Anda di halaman 1dari 34

BAB 30

KESEIMBANGAN ASAM BASA


Morgan GE; 2006
KONSEP UTAMA
1. Perbedaan ion kuat, PCO2, dan konsentrasi total asam lemah (A TOT) adalah
yang terbaik dalam menjelaskan sistem fisiologis keseimbangan asam basa.
2. Buffer bikarbonat efektif untuk melawan kelainan metabolik, tetapi tidak untuk
gangguan asam basa respiratorik.
3. Berbeda dengan buffer bikarbonat, hemoglobin dapat berfungsi sebagai
penyangga asam karbonik (CO2) dan nonkarbonik (nonvolatile).
4. Secara umum, PaCO2 dapat digunakan untuk meningkatkan 0,25-1 mmHg
untuk setiap peningkatan 1 mEq/L [HCO3-].
5. Respon ginjal terhadap keadaan asam ada 3 tahap: (1) Peningkatan reabsorbsi
HCO3- yang telah difiltrasi, (2) Peningkatan ekskresi asam yang dititrasi, (3)
Peningkatan produksi ammonia.
6. Selama terjadi asidosis respiratorik kronik, [HCO 3-] plasma meningkat sekitar
4mEq/L untuk setiap kenaikan 10mmHg PaCO2 diatas 40 mmHg.
7. Diare merupakan penyebab terbanyak dari asidosis metabolic hiperkhloremik.
8. Perbedaan dari akut dan kronik dari respirasi alkalosis tidak selalu dibuat,
karena respon kompensasi dari respirasialkalosis kronis bervariasi: [HCO 3-]
Plasma menurun 2-5 mEq/L untuk setiap penurunan 10 mmHg dari PaCO 2
dibawah 40 mmHg.
9. Muntah atau kehilangan cairan lambung secara terus-menerus karena drainase
lambung (nasogastric suctioning) dapat menyebabkan metabolik alkalosis,
volume ekstraseluler berkurang, dan hipokalemia.
10.Kombinasi dari alkalemia dan hipokalemia dapat menjadi pencetus terjadinya
aritmia atrium dan ventrikel yang berat.
11. Perubahan suhu mempengaruhi penghitungan dari PCO 2 dan PO2 secara
langsung dan pH secara tidak langsung. Baik PCO 2 dan PO2 akan menurun
selama hipotermi, tetapi pH meningkat karena suhu tidak mempengaruhi
[HCO3-]: PaCO2 menurun, tetapi [HCO3-] tidak berubah.
Hampir semua reaksi biokimia di dalam tubuh kita tergantung dari
pemeliharaan konsentrasi ion hidrogen yang fisiologis. Konsentrasi ion hidrogen
harus diatur secara ketat karena perubahan dari konsentrasi ion hidrogen ini
menyebabkan disfungsi organ yang luas.
Pengaturan ini (yang dikenal sebagai keseimbangan asam basa) merupakan
hal yang sangat penting bagi anesthesiologist. Perubahan pada ventilasi dan perfusi

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 1 dari 34

dan infus cairan elektrolit sering terjadi selama anesthesia dan dengan cepat dapat
mengganggu keseimbangan asam basa. Pemahaman yang baik dari gangguan
asam basa, efek fisiologisnya, dan Penanganannya merupakan hal yang sangat
essensial dalam manajemen anesthesi secara tepat.
Pemahaman kita tentang keseimbangan asam basa terus berkembang.
Sebelumnya, kita fokus pada konsentrasi on hidrogen, keseimbangan CO 2, dan
base excess/deficit. Sekarang kita mengerti bahwa perbedaan ion kuat (SID), PCO 2,
dan konsentrasi total asam lemah (A TOT) yang sangat baik dalam menjelaskan
sistem keseimbangan asam basa secara fisiologis.
Bab ini menjelaskan fisiologi asam basa, gangguan yang biasa terjadi, dan
implikasinya dalam anesthesi. Pengukuran gas darah secara klinis dan
interpretasinya juga dibicarakan dalam bab ini.

DEFINISI
KIMIA ASAM BASA
Konsentrasi Ion Hidrogen dan pH

Dalam setiap cairan biasa, molekul air terurai secara reversibel menjadi
hidrogen dan ion hidroksida:
Proses ini dikenal sebagai disosiasi konstan, K W:
Konsentrasi air tidak digunakan karena hasilnya tidak signifikan dan sudah
konstan. Oleh karena itu dengan pemberian [H +] atau [OH-] konsentrasi ion lainnya
dapat dihitung.
Contoh: Jika [H+] = 10-8 nEq/L, maka [OH-] = 10-14 10-8 = 10-6 nEq/L.
Nilai normal [H+] pada arteri adalah 40 nEq/L atau 40 x 10-9 mol/L.
Konsentrasi ion hidrogen sering dikenal sebagai pH, pH dari suatu larutan
didefinisikan sebagai logaritma negatif (base 10) dari [H +]. pH normal arteri adalah
log (40 x 10-9) = 7,40. Konsentrasi ion hidrogen yang sesuai dalam kehidupan
adalah antara 16 dan 160 nEq/L (pH 6,8 7).

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 2 dari 34

Gambar 30 1

Seperti disosiasi konstan lainnya, K W dipengaruhi oleh suhu. Oleh karena itu
titik elektronetralitas untuk air terjadi pada pH 7,0 dengan suhu 25 0C atau pada pH
6,8 dan suhu 370C; Perubahan yang terjadi karena perubahan suhu menjadi penting
selama hipotermi.
Karena cairan fisiologis adalah larutan biasa yang kompleks, Faktor lain yang
mempengaruhi penguraian dari air menjadi H + dan OH- adalah SID, PCO2, dan ATOT.
Asam dan Basa
Asam dikenal sebagai bahan kimia yang berperan sebagai proton [H +] donor,
sedangkan basa berperan sebagai penerima proton (definisi Bronsted-Lowry). Pada
larutan fisiologis, lebih baik menggunakan definisi dari Arrhenius: Asam adalah
senyawa yang terdiri dari hidrogen dan bereaksi dengan air untuh menghasilkan ion
hidrogen. Basa adalah komponen yang menghasilkan ion hidroksida dari air.
Dengan menggunakan definisi ini, SID menjadi sama pentingnya seperti ion-ion lain
dalam larutan (kation dan anion) yang akan mempengaruhi disosiasi konstan dari
air, dan konsentrasi ion hidrogen. Asam kuat merupakan substansi yang mudah dan
hampir irreversibel yang dapat memberikan H + dan dapat meningkatkan [H+],
sedangkan basa kuat berikatan kuat dengan H + dan menurunkan [H+]. Sebaliknya
asam lemah memberikan H+ secara reversibel; keduanya punya efek yang sedikit
terhadap [H+]. Senyawa biologis termasuk asam lemah atau basa lemah.

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 3 dari 34

Untuk larutan yang mengandung asam lemah HA

dengan disosiasi konstan K dapat digambarkan seperti :

Bentuk logaritma negatif menghasilkan persamaan yang dikenal dengan persamaan


Henderson-Hasselbach:

Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa pH dari larutan ini berhubungan
dengan rasio antara anion yang terdisosiasi dengan asam yang tidak terdisosiasi.
Yang menjadi masalah dalam perhitungan ini adalah bahwa secara
fenomenal Pengukuran pH dan bikarbonat, dan kemudian variabel yang lainnya
dapat dimanipulasi secara matematis. Perhitungan ini dapat diukur dengan baik
dengan air murni konsentrasi [H +] harus sama dengan [OH -]. Tetapi larutan
fisiologis, walaupun larutan biasa, jauh lebih kompleks. Meskipun pada larutan yang
kompleks, [H+] dapat diperkirakan dengan menggunakan tiga variabel : SID, PCO 2,
dan konsentrasi total asam lemah [ATOT].
Perbedan Ion Kuat
SID adalah jumlah dari seluruh komponen kuat, baik yang terdisosiasi secara
lengkap atau hampir lengkap, Kation (Na +, K+, Ca2+, Mg2+) dikurangi anion kuat (Cl-,
laktat-, dan lain-lain)Walaupun kita dapat menghitung SID, karena hukum
elektronetralitas harus diperhatikan, maka jika ada SID, ion lain yang tidak terhitung
harus ada. PCO2 adalah variabel yang dapat berdiri sendiri dengan asumsi ventilasi
tetap berlanjut. Basa konjugasi dari HA adalah A- dan biasanya sebagian besar
terdiri dari foafat dan protein yang tidak berubah terhadap kedua variabel lainnya. A ditambah AH adalah variabel yang berdiri sendiri karena nilainya tidak ditentukan
oleh variabel yang lain. Perlu dicatat bahwa [H +] bukanlah ion kuat ( air tidak
berdisosiasi secara lengkap), tetapi hal itu dapat terjadi atau dapat berespon
terhadap setiap perubahan SID, PCO 2, atau ATOT sesuai dengan hukum
elektronetralitas dan keutuhan dari massa. Ion kuat tidak dapat dibuat untuk
mancapai elektronetralitas, tetapi ion hidrogen dibuat atau dipakai berdasarkan
perubahan pada disosiasi air.

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 4 dari 34

Gambar 30 2

Pasangan Konjugasi dan Buffer


Seperti yang telah dibahas diatas, ketika asam lemah HA berada dalam
larutan, HA dapat berperan sebagai asam dengan melepas H + dan A- dapat
berperan sebagai basa dengan menangkap H +. Oleh karena itu A- sering disebut
basa terkonjugasi dari HA. Konsep yang sama dapat diterapkan untuk basa lemah,
dimana

Oleh karena itu, BH+ merupakan asam terkonjugasi dari B.


Buffer adalah larutan yang terdiri dari asam lemah dan basa terkonjugasi atau
basa lemah dan asam terkonjugasi. Buffer meminimalisasikan setiap perubahan
konsentrasi [H+] dengan cara mudah menerima atau melepaskan ion hidrogen.
Sehingga buffer sangat efisien dalam meminimalisasi perubahan [H +] larutan
(contoh, [A-] = [HA]) ketika pH = pK. Terlebih lagi, pasangan konjugasi harus berada
dalam jumlah yang signifikan dalam suatu larutan agar dapat berperan sebagai
buffer yang efektif.
GANGGUAN KLINIS
Pengertian yang jelas tentang gangguan asam basa dan kompensasi dari
respon fisiologis membutuhkan terminologi yang baik. Kata -osis disini digunakan
untuk menyebutkan proses patologis yang mengubah pH arteri. Oleh karena itu,

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 5 dari 34

gangguan yang dikarenakan penurunan pH disebut asidosis, sedangkan yang


dikarenakan peningkatan pH disebut alkalosis. Jika suatu gangguan terutama
mempengaruhi [HCO3-], maka disebut metabolik. Jika gangguan terutama
mempengaruhi PaCO2, maka disebut respiratorik. Respon kompensasi sekunder
harus sesuai dengan nama sebenarnya dan tidak diikuti dengan kata -osis.
Mungkin seseorang akan mengarah ke metabolik asidosis dengan kompensasi
respiratorik.
Tabel 30 1
Disorder

Primary Change

Compensatory Response

Respiratory
Acidosis

PaCO2

HCO3

Alkalosis

PaCO2

HCO3

Acidosis

HCO3

PaCO2

Alkalosis

HCO3

PaCO2

Metabolic

Jika hanya satu proses patologis yang terjadi, gangguan asam basa
dianggap sederhana. Adanya dua atau lebih proses primer merupakan indikasi
terjadinya gangguan asam basa campuran.
Kata -emia digunakan untuk menunjukkan efek dari semua proses primer
dan respon kompensasi fisiologis dari pH darah arteri. Karena pH normal darah
arteri orang dewasa 7,35-7,45, pada keadaan asidemia pH <7,35, sedangkan pada
alkalemia yang signifikan pH >7,45.
MEKANISME KOMPENSASI
Respon fisiologis terhadap perubahan [H +] terdiri dari tiga fase: (1) Buffering
kimia yang segera, (2) kompensasi respiratorik, (3) kompensasi yang lebih lambat,
tetapi lebih efektif yaitu respon kompensasi ginjalyang hasilnya dapat mendekati pH
normal arteri meskipun proses patologis masih berlangsung.
BODY BUFFERS
Secara fisiologis buffer yang utama di manusia termasuk antara lain
bikarbonat (H2CO3/HCO3-), Hemoglobin (HbH/Hb-), protein intraseluler (PrH/Pr-),
fosfat (H2PO4/HPO4), dan ammonia (NH3/NH4+). Efektifitas dari keseluruhan buffer ini
pada kompartemen cairan yang berbeda tergantung dari konsentrasinya. Bikarbonat
adalah buffer yang sangat penting di kompartemen cairan ekstraseluler.

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 6 dari 34

Hemoglobin, yang terikat erat dalam sel darah merah, juga berfungsi sebagai buffer
yang penting di dalam darah. Protein yang lainnya mungkin juga mempunyai
pengaruh utama sebagai buffer pada kompartemen cairan intraseluler. Fosfat dan
ammonia merupakan buffer urin yang utama.
Penyanggaan dari kompartemen ekstraseluler dapat terpenuhi dengan
pertukaran H+ ekstraseluler dengan Na+ dan Ca2+ dari tulang dan bisa juga dengan
pertukaran antara H+ ekstraseluler dengan K+ intraseluler. Asam yang berlebih juga
dapat menyebabkan demineralisasi tulang dan pelepasan senyawa alkali (CaCO 3
dan CaHPO4). Alkali berlebih (NaHCO3) dapat meningkatkan deposit karbonat pada
tulang.
Penyanggaan oleh bikarbonat plasma dapat terjadi segera meskipun
bikarbonat interstisial membutuhkan waktu 15-20 menit. Sebaliknya, penyanggaan
dengan protein intreseluler dan tulang berlangsung lambat (2-4 jam). Lebih dari 5060% asam berlebih mungkin dapat disangga oleh sistem penyangga dati tulang dan
intraseluler.
Buffer Bikarbonat
Meskipun dalam pengertian yang jelas bahwa buffer bikarbonat terdiri dari
H2CO3 dan HCO3-, tekanan CO2 (PCO2) dapat menggantikan H2CO3, karena:

Hidrasi dari CO2 ini dikatalisasi oleh karbonik anhidrase. Jika penyesuaian ini
dibuat dalam disosiasi konstan untuk buffer bikarbonat dan jika koefisien kelarutan
untuk CO2 (0,03 mEq/L) dipakai, maka persamaan Henderson-Hesselbach dapat
ditulis sebagai berikut:

dimana pK = 6,1.
Jika pK tidak mendekati pH normal arteri 7,4 maka bikarbonat tidak dapat
dikatakan sebagai buffer ekstraseluler yang efisien. Sistem bikarbonat,
bagaimanapun, penting karena dua alasan: (1) Bikarbonat (HCO 3-) berada dalam
konsentrasi yang tinggi alam cairan ekstraseluler, (2) Lebih penting lagi, PaCO 2 dan
[HCO3-] plasma diatur oleh paru-paru dan ginjal secara terus-menerus. Kemampuan
dari kedua organ ini untuk mengubah rasio [HCO 3-]/PaCO2 menyebabkan kedua
organ ini memiliki pengaruh penting terhadap pH arteri.
Cara yang praktis dan lebih sederhana dari persamaan HendersonHesselbach untuk buffer bikarbonat adalah:
Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 7 dari 34

Persamaan ini sangat berguna secara klinis karena pH dapat dengan mudah
diubah ke [H+]. Dikatakan untuk pH dibawah 7,40, [H +] meningkat 1,25 nEq/L untuk
setiapp penurunan pH sebesar 0,01; Untuk pH diatas 7,40, [H +] menurun sebesar
0,8 nEq/L untuk setiap peningkatan pH sebesar 0,01.
Tabel 30 2
pH

[H+] nEq/L

6.80

158

6.90

126

7.00

100

7.10

79

7.20

63

7.30

50

7.40

40

7.50

32

7.60

25

7.70

20

Contoh: Jika pH arteri = 7,28 dan PaCO2 = 24 mmHg, berapakah [HCO3-]


plasma?

Karenanya,

Seharusnya buffer bikarbonat efektif untuk melawan metabolik


tetapi tidak untuk melawan gangguan asam basa respirasi. Jika 3 mEq/L
asam kuat nonvolatil seperti HCl ditambahkan ke dalam cairan
ekstraseluler, reaksi berikutnya:

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 8 dari 34

Tercatat bahwa HCO3- bereaksi dengan H+ untuk memproduksi CO2.


Selebihnya, CO2 secara normal dieliminasi oleh paru-paru sehingga PaCO 2 tidak
berubah. Sebagai konsekwensi, [H+] = 24 x 40 21 = 45,7 nEq/L dan pH = 7,34.
Selanjutnya penurunan pada [HCO3-] mempengaruhi jumlah dari asam nonvolatil
yang ditambahkan.
Secara kontras, peningkatan tekanan CO 2 (asam volatil) memiliki efek yang
minimal pada [HCO3-]. Jika, untuk contoh, PaCO 2 meningkat dari 40 ke 80 mmHg,
CO2 yang terlarut meningkat hanya dari 1,2 mEq/L ke 2,2 mEq/L. Selebihnya,
keseimbangan konstan untuk hidrasi dari CO 2 meningkat secara minimal dan
membawa reaksi ke arah kiri.

Jika asumsi yang sebenarnya dibuat bahwa [ HCO3] tidak berubah, kemudian

Oleh karena meningkat sebanyak 40 nEq/L dan karena HCO 3- diproduksi


dalam rasio 1:1 dengan H +, [HCO3-] juga meningkat sebanyak 40 nEq/L. Karena
[HCO3-] ekstraseluler juga meningkat secara nyata dari 24 mEq/L menjadi
24.000040 mEq/L. Oleh karena itu, buffer bikarbonat tidak efektif melawan
peningkatan PaCO2 dan perubahan dalam [HCO3-] tidak mempengaruhi keparahan
dari asidosis respiratorik.
Hemoglobin Sebagai Buffer
Hemoglobin kaya akan histidin, yang merupakan buffer efektif dari pH 5,7
sampai 7,7 (pKa 6,8). Hemoglobin merupakan buffer nonkarbonik yang paling
penting pada cairan ekstraseluler. Secara sederhana, hemoglobin dapat dipikirkan
sebagai keberadaan sel darah merah dalam keseimbangan sebagai asam lemah
(HHb) dan garam kalium (KHb). Berbeda dengan buffer bikarbonat, hemogloin dapat
dipakai sebagai buffer untuk asam karbonik (CO2) dan nonkarbonik (nonvolatil):

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 9 dari 34

KOMPENSASI PARU-PARU
Perubahan pada ventilasi alveolar bertanggung jawab untuk kompensasi paru
dari PaCO2 yang diperantarai oleh kemoreseptor pada batang otak. Reseptor ini
berespon terhadap perubahan pada pH cairan serebrospinal. Ventilasi permenit
meningkat 1-4 L/menit untuk setiap peningkatan 1 mmHg PaCO 2. Faktanya, paruparu bertanggung jawab untuk mengeliminasi kira-kira 15 mEq karbondioksida yang
diproduksi setiap hari sebagai produk metabolisme karbohidrat dan lemak. Respon
kompensasi paru juga penting dalam pertahanan melawan perubahan pada pH
selama gangguan metabolik.
Kompensasi Paru-Paru Selama Asidosis Metabolik
Penurunan pH darah arteri menstimulasi pusat pernafasan di medulla. Hasil
dari peningkatan ventilasi aleolar akan menurunkan PaCO 2 dan cenderung
menormalkan pH arteri. Respon paru terhadap PaCO 2 yang rendah terjadi secara
cepat tetapi mungkin tidak mencapai keadaan yang diinginkan sampai 12-24 jam;
pH tidak pernah mencapai normal.PaCO 2 secara normal turun 1-1,5 mmHg dibawah
40 mmHg untuk setiap penurunan [HCO3-] plasma sebesar 1 mEq/L.
Kompensasi Paru-Paru Selama Alkalosis Metabolik
Peningkatan pH darah arteri akan menekan pusat pernafasan. Hasilnya
hipoventilasi alveolar cenderung menaikkan PaCO 2 dan mengembalikan pH arteri
menjadi normal.Respon paru terhadap alkalosis metabolik secara umum sulit
diprediksi dibandingkan respon terhadap asidosis matabolik. Hipoksemia, sebagai
akibat dari hipoventilasi yang progresif, biasanya mengaktifkan axygen-sensitive
chemoreceptor; kemudian menstimulasi ventilasi dan membatasi respon
kompensasi paru. Konsekwensinya, PaCO2 biasanya tidak pernah naik diatas 55
mmHg pada respon terhadap alkalosis metabolik. Secara umum, PaCO 2 dapat
diharapkan meningkat sebesar 0,25-1 mmHg untuk setiap peningkatan [HCO 3-]
sebesar 1 mEq/L.
KOMPENSASI GINJAL
Kemampuan ginjal untuk mengatur jumlah reabsorbsi HCO 3- yang terfiltrasi
dari cairan tubulus, membentuk HCO 3- yang baru, dan mengeliminasi H + dalam
bentuk asam yang dapat dititrasi dan ion ammonia menyebabkan mereka memberi
pengaruh utama terhadap pH selama gangguan asam basa baik metabolik dan
respiratorik.

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 10 dari 34

Pada kenyataannya, ginjal bertanggung jawab untuk mengeliminasi sekitar 1


mEq/kg/hari dari asam sulfat, asam fosfat, dan sebagian asam organik yang
teroksidasi yang normalnya oleh metabolisme dari protein yang berasal dari
makanan dan dari dalam tubuh (endogen), nukleoprotein, dan fosfat organik
(fosfoprotein dan fosfolipid). Metablisme nukleoprotein juga menghasilkan asam
urat. Pembakaran tidak sempurna dari asam lemak dan glukosa akan menghasilkan
asam keton dan asam laktat. Alkali endogen dihasilkan selama metabolisme
beberapa asam amino anionik (glutamat dan aspartat) dan senyawa organik lainnya
(sitrat, asetat, dan laktat), tetapi jumlahnya tidak mencukupi untuk mengimbangi
produksi asam endogen.
Kompensasi Ginjal Selama Asidosis
Respon ginjal terhadap keadaan asam terdiri dari 3 langkah: (1) Peningkatan
reabsorbsi HCO3- yang terfiltrasi, (2) Peningkatan ekskresi asam yang dapat
dicairkan, (3) Peningkatan produksi ammonia. Meskipun mekanisme ini dapat
diaktifkan segera, efeknya secara umum tidak muncul dalam 12-24 jam dan
mungkin belum maksimal setelah lebih dari 5 hari.
A.

Meningkatkan Reabsorbsi Dari HCO3CO2 didalam sel tubulus ginjal berikatan dengan air dan membentuk karbonat
anhidrase. Asam karbonat (H2CO3) terbentuk dengan cepat dan terdisosiasi
menjadi H+ dan HCO3-. Kemudian ion bikarbonat masuk ke aliran darah
sementara ion H+ disekresi ke dalam tubulus ginjal, dimana H + bereaksi dengan
HCO3- yang terfiltrasi untuk membentuk H 2CO3. Karbonik anhidrase menempel
ke dinding lumen dan mengkalisasi peruabhan H 2CO3 menjadi CO2 dan H2O.
Kemudian CO2 dapat berdifusi kembali kedalam sel tubulus ginjal ntuk
menggantikan CO2 yang sudah terpakai. Tubulus proksimal secara normal
mereabsorbsi 80-90% bikarbonat yang terfiltrasi bersamaan dengan sodium,
sedangkan tubulus distal bertanggung jawab hanya 10-20%. Tidak seperti
pompa H+ pada tubulus proksimal, pompa H + di tubulus distal tidak bersamaan
dengan reabsorbsi sodium, dan memiliki kemampuan mengatur gradien H +
antara cairan tubulus dan sel tubulus. pH urine dapat menurun sampai 4,4
(Bandingkan dengan pH plasma yaitu 7,4).

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 11 dari 34

Gambar 30 3

Reclamation of filtered HCO3 by the proximal renal tubules

B.

Meningkatkan Ekskresi Asam Yang Dapat Dicairkan


Setelah seluruh HCO3- di dalam cairan tubulus kembali lagi ke dalam darah,
H yang disekrasi ke dalam lumen dapat berikatan dengan HPO 42- membentuk
H2PO4 yang tidak dapat direabsorbsikarena muatannya dan dieliminasi melalui
urine. Hasil akhirnya adalah H + diekskresi dari tubuh dalam bentuk H2PO4, dan
HCO3- dapat masuk ke aliran darah. Dengan pK 6,8, H 2PO4/HPO42- secara normal
merupakan buffer urine. Ketika pH urine mencapai 4,4, semua fosfat mencapai
tubulus distal dalam bentuk H2PO4 dan ion HPO42- sudah tidak dapat lagi
mengeliminasi H+.
+

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 12 dari 34

Gambar 30 4

Formation of a titratable acid in urine.


C.

Meningkatkan Pembentukan Ammonia


Setelah reabsorbsi lengkap HCO3- dan penggunaan dari buffer fosfat,
NH3/NH4+ menjadi bufer urine yang sangat penting. Deaminasi glutamin didalam
mitokondria di sel tubulus proksimal merupakan sumber utama untuk produksi
NH3 di ginjal. Keadaan asam dalam darah (acidemis) menyebabkan peningkatan
produksi NH3 ginjal. Ammonia yang terbentuk kemudian dapat melewati
membran sel luminal dan masuk ke cairan tubulus, kemudian bereaksi dengan
H+ membentuk NH4+. Tidak seperti NH3, NH4+ tidak dapat penetrasi ke membran
luminal dan terperangkap didalam tubulus. Sehingga NH 4+ di urine efektif untuk
mengeliminasi H+.

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 13 dari 34

Gambar 30 5

Formation of ammonia in urine.

Kompensasi Ginjal Selama Alkalosis


Jumlah HCO3- yang banyak secara normal difiltrasi dan kadang-kadang
direabsorbsi karen aginjal butuh akskresi bikarbonat dalam jumlah banyak jika
dibutuhkan. Sebagai haslnya, ginnjal sangat efektif dalam proteksi terhadap
keadaan metabolik alkalosis yang secara umu terjadi karena defisiensi sodium atau
mineralokortikoid berlebih. Deplesi dari sodium akan menurunkan volume cairan
ekstraseluler dan meningkatkan reabsorbsi Na+ dari tubulus proksimal ginjal. Untuk
mempertahankan keadaan netral, ion Na + membawa ion Cl- saat melewati
membran. Karena jumlah ion Cl- menurun (<10 mEq/L di urine), maka HCO3- harus
direabsorbsi. Sebagai tambahan, peningkatan sekresi H + sebagai pengganti untuk
meningkatkan reabsorbsi Na+ membutuhkan pembentukan HCO3- yang
berkelanjutan dengan metabolik alkalosis. Sama halnya, peningkatan aktivitas
mineralokortikoid meningkatkan reabsorbsi Na + yang diperantarai oleh hormon

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 14 dari 34

aldosterone sebagai pengganti ntuk sekresi ion H + di tubulus distal, dan akhirnya
peningkatan pementukan HCO3- dapat menjadi pencetus atau memperberat
metabolik alkalosis.
Metabolik alkalosis biasanya berhubungan dengan peningkatan aktivitas
mineralokortikoid meskipun tidak terjadi deplesi dari sodium dan klorida.
Base Excess
Base Excess adalah jumlah assam atau basa yang harus ditambahkan ke
dalam darah agar pHnya kembali menjadi 7,4 dan PaCO 2 menjadi 40 mmHh pada
keadaan saturasi O2 maksimal dan suhu 37 0C. Ditambah lagi, pemberian ini hanya
berlaku untuk buffer yang nonkarbonik di darah.
Singkatnya, base excess menggambarkan tentang komponen metabolisme
dari gangguan asam asa. Nilai positif menandakan keadaan metabolisme alkalosis,
sedangkan nilai negatif menandakan metabolisme asidosis. Base excess biasanya
dalam bentuk grafik atau secara elektronik dari normogram yang dikembabngkan
oleh Siggaard-Anderson dan membutuhkan penghitungan konsentrasi hemoglobin.
Gambar 30 6

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 15 dari 34

ASIDOSIS
EFEK FISIOLOGIS TERHADAP ASIDEMIA
[H+] diregulasi secara ketat dalam batas nanomol/L (36-43 nmol/L) karena ion
H+ memiliki kepadatan muatan yang tinggi dan medan listrik yang las yang dapat
mempengaruhi kekuatan ikatan hidrogen yang secara fisiologis terdapat pada
hampir semua biokimia. Reaksi biokimia sangat sensitif akan perubahan [H +].
Keseluruhan efek akhir dari acidemia yang terlihat pada pasien menunjukkan
keseimbangan antara efek secara langsung dan aktivasi simpatis ginjal. Dengan
keadaan asidosis yang memburuk (pH < 7,20), efek depresi secara langsung sangat
dominan. Depresi otot jantung dan otot polos secara langsung menyebabkan
penurunan kontraksi jantung dan resistensi pembuluh perifer, dan pada akhirnya
menyebabkan hipotensi tang progresif. Asidosis yang berat menyebabkan hipoksia
jaringan disamping menyebabkan affinitas hemoglobin terhadap oksigen bergeser
ke arah kanan. Jantung dan otot polos pembuluh darah menjadi kurang responsif
terhadap katekolamin eksogen dan endogen, dan ambang fibrilasi ventrikel
menurun. Hiperkalemia yang progresif sebagai akibat dari K + yang keluar dari sel
sebagai pengganti untuk H+ ekstraseluler juga sangat potensial untuk menyebabkan
kematian.[K+] plasma meningkat sampai kira-kira 0,6 mEq/L untuk setiap penurunan
pH sebesar 0,10.
Depresi sistem saraf pusat lebih sering terjadi pada respirasi asidosis
dibandingkan metabolik asidosis. Pengaruh ini, seringkali disebut Narkosis CO 2,
mungkin sebagai hasil dari hipertensi sekunder intrakranial untuk meningkatkan
aliran darah otak (Cerebral Blood Flow) dan asidosis intrasel yang berat.
Tidak seperti CO2, ion H+ tidak mudah penetrasi melalui sawar darah otak.
ASIDOSIS RESPIRATORIK
Acidosis respiratorik digambarkan sebagai peningkatan PaCO 2 primer.
Peningkatan ini berdasar pada reaksi:

ke arah kanan akan menyebabkan peningkatan [H +] dan menurunkan pH arteri.


Sesuai dengan reaksi diatas, [HCO3-] sedikit sekali terpengaruh.
PaCO2 menggambarkan
pembuangan CO2:

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

keseimbangan

antara

produksi

CO 2

dan

Halaman 16 dari 34

Produksi karbondioksida berasal dari metabolisme lemak dan karbohidrat.


Aktivitas otot, Suhu tubuh, dan aktivitas hormon tiroid mempunyai pengaruh besar
terhadap produksi CO2. Karena produksi CO2 tidak dapat dinilai di bawah banyak
keadaan, maka asidosis respiratorik biasanya disebabkan hipoventilasi alveolar.
Pada pasien dengan kapasitas yang terbatas untuk meningkatkan ventilasi alveolar,
bagaimanapun juga, peningkatan produksi CO 2 dapat menjadi pencetus asidosis
respiratorik.
Tabel 303. Causes of Respiratory Acidosis.

Alveolar hypoventilation
Central nervous system depression
Drug-induced
Sleep disorders
Obesity hypoventilation (Pickwickian) syndrome
Cerebral ischemia
Cerebral trauma
Neuromuscular disorders
Myopathies
Neuropathies
Chest wall abnormalities
Flail chest
Kyphoscoliosis
Pleural abnormalities
Pneumothorax
Pleural effusion
Airway obstruction
Upper airway
Foreign body
Tumor
Laryngospasm
Sleep disorders
Lower airway
Severe asthma
Chronic obstructive pulmonary disease
Tumor

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 17 dari 34

Parenchymal lung disease


Pulmonary edema
Cardiogenic
Noncardiogenic
Pulmonary emboli
Pneumonia
Aspiration
Interstitial lung disease
Ventilator malfunction
Increased CO2 production
Large caloric loads
Malignant hyperthermia
Intensive shivering
Prolonged seizure activity
Thyroid storm
Extensive thermal injury (burns)
Asidosis Respiratorik Akut
Respon kompensasi terhadap peningkatan PaCO 2 secara akut (6-12 jam)
adalah terbatas. Sistem penyangga yang berperan secara primer dilakukan oleh
hemoglobin dan pertukaran H+ ekstraseluler dengan Na+ dan K+ dari tulang dan
kompartemen cairan interstisial. Respon ginjal untuk mempertahankan bikarbonat
dalam jumlah lebih sangat terbatas pada keadaan yang akut. Sebagai hasilnya,
[HCO3-] plasma meningkat hanya sekitar 1 mEq/L untuk setiap peningkatan 10
mmHg dari PaCO2 di bawah 40 mmHg.
Asidosis Respiratorik Kronis
Kompensasi ginjal yang maksimal menandakan terjadinya asidosis
respiratorik kronis. Kompensasi ginjal dapat dinilai hanya setelah 12-24 jam dan
mungkin mencapai maksimal setelah 3-5 hari. Selama waktu itu, peningkatan
PaCO2 yang bertahan sejak lama menyebabkan kompensasi ginjal yang maksimal.
Selama asidosis respiratorik kronis, [HCO3-] plasma meningkat sekitar 4 mEq/L
untuk setiap peningkatan 10 mmHg dari PaCO 2 dibawah 40 mmHg.
Penanganan Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik diterapi dengan mengembalikan ketidakseimbangan
antara produksi CO2 dan ventilasi alveolar. Pada kebanyakan kasus, terapi ini
dilakukan dengan meningkatkan ventilasi alveolar. Ukuran yang ditujukan pada
Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 18 dari 34

penurunan produksi CO2 sangat berguna hanya pada kasus-kasus yang spesifik
(seperti, dantrolene untuk hipertermi berat, paralisis otot untuk tetanus, medikasi
antitiroid untuk krisis tiroid, dan penurunan asupan kalori). Penantian yang tepat
yang ditujukan untuk meningkatkan ventilasi alveolar termasuk bronkhodilatasi,
pengembalian keadaan narkosis, pemberian stimulan pernafasan (doxapram), atau
meningkatkan kemampuan pengembangan paru (diuresis). Asidosis yang moderat
sampai berat (pH < 7,20), narkosis CO2, dan kelelahan otot pernafasan yang tibatiba merupakan indikasi untuk pemasangan ventilator. Peningkatan konsentrasi
oksigen inspirasi juga diperlukan, karena hipoksemia yang menetap biasa terjadi.
NaHCO3 intravenous sangat jarang terjadi kecuali pH < 7.10 dan HCO3 < 15
mEq /L. Terapi sodium bikarbonat akan meningkatkan PaCO2 :

Buffer yang tidak menghasilkan CO2 seperti carbicarb, atau tromethamine,


(THAM) bisa digunakan sebagai alternatif tetapi tidak terbukti keuntungannya.
Carbicarb adalah campuran dari 0,3 M sodium bikarbonat dan 0,3 M sodium
carbonat, buffering dengan campuran ini terutama memproduksi sodium bikarbonat
bila dibandingkan dengan CO2. Tromethamin
punya keuntungan karena
mengandung a
Pasien dengan dasar kronik asidosis respiratorik memerlukan pertimbangan
khusus. Ketika pasien dengan dengan kegagalan ventilasi akut, terapi yang harus
dicapai dengan mengembalikan PaCO2 ke normal. Mengembalikan nilai normal
PaCO2 pasien kenilai 40 mmHg akan memberikan hasil alkalosis. Terapi oksigen
harus diperhatikan, karena kemampuan resipiratori pada pasien ini sudah terbiasa
dalam keadaan hipoksemi, bukan PaCO2 atau meningkatkan kemampuan death
space. Sehingga menormalisasikan PaCO2 atau relatif hiperoksia akan memicu
terjadinya hipoventilasi.
Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan primer dari HCO3 .
Proses patologis akan menghasilkan asidosis metabolik melalui salah satu dari tiga
mekanisme sebagai berikut, 1. Konsumsi HCO3 dengan asam kuat nonvolatil, 2.
Eksresi Renal atau gastrointestinal dari bikarbonat, 3. Pengenceran cepat dari
kompartemen cairan ekstraseluler dengan cairan bebas bikarbonat .
Penurunan dari plasma (HCO3) tanpa diikuti dengan reduksi PaCO2 akan
menurunkan pH arteri. Reaksi kompensasi pulmonal dalam asidosis metabolik
sederhana tidak akan menurunkan PaCO2 sampai tingkat
yang dapat
menormalkan pH tapi kompensasi hanya berupa hiperventali nag jelas (Kussmaul).
Tabel 30.4 menggambarkan kelain-lelainan yang dapat menyebabkan asidosi metabolik.
Catat bahwa diferensial diagnosis yang menyebabkan asidosis metabolik dapat diketahui
melalui perhitungan anion gap.

Table 304. Causes of Metabolic Acidosis.

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 19 dari 34

Increased anion gap


Increased production of endogenous nonvolatile acids
Renal failure
Ketoacidosis
Diabetic
Starvation
Lactic acidosis
Mixed
Nonketotic hyperosmolar coma
Alcoholic
Inborn errors of metabolism
Ingestion of toxin
Salicylate
Methanol
Ethylene glycol
Paraldehyde
Toluene
Sulfur
Rhabdomyolysis
Normal anion gap (hyperchloremic)
Increased gastrointestinal losses of HCO3
Diarrhea
Anion exchange resins (cholestyramine)
Ingestion of CaCl2, MgCl2
Fistulas (pancreatic, biliary, or small bowel)
Ureterosigmoidostomy or obstructed ileal loop
Increased renal losses of HCO3
Renal tubular acidosis
Carbonic anhydrase inhibitors
Hypoaldosteronism
Dilutional
Large amount of bicarbonate-free fluids
Total parenteral nutrition (Cl salts of amino acids)
Increased intake of chloride-containing acids
Ammonium chloride
Lysine hydrochloride
Arginine hydrochloride

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 20 dari 34

Anion Gap
Anion gap di plasma biasanya didefinisikan sebagai perbedaan antara ukuran
mayor kation dan anion.

Atau

Beberapa klinis memasukan kalium plasma dalam perhitungkan menggunakan nilai


normal,

Pada dasarnya, anion gap tidak dapat muncul karena tubuh selalu
mempertahankan keseimbangan elektrolit; jumlah anion sama dengan jumlah
kation. Jadi,

Kation yang tidak terukur termasuk K +, Ca++, dan Mg++, sedangkan anion yang
tidak terukur termasuk semua anion organic (termasuk proteinplasma), fosfat dan
sulfat. Albumin plasma normalnya menggambarkan fraksi terbesar anion gap
(sekitar 11 mEq/l). Anion gap turun 2,5 mEq/l setiap reduksi albumin plasma 1 g/dl.
Proses apapun yang meningkatkan anion tidak terukur atau menurunkan kation
tidak terukur akan meningkatkan anion gap. Sebaliknya, proses apapun yang
menurunkan anion tidak terukur akan menurunkan anion gap.
Elevasi ringan anion gap plasma hingga 20 mEq/l tidak membantu diagnosis
selama asidosis, tetapi nilai > 30 mEq/l biasanya mengindikasikan adanya asidosis
dengan anion gap tinggi (below). Alkalosis metabolic juga dapat menyebabkan anion
gap yang tinggi karena penurunan volume elstraseluler, peningkatan pertukaran
albumin, dan peningkatan produksi laktat sebagai kompensasi. Anion gap plasma
yang rrendah mungkin disertai hipoalbumin, intoksikasi bromida atau lithium dan
multiple myeloma.
Asidosis Metabolik Dengan Anion Gap Tinggi

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 21 dari 34

Asidosis metebolik dengan anion gap tinggi ditandai dengan meningkatnya


asam nonvolatile kuat. Asam ini dilepaskan dari H + dan menggambarkan anion; H +
membutuhkan HCO-3 untuk menghasilkan CO2, dimana anionnya (basa konjugasi)
berakumulasi dan menggantiikan HCO-3 dalam cairan ekstraseluler (anion gap
tinggi). Asam non volatile dapat dihasilkan atau digunakan (ingested) secara
endogen.
A.

Kegagalan Ekskresi Asam Non Volatile Endogen

Asam organik yang dihasilkan secara endogen normalnya dikeluarakanb oleh


ginjal lewat urin. GFR < 20 ml/menit (gagal ginjal) identik dengan asidosis metabolik
yang progresif yang berasal dari akumulasi asam asam tersebut.
B. Peningkatan Produksi Asam Non Volatile Endogen
Hipoksia jaringan yang berat diikuti hipoksemia, hipoperfusi (iskemia) atau
ketidakmampuan menggunakan O2 (keracunan sianida) dapat m,enyebabkan
asidosis laktat. Asam laktat yang merupakan hasil akhir metabolisme glukosa secara
anaerob (glikolisis) secara cepat berakumulasi dalam kodisi kondisi tersebut.
Penrunan penggunaan laktat oleh hepar penggeluaran yang sedikit oleh ginjal tidak
begitu bertangguang jawab atas terjadinya asidoss metabolik; penyebabnya
termasuk hipoperfusi, alakoholisme, dan penyakit hepar. Kadar laktat dapat dengan
mudah diukur dan normalnya 0,3 1,3 mEq/l. Asidosis disebabkan oleh D-lactic acid
yang tidak dikenali oleh enzim - lactat dehydogenase (dan tidak diukur dalam
pemeriksaan rutin), dapat ditemukan pada pasien dengan short bowel syndromes;
D-lactic acid dibentuk oleh bakteri colon dari makanan yang mengandung glukosa
dan gandum dan diabsorbsi seccara sistemik.
Kekurangan insulin yang absolut atau relatif dapat menimbulkan
hiperglikemia dan ketoasidosis yang progresif yang berasal dari akumulasi hidroksibutirat dan asam asetat. Ketoasidosis juga dapat terlihat dalam keadaan
kelaparan dan kecanduan alkohol. Patofisiologi asidosis sering berhubungan
dengan intoksikasi alkohol dan koma non ketotik hiperosmolar dan sangat kompleks
dan dapat disertai pembentukan laktat, keto dan asam tidak dikenal lainnya.
Beberapa gangguan metabolik bawaan sejak lahir , seperti maple syrup urine
disease, methylmalonic aciduria, propionic acidemia dan isovalleric acidemia,
menyebabkan asidosis metabolik dengan anion gap tinggi sebagai hasil akumulasi
asam amino abnormal.
C.

Penggunaan Asam Non Volatile Eksogen

Penggunaan salisilat dalam jumlah besar sering menyebabkan asidosis


metabolik. Asam salisilat sebagaimana asam intermediate lainnya secara cepat
berakumulasi dan menimbulkan asidosis dengan anion gap. Karena salisilat juga
menstimulasi langsung pernafasan, pada kebanyakan orang dewasa asidosis
Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 22 dari 34

metabolik disertai asidosis respiratorik. Penggunaan metanol (methyl alcohol) sering


menyebabkan asidosis dan gangguan penglihatan (retinitis). Gejala gejalanya
baru muncul setelah oksidasi lambat metanol oleh enzim alcohol dehydrogenase
untuk membentuk asam glikolat. Asam glikolat, penyebab utama asidosis, lebih
lanjut dapat tersimpan di ginjal dan menyebabkan gagal ginjal.
Asidosis Metabolik Dengan Anion Gap Normal
Asidosis metabolik dengan anion gap normal biasanya ditandai dengan
hiperkloremia. Konsentrasi CL- di plasma meningkat, menggantikan ion HCO-3 yang
hilang.
Perhitungan anion gap dalam urin dapat mewbantu diagnosis asidosis
dengan anion gap normal.
Anion gap urin = ([Na+] + [K+]) [Cl-]
Anion gap urin normalnya positif atau mendekati nol. Kation urin tidak terukur
yang utama adalah NH4+, yang seharusnya meningkat (bersamaan dengan Cl-)
selama asidosis metabolik, pada akhirnya mengahasilkan anion gap negatif.
Kegagalan sekresi H+ atau NH4+, sebagaimana terjadi pada gagal ginjal atau
asidosis tubulus ginjal (below?), menghasilkan anion gap urin positif daripada
asidosis metabolik.
A.

Peningkatan Pelepasan HCO3- Gastrointestinal

Diare merupakan penyebab tersering asidosis metabolikmhiperkloremik.


Cairan diare mengandung HCO3- 20 50 mEq/l. Usus halus, saluran empedu dan
cairan pakreas kaya akan HCO3-. Kehilangan cairan ini dalam jumlah besar dapat
menyebabkan
asidosis
metabolik
hiperkloremik.
Pasien
dengan
uterosigmoidostomies dan ileal loops yang terlalu panjang atau dengan obstrksi
parsial dapat mengakibatkansidosis metabolik hiperkloremik. supan yang
mengandung klorida sebagai pengganti anion resin (cholestyramine) atau jumlah
kalsium yang banyak atau magnesium klorida bisa menunjukkan peningkatan
absorbsi klorida dan kehilangan ion bikarbonat. Resin yang tdak dapat direabsorbsi
mengikat ion bikarbonat, sedangkan kalsium dan magnesium berikatan dengan
bikarbonat untuk membentuk garam yang tidak larut di dalam usus.
B. Peningkatan Pelepasan HCO-3 Ginjal
Pengeluaran HCO-3 dari ginjal bisa terjadi karena kegagalan reabsorbsi
HCO-3 yang tersaring atau untuk mensekresi jumlah ion H + yang adekuat dalam
bentuk asssam yang dapat diencerkan atau ion amonium. Kelainan ini ditemuklan
pada pasien yang mnegkonsumsi carbonic anhydrase inhibitor seperti asetolamid
dan pada pasien yang mempunyai asidosis tubulus ginjal.

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 23 dari 34

Asidosis tubulus ginjal meningkatkan kelompok dengan kelainan nonazotemik


dengan sekresi H+ oleh tubulus ginjal, menyebabkan Ph urin yang terlalu tinggi
untuk asidemia sistemik. Kelainan ini mungkin disebabkan oleh kelainan primer di
ginjal atau mungkin oleh kelainan sekunder akibat penyakit stemik. Tempat
terjadinya kelainan sekresi H+ mungkin di tubulus ginjal distal atau proksimal.
Hipoaldosteronisme hiporeninemia biasanya selalu mengarah ke tipe -4 asidosis
tubulus ginjal. Dengan asidosis tubulus distal ginjal, kelainan terjaadi pada tempat
dimana hampir semua HCO-3 yang terfiltrasi telah direabsorbsi. Sebagai hasilnya,
terjadi kegagalan pengasaman urin, dimana jumlah asam yang diekskresi lebih
rendah dibanding jumlah asam yang diproduksi. Kelainan ini seringkali berhubungan
dengan hipokalemia, demineralisasi tulang, nefrolitiasis dan nefrokalsinosis. Terapi
lcali (NaHCO3 1 3 mEq/kkg/hari) biasanya cukup untuk memperbaiki efek
samping efek samping tersebut. Dengan asidosis tubulus ginjal proksimal kurang
dari biasanya, gangguan sekresi H+ di tubulus proksimal menyebabkan
pembuangan HCO-3 yang Herat. Kelainan serupa pada reabsorbsi di tubulus untuk
zat yang lain seperti glucosa, asam amino, atau fosfat sering terjadi. Asidosisi
hioperkloremi terjadi pada penurunan volume dan hipokalemia. Penangananya
termasuk pemberian lcali (sebanyak 10 25 mEq/kg/hari) dan suplemen potasium.
D.

Penyebab Lain Terjadinya Asidosis Hiperkloremi

Asidosis hiperkloremi akibat pengenceran dapat terjadi ketika volume


ekstraseluler meningkat secara cepat dengan pemberian cairan bikarbonat bebas
seperti normal saline. HCO-3 plasma menurun sesuai jumlah cairan infus yang
diberikan sebagaimana kadar HCO-3 ekstraseluler diencerkan. Cairan infus asam
amino (parenteral hyperalimentation) mengandung kation organik yang lebih banyak
daripada anion organik dan dapat menyebabkan asidosis metabolik karena klorida
pada umumnya digunakan sebagai anion untuk asam amino kationik. Akhirnya
kelebihan kuantitas dari asam yang mengandung klorida seperti amonium klorida
atau arginin hidroklorida (biasanya diberikan untuk menangani alkalosis metabolik)
dapat menyebabkan acidosis metabolik hypercloremic.

Penanganan asidosis metabolik


Beberapa pemeriksaan umum dapat dilakukan untuk mengetahui seberapa
parah asidemia yang terjadi hingga penyebabnya dapat diatasi..Respirasi harus
dikontrol bila perlu: PaCO2 serendah 30s dapat digunakan untuk mengembalikan
PH kebali normal. Jika PH arterial tetap di bawah 7,20, terapi alkali , biasanya
digunakan NaHCO3 (dalam larutan 7,5 % biasanya diperlukan. PaCO3 mungkin
akan sedikit meningkat seiring dengan penggunaan HCO3 oleh senyawa asam
(memperlihatkan perlunya pengendalian respirasi pada asidemia yang berat).
Jumlah NaHCO3 yang diberikan ditentukan secara empiris sebesar 1 mEq/kg atau
dengan menghitung base excess dan bikarbonat. Pada beberapa kasus, analisa gas
darah serial diperlukan untuk menghindari komplikasi misalnya kelebihan alkali atau
overload sodium. Dan untuk mengevaluasi terapi yang diberikan.peningkatan PH

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 24 dari 34

arterial > 7,25 biasanya cukup untuk mengetahui efek samping dari asidemia.
Asidemia yang refrakter mungkin memerlukan hemodialisis dengan dialisat
bikarbonat.
Penggunaan rutin NaHCO3 dalam jumlah banyak dalam penanganan henti
jantung dan low flow states tidak lagi direkomendasikan. Asidosis seluler paradoksik
dapat muncul , biasanya pada saat eliminasi CO2 terganggu. Karena CO2 yang
telah terbentuk memasuki sel sementara ion bikarbonatnya belum. Peningkatan
buffer yang tidak meningkatkan CO2 secara teoritis merupakan keadaan yang
terpilih, tapi tidak terbukti secara klinik.
Terapi spesifik untuk ketoasidodis diabetikum termasuk perbaikan defisit
cairan yang telah terjadi sebagai akibat dari diuresis osmotic hiperglikemik
dilanjutkan dengan penanganan insulin, potassium, fosfat dan magnesium.
Penanganan asidosis laktat harus diarahkan pertama kali untuk mengembalikan
oksigenasi yang adekuat dan perfusi jaringan. Alkalinisasi urin oleh NaHCO3 untuk
PH yang lebih besar dari 7 meningkatkan eliminasi salisilat untuk keadaan
keracunan salisilat. Infus etanol (IV 8-10 mL/Kg 10% etanol dalam larutan D5 dalam
30 menit dibarengi dengan infuse kontinum sebesar 0,15 mL/kg/jam untuk mencapai
kadar etanol dalam darah 100-130 mg/dL) adalah indikasi untuk keadaan keracunan
methanol atau etilen glikol. Etanol berkompetisi dengan alkohol dehidrogenase dan
menurunkan pembentukan asam dari methanol glikolik dan asam oksalat dari etilen
glikol.
Bikarbonat Space
adalah volume HCO3 yang akan didistribusikan saat diberikan intra vena.
Walaupun secara teoritis harus menyeimbangkan dengan ruang cairan ekstraseluler
(25% dari berat badan), dalam kenyataannya dapat sebesar 25%-60% tergantung
derajat keparahan dan lamanya sidosis terjadi. Variasi ini setidaknya berkaitan
dengan jumlah buffer tulang dan intraseluler yang telah ada.
Contoh menghitung jumlah NaHCO3 yang diperlukan untuk menghitung defisit basa
(BD) -10mEq/L pada seorang laki-laki 70 tahun dengan bikarbonat space
diperkirakan sebesar 30%:

dalam prakteknya, hanya 50% dari dosis yang telah dihitung (105 mEq) biasa
diberikan, setelahnya dilakukan pengukuran AGD.
Pertimbangan anestesi pada pasien dengan asidosis

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 25 dari 34

Asidosis dapat membangkitkan efek depresan pada sebagian besar sedatif


dan obat anestesi pada SSP dan peredaran darah. Karena sebagian besar opioid
adalah basa lemah, asidosis dapat meningkatkan fraksi obat dalam bentuk tak
terioniasasi dan mempermudah penetrasi ke dalam otak. Peningkatan sedasi dan
deprsi dari refleks pernafasan dapat menjadi predisposisi terjadinya aspirasi paru.
Efek Depresi sirkulasi obat anestesi voltil dan intravena dapat ditingkatkan. Obatobatan yang meningkatkan tonos simpastis dapat meningkatkan keadaan depresi
sirkulasi dalam keadaan asidosis. Halotan lebih aritmigenik dalam keadaan asidosis.
Suksinilkolin sebaiknya dihindari pada pasien asidosis dengan hiperkalemia untuk
mencegah peningkatan K+ plasma. Asidosis respirasi menginduksi blokade
neuromuskular non depolarize.
Untuk mengimbangi ion Na+ yang direabsorpsi, peningkatan sekresi H + harus
digunakan untuk menjaga netralitas electrn. Sebagai akibatnya, ion HCO3- yang
telah diekresi akan direabsorpsi mengakibatkan alkalosis metabolik. Secara
fisiologis, maintenance volume cairan ekstraseluler lebih prioritas dari balance
asam-basa. Karena sekresi ion K+ dapat menjaga netralitas electrn, sekresi
potasium juga ditingkatkan. Hipokalemi meningkatkan sekresi H + dan reabsorpsi
HCO3- dan juga menyebabkan asidosis metabolik. Konsentrasi klorida urin selama
alkalosis metabolik sensitif klorida biasanya rendah (< 10mEq/L).
Terapi diuretik adalah penyebab yang paling umum alkalosis metabolik
sensitif klorida. Diuretik seperti furosemide, asam etakrinat, dan tiazid meningkatkan
sekresi Na+, Cl-, dan K+, mengakibatkan penurunan kadar NaCl, hipokalemi, dan
biasanya alkalosis metabolik sedang. Sekret gastrik mengandung ion H + sebesar
25-100mEq/L, Na+ sebesar 40-160mEq/L, K+ sekitar 15 mEq/L dan ion Cl- sebesar
200mEq/L. muntah atau kehilangan cairan gaster melaui suction nasogastrik dapat
berakibat alkalosis metabolik, penurunan volume ekstraseluler, dan hipokalemia.
Normalisasi cepat dari PaCO2 setelah [HCO3-] plasma telah meningkat pada
asidosis respiratoris kronik pada alkalosis metabolik. Infant diberikan intake yang
mengandung Na+ tanpa klorida pada yang telah mengalami alkalosis metabolik
karena peningkatan sekresi H + atau K+ yang harus diimbangi dengan absorpsi
sodium.

ALKALOSIS
Efek Fisiologis Alkalosis
Alkalosis meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan pergeseran kurva
disosiasi ke kiri, menyebabkan Hb lebih sulit melepaskan oksigen ke jaringan.
Pertukaran H+ keluar sel dengan K+ ekstraseluler yang masuk ke dalam sel
menyebabkan hipokalemia. Alkalosis meningkatkan jumlah binding site kalsium
pada protein plasma, menurunkan ionisasi plasma, sehingga menyebabkan depresi
sirkulasi dan iritabilitas neuromuscular. Alkalosis respiratori menurunkan cerebral
blood flow, meningkatkan resistensi vascular sistemik dan presipitasi vasospasme

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 26 dari 34

koroner. Pada pulmonal, alkalosis respiratori meningkatkan tonus otot polos bronkus
(bronkokonstriksi) namun menurunkan rsistensi vascular pulmonal.
Alkalosis Respiratori
Alkalosis respiratori didefenisikan sebagai menurunnya PaCO 2 secara primer.
Mekanismenya adalah abnormalitas peningkatan ventilasi alveolar relative terhadap
produksi CO2. Tabel 30-5 menunjukkan penyebab alkalosis respiratori yang paling
sering. [HCO3-] plasma biasanya turun 2 mEq/L untuk setiap penurunan 10 mmHg
secara akut PaCO2 dibawah 40 mmHg. Perbedaan antara alkalosis respiratori akut
dan kronis tidak selalu ada, karena respon kompensasialkalosis sedikit bervariasi ;
[HCO3-] plasma menurun 2-5 mEq/L untuk setiap penurunan 10 mmHg PaCO2
dibawah 40 mmHg.
Tabel 30 5 Penyebab Alkalosis Respitorik
Central stimulation
Pain
Anxiety
Ischemia
Stroke
Tumor
Infection
Fever
Drug-induced
Salicylates
Progesterone (pregnancy)
Analeptics (doxapram)
Peripheral stimulation
Hypoxemia
High altitude
Pulmonary disease
Congestive heart failure
Noncardiogenic pulmonary edema
Asthma
Pulmonary embolism
Severe anemia
Unknown mechanism

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 27 dari 34

Sepsis
Metabolic encephalopathies
Iatrogenic
Ventilator-induced
Penanganan Alkalosis Respiratori
Koreksi yang paling mendasari adalah satu-satunya treatment alkalosis
respiratori. Alkalemia berat (pH arteri >7,6), pemberian asam hidroklorida intravena,
arginin klorida atau ammonium klorida dapat diindikasikan.

ALKALOSIS METABOLIK
Alkalosis metabolic adalah peningkatan primer [HCO 3-] plasma. Kasus
alkalosis metabolik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) yang berhubungan
dengan defisiensi NaCl dan deplesi cairan ekstraseluler, kadang disebut chloride
sensitive, (2) yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas mineralokortikoid,
desibut dengan chloride resistent.
Tabel 30 6 Penyebab Alkalosis Metabolik
Chloride-sensitive
Gastrointestinal

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 28 dari 34

Vomiting
Gastric drainage
Chloride diarrhea
Villous adenoma
Renal
Diuretics
Posthypercapnic
Low chloride intake
Sweat
Cystic fibrosis
Chloride-resistant
Increased mineralocorticoid activity
Primary hyperaldosteronism
Edematous disorders (secondary hyperaldosteronism)
Cushing's syndrome
Licorice ingestion
Bartter's syndrome
Severe hypokalemia
Miscellaneous
Massive blood transfusion
Acetate-containing colloid solutions
Alkaline administration with renal insufficiency
Alkali therapy
Combined antacid and cation-exchange resin therapy
Hypercalcemia
Milk-alkali syndrome
Bone metastases
Sodium penicillins
Glucose feeding after starvation
Alkalosis Metabolik Resisten Klorida
Peningkatan aktivitas mineralokortikoid biasanya berakibat alkalosis
metabolik meskipun tidak ada kaitannya dengan penurunan volume ekstraseluler.
Peningkatan tak terkendali aktivitas mineralokortikoid menyebabkan retensi sodium
dan peningkatan volume ekstraseluler. Peningkatan sekresi H + dan K+ mengambil
bagian untuk menyeimbangkan reabsorpsi sodium yang telah ditingkatkan oleh
Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 29 dari 34

aktivitas mineralokortikoid., menghasilkan alkalosis metabolik dan hipokalemia.


Konsentrasi klorida urin biasanya lebih dari 20mEq/L pada kasus seperti ini.
Alkalosis Metabolik dengan penyebab lain
Alkalosis metabolik jarang ditemui pada pasien yang diberikan NaHCO3
bahkan pada dosis yang besar kecuali ada gangguan pada ekresi HCO3-.
Pemberian produk darah dalam jumlah yang besar dan plasma protein yang
mengandung koloid biasanya berakibat alkalosis metabolik. Sitrat, laktat, dan asetat
yang terkandung dalam cairan ini dikonversi oleh hepar menjadi HCO3-. Pasien
yang mendapat penisilin sodium dosis tinggi, biasanya carbenicillin dapat berakibat
alkalosis metabolik. Karena penisilin berperan sebagai anion nonabsorbable dalam
tubulus renalis, peningkatan sekresi H + dan K+ harus diimbangi dengan absorpsi
sodium. Untuk alasan yang tidak jelas, hiperkalsemi karana sebab nonparatiroid
(milk-alkali sndrome dan metastase tulang) juga sering berkaitan dengan alkalosis
metabolik. Patofisiologi alkalosis karena refeeding juga belum diketahui.
Penanganan Alkalosis Metabolik
Seperti kelainan asam basa lainnya, perbaikan alkalosis metabolik tak pernah
selesai kecuali penyebab utama telah ditangani. Saat ventilasi dikontrol, componen
respirasi yang menyebabkan alkalemia harus dikoreksi dengan menurunkan minute
ventilation untuk normalisasi PaCO2. Penanganan terpilih untuk alkalosis metabolik
sensitif klorida dalah pemberian saline IV dan potasium/KCl. Terapi blokade H-2
berguna bila penyebabnya adalah kehilangan cairan gaster. Asetazolamide dapat
berguna pada pasien yang edematous. Alkalosis dikaitkan dengan peningkatan
aktivitas mineralokortikoid memberikan respon yang baik dengan pemberian
antagosis aldosteron/spironolactone. Pada keadaan pH arterial lebih dari 7,60,
penanganan dengan hydrochlorida IV (0,1 mol/L), amonium klorida (0,1mol/L),
arginine hidrokorida atau hemodialisa harus dipertimbangkan.
Pertimbangan Anestesi pada pasien dengan alkalemia
Alkalosis respiratori sepertinya meningkatkan durasi depresi pernafasan yang
diinduksi dengan opioid. Iskemi serebral dapat muncul karena adanya penurunan
cerebral blood flow selama alkalosis respiratori, terutama saat hipotensi. Kombinasi
dari alkalemia dan hipokalemia dapat mempresipitasi aritmia atrium dan ventrikel
yang berat. Potensiasi blokade neuromuskular non depolarizing ditemukan pada
alkalemia, tapi lebih dikarenakan adanya hipokalemia yang terjadi bersamaan.
Penanganan Metabolisme Alkalosis
Seperti dengan gangguan asam basa lainnya, koreksi metabolisme alkalosis
tidak pernah lengkap sampai gangguan dasar dirawat. Kapan ventilasi dikendalikan,
pernapasan apapun yang mendukung alkalemia harus dikoreksi dengan

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 30 dari 34

menurunkan waktu ventilasi menit


menjadi PaCO2 normal. Penanganan
metabolisme alkalosis pada chloride-sensitive adalah dari ion bersifat garam (NaCl)
kedalam pembuluh darah dan kalium ( KCl). H2-blocker therapy bermanfaat ketika
hilangnya cairan lambung berlebihan merupakan suatu faktor. Acetazolamide boleh
juga bermanfaat pada pasien edematous. Alkalosis terasosiasi dengan peningkatan
langsung dalam aktivitas mineralocorticoid yang siap bereaksi terhadap aldosterone
lawan ( spironolactone). Ketika pH darah arteri lebih besar dari 7.60, penanganan
dengan asam hydrochloric ( 0.1 mol/L), ammonium klorid ( 0.1 mol/L), arginine
hydrochloride, atau hemodialysis ke dalam pembuluh darah harus dipertimbangkan.

PERTIMBANGAN ANESTHETIC PADA PASIEN DENGAN ALKALEMIA


Alkalosis Pernapasan tampak untuk memperpanjang jangka waktu dari
tekanan pernapasan opioid-induced; efek ini boleh diakibatkan oleh peningkatan
protein yang mengikat opioids. Cerebral Ischemia ditandai dengan pengurangan
dalam aliran darah cerebral selama Alkalosis Pernapasan, terutama sekali selama
hypotension. Kombinasi alkalemia dan hypokalemia dapat mempercepat atrial dan
ventricular arrhythmias. Potensi dari nondepolarizing neuromuscular blokade
dilaporkan dengan alkalemia tetapi mungkin lebih secara langsung serentak
berhubungan dengan hypokalemia.

DIAGNOSIS GANGGUAN ASAM BASA


Interpretasi status asam basa dari analisis gas darah membutuhkan
pendekatan sistematis. Rekomendasinya adalah sebagai berikut :
1. Memeriksa pH arteri ; apakah terdapat asidemia atau alkalemia?
2. Memeriksa PaCO2 ; apakah perubahan PaCO2 sesuai dengan komponen
respiratori?
3. Jika perubahan PaCO2 tidak menjelaskan perubahan pH arteri, apakah
perubahan [HCO3-] mengindikasikan komponen metabolik?
4. buat diagnosis tentative.
5. bandingkan perubahan [HCO3-] dengan perubahan PaCO2. Apakah terdapat
kompensasi? Karena pH arteri berhubungan dengan rasio PaCO2 dan
[HCO3-], dimana kompensasi pulmonal maupun renalis selalu terjadi
perubahan PaCO2 dan [HCO3-] yang searah. Perubahan yang berlawanan
arah mengindikasikan gangguan asam basa campuran.

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 31 dari 34

6. jika mekanisme kompensasi yang terjadi lebih atau kurang dari yang
diharapkan, maka terjadi gangguan asam basa campuran.
7. hitung gap anion plasma pada kasus asidosis metabolik.
8. ukur konsentrasi klorida urin pada kasus alkalosis metabolik.
Pendekatan alternatif yang cepat namun kurang tepat adalah dengan
menghubungkan perubahan pH dengan perubahan CO2 dan HCO 3. pada gangguan
respiratori, setiap perubahan 10 mmHg CO2 akan menyebabkan perubahan pH
arteri 0,08 U dengan arah yang berlawanan. Selama gangguan metabolik, setiap
perubahan 6 mEq HCO3 juga merubah pH arteri 0,1 dengan arah yang sama. Jika
perubahan pH melebihi atau kurang dari yang diprediksikan, maka mungkin terjadi
gangguan asam basa campuran.
Table 307. Normal Compensatory Responses in AcidBase Disturbances.
Disturbance
Response Expected Change
Respiratory acidosis
Acute

[HCO3]

1 mEq/L/10 mm Hg increase in PaCO2

Chronic

[HCO3]

4 mEq/L/10 mm Hg increase in PaCO2

Acute

[HCO3]

2 mEq/L/10 mm Hg decrease in PaCO2

Chronic

[HCO3]

4 mEq/L/10 mm Hg decrease in PaCO2

Metabolic acidosis

PaCO2

1.2 x the decrease in [HCO3]

Metabolic alkalosis

PaCO2

0.7 x the increase in [HCO3]

Respiratory alkalosis

PENGUKURAN TEKANAN GAS DARAH DAN PH DARAH


Nilai yang didapat dari pengukuran gas darah rutin meliputi tekanan oksigen
dan karbondioksida (PO2 dan PCO2), pH, [HCO 3-], base excess, hemoglobin, dan
persentasi saturasi oksigen. Seharusnya hanya PO2 , PCO2 dan pH yang diukur.
Hemoglobin dan persentase saturasi oksigen diukur dengan cooximeter. [HCO 3-]
diukur dengan menggunakan persamaan Henderson-Hasselbalch dan base excess
dari nomogram Siggaard-Andersen.
Sumber Sampel dan Pengumpulannya
Sampel darah arteri adalah yang paling sering digunakan secara klinis,
walaupun darah vena atau kapiler dapat digunakan jika sampel terbatas. Tekanan
oksigen pada darah vena (normal 40 mmHg) menggambarkan ekstraksi jaringan
bukan fungsi pulmonal. PCO2 vena biasanya 4-6 mmHg lebih tinggi dari PaCO2.
Konsekuensinya, pH darah vena 0,05 U lebih rendah dari pH darah arteri. Walaupun
begitu, darah vena sering digunakan dalam menentukan status asam basa. Darah

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 32 dari 34

kapiler merepresentasikan campuran darah arteri dan vena, dan nilai yang didapat
merefleksikan hal tersebut. sampel biasanya dikumpulkan pada syringe heparin dan
harus dianalisis segera. Gelembung udara harus ditiadakan, sampel ditutup dan
diletakkan di atas es untuk mencegah ambilan udara dari sel darah atau kehilangan
udara ke atmosfer. Walaupun heparin sangat asam, jumlah haparin yang berlebihan
dalam syringe hanya menurunkan pH secara minimal namun menurunkan PCO2
sebanding dengan persentase dilusinya, serta memiliki efek bervariasi terhadap
PO2.
Koreksi Suhu
Perubahan pada suhu mempengaruhi PCO2 dan Po2 secara langsung serta
pH secara tidak langsung. Turunnya suhu menurnunkan tekanan parsial gas pada
larutan- walaupun total gas content tidak berubah- karena kelarutan sebanding
dengan suhu. Baik PCO2 dan PO2 turun selama keadaan hipotermia, namun pH
meningkat karena suhu tidak mengubah [HCO 3-] : PaCO2 menurnu, namun [HCO 3-]
tidak berubah. Karena tekanan gas darah dan pH selalu diukur pada suhu 37 C,
terdapat kontroversi apakan pengukuran nilai harus disesuaikan dengan suhu
pasien sebenarnya. Nilai normal pada suhu selain 37 C tidak diketahui. Banyak
klinisi menggunakan pengukuran pada suhu 37 C, mengabaikan suhu pasien yang
sebenarnya.
Pengukuran pH
Ketika logam diletakkan pada larutan garam, tendensi logam untuk
berionisasi ke dalam larutan menyebabkan logam bermuatan negatif. Jika dua
logam yang berbeda (elektroda) dan larutan garamnya dipisahkan oleh partisi
berpori (bisa terjadi pertukaran muatan), tendensi salah satu logam untuk larut ke
dalam larutan dibandingkan logam yang lain menyebabkan adanya sebuah gaya
elektromotive antara dua elektroda. Untuk mengukur pH, elektroda perak/ perak
klorida dan elektroda merkuri/ merkuri klorida (calomel) adalah yang paling sering
digunakan. Elektroda perak kontak dengan larutan uji melalui gelas yang sensitif
terhadap pH. Elektroda calomel berhadapan dengan larutan uji melalui larutan
potassium klorida dan porous plug. Gaya elektromotive berkembang antara dua
elektroda adalah sebanding dengan [H +].
Pengukuran Karbondioksida
Modifikasi sistem elektroda pH dapat digunakan untuk mengukur PCO2. pada
sistem ini, (elektroda Severinghaus), dua elektroda dipisahkan oleh larutan sodium
bikarbonat dan potasium klorida. Sampel uji kontak dengan larutan bikarbonat
melalui membran teflon yang tipis yang menyebabkan keseimbangan CO2 antara
keduanya. Hasilnya, pH larutan bikarbonat merefleksikan PCO2 pada larutan uji.
Pengukuran Oksigen

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 33 dari 34

PO2 paling sering diukur secara polarografis menggunakan elektroda Clark.


Pada sistem ini, hubungan platinum dengan perak/ perak klorida melalui larutan
elektrolit (NaCl dan KCl) sampel uji dipisahkan dari larutan elektrolit melalui
membran yang menyebabkan oksigen brdifuis secara bebas. Ketika voltase negatif
ditambahkan pada elektroda platinum, listrik yang mengalir antara dua elektroda
secara langsung berhubungan dengan PO2. pada prosesnya, molekul oksigen
menangkap elektron dari katoda dan bereaksi dengan air membentuk ion
hidroksida.

Punya : dr.Dwi Striyanto (Anestesi Padjadjaran)

Halaman 34 dari 34

Anda mungkin juga menyukai