I. PENDAHULUAN
Semua organ tubuh kita memberikan respon imun, termasuk mata, yang dibagi
menjadi dua kategori utama yaitu respon imun humoral dan selular. Respon imun humoral
terutama terjadi melalui IgE dan sel mast yang mengawali reaksi alergi. IgG kadar tinggi
dalam darah dapat berperan dalam penyakit autoimun yang mengenai mata seperti
pemfigoid. Sedangkan respon imun selular melibatkan sel T. Respon immun yang efektif
terhadap antigen benda asing membutuhkan sel efektor dalam satu aturan lintasan melalui
jaringan,meskipun bebrapan faktor yang dapat larut (seperti sitokin) berperan penting
terhadap aktifasi sel-sel imun, lekosit masih diperlukan sebagai tanda untuk lalu lintas
efektif.
Mata merupakan kelanjutan susunan saraf pusat sedangkan konjungitva merupakan
kelanjutan dari jaringan ikat, berupa mukosa yang berhubungan dengan jaringan
limfosit.epitel konjungtiva terdiri dari suatu kelompok sel dendritik yang dikenal sebagai
sel langerhans, dimana fungsinya sama dengan makrofag di jaringan jaringan lain dalam
tubuh, yaitu sebagai sel penjaga pada sistem imun permukaan okular. Imunitas humoral
pada konjungtiva lebih banyak melibatkan IgA, dan imunitas selular yang didominasi oleh
CD4+ sel T. Adanya sel sel imun, konjungtiva mempunyai pembuluh limfatik yang kaya
suplainya, yang menjadi tempat lintasan sel sel imun dan antigen menuju aliran kelenjar
limf dimana respon imun yang didapat lebih banyak terjadi. Sel mast ditemukan dalam
konjungtiva, koroid dan saraf mata serta mukosa konjungtiva yang merupakan komponen
mata. Vitreus dan kornea avaskular dan tidak dimasuki sel mast. Uvea yang terdiri dari iris,
badan siliaris dan choroid adalah jaringan mata yang paling ekstensif vaskularisasinya.
Uvea terlibat primer dalam hipersensitivitas selular dan penyakit kompleks imun,
sedangkan konjungtiva dilibatkan primer dalam hipersensitivitas cepat dan alergi. Kornea
avaskuler dan tidak terdapat sel mast,jadi pada keadaan normal tidak mengalami reaksi
alergi akut,kornea juga disokong oleh sel-sel dendritik seperti dikonjungtiva, sel-sel
dendritik pada epitel kornea juga disebut sel langerhans. Kornea turut berpatisipasi dalam
imun melalui jalur humural dan komponen-komponen sel imun yang masuk dari perifer
melalui pembuluh darah limbus.
AI. REAKSI HIPERSENSIFITAS
A. Reaksi Tipe I
Reaksi tipe I disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis (reaksi alergi).
Alergan yang masuk kedalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produk IgE
dan penyakit alergi. Antigen merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan
bantuan sel T helper (Th). IgE diikat oleh sel mast/basofil. Antigen yang diikat IgE
pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan granul granul sel mast
(mengandung amin protease), sintesa metabolik asam arakidonat (prostaglandin,
leukotrin) dan sintesa berbagai sitokin yang merupakan mediator vasoaktif.
Patogenesis reaksi alergi dimulai dengan interaksi antigen presenting cell (APC)
CD4+ T helper 2 (Th2) yang melepas interleukin 4 (IL 4) dan sitokin sitokin
Th2 lainya.
B. Reaksi Tipe II
Reaksi tipe II disebut juga reaksi sitotosik dan juga sitolitik,terjadi karena
dibentuk antibodi jenis IgG dan IgM terhadap antigen yang merupakan bagian
sel penjamu, dan mengikat reaksi yang terjadi disebkan lisis dan bukan efek
toksik, mungkin disebabkan akitifitas komplement (perkembangan dari komplek
penyerangan membran) dan dari pemilihan lekosit termasuk neutrofil,limfosit
dan makrofag sehingga disebut killer lympochytes (limfosit pembunuh) yang
mungkin berpengaruh pada antibodi dependent cell cytotoxicity (ADCC). Pada
umumnya banyak peneliti menjelaskan bahwa respon tipe II ini tidak banyak
berperan pada morbiditas kornea dan permukaan okular.
C. Reaksi Tipe III
Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila
kompleks antigen
-
D. Reaksi Tipe IV
Reaksi tipe IV disebut
E. Reaksi Tipe V
Reaksi tipe V disebut juga reaksi stimulasi, diduga pada reaksi tipe ini yang berperan
adalam human leucocyte antigen (HLA). Contohnya; uvetis akut anterior, optik neurits
dan penyakit autoimun tertentu, spondilitis ancilosing. Mekanisme pasti pengaruh HLA
terhadap penyakit tersebut masih berupa hipotesis.
V. RESPON IMUN PADA KORNEA
* Gambaran pada imunology kornea
Kornea merupakan jaringan perifer dan central yang mempunyai imunologi berbeda,
hanya limbus yang memiliki vaskularisasi. Dimana limbus secara besar-besaran terinvestasi
dengan sel langerhans, kornea parasentral dan sentral yang secara normal kurang APC.
Namun, berbagai stimulus seperti trauma ringan, beberapa sitokin (misal: IL1), atau infeksi,
dapat menarik APC ke kornea sentral, enzim turunan plasma (misal: komplemen), IgM, dan
IgG dihasilkan pada konsentrasi moderate pada perifer, tapi hanya sedikit kadar IgM di
bagian sentral.2
Sel kornea muncul untuk mensintesa berbagai anti mikrobial dan protein
imunoregulator, sel efektor tidak ada atau jarang pada kornea normal, tetapi neutrofil,
monosit dan limfosit dapat
teraktivasi. Limfosit, monosit, dan polimorfonuklear (PMN) dapat juga bartahan pada
permukaan endotel selama proses inflamasi, memberikan kenaikan pada presipitasi keratic
atau rejeksi endotel garis khodacloust. Imun lokal yang terproses tidak muncul pada kornea.
SISTEM IMMUNOREGULATOR
Kornea mendemostrasikan bentuk imun istimewaberbeda dari yang diminati pada
uvea anterior.imun istimewa kornea bersifat multifaktorial.fisilogi limbus normal
merupakan komponen mayor, teruta mempertahankan avaskularitas dan kurangnya APC
pada tengah kornea. Tidak hanya APC dan limfatik secara partial menginhibisi pengenalan
aferen pada kornea sentral, dan tidak adanya vanula post kapiler sentralis dapat membatasi
efisiensi penarikan efektor, meskipun sel efektor dan molekul dapat menginfiltrasi kornea
yang avaskular. Faktor lain yang ada sistem imunoregulator intake pada segmen anterior
(misal: ACAID), dimana endotel kornea terpapar.2
* Contoh klinis
Penolakan allograf penetrasi. Keratoplasti, transplatasi allograf kornea asing,
memberikan angka keberhasilan sangat tinggi (>90%) meskipun dalam keadaan tidak
adanya imodulasi imun sistemik. Angka ini berbanding dengan nilai transplantasi dari
bagian jaringan lain. Mekanisme pertahanan graf kornea digolongkan sebagai keistimewaan
sistem imun. Dalam bentuk percobaan, faktor faktor yang menyebabkan terjadinya
penolakan termasuk :
induksi ekspresi molekul MHC oleh stroma, biasanya (normal) Cukup rendah.
Kontaminasi dari graft donor dengan APC sipenerima donor karena transplatasi
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology, Immune Mediated Disorders of the External
Eye and Cornea in External Disease and Cornea, Basic and Clinical Science Course,
Chapter 8, Section 8, 2005 2006, page 183 191
2. American Academy of Ophthalmology, Ocular Immune Responses in Intraocular
Inflammation and Uveitis, Basic and Clinical Science
http://www.iovs.org/cgi/content/full/41/11/3243
6. American Academy of Ophthalmology, Fundamentals and Principles of Ophthalmologi,
Basic and Clinical Science Course, Section 2, 2003 2004, page 24 36
7. Roitt Ivan M, Imunology, Essensial Immunologi, Edisi 8, Widya Medika, Jakarta, 2003,
Halaman 21 29
8. Sihota and Tandon, Ocular Manifestations of Systemic Disorders in Parsons Disease of
The Eye, Twentieth Edition, Elsevier, India, 2007, Page 503 509
9. Tasman W, Immunologi of Uveitis in Duanes Clinicals
Ophthalmology, Volume 4, Chapter 34, Lippincot William and Wilkins, Revised
Edition, 2004, Page 1 8
10. Chong Lye, Ocular Inflamasi & Immunology in Clinical Chapter 8,
Elsevier,