Laporan Kasus Emi Psikiatri
Laporan Kasus Emi Psikiatri
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Tempat, Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan
Status pernikahan
Ruangan
RIWAYAT PSIKIATRI
Alloanamnesis pada tanggal 18 dan 21 Februari 2016, via telepon dengan anak
perempuan pasien (Ny. FI)
1. Keluhan Utama : berperilaku kacau
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diantar oleh anak perempuan dan anak menantunya ke Rumah
Sakit Khusus Daerah Ambon pada tanggal 19 Juli 2015 pukul 20.50 WIT, dengan
keluhan utama perilaku kacau sudah dialami 11 bulan sebelum masuk Rumah
Sakit. Pasien sering berbicara sendiri, jalan mondar mandir tanpa tujuan, dan
tampak tidak tenang. Pada malam hari pasien juga tidak bisa tidur. Selain itu
pasien kadang keluyuran hingga larut malam. Pasien sering marah-marah,
membentak-bentak dan mengamuk dirumah sambil memegang parang. Keluhankeluhan ini memberat sejak 1 bulan terakhir. Pasien mengatakan merasa tidak
tenang karena sering mendengar suara-suara dari nalurinya yang berbisik
ditelinganya. Suara tersebut mulai terdengar sekitar bulan Agustus atau September
2014 saat pasien berada di kebunnya. Pasien mengatakan saat itu merasa pusing
dan terjatuh lalu mendengar ada suara yang menyuruhnya menangis. Sejak saat
itu, suara tersebut terus menerus terdengar ditelinganya yang menyuruhnya untuk
banyak menangis, mengajaknya berbicara, berdiskusi (tentang kehidupan pasien
misalnya menanyakan keadaan pasien) dan suara-suara itu ingin mengujinya
(misalnya menanyakan soal-soal bahasa Inggris). Pasien mengatakan mengenali
1
suara tersebut yang merupakan suara Bapak pendeta. Selain itu suara tersebut juga
memberitahukan
kepadanya
kalau
untuk
berperilaku
lebih
baik
dan
mengalami
kejang dan meninggal. Hal ini membuat pasien semakin merasa stres.
Pasien merasa tetangga-tetangganya tidak menyukainya dan selalu
membicarakan pasien jika mereka sedang berkumpul. Pasien mengatakan ia
mengetahui apa yang dipikirkan dan dibicarakan oleh tetangganya yang menjelekjelekannya dan merasa cemburu kepada pada pasien.
3. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1) Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit infeksi berat, riwayat kejang,
maupun trauma kapitis.
2) Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien
pernah di bawa berobat ke tempat praktek dr. Sp.KJ pada bulan November
2014 dan diberi obat, namun pasien maupun keluarga tidak mengingat
bentuk maupun warna obat yang diberikan. Pasien juga tidak minum obat
hingga habis. Keluarga mengatakan keadaanya membaik saat minum obat
tersebut. Setelah itu pasien tidak pernah kontrol kembali.
3) Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Riwayat penggunaan zat psikoaktif (-), merokok (-), dan minuman alkohol
(-).
2
9) Riwayat Perkawinan
Pasien menikah pada usia 16 tahun dengan suaminya. Dua tahun
kemudian, pasien dan suaminya dikaruniai memiliki seorang anak. Hingga
saat ini, pasien dan suaminya memiliki 6 orang anak. Anak yang paling
4
tua, laki-laki, bekerja sebagai tukang dan sudah menikah serta memiliki
seorang anak. Anak ke dua perempuan, bekerja sebagai pegawai swasta,
sudah menikah dan memiliki 1 orang anak. Anak ke tiga seorang laki-laki,
sudah meninggal akibat kecelakaan usia pada usia 20 tahun. Saat itu,
anaknya yang ke tiga ini sedang berkuliah dijurusan perguruan UNPATTI.
Anak keempat sudah meninggal saat masih bayi dan berjenis kelamin lakilaki. Anak ke lima saat seorang laki-laki bersusia 19 tahun sedang mencari
pekerjaan, dan anak ke enam seorang laki-laki berusia 9 tahun sekarang
bersekolah SD kelas 3.
Menurut anak pasien, sejak ia SMA tampak pasien tidak menyukai suami
serta keluarga suaminya. Penyebab hal ini tidak diketahui. Namun,
menurut pasien hubungannya dengan suaminya baik-baik saja.
10) Kehidupan sosial ekonomi sekarang
Pasien awalnya bersosialisasi baik dengan tetangga sekitarnya yang
sebagian besar masih merupakan keluarga dari suami pasien. Namun
setelah ditinggal meninggal oleh anaknya akibat kecelakaan, pasien mulai
tampak
cenderung
menyendiri
dan
jarang
bersosialisasi
dengan
5) Pembicaraan
Pasien menjawab semua pertanyaan, berbicara dengan suara pelan,
2. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Ekspresi Afektif
1) Mood
: Normotif
2) Afek
: Normal namun dominan depresif
3) Keserasian : Serasi
4) Empati
: Baik
3. Fungsi Kognitif
1) Taraf Pendidikan, Pengetahuan dan Kecerdasan :
Jelek, pasien dapat membaca dan menulis tapi kurang lamcar dan sulit
melakukan perhitungan sederhana. Tidak sesuai dengan tingkat pendidikan
pasien
2) Orientasi Waktu, Tempat dan Orang
1. Waktu
: Baik, pasien dapat membedakan waktu pagi, siang,
dan malam.
2. Tempat: Baik, pasien tidak tahu saat ini berada dirumah
sakit jiwa (RSKD Ambon)
3. Orang
EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I
: F20.0 skizofrenia paranoid dd Episode depresif dengan gejala psikosis
Aksis II : Aksis III : Aksis IV : Primary support group (keluarga)
Masalah psikososial dan lingkungan lain
Aksis V : GAF (Global Assessment of Functioning)
Saat ini : 81-90
Sebelum masuk rumah sakit : 61-70
VI.
PROGNOSIS : ragu-ragu
- Pasien mengalami gejala pertama kali usia 46 tahun
- Faktor presipitasi jelas (kematian anaknya)
- Pasien sudah menikah dan saat ini sebelum MRS pasien tinggal bersama
-
suaminya
Fungsi sosial dan sosial yang baik
Tingkat pendidikan pasien yang hanya sampai pada tingkat SD, tidak
menyelesaikan SMP.
VII.
PENATALAKSANAAN
1. Psikoterapi
8
1) Terhadap pasien
i.
Psikoterapi suportif
ii.
Modifikasi perilaku
2) Terhadap Keluarga
-
2. Psikofarmaka
1) Anti-psikosis atipikal (Atypical anti Psychotics)
Risperidone 2 mg; dosis 2-6 mg/h (2 x 2 mg / oral)
VIII. DISKUSI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, gejala skizofrenia
dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gangguan
dalam hubungan interpersonal.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan
variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat
kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umunya ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh
afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda,
namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya. Menurut
Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya
keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan dan perbuatan
Dalam PPDGJ III Dijelaskan bahwa untuk menegakkan diagnosis skizofrenia
harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jalas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau jelas).
1. Salah satu dari:
-
thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar dirinya (withdrawal); dan
thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
3. Halusinasi auditorik:
-
Jenis suara halusinasi lain yang berasala dari salah satu bagian tubuh
10
11
penelitian yang dilaporkan saat ini berperan: a) biologi, beberapa gangguan organik dapat
terlihat pada subpopulasi pasien. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran
ventrikel 3 dan lateral, atropi bilateral lobus temporal medial, disorientasi spasial sel
piramid hipokampus dan penurunan volume korteks prefontral dorsolateral. b) biokimia,
hipotesis yang paling banyak yaitu adanya gangguan neurotransmiter sentral yaitu terjadi
peningkatan aktivitas dopamin sentral (hipotesis dopamin), c) genetika, sesuai dengan
penelitian hubungan darah, skizofrenia adalah gangguan bersifat keluarga, semakin dekat
hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko. d) Faktor keluarga, kekacauan dan dinamika
keluarga berperan penting dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan
remisi.2,5,10
Pengobatan skizofrenia dengan menggunakan antipsikotik difokuskan untuk
mengurangi gejala. Obat ini dibagi dalam 2 kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya,
yaitu dopamine reseptor antagonist atau antipsikotik generasi I (APG-I) atau tipikal dan
serotonin dopamine antagonist atau antipsikotik generasi II (APG-II) atau atipikal. Obat
APG-I berguna untuk mengontrol gejala-gejala positif sedangkan untuk gejala negatif
hampir tidak bermanfaat.1,8,9
Setiap jenis antipsikotik memiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing.
Antipsikotik tipikal mekanisme kerjanya memblok reseptor dopamin atau menurunkan
12
aktivitas dopamin. Antipsikotik tipikal dikaitkan dengan afinitasnya yang kuat terhadap
D2 (reseptor Dopamin), bekerja efektif bila 80% D2 diotak dapat dihambat. Bila
hambatan reseptor D2 lebih besar dapat terjadi ekstrapiramidal simptoms (EPS). 2,3,7
Antipsikotik atipikal yang digunakan untuk skizofrenia salah satunya yaitu
risperidon, termasuk ke dalam kelompok benzisoxazole. Risperidon merupakan antagonis
kuat baik terhadap serotonin ( terutama 5-HT2A) dan reseptor D2. Meskipun merupakan
antagonis D2 kuat, kekuatannya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan haloperidol.
Akibatnya efek samping EPSnya lebih rendah bila dibandingkan dengan haloperidol.1,6,8,10
Dengan demikian, untuk pemberian obat antipsikotik baik atipikal maupun tipikal
diperlukan pertimbangan khusus terhadap dosis, efek samping, serta tingkat ekonomi
pasien harus disesuaikan karena obat ini diberikan dalam jangka waktu yang lama.4,5
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Bina Rupa
Aksara. 2001. Hal64-67
2. Nurmiati A. Skizofrenia. Dalam : Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Ed. 2.
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2010. p 228-43
3. Maslim R. Panduan Praktis penggunaan Obat Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian ilmu
kedoktrab jiwa FK Unika Atma Jaya. 2007
4. Maramis, W.E. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Erlangga University Press. Surabaya 2005.
5. Tandon R, Gaebel W, Barch D, Bustillo J, Gur RE, Hacker S, at el. Definition and description
of schizophrenia in the DSM 5. Elsevier B.V. 2013.
13
6. Saddock BJ, Saddock VA. Schizophrenia In:Kaplan & Saddocks Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. New York: Lippicontt Williams & Wilkins.
2007.
7. Africa B, Freudenreich O, Schwartz SR. Schizophrenic disorder. In. Howard GH, Review of
General Psychiatry. 5th Ed. McGraw-Hill.USA. 2000
8. Paranoid Schizophrenia: Introduction and Epidemioogy. www. mdguidelines.org.
9. Luana. Skizofrenia. EGC. Jakarta.2007.
10. Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R., Weinberger, D.R.
2005. Remission in Schizophrenia: Proposed Criteria and Rationale for Consensus. Am J
Psychiatry. 162:441449.
11. Kaplan H.I, Sadok B.J. Comprensive Textbook Of Psychiatry, William & Walkins. 5 th
Edition, USA, 1998 : 128
14