Anda di halaman 1dari 5

KELEMBAGAAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA

PERIKANAN TANGKAP WILAYAH PESISIR

Tugas Kuliah
Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Pantai
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Sahala Hutabarat, M.Sc.

Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai

Oleh:
DENADA ANGGIA DWI PUTRI
26010113410007

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

PENDAHULUAN

Kawasan pesisir secara alamiah pada dasarnya bukan semata-mata


merupakan kawasan peralihan ekosistem daratan dan laut, namun sekaligus titik
temu antara aktifitas ekonomi masyarakat berbasis daratan dan laut. Kawasan
pesisir merupakan tempat pendaratan ikan serta berbagai sumberdaya laut maupun
aliran sumberdaya lainnya untuk kemudian dialirkan ke daratan. Kawasan pesisir
secara global telah cenderung menjadi konsentrasi aktifitas perekonomian dan
peradaban manusia (Rustiadi, 2003).
Perkembangan peradaban dan pertumbuhan penduduk dunia menyebabkan
pengelolaan sumberdaya perikananpun semakin kompleks. Apabila dilihat dari
konteks negara berkembang seperti Indonesia, dimana faktor sosial, politik,
ekonomi, dan demografi yang tidak mendukung menyebabkan pengelolaan
perikanan menjadi tantangan besar bagi siapapun yang terlibat di dalamnya.
Tidaklah mengherankan apabila kemudian selama enam puluh tahun lebih bangsa
ini merdeka, sektor perikanan belum menunjukkan potensinya sebagai sektor yang
dapat diunggulkan, meski realitas potensi fisik dan geografis sumberdaya
perikanan jauh lebih baik daripada negara-negara di Asia lainnya (Daris, dkk,
2012).
Kebutuhan masyarakat terhadap sumberdaya ikan semakin meningkat
bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan penduduk. Menurut Kementerian
Kelautan dan Perikanan (2013), tingkat konsumsi ikan per kapita dalam negeri
sampai dengan tahun 2013 terus mengalami peningkatan. Rata-rata konsumsi ikan
per kapita tahun 2013 mencapai 35,14 kg/kapita, atau tercapai 100% dari target
yang telah ditetapkan. Rata-rata peningkatan konsumsi ikan per kapita sebesar
4,87% dalam lima tahun terakhir. Total volume ekspor hasil perikanan Indonesia
pada tahun 2013 tumbuh sebesar 3,51% dibandingkan dengan bulan yang sama
pada tahun sebelumnya, dimana volume ekspor hasil perikanan Indonesia sampai
dengan bulan September 2013 yaitu sebesar 906 ribu ton.
Perikanan tangkap memiliki peran penting dalam menghasilkan sumberdaya
ikan yang menjadi salah satu sumber bahan makanan utama (protein hewani) bagi

masyarakat. Sektor perikanan tangkap juga menjadi lapangan pekerjaan bagi


masyarakat pesisir yang biasanya bekerja sebagai nelayan. Hasil produksi dari
sektor perikanan tangkap di beberapa daerah dijadikan sebagai sumber
penghasilan asli daerah (PAD), sehingga pemerintah daerah melakukan upaya
pembangunan perikanan, termasuk kegiatan perikanan tangkap agar memperoleh
produksi perikanan yang optimal.
Tingginya

permintaan

berpotensi

terhadap

peningkatan

eksploitasi

sumberdaya ikan oleh nelayan. Jumlah unit usaha perikanan tangkap semakin
bertambah, terbukti dengan adanya pertambahan jumlah nelayan dan jumlah alat
tangkap di wilayah pesisir. Dampak kegiatan eksploitasi yang meningkat ini
memberikan tekanan terhadap populasi sumberdaya ikan. Kerusakan lingkungan,
overfishing, konflik daerah penangkapan dan penggunaan alat tangkap, serta
rendahnya tingkat pendapatan nelayan merupakan masalah-masalah yang sering
muncul di wilayah pesisir terkait sektor perikanan tangkap.
Subekti (2010), mengatakan bahwa permasalahan pokok yang dihadapi
dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah kebijakan ekonomi selama ini
cenderung lebih berpihak terhadap kegiatan eksploitasi sumberdaya perikanan.
Hal ini mengakibatkan lemahnya kelembagaan pengelolaan dan penegakan
hukum. Selain itu, penerapan prinsip-prinsi pembangunan bekelanjutan ke dalam
sistem, organisasi, maupun program kerja pemerintahan, baik di pusat maupun di
daerah masih belum berjalan dengan baik.
Eksploitasi sumberdaya ikan di wilayah pesisir hendaknya dikelola secara
berkelanjutan, sehingga sumberdaya tersebut tidak habis dan masih dapat
dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang. Setiap usaha perikanan tangkap
perlu dilakukan pemantauan, pengendalian, dan pengawasan. Pembangunan
perikanan tangkap yang berkelanjutan di wilayah pesisir Indonesia sangat
membutuhkan

peran

kelembagaan

untuk

menentukan

kebijakan

terkait

pengelolaan perikanan tangkap. Peran kelembagaan ini bertujuan untuk


meminimalkan dampak kerusakan lingkungan dan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi masyarakat serta perlindungan terhadap masyarakat nelayan.

KELEMBAGAAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA


PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PESISIR

Kondisi Perikanan Tangkap Indonesia


Perikanan tangkap Indonesia, Potensi perikanan tangkap Indonesia pada
tahun 2013 yaitu sebesar 6,5 juta ton, dan diperkirakan dapat mencapai 7,3 juta
ton pada tahun 2014. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013),
pertumbuhan perikanan tangkap sampai dengan tahun 2013 sebesar 3,53% dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir. Meningkatnya data produksi perikanan tangkap
Insonesia, pada dasarnya didorong oleh semakin tertib dan berkualitasnya
pendataan statistik perikanan, disamping beberapa kegiatan dalam rangka
pemulihan sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui pemacuan stok dan
rumah ikan serta program lain yang mendukung dalam peningkatan upaya
penangkapan seperti pengembangan sarana dan prasarana penangkapan ikan.
Potensi perikanan tangkap pada tahun 2014 tersebut menurut Susanti
(2014), dalam wawancaranya kepada Gellwyn Jusuf selaku Dirjen Perikanan
Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), diyakini akan lebih besar
dari perkiraan apabila upaya penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) bisa
ditekan. Peningkatan besarnya potensi perikanan tangkap menjadi 7,3 juta ton
tersebut antara lain didorong banyaknya perairan yang semula luput dari
penelitian dan tidak terhitung, kini sudah diperhitungkan.
Selain menekan illegal fishing, upaya melestarikan dan meningkatkan
produktivitas perikanan juga dilakukan dengan kebijakan Rencana Pengelolaan
Perikanan (RPP) yaitu dengan memberlakukan kebijakan buka-tutup terhadap
aktivitas penangkapan ikan. Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga supaya pada
waktu tertentu, saat ikan sedang memijah, aktivitas penangkapan ditutup.
Penutupan ini bertujuan agar proses pemijahan tidak terganggu dan bisa tumbuh
lagi populasinya (Susanti, 2014).
Dalam hal ini, pemerintah merupakan suatu bentuk kelembagaan yang
memiliki legalitas. Pemerintah berwenang dalam perencanaan dan perumusan
kebijakan-kebijakan

terkait

pelaksanaan

kepentingan-kepentingan

publik.

Interakasi dan kerjasama pemerintah dengan kelembagaan lokal (lembaga adat)


yang terdapat di wilayah pesisir diperlukan dalam upaya pengelolaan sumberdaya
perikanan tangkap di wilayah pesisir.

Anda mungkin juga menyukai