Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya, sehingga penulis dan akhwan-ikhwat sekalian dalam keadaan Islam hingga
sekarang, serta penulis juga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Agama Islam pada semester genap ini.
Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah
menyumbangkan ide, kritik, saran dan juga tenaga. Untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1
Bapak Ir. Zainul Arifin selaku dosen mata kuliah Agama Islam dan Aswaja yang
telah memberikan bimbingan sehingga makalah ini selesai tepat waktu yang
telah ditentukan.
Orang tua penyusun yang telah mendorong kami baik mental maupun spiritual
dalam menyelesaikannya makalah ini.
Serta banyak pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1
Rumusan Masalah.......................................................................................... 5
Tujuan Penulisan............................................................................................ 5
Manfaat Penulisan.......................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
1
2
3
4
5
BAB I
PE N DAH U LUAN
1.1 LatarBelakang
Percaya kepada takdir termasuk salah satu rukun iman yang ke 6. Dari Umar bin
Khaththab ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda ketika ditanya oleh Malaikat Jibril
tentang iman yaitu, Kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab kitab-Nya,
para Rasul-Nya, hari kiamat dan kepada takdir yang baik dan yang buruk.
(HR Imam Muslim).
Orang yang percaya kepada taqdir, mengetahui dan menyadari bahwa segala sesuatu
ini yang merencanakan Allah. Masalah apapun tidak menjadikan jatuhnya kepercayaan
dirinya sendiri. Percaya kepada taqdir adalah sebagai obat yang mujarab terhadap hati yang
terluka. Dia percaya dan tau bahwa hidup bukan untuk bersenang-senang saja. Tetapi adalah
untuk hidup, dalam hidup itu pasti kita akan menghadapi kesulitan dan kegagalan. Maka dari
itu kita tidak boleh putus asa, kita harus sabar dan rajin dalam membina dan menegakkan
suatu usaha dan cita-cita yang belum berhasil akan ditekuni walaupun dengan jeri payah dan
banyak pengorbanan. Orang yang menjadi sabar karena Allah tidak akan menyia-nyiakan
jerih payah manusia.
Takdir merupakan hal penting yang harus dipercayai oleh setiap muslim. Karena
sesesungguhnya takdir telah ditentukan oleh Allah jauh sebelum kita diciptakan oleh Allah.
Jadi, mempercayai takdir dengan sepenuh hati merupakan cerminan keimanan seseorang.
Semakin tinggi iman seseorang semakin yakinlah bahwa segala yang diberikan Allah
kepadanya merupakan ketentuan yang telah ditentukan. Dan jikalau imannya rendah maka
dia akan menyesali setiap musibah yang ditimpakan kepadanya. Perlu diingat bahwa, setiap
hal yang telah ditentukan pasti terjadi. Dan takdir itu ada yang bisa dirubah dengan
berusaha, yaitu dengan do'a dan usaha. Jikalau kita berhasil maka sesungguhnya Allahlah
yang memindahkan kita dari takdir yang jelek ke takdir yang baik. Seperti dalam firman
Allah dalam Surat AR-RADU ayat 11 :
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
3
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.
memundurkannya meski hanya sedetik saja.Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka
apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan
tidak dapat (pula) memajukannya. (Q.S. Al A'raaf:34)
Untuk mengetahui dan memahami makna dari takdir kepada Allah yang sebenarnya
Bagaimana kita menyikapi takdir Allah
Sebagai sarana belajar bersama dalam hal Pendidikan Agama Islam di UNISMA
Sebagai bentuk penyelesaian tugas mahasiswa PPD UNISMA yang mengikuti MKDU
BAB II
PE M B AH AS AN
2.1 PENGERTIAN QADHA DAN QADAR
5
Secara etimologis Qadha adalah bentuk mashdar dari kata kerja qadha yang berarti
kehendak atau ketetapan hukum. Dalam hal ini qadha adalah kehendak atau ketetapan hukum
Allah swt terhadap segala sesuatu.
Sedangkan Qadar secara etimologis adalah bentuk mashdar dari qadara yang berarti
ukuran atau ketentuan. Dalam hal ini qadar adalah ukuran atau ketentuan Allah swt terhadap
segala sesuatunya
Secara terminologis ada ulama yang berpendapat kedua istilah tersebut mempunyai
pengertian yang sama, dan ada pula yang membedakannya. Yang membedakan, qadar
sebagai: Ilmu Allah swt tentang apa-apa yang akan terjadi pada seluruh makhluk-Nya pada
masa yang akan datang. Dan qadha adalah: Penciptaan segala sesuatu oleh Allah swt
sesuai dengan ilmu dan iradah-Nya. Sedangkan Ulama yang menganggap istilah Qadha dan
qadar mempunyai pengertian yang sama memberikan definisi sebagai berikut: Segala
ketentuan, udang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah swt
untuk segala yang ada (maujud), yang mengikat antara sebab dan akibat segala sesuatu
yang terjadi.
Pengertian di atas sejalan dengan penggunaan kata qadar di dalam al-Quran dengan
berbagai macam bentuknya yang pada umumnya mengandung pengertian kekuasan Allah swt
untuk menentukan ukuran, susunan, aturan, undang-undang terhadap segala sesuatu,
termasuk hukum sebab dan akibat yang berlaku bagi segala yang maujud, baik makhluk
hidup maupun yang mati.
Takdir adalah ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah kepada makhluknya
sebelum makhluk itu diciptakan, dan takdir ini pasti terjadi. Iman kepada Takdir adalah rukun
iman yang keenam. Oleh karena itu orang yang mengingkarinya termasuk ke dalam golongan
orang kafir. Dalil yang menunjukkan wajibnya iman kepada takdir terdapat dalam Al-Qur'an
dan sunnah, yaitu :
Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu
sendiri
dalam
kami
menciptakannya.Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Q.S. AlHadid:22)
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran). (Q.S.
Al-Qamar: 49).
Adapun dari hadits adalah ketika malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Muhammad
tentang iman, maka Nabi Muhammad bersabda, Iman adalah beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir baik
dan buruk." (HR. Bukhari Muslim).
Allah telah menulis (menentukan) takdir seluruh makhluk sebelum menciptakan
langit dan bumi lima puluh ribu tahun . (HR. Muslim) .
2.2 RUANG LINGKUP QADHA DAN QADAR
1. Iman kepada takdir mencakup keyakinan bahwa:
a) Allah mengetahui segala sesatu sebelum terjadi. Karena tidak ada sesutu pun yang luput
dari pengetahuan Allah.
b) Semua yang yang terjadi di alam semesta ini terjadi karena kehendak Allah yang
terlaksana dan tidak ada peran siapa pun di sana.
c) Bahwa semua yang terdapat di alam semesta ini adalah ciptaan Allah dan karena
kehendak-Nya.
d) Allah mencatat segala sesuatu sejak awal mula penciptaan dalam kitab-Nya (lauhul
Mahfuzh).
2. Takdir Allah itu mencakup:
1) Tata aturan alam semesta, seperti peredaran planet, aliran air, hembusan angin, susunan
atom dan lain-lain.
2) Yang terjadi pada kita dan kita tidak kemapuan untuk memilih dan ikhtiyar, seperti
dijadikan laki-laki atau perempuan, dilahirkan di Indonesia atau di Arab, di Eropa dan
lain-lain.
3) Perbuatan-perbuatan yang berdasarkan pilihan, meliputi perbuatan mubah, ketaatan dan
perbuatan maksiat.
Banyak orang yang keliru dalam memahami takdir, mereka menyangka bahwa Allah
menakdirkan suatu akibat terpisah dari sebabnya, menakdirkan suatu hasil terpisah dari usaha
untuk mencapainya. Maka jika ada orang yang mengatakan tidak akan menikah dengan alas
an jika Allah telah menakdirkannya punya anak pasti dia punya anak walau tanpa menikah.
Atau dia tidak mau makan dengan alasan jika Allah menakdirkan dia kenyang, dia pasti
kenyang walau tanpa makan.
Maka orang yang ditakdirkan untuk masuk surga dia akan beramal shaleh. Dan jika dia
berbuat maksiat, maka dia akan ditakdirkan masuk neraka. Jadi Allah menakdirkan sebab dan
akibat secara bersama-sama. Artinya usaha dan sebab adalah bagian dari takdir Allah .
Inilah yang ditunjukkan oleh hadits Rasulullah dan pemahaman para sahabat.
Rasulullah pernah ditanya seseorang, Wahai Rasulullah, apa pendapatmu tentang
obat-obatan yang kami pergunakan untuk berobat, bacaan-bacaan tertentu untuk penyakit
7
kami, dan perisai yang kami pakai untuk menangkis serangan musuh, apakah itu semua
dapat menolak takdir Allah? beliau menjawab, Itu semua juga adalah takdir Allah.
Rasulullah bersabda, Tidak ada yang dapat menolak takdir selain doa. (Al-Hadits)
Suatu saat Abu Ubaidah memasuki wilayah yang sedang terjangkit wabah Tha'un,
maka Umar memerintahkannya untuk keluar dari wilayah tersebut. Abu Ubaidah menyangkal
dengan mengatakan, Apakah kita akan lari dari takdir Allah.Maka Umar menjawabnya,
Ya kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah yang lain.
Ibnu Qayyim berkata, Orang yang pintar adalah orang yang menolak takdir dengan
takdir, dan melawan takdir dengan takdir. Bahkan sejatinya manusia tidak dapat hidup
kecuali dengan itu. Karena lapar, dahaga, takut adalah bagian dari takdir. Dan semua
makhluk senantiasa berusaha menolak takdir dengan takdir.
Masalah takdir adalah masalah ghaib dan dirahasiakan Allah, kita tidak tahu apakah
akan selamat atau celaka, yang tampak di hadapan kita adalah syariat, maka kewajiban kita
adalah menjalankan syariat dan hasilnya akan sesuai dengan yang ditakdirkanoleh Allah.
2.3 TINGKATAN TAQDIR
Beriman kepada takdir tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara yang disebut
tingkatan takdir atau rukun-rukun takdir. Keempat perkara ini adalah pengantar untuk
memahami masalah takdir. Barang siapa yang mengaku beriman kepada takdir, maka dia
harus merealisasikan semua rukun-rukunnya, karena yang sebagian akan bertalian dengan
sebagian yang lain. Barang siapa yang mengakui semuanya, baik dengan lisan, keyakinan dan
amal perbuatan, maka keimanannya kepada takdir telah sempurna. Namun, barang siapa yang
mengurangi salah satunya atau lebih, maka keimanannya kepada takdir telah rusak.
a) Tingkatan Pertama: al-Ilmu (Ilmu)
Yaitu, beriman bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali mengenai apa-apa yang
telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi, baik secara global maupun
terperinci, di seluruh penjuru langit dan bumi serta di antara keduanya. Allah Maha
Mengetahui semua yang diperbuat makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan, mengetahui
rizki, ajal, amal, gerak, dan diam mereka, serta mengetahui siapa di antara mereka yang
sengsara dan bahagia.
Allah Taala telah berfirman,
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada
di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh
Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (Qs. Al-Hajj: 70)
,
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib, tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia Maha Mengetahui apa yang ada di daratan dan
di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula),
dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak juga sesuatu yang basah
atau yang kering, melainkan telah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (Qs. AlAnaam: 59)
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu. (Qs. At-Taubah: 115)
b) Tingkatan Kedua: al-Kitaabah (Penulisan)
Yaitu, mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Taala telah menuliskan apa yang telah
diketahui-Nya berupa ketentuan-ketentuan seluruh makhluk hidup di dalam al-Lauhul
Mahfuzh. Suatu kitab yang tidak meninggalkan sedikit pun di dalamnya, semua yang terjadi,
apa yang akan terjadi, dan segala yang telah terjadi hingga hari Kiamat, ditulis di sisi Allah
Taala dalam Ummul Kitab.
Allah Taala berfirman,
Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).(Qs.
Yaasiin: 12)
Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. (Qs.
Al-Hadiid: 22)
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Allah telah menulis seluruh takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum
Allah menciptakan langit dan bumi. (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab alQadar (no. 2653), dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu anhuma, diriwayatkan
pula oleh Tirmidzi (no. 2156), Imam Ahmad (II/169), Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 557))
Dalam sabdanya yang lain,
: ! : ,
:
Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman, Tulislah! Ia
bertanya, Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis? Allah berfirman, Tulislah takdir segala
sesuatu sampai terjadinya Kiamat.(Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 4700), dalam Shahiih
Abu Dawud (no. 3933), Tirmidzi (no. 2155, 3319), Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah (no.
102), al-Ajurry dalam asy-Syariah (no.180), Ahmad (V/317), dari Shahabat Ubadah bin
ash-Shamit radhiyallahu anhu)
Oleh karena itu, apa yang telah ditakdirkan menimpa manusia tidak akan meleset darinya,
dan apa yang ditakdirkan tidak akan mengenainya, maka tidak akan mengenainya, sekalipun
seluruh manusia dan golongan jin mencoba mencelakainya.
c) Tingkatan Ketiga: al-Iraadah dan Al Masyii-ah (Keinginan dan Kehendak)
Yaitu, bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi adalah sesuai dengan
keinginan dan kehendak (iraadah dan masyii-ah) Allah yang berputar di antara rahmat dan
hikmah. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya,
dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah-Nya. Dia tidak boleh ditanya
mengenai apa yang diperbuat-Nya karena kesempurnaan hikmah dan kekuasaan-Nya, tetapi
10
kita, sebagai makhluk-Nya yang akan ditanya tentang apa yang terjadi pada kita, sesuai
dengan firman-Nya,
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan
ditanyai.(Qs. Al-Anbiyaa: 23)
Kehendak Allah itu pasti terlaksana, juga kekuasaan-Nya sempurna meliputi segala sesuatu.
Apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi, meskipun manusia berupaya untuk
menghindarinya, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, maka tidak akan terjadi, meskipun
seluruh makhluk berupaya untuk mewujudkannya
Allah Taala berfirman,
Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
akan melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit.(Qs.
Al-Anaam: 125)
Dan kamu tidak dapat menhendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah,
Rabb semesta alam. (Qs. At-Takwir: 29)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
, ,
Sesungguhnya hati-hati manusia seluruhnya di antara dua jari dari jari jemari ArRahmaan seperti satu hati; Dia memalingkannya kemana saja yang dikehendaki-Nya.
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2654). Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ashShahihah (no. 1689))
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, Para Imam Salaf dari kalangan umat Islam telah ijma
(sepakat) bahwa wajib beriman kepada qadha dan qadar Allah yang baik maupun yang
buruk, yang manis maupun yang pahit, yang sedikit maupun yang banyak. Tidak ada sesuatu
11
pun terjadi kecuali atas kehendak Allah dan tidak terwujud segala kebaikan dan keburukan
kecuali atas kehendak-Nya. Dia menciptakan siapa saja dalam keadaan sejahtera (baca:
menjadi penghuni surga) dan ini merupakan anugrah yang Allah berikan kepadanya dan
menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki dalam keadaan sengsara (baca: menjadi penghuni
neraka). Ini merupakan keadilan dari-Nya serta hak absolut-Nya dan ini merupakan ilmu
yang disembunyikan-Nya dari seluruh makhluk-Nya. (al-Iqtishaad fil Itiqaad, hal. 15)
d) Tingkatan Keempat: al-Khaliq (Penciptaan)
Yaitu, bahwa Allah adalah Pencipta (Khaliq) segala sesuatu yang tidak ada pencipta selainNya, dan tidak ada rabb selain-Nya, dan segala sesuatu selain Allah adalah makhluk.
Sebagaimana firman Allah Taala,
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. (Qs. Az-Zumar:
62)
Meskipun Allah telah menentukan takdir atas seluruh hamba-Nya, bukan berarti bahwa
hamba-Nya dibolehkan untuk meninggalkan usaha. Karena Allah telah memberikan qudrah
(kemampuan) dan masyii-ah (keinginan) kepada hamba-hamba-Nya untuk mengusahakan
takdirnya. Allah juga memberikan akal kepada manusia, sebagai tanda kesempurnaan
manusia dibandingkan dengan makhluk-Nya yang lain, agar manusia dapat membedakan
antara kebaikan dan keburukan. Allah tidak menghisab hamba-Nya kecuali terhadap
perbuatan-perbuatan yang dilakukannya dengan kehendak dan usahanya sendiri. Manusialah
yang benar-benar melakukan suatu amal perbuatan, yang baik dan yang buruk tanpa paksaan,
sedangkan Allah-lah yang menciptakan perbuatan tersebut. Hal ini berdasarkan firman-Nya,
Padahal Allah-lah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu. (Qs. AshShaaffaat: 96)
Dan Allah Taala juga berfirman, yang artinya,
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya. (Qs. AlBaqarah: 286)
2.4 MACAM_MACAM TAKDIR
12
13
yang ditetapkan dalam takdir umuri yang berkaitan khusus dengan individu. Dan Allah
Maha Menjaga segala sesuatu.
dan
kasih
saying
kepada
makhluk-Nya.dan
selalu
bertawakkal
14
Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup, karena meyakini apa pun
yang terjadi adalah atas kehendak dan qadar Allah swt. Di saat memperoleh
kebahagiaan dan nikmat dia segerabersyukurkepada Allah swt dan tidak memiliki
kesombongan karena semuanya itu di dapat atas izin Allah swt. Di saat mendapat
musibah dan kerugian dia bersabar karena meyakini semuanya itu adalah karena
kesalahannya sendiri dan karena cobaan dan ujian dari Allah swt yang kelak
kemudian juga akan mendatangkan kebaikan.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Takdir termasuk kedalam rukun iman. Jadi, takdir harus diyakini oleh setiap muslim
karena tidak ada satu hal pun yang terlepas dari ketentuan Allah. Takdir adalah ketentuan
yang telah ditentukan oleh Allah kepada makhluknya sebelum makhluk itu diciptakan, dan
takdir ini pasti terjadi. Mempercayai takdir dengan sepenuh hati merupakan cerminan
keimanan seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin yakinlah bahwa segala yang
diberikan Allah kepadanya merupakan ketentuan yang telah ditentukan. Macam-macam
taqdir yaitu takdir azali (takdir umum), Takdir umuri, Takdir sanawi (tahunan), Takdir yaumi
(harian)
3.2. Saran
Dalam hal penyusunan makalah ini tentu tidak terlepas dari kesalahan. Ibarat kata
pepatah, tidak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami dari penyusun meminta saran
dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk mencapai kesempurnaan makalah kami.
16
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/iman-kepada-takdir.html
http://muslimah.or.id/aqidah/iman-kepada-takdir-baik-dan-takdir-buruk.html
17