(berulang), adakah tertelan benda asing?
Bagaimana
keadaan
lingkungan
rumah
(lembab, berdempetan dengan rumah lain)?
PEMERIKSAAN FISIS
Terangkan kepada pasien atau keluarga akan
dilakukan pemeriksaan fisis
Tentukan keadaan sakit: ringan/sedang/berat

Perlu
perbaikan

Cukup

Baik

3.

Bila tidak dalam keadaan kegawatan, lakukan


pengukuran antropometri: sekurang-kurangnya
berat dan tinggi badan
4.
Lakukan pengukuran tanda vital: kesadaran,
tekanan darah, laju nadi, laju pernafasan, dan
suhu badan
5.
Apakah ada tanda-tanda obstruksi saluran
nafas:
- Nafas cepat
- Pernafasan cuping hidung
- Retraksi suprasternal, interkostal, epigastrik
- Sianosis
- Akral teraba dingin
6.
Periksa kepala:
- Rongga mulut: pseudomembran pada
tonsil, faring, uvula dan palatum mole
- Periksa apakah sukar untuk dilepaskan dari
dasarnya, coba diangkat apakah berdarah?
- Hidung: adakah secret hidung yang bau,
purulen dan berdarah
7.
Periksa leher: pembesaran kelenjar getah
bening, apakah leher membengkak bull neck
8.
Periksa daerah dada:
- Jantung : bunyi jantung redup, ireguler
- Paru-paru
9.
Periksa daerah abdomen
10. Periksa ekstremitas: apakah akral sianosis?
11. Periksa kulit: apakah ada ulkus dengan
pseudomembran?
12. Pemeriksaan neurologis: adakah tanda paresis
saraf perifer dan kelumpuhan otot
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM/RADIOLOGI
1.
Periksa darah lengkap
2.
Periksa apus hidung dan tenggorok (APT dan
APH): sediaan langsung untuk mencari kuman
diphtheriform dan kultur khusus kuman
Corynebacterium diphtheria
3.
Pemeriksaan EKG dan enzim jantung serta foto
rontgen dada bila diduga ada penyulit
miokarditis
4.
Pemeriksaan tes fungsi hati dan ginjal bila
diduga ada penyulit ke organ tersebut
IV. DIAGNOSIS

1.
2.
3.
4.
V.
1.
2.

3.

4.
5.

6.
VI.
1.
2.

3.

Berdasarkan hasil anamnesis: sebutkan


Berdasarkan hasil pemeriksaan fisis: sebutkan
Hasil laboratorium: APT dan APH
Hasil pemeriksaan lainnya untuk diagnosis
penyulit
TATA LAKSANA
Sampaikan penjelasan mengenai rencana
pengobatan kepada pasien atau keluarganya
Khusus:
- Pemberian serum anti difteri (lakukan tes
kulit/ konjungtiva dulu: cara desensitisasi bila
hasil tes positif)
- Pemberian antibiotika: Penisilin Prokain, bila
alergi beri eritromisin
Suportif dan simptomatik:
Diet cukup kalori dan protein, mudah dicerna
dan dapat diterima oleh pasien
Pemantauan ketat untuk tanda-tanda obstruksi
jalan nafas dan penyulit lain
Tatalaksana komplikasi:
- Konsul THT untuk trakeostomi pada
obstruksi saluran nafas
- Bed rest, kortikosteroid untuk miokarditis
- Tatalaksana lain untuk komplikasi
Pemberian
imunisasi
DPT/DT
sebelum
dipulangkan
PENCEGAHAN
Jelaskan mengenai cara penularan penyakit
difteri
Jelaskan pentingnya pemeriksaan APT/APH
pada kontak (serumah, sekolah atau teman
bermain)
Jelaskan pentingnya pemberian obat-obatan
dan imunisasi DPT/DT untuk pencegahan pada
kontak tersebut

Peserta dinyatakan:
Layak
Tidak layak melakukan prosedur

Tanda tangan pembimbing

(Nama jelas)
Tanda tangan peserta didik

(Nama jelas)

Kotak komentar

Anda mungkin juga menyukai