PENDAHULUAN
adalah bidang yang paling diharapkan bisa menghasilkan orang-orang yang siap
bersaing dan memenangkan persaingan tersebut.
Berbagai macam karakteristik dan kecenderungan yang menghiasi kehidupan
masyarakat di era globalisasi tersebut pada akhirnya menghadirkan berbagai
perubahan dan tuntutan pada hampir semua bidang kehidupan, terutama
pendidikan. Bagaimanapun, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
serta globalisasi yang ada saat ini telah membawa umat manusia pada satu era di
mana pengetahuan adalah segalanya. Tidak salah jika kemudian banyak para ahli
menyebut abad ini sebagai abad pengetahuan (knowledge era). Mereka yang tidak
memiliki pengetahuan, mereka yang tidak mau belajar untuk meningkatkan
keterampilan dan keahlian akan menjadi pihak yang tertinggal. Alvin Toffler
(1970: 201) dalam hal ini bahkan menyebutkan bahwa: tomorrow's illiterate will
not be the man who can't read; he will be the man who has not learned how to
learn. Mereka yang buta aksara bukanlah mereka yang tidak bisa membaca,
namun mereka yang tidak mau belajar bagaimana cara belajar. Karena itu pula,
lembaga-lembaga pendidikan dan bidang pendidikan itu sendiri memegang
peranan penting bagi masyarakat untuk menghadapi berbagai tantangan dan
tuntutan perubahan yang ada.
Tantangan utama bagi lembaga pendidikan di era globalisasi dan abad
pengetahuan ini adalah bagaimana ia bisa membawa setiap lini manajemen
kelembagaannya menyadari arti penting dan signifikansi dari proses belajar
tersebut. Dengan kata lain, segenap jajaran kepemimpinan dan manajemen
lembaga pendidikan harus bisa menjadikan lembaganya sebagai lembaga dengan
budaya dan lingkungan yang dipenuhi hasrat untuk terus belajar. Mengutip Peter
M. Senge (2006: xvi):
These conflicting forces play out within organizations as well, creating
environments in which the need and possibility for learning capabilities are
greater than ever, but so too are the challenges of building such capabilities.
On one hand, building enterprises capable of continually adapting to
changing realities clearly demands new ways of thinking and operating. So do
the sustainability challenges, in many ways the archetypal organizational
learning challenge of this era. In addition, organizations are becoming more
net-worked, which is weakening traditional management hierarchies and
potentially opening up new capacity for continual learning, innovation, and
adaptation...
Setiap organisasi di era pengetahuan ini, menurut Peter M. Senge, dituntut
untuk bisa menjadi organisasi pembelajar (learning organization), yakni
organisasi di mana setiap anggotanya terus berusaha mengembangkan segenap
kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya untuk terus berinovasi dengan cara
belajar secara bersama-sama. Dalam konteks ini pula, para pemimpin lembaga
pendidikan, khususnya sekolah, pada akhirnya mendapatkan tanggungjawab dan
peranan yang tidak semata sebagai administrator atau manajer, namun lebih dari
itu, ia harus menjadi role model bagi segenap anggota organisasi (lini manajemen,
pegawai, tenaga pendidik, hingga siswa) dalam hal pembelajaran. Seorang
pemimpin lembaga atau organisasi pendidikan, khususnya Kepala Sekolah,
dituntut untuk bisa membuat lingkungan sekolahnya menjadi lingkungan
pembelajar, bukan lingkungan politis ataupun semata lingkungan manajemen
fungsional dan administratif belaka. Hanya dengan cara itu pula, maka lemabga
atau organisasi pendidikan bisa berkembang dan menyesuaikan diri dengan
berbagai tuntutan perubahan zaman yang ada.
Makalah ini pada dasarnya adalah upaya untuk menyelidiki lebih lanjut
perihal tersebut, yakni bagaimana peran kepemimpinan dalam membentuk
organisasi pendidikan, khususnya sekolah, menjadi organisasi pembelajar.
Bagaimanapun, seorang pemimpin dalam konteks lembaga pendidikan adalah
pihak yang paling bertanggungjawab dalam membawa lembaganya untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan serta menghadapi tantangan dan tuntutan
pendidikan yang juga semakin berkembang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi singkat di atas, maka pertanyaan yang ingin dijawab
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan sekolah sebagai organisasi pembelajar
(learning organization)?
2. Bagaimana peran kepemimpinan dalam membuat sekolah menjadi
organisasi pembelajar (learning organization)?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi
pembelajar (learning organization).
2. Mengetahui dan memahami peran kepemimpinan dalam membuat sekolah
menjadi organisasi pembelajar (learning organization).
BAB II
KAJIAN TEORI
sebuah
proses
yang
berkaitan
dengan
fungsi
orang
terdampar
lain.
dalam
Ia
satu
selalu
sudah
kehidupan
menemukan
bersama
yang
dirinya
saling
tidak
semua
orang
bisa
diminta
bantuan
untuk
dan
membuat
orang
lain
bertindak
serta
mempengaruhi
dan
mengarahkan
perasaan,
orang-orang
terkemuka
yang
mencoba
menerangkan
perihal
10
dan
kepemimpinan,
seperti
rumusan
Terry
bahwa
teori
dari
John
Adair
yang
menyatakan
bahwa
teori
11
ciri-ciri
tertentu
yang
dimiliki
seorang
pemimpin;
b)
kepemimpinan
yang
berorientasi
pada
hasil
anggotanya
untuk
mengenali
tugas
mereka,
gaya
kepemimpinan
yang
mengutamakan
12
pada
hakikat
kepemimpinan
dengan
segala
13
pemimpin
pada
dasarnya
bertanggungjawab
untuk
membina
14
perbedaan yang dibawa oleh para karyawannya yang secara alamiah memiliki
beragam karakteristik diri, bawaan kultural, dan kepentingan pribadi.
Sedangkan fungsi kedua, yakni yang berhubungan dengan urusan produksi
atau pekerjaan, seorang pemimpin sejatinya adalah orang yang harus mampu
menggerakkan setiap bentuk tindakan yang terdapat dalam organisasi menjadi
tindakan yang memberikan nilai positif pada peningkatan kinerja dan
produktivitas organisasi. Ia harus bisa memastikan bahwa tidak ada satupun
pekerjaan yang tidak diselesaikan oleh bawahannya. Dengan demikian, fungsi
kepemimpinan yang kedua ini mutlak diarahkan pada pencapaian tujuan
organisasi yang bersifat riil dan objektif.
Fungsi kepemimpinan dari tinjauan lain adalah fungsi kepemimpinan yang
berhubungan langsung dengan situasi sosial orang-orang yang dipimpinnya.
Dalam hal ini Hadari Nawawi (1995: 74-75), menyatakan bahwa fungsi
kepemimpinan mencakup lima fungsi pokok, yaitu:
1. Fungsi Instruktif; pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang
menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah),
bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan
dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan
secara
efektif.
Sehingga
fungsi
orang yang
dipimpin
hanyalah
melaksanakan perintah.
2. Fungsi konsultatif; pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif
sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin
dalam
usaha
menetapkan
keputusan
yang
memerlukan
bahan
15
pelimpahan
wewenang
membuay
atau
menetapkan
16
bertanggungjawab
administrasi
sekolah,
atas
pembinaan
penyelenggaraan
tenaga
kegiatan
kependidikan
pendidikan,
lainnya,
dan
(organizing)
setiap
bentuk
kegiatan
yang
17
18
keberadaan Kepala Sekolah. Namun, kita bisa melihat tugas-tugas pokok Kepala
Sekolah ini berdasarkan peranan dan fungsinya dalam manajemen sekolah secara
umum. Selain itu, perlu disadari juga bahwa meskipun tugas-tugas Kepala
Sekolah ini sangat banyak, namun dalam pelaksanaannya banyak tugas yang
kemudian diderivasikan kepada staf atau karyawan di bawahnya, sehingga Kepala
Sekolah terkadang hanya berperan sebagaimana fungsi pimpinan dalam
manajemen. Meski termuat dalam aturan formal tentang bagaimana seharusnya
seorang Kepala Sekolah bertindak dan mengatur organisasi sekolah, namun dalam
praktiknya, ia dituntut untuk mengembangkan kapabilitas dan kemampuan
kepemimpinan yang lebih mumpuni mengingat organisasi pendidikan hari ini
harus menghadapi beragam tantangan persaingan dan kebutuhan masyarakat akan
pendidikan yang lebih baik setiap waktunya.
B. Konsep Dasar Organisasi Pembelajar (Learning Organization)
Gagasan tentang learning organization atau organisasi pembelajar ini
dilontarkan oleh Peter M. Senge dalam karyanya, The Fifth Discipline (1997).
Peter M. Senge (1997: 3) mendefinisikan keberadaan sebuah learning
organization ini sebagai:
Organizations where people continually expand their capacity to create the
results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are
nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are
continually learning how to learn together.
Konsep organisasi belajar muncul dalam konteks perubahan lingkungan dan
daya saing, di mana organisasi membutuhkan kompetensi dan kepemimpinan
untuk mentransformasi pengetahuan kepada seluruh anggota organisasi. Dengan
19
20
dalamnya, yang tidak bisa membuka dirinya untuk terus belajar dan
beradaptasi dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi, akan menjadi
organisasi yang tertinggal dan tidak mampu bergerak cepat. Ini berarti,
pencapaian visinya akan sulit untuk diraih.
c. Adanya aspirasi kolektif yang ditata dengan kebebasan; Adanya kebebasan
dalam mencetuskan aspirasi dan gagasan dalam sebuah organisasi.
Individu-individu yang senantiasa belajar dan terbuka terhadap perubahan
dan tuntutan baru dari lingkungan, akan menjelma individu yang sarat
gagasan untuk kemudian dikembangkan demi pencapaian tujuan
organisasi. Dengan kata lain, syarat organisasi pembelajar ini, menjadi
sarana yang mampu menjadi landasan bagi lahirnya inovasi dan kreativitas
dalam organisasi. Inovasi dan kreativitas ini sangatlah penting, agar
organisasi tidak kaku, dan mampu meraih hal-hal baru dalam prosesnya.
d. Adanya orang-orang yang senantiasa belajar tentang cara belajar (learn
how to learn) secara bersama-sama. Organisasi pembelajar adalah
organisasi yang berisikan orang-orang yang terus belajar tentang
bagaimana cara belajar (learn how to learn) secara bersama-sama.
Berbagai temuan baru saat ini dalam bidang pembelajaran efektif
menghasilkan kesimpulan bahwa, orang perlu belajar bagaimana cara
belajar. Ini akan menuntun kita untuk menemukan cara efektif yang sesuai
dengan karaktersitik diri kita dalam belajar. Dalam konteks organisasi hal
ini semakin penting karena saat ini kita hidup pada masa di mana terjadi
pengangguran besar-besaran akibat perkembangan teknologi yang
menyediakan otomatisasi kerja, sehingga pekerja manusia tidak terlalu
21
dibutuhkan lagi. Belajar cara belajar adalah salah satu cara agar orang bisa
mengeluarkan inovasi lebih cepat, lebih menarik, dan menciptakan
peluang yang lebih baik bagi dirinya. Orang-orang seperti inilah yang
dibutuhkan oleh sekolah saat ini.
22
Kesadaran
dan
Wilayah Perubahan yang Abadi (Siklus belajar
yang dalam)
Kepekaan
Sikap dan Keyakinan
Keahlian
dan
Kemampuan
23
dalam bahasa yang lugas dan jelas serta menantang; b) teori, metode dan alat-alat,
sebagai esensi materi pembelajaran yang berisi gagasan-gagasan, metode-metode
dan alat-alat analisisnya; serta c) inovasi dalam infrastruktur berupa dukungan
sumber daya, sehingga proses organisasi pembelajaran, berjalan lancar, meliputi:
dukungan pimpinan waktu, dana, informasi/data, para pendukung (pakar, praktisi,
mitra), komunikasi, transportasi, akomodasi dan lainnya.
Ketiga subsistem organisasi pembelajaran ini harus terintegrasi dengan baik
dalam arsitektur pengorganisasian seperti tampak pada gambar berikut:
Gagasan-gagasan Penuntun
Inovasi dalam
infrastruktur
24
dan pengalaman dari masa lalu yang tergantung kepada mekanisme institusi
(kebijakan, strategi, model eksplisit dan lain-lain) yang digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan.
Sejalan dengan itu, paling tidak terdapat empat tipe pembelajaran dalam
sebuah organisasi, yaitu:
1. Adaptive learning terjadi ketika baik individu atau organisasi melakukan
pembelajaran melalui pengalaman dan refleksi. Adaptive learning ini bisa
saja berupa single-loop (yang difokuskan terhadap peningkatan informasi
untuk menstabilkan dan merawat sistem yang sudah ada) atau dapat
berupa double loop (yang mempertanyakan system itu sendiri dan
mengapa kesalahan atau kesuksesan ditempatkan ditempat pertama).
2. Anticipatory learning muncul ketika sebuah organisasi belajar berdasarkan
apa yang mereka harapkan di masa depan (visi). Visi tersebut pertamatama dinilai terlebih dahulu dan setelah hasil penilaian itu di dapat
kemudian dibuatkan rencana alternatif yang terbaik. kemudian beberapa
hasil dikumpulkan dan dianalisa yang kemudian dipelajari.
3. Deutero learning terjadi ketika organisasi belajar dari reflesi atas asumsi
yang mereka terima. Ketika perusahaan menggunakan jenis belajar
deutero learning, setiap pegawai akan mengetahui konteks pembelajaran
organisasi. Mereka menggali apa yang telah menjadi faktor pendorong
atau penghambat belajar; mereka menemukan strategi baru dalam belajar;
dan mereka mengevaluasi dan mencocokkan terhadap apa yang mereka
telah hasilkan.
25
4. Action
learning
melibatkan
(kelompok/tim)
yang
bekerja
dalam
26
BAB III
PEMBAHASAN
27
sekolah pada dasarnya tidak bisa dirubah, atau dibentuk ulang melalui kebijakan
pemerintah, atau pengucuran dana besar-besaran, melainkan melalui penerapan
lima disiplin seperti disebutkan di atas.
Tabel berikut akan menyajikan perbedaan-perbedaan mendasar antara
organisasi pembelajar dengan organisasi tradisional.
Karakteristik
Organisasi Tradisional
Organisasi Pembelajar
Para manajer/karyawan
yang ditunjuk
Pelatih atau nara sumber
dari luar
Departemen Diklat
Seluruh manajer/karyawan
dari semua unit kerja
Atasan langsung, pelatih
dan nara sumber
Setiap manajer/karyawan
Di mana dilangsungkan
kegiatan belajar?
Waktu?
Motivasi?
29
sebuah
sistem
yang
berinteraksi
dan
dipengaruhi
oleh
30
dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orangorang yang ada dalam organisasi tersebut. Visi inilah yang mendorong
sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang
dalam mempertahankan keberadaannya bahkan di tengah ketidakpastian.
Visi tersebut dapat mengikat seluruh anggotanya, juga mampu menjadi
sumber inspirasi dalam menjalankan tugas mereka. Oleh karena itu, visi
bersama juga berfungsi membangkitkan dan mengarahkan. Pada fungsi
mengarahkan inilah, peranan kepemimpinan menjadi poin penting yang
harus dicermati. Pemimpin adalah pemegang kendali arah organisasi,
karena kebijakan dan segenap keputusan yang ia buat akan menjadi
penentu nasib dan gerak organisasi tersebut.
5. Belajar berkelompok; Kepala Sekolah
harus
menyadari
bahwa
Adapun beberapa prinsip dasar yang menjadi hukum atas lima disiplin
tersebut, seperti dijelaskan Peter M. Senge adalah sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi permasalahan hari ini datang dari solusi di masa lalu
(todays problems come from yesterdays solutions);
Kepala Sekolah harus memahami bahwa apa yang dihadapi oleh sekolah
yang dipimpinnya saat ini seringkali merupakan dampak dan ekses
31
lanjutan dari kebijakan yang diambil pada masa lalu. Karena itu,
pengambilan kebijakan, perencanaan, pembuatan putusan, pelaksanaan
aturan dan tindakan, semuanya harus dipikirkan baik-baik dalam kerangka
kepentingan pendidikan dan sekolah sebagai sistem.
2. Semakin keras anda mendorong, semakin keras pula sistem mendorong
balik (the harder you push, the harder the system pushes back);
Kepala Sekolah harus menyadari bahwa setiap tindakan, kebijakan, atau
putusan yang diambilnya, akan berpengaruh terhadap perkembangan
organisasi secara keseluruhan. Setiap elemen sekolah juga akan
memberikan reaksi dan tanggapan atas kebijakan, tindakan, atau putusan
tersebut.
3. Tindakan akan berkembang lebih baik sebelum akhirnya ia menjadi buruk
(behavior grows better before it grows worse);
Kepala Sekolah harus menyadari bahwa setiap kebijakan, tindakan, atau
putusan yang dilakukannya pada mulanya akan memperlihatkan kebaikan
dan manfaat bagi sekolahnya, namun karena lingkungan dan tuntutan yang
dihadirkannya juga berubah, maka kebijakan, tindakan, atau putusan
tersebut bisa saja membawa ekses yang tidak baik. Karena itu, evaluasi
dan revisi mutlak diperlukan, sehingga untuk setiap persoalan yang
berbeda ada kebijakan, putusan, dan tindakan yang diambil secara berbeda
pula disesuaikan dengan persoalan yang ada.
4. Semakin mudah jalan keluar ditemukan, umumnya akan mudah pula
menjerumuskan (the easy way out usually leads back in);
Kepala Sekolah harus memahami bahwa tidak semua persoalan memang
membutuhkan solusi yang besar, sebab bisa jadi untuk satu persoalan yang
tengah dihadapi, solusinya sudah di depan mata. Hanya saja, harus diingat
32
33
34
Pada tabel di atas tampak bahwa upaya menjadikan sekolah sebagai organisasi
pembelajar sangat menekankan pentingnya proses dan praktik belajar secara
keseluruhan, serta melihat sekolah sebagai sebuah sistem. Pada sekolah sebagai
sebuah sistem ini, setiap elemen baik fungsional maupun struktural akan saling
berhubungan dan memberikan dampak antara satu dan lainnya. Tenaga
administrasi yang tidak terampil akan berakibat pada buruknya sistem pelayanan
administrasi pendidikan di sekolah, yang berarti membawa nilai yang buruk pula
bagi sekolah bersangkutan di mata orang tua siswa. Guru yang tidak memiliki
kapasitas kependidikan yang dibutuhkan akan membuat praktik belajar-mengajar
di sekolah menjadi terhambat, yang berarti membuat sekolah tidak bisa mencapai
tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Berbagai hal ini menunjukkan bahwa apa
yang dilakukan oleh masing-masing pihak di sekolah akan membawa dampak
pada pihak lainnya serta sekolah itu sendiri.
35
36
BAB IV
KESIMPULAN
tersebut,
kepemimpinan
menjadi
faktor
yang
sangat
37
orang yang berada di dalam dan mengatur sekolah sebagai sistem secara
kolektif dan holistik. Kepala Sekolah juga memiliki kewajiban untuk
mengawal dan mendampingi setiap proses pembelajaran yang menjadi inti
dari organisasi pembelajar sehingga setiap langkah yang diperlukan untuk
membentuknya bisa dijalankan dengan baik.
38
DAFTAR PUSTAKA
39