FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
DESEMBER 2015
LAPORAN KASUS
Oleh :
Andi Dirhan Takdir
1102100066
Supervisor Pembimbing :
dr. Cornelia S.T. Babay, Sp.OG
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama
Stambuk
: 1102100066
Judul kasus
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepanitraan klinik Disiplin Ilmu Orthopedi
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Makassar,
Supervisor Pembimbing,
Desember 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
ii
iii
10
10
15
23
24
25
30
31
32
32
32
33
34
35
35
35
36
38
38
42
42
43
43
44
DAFTAR PUSTAKA
......................................................45
DAFTAR GAMBAR
10
19
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang
disertai dengan gejala akut abdomen. Kondisi ini merupakan kondisi yang gawat yang
bila lambat ditangani akan berakibat fatal bagi penderita. Kehamilan ektopik terganggu
merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama.
Karena manifestasinya yang cukup dramatis, sering kali KET dijumpai terlebih dahulu
bukan oleh dokter-dokter ahli kebidanan, melainkan dokter-dokter yang bekerja di unit
gawat darurat, sehingga entitas ini perlu diketahui oleh setiap dokter.
Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat
diagnostik yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang.
Meskipun demikian, kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama
dalam bidang obstetri. Perkembangan teknologi fertilitas dan kontrasepsi memang di
satu sisi menyelesaikan masalah infertilitas maupun KB, namun di sisi lain menciptakan
masalah baru. Kehamilan ektopik dapat terjadi sebagai akibat usaha fertilisasi in vitro
pada seorang ibu, dan kehamilan ektopik tersebut dapat menurunkan kesempatan
pasangan infertil yang bersangkutan untuk mendapatkan anak pada usaha berikutnya.
Masalah yang lain ialah masalah diagnosis. Tidak semua pusat kesehatan di negara ini
mempunyai fasilitas pencitraan, dan dalam menghadapi pasien yang datang dengan
keluhan maupun tanda KET, tidak semua dokter, terutama primary-care physician,
segera memikirkan KET sebagai salah satu diagnosis banding. Hal ini mengakibatkan
keterlambatan diagnosis dan terapi yang adekuat.
Kehamilan ektopik yang belum terganggu juga menjadi masalah tersendiri,
karena seolah-olah menjadi bom waktu dalam tubuh pasien. Hal ini terjadi bila tidak ada
fasilitas diagnostik yang menunjang, seperti yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Dengan diagnosis yang tepat dan cepat kesejahteraan ibu, bahkan janin, dapat
ditingkatkan.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di
Indonesia, laporan dari rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian
kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara
26 persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28
sampai 1:329 tiap kehamilan. Saat ini lebih dari 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika
adalah kehamilan ektopik. Resiko kematian akibat akibat kematian di luar rahim 10 kali
lebih besar daripada persalinan pervaginam dan 50 kali lebih besar daripada abortus
induksi.
Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri abdomen
akut dan perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran klinis KET tidak
khas, sehingga menyulitkan diagnosa. Yang perlu diingat adalah bahwa setiap wanita
dalam masa reproduksi dengan keluhan telat haid yang disertai dengan nyeri perut
bagian bawah perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya KET.
Seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran, penderita KET telah dapat ditangani
secara adekuat, sehingga mengurangi angka kematian karena komplikasi penyakit
tersebut. Hal yang harus diingat ialah KET bisa dihadapi baik oleh dokter umum
maupun dokter spesialis, sehingga setiap dokter umum harus dapat mengenali tandatanda KET, sehingga penderita dapat segera tertangani.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal
endometrium. Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum uteri.
Bila blastokis tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut
kehamilan
ektopik. Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai
dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri
abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada
tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau pada uterus namun dengan posisi yang
abnormal (kornu, serviks).2,3 Kehamilan ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan
ektopik karena kehamilan pada pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus, tetapi jelas kehamilan ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan
ektopik terjadi pada tuba falopii dan kehamilan ini disebut sebagai kehamilan tuba.
Kehamilan tuba tidaklah sinonim untuk kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan
tipe kehamilan ektopik yang paling sering dijumpai.3,4
yang rudimenter dan divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi
untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga
dapat timbul perdarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan
kehamilan ektopik terganggu.1
Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Angka kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika
Serikat meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun 1992
di Amerika Serikat angka kejadian
2.3
Etiologi
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya.
Berdasarkan Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum dkk
melaporkan wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami kehamilan
ektopik adalah wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba sebelumnya, riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada tuba, dan uterus yang
terpapar diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki risiko yang sedang untuk
mengalami kehamilan ektopik adalah wanita dengan riwayat infeksi saluran genital, dan
berganti-ganti pasangan seksual. Dan risiko rendah pada wanita yang merokok, dan
riwayat koitus pada usia muda. Penyebab yang paling sering adalah salpingitis yang
terjadi sebelumnya akibat penyakit menular seksual seperti infeksi gonokokal, klamidia,
atau salpingitis yang mengikuti abortus septik dan sepsis puerperium.5
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi.
Aktivitas ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan
membantu zigot menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot
polos dan progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan
hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi secara progresif, sehingga bisa dijelaskan
terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba pada wanita perimenopause. Adanya
kontrol hormonal pada aktivitas otot tuba falopii mungkin menjelaskan peningkatan
insiden kehamilan ektopik yang berhubungan dengan penggunaan mini pil, IUD, dan
induksi ovulasi. 8
Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba.
Faktor predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada kavum
uterus terlalu diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba lainnya yang
mencegah refluks embrio kembali ke dalam kavum uterus.8
The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui the National IVF
Registry, melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 %
untuk IVF, 2,9 % untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote
Intrafallopian Transfer pada tahun 1991. 4
5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk memperbaiki patensi tuba
atau kadang-kadang dilakukan pada kegagalan sterilisasi. Wanita yang pernah
mengalami pembedahan tuba mempunyai risiko kehamilan ektopik yang lebih tinggi.
Wanita dengan kehamilan ektopik yang dilakukan pembedahan konservatif
mempunyai risiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan ektopik berikutnya.
6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar risiko
terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini tidak berubah setelah satu kali menjalani
abortus induksi, namun akan menjadi dua kali lipat setelah menjalani abortus induksi
sebanyak dua kali atau lebih, kenaikan risiko ini kemungkinan akibat peningkatan
insiden salpingitis.
7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada
adneksa.
8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir ini telah
meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat bahwa penggunaan IUD
modern seperti Copper T tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik dan malahan
merupakan proteksi terhadap kehamilan. Studi yang lebih besar yang dilakukan oleh
WHO menyatakan bahwa pengguna IUD memiliki risiko kurang dari 50 % untuk
mengalami kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang tidak menggunakan
kontrasepsi. Tetapi apabila pemakai IUD menjadi hamil maka kehamilannya
kemungkinan besar merupakan kehamilan ektopik. Sekitar 3-4 % kehamilan pada
pemakai IUD adalah ektopik.
B. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke
dalam kavum uteri
1. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor yang penting kecuali pada kasus-kasus
perkembangan duktus mulleri yang abnormal, sehingga terjadi hemiuterus dengan
kornu uterina rudimenter dan tidak berhubungan. Risiko terjadinya kehamilan ektopik
dapat pula sedikit meningkat pada wanita dengan satu oviduk kalau saja dia
mengalami ovulasi dari ovarium sisi kontra lateralnya. Kelambatan pengangkutan
ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk akibat migrasi eksternal akan
meningkatkan sifat-sifat invasif blastokis sementara masih berada di dalam oviduk.
Peristiwa ini mungkin bukan faktor yang penting dalam proses terjadinya kehamilan
ektopik pada manusia.
Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada
nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi
interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak
sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam
lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan
janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat implantasi dan
tebalnya dinding tuba.1
Patologi
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum
graviditatis dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
pula menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang
disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubanglubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya
ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.1
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan
yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua
yang degeneratif.1
2.6
Gambaran Klinis
Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu
amenore, nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam. 1,10 Gejala ini umumnya
terdapat hanya pada 50% pasien, dan kebanyakan pada pasien yang telah mengalami
ruptur. Nyeri pada abdomen merupakan keluhan yang paling sering. Dalam buku teks
dengan uraian mengenai kasus-kasus kehamilan tuba yang ruptur, haid yang normal
digantikan dengan perdarahan per vaginam yang agak tertunda dan biasanya disebut
dengan istilah spotting. Tiba-tiba wanita ini akan merasakan nyeri abdomen bawah
yang hebat dan kerapkali dijelaskan sebagai rasa nyeri yang tajam, menusuk serta seperti
perasaan terobek. Gangguan vasomotor akan terjadi yang berkisar dari gejala vertigo
hingga sinkop. Perabaan abdomen menunjukkan nyeri tekan, dan pemeriksaan
pervaginam, khususnya ketika serviksnya digerakkan, menimbulkan rasa nyeri yang
hebat. Forniks posterior vagina dapat menonjol karena adanya darah dalam kavum
Douglas, dan adanya benjolan yang nyeri tekan bisa teraba pada salah satu sisi uterus.
Keluhan iritasi diafragma yang ditandai oleh rasa nyeri pada leher atau bahu khususnya
saat inspirasi mungkin terdapat pada 50% wanita dengan perdarahan intraperitoneum
yang cukup banyak. Keadaan ini disebabkan oleh darah intraperitoneal yang
menimbulkan iritasi pada saraf sensorik yang mempersarafi permukaan inferior
diafragma, khususnya saat inspirasi. Wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala
hipotensi ketika disuruh berbaring terlentang. Pada kasus-kasus kehamilan tuba dengan
gambaran klinis tersebut diatas, diagnosis tidak sulit untuk dibuat. Meskipun demikian,
gejala dan tanda kehamilan ektopik sangat tergantung pada lamanya kehamilan ektopik
terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat pendarahan yang terjadi
dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Hal ini menyebabkan gambaran klinis
kehamilan ektopik sangat bervariasi, dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam
rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat
diagnosisnya.4,5,6
Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai
ialah sebagai berikut 1,4,6,8,9:
1. Nyeri perut
Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi pada kirakira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral dan bisa terjadi
baik pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan sebagai nyeri
tajam, nyeri tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau hilang timbul. Pada
ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya sangat
berat disebabkan oleh darah yang mengalir ke dalam kavum peritonei. Biasanya pada
abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mulamula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa
nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga
perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila
membentuk hematokel retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri saat defekasi.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya mulai 7-14
hari setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama fungsi
endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan;
namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa
uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian janin
dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari
uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat terputus-putus atau
terus menerus. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic
gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba
dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga
dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin
sebelum haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan
berbagai penulis berkisar antara 23-97%. Riwayat amenore tidak ditemukan pada
seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap
perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid
yang normal, dan dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
Sumber kesalahan diagnostik yang penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila
riwayat haid ditanyakan dengan teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara
terinci berkenaan dengan waktu mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan
dianjurkan pula untuk menanyakan apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap
perdarahan
hipotensi. Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah (>
110 kali/menit), pucat, berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30 kali/menit),
cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan berlangsung
terus dan terjadi hipovolemia yang signifikan. Stabile dan Grudzinskas (1990)
melaporkan dari 2400 wanita dengan kehamilan ektopik, hampir 1-4% dalam keadaan
syok.
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh hormonhormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi
pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus
pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam
keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh
massa ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul. Massa
ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya massa
berukuran antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan terjadinya
infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, massa dapat teraba keras. Hampir selalu
massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Timbulnya massa
pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan nyeri
tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan dengan palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum oleh
darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan menurun.
Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium dapat
terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya
infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan
antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada
salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.
9. Pada pemeriksaan dalam
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai pada
lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami
ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.
10.Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang
terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen
tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan
bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes akan
berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlengketan, dan
akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus, hematokel pelvis
akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa pembedahan. Pada sebagian
lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum peritonei atau mengalami infeksi
dan membentuk abses. Kendati demikian, peristiwa yang paling sering terjadi adalah
rasa tidak enak terus menerus akibat adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan
memeriksakan diri ke dokter beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah
ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus semacam ini merupakan kasus yang tidak
khas.4,5,6
Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan
mendadak dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejalagejala yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa.4,5,6
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba
penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering
muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama
kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga
ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan
intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol dan
nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar
disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.
b. Gambaran gangguan tidak mendadak
Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba
atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu, penderita
mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah. Tetapi dengan
adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap. Tanda-tanda
anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-lama dapat
menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah uterus
(hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina sehingga
kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga
menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan
merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari
uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
c. Gambaran gangguan atipik
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak
jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu
pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam keadaan
demikian, alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan diagnosis.
2.7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a.
ini
bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan bukti yang sangat subjektif kearah
kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut mengakui bahwa rancangan ini akan
menunda pembedahan paling tidak selama 48 jam dan bahwa hasil tes tersebut secara
keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita normal sebagai kelainan ektopik dan 13 %
wanita kelainan ektopik sebagai wanita normal.6
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam
hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang doubling
time, serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam pada 85
% kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal kehamilan hingga
kurang dari 41 hari kehamilan. 5
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal.
Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG
transvaginal dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal
biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan
bebas serta massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal
digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar
-hCG serum.4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang berlokasi
pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-35 hari setelah
menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan lapisan
ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk
sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5
minggu setelah menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat
umur kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24
hari atau lebih setelah konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya
kehamilan ektopik.6,8
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam
uterus pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah bisa
dilihat dengan USG abdominal.11
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain
sebagai berikut :11
a. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah sonolusent
center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal, konsentris dan
echogenic, terletak didalam endometrium dan mengandung fetal pole, yolk sac, atau
keduanya.
b. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar dari 10
mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas kardiak.
c. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik terletak diluar
uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal pole, yolk sac atau keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.
Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat
menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan adanya
aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular uterin yang
tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada awal
kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal
mungkin.6,8
Gambar 6a.
USG -menunjukkan
kehamilan
intrauterin
dan
kehamilan
tuba
Gambar
6b.Gambaran
Garis merah
bagian luar uterus,
hijau
- uterus,
kuning
- kehamilan
ektopik. Cairan dalam uter
Gambar 6c.
kehamilan
Gambar 6d. Kehamilan
tubaGambaran
dilingkari detail
oleh garis
merah,ektopik
fetal pole berukuran 4,5 mm (diantara kursor), hijau, yolk sac
ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat
kalau ada bekuan darah atau silinder desidua.
d. Kalau nilai -hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong, tidak
ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat kantong
kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG abdomen yang
dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia kehamilan yang tepat
acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasuskasus ini, wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan
kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat pula
memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan ektopik.
4. Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada
darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum, kemudian
sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks posterior vagina ke
dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan yang ada di dalamnya.
Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah ini mungkin berasal dari
pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari kehamilan ektopik yang
mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari tempat ruptur dan darah
dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat membeku.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita
dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas
kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan darah
dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan
tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang adanya kehamilan ektopik dengan
atau tanpa ruptur.4
5. Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik
lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang melibatkan
lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa 70% dari
penderita dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih dari 25
ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang mempunyai kadar
progesterone serum lebih dari 25 ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada
kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia
pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL
mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak sampai
100%. Resiko terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone serum kurang
dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu pengukuran progesterone serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk menegakkan diagnosa.
6. Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar kasus,
kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan titer HCG
yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan pemeriksaan hasilnya
dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak perlu pada pasien yang
mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada larutan salin, biasanya
menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase dalam larutan salin dapat
mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien yang mengalami kehamilan ektopik dan
kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan kehamilan intrauterine. Karena
ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan
untuk konfirmasi.4,6,8
7.
Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada organ
pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang disempurnakan
telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya untuk menggunakan
sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan cahaya untuk melihat
organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi yang aman dan berhasil
memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang berpengalaman, ruang operasi dan
biasanya tindakan anestesi seperti pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul
mungkin tidak dapat dilakukan bila terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru
atau sudah lama terjadi. Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa
terjadinya ruptur sulit dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat
seluruhnya.4,8 Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain
itu laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa ektopik
dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 4.
8.
Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat
kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis
daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan
pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati dan
diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering dipermudah
dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan lewat laparotomi.
Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi jangan ditunda meskipun dilakukan
laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius dalam panggul atau abdomen yang
memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8 Laparotomi dikerjakan bila penderita secara
hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi definitif secepatnya 4.
Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan -Hcg
2.8
Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut
yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik
lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadangkadang gangguan defekasi.
2.
Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah
(> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas cepat (> 30
kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri ketok dan
nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan dan
nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit
diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol oleh karena
terisi darah.
3.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif -hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g. Laparoskopi
h. Laparotomi
2.9
Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus
iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai,
serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir
sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai
berikut:4,5,6,7,8,10
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan
negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan
lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan
ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks kurang
nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney.
2.10
Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:
dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding
perut ditutup.
Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk
mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa
ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam
upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap kehamilan
ektopik telah berubah dari salpingektomi menjadi prosedur untuk mempertahankan
fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal akan dijelaskan pertama dan
kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik pembedahan yang lebih baru untuk
mempertahankan kelangsungan fungsi tuba fallopi.4,5,6,8,11
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk baji
yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba (tindakan ini
dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan dalam
puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan miometrium di tempat eksisi tersebut.
Harus dihindari reseksi yang terlampau luas agar tidak mengenai kavum uteri; kalau
tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi akan menimbulkan ruptura uteri pada
kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan
interstisial selanjutnya tidak dapat dicegah.
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah
dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan penderita
maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik berikutnya. Dengan
demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang paling dekat pada tuba fallopi
yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum oleh tuba dan
menghindari kemungkinan terjadinya migrasi eksterna ovum serta kehamilan ektopik
yang bisa timbul akibat telur yang peripatetik tersebut.
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan ektopik, ibu
harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya. Jika wanita
tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik yang terjadi
merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang diambil dokter
biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan keadaan pasien baik,
dan dengan demikian merapatkan kembali kedua puntung tuba. Segmen tuba
tersebut kemudian dianastomosiskan satu sama lain secara berlapis dengan benang
vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan terputus); penjahitan ini sebaiknya
dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada tunika muskularis dan tiga
lagi pada tunika serosa yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengenai lumen
tuba. Penjahitan lapisan serosa akan menambah kekuatan pada lapisan pertama.
d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan untuk
mengosongkan hasil konsepsi dengan cara mengurut atau mengisap implantasi
ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan karena akan
disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua kali lipat bila
dibandingkan dengan salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat angka
pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk mengatasi perdarahan rekuren akibat
jaringan trofoblastik persisten.
KEHAMILAN EKTOPIK
Tidak terganggu
(Observasi KE)
Terganggu
(Curiga KET)
GS (+)
Intra Uteri
GS (+)
Extra Uteri
Bukan KE
Laparotomi/Proof
Laparotomi
Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada
pengobatan terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid pada
orang dewasa. MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid reduktase,
sebuah enzim yang mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (bentuk aktif).
Tetrahisdrofolat berfungsi untuk transport 1 grup karbon selama sintetis nukleotid purin
dan thymidilate. Tanpa tetrahidrofolat sintetis DNA dan perbaikannya, dan replikasi
seluler mengalami gangguan. Proliferasi sel yang aktif seperti pada sel ganas, sel pada
sumsum tulang, sel fetal, demikian juga pada sel mukosa mulut, usus, dan kandung
kencing adalah yang paling sensitive terhadap efek dari MTX.5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari
masa ektopik juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak
digunakan jika kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan kurang
dari 6 minggu, diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati, dan betahCG tidak lebih dari 15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues, 1999a, Stoval, 1995).
Menurut American College of Obstetrician and Gynecologists (1998), kontraindikasi
termasuk menyusui, imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati dan ginjal, penyakit paru
aktif, dan ulkus peptikum.4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu
sesuai dengan hal-hal berikut :4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada kehamilan lebih
dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara medis atau
pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen dan pleura,
lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan hubungan
seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat, termasuk vitamin prenatal.
Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke 4 dan 7
Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai hari pertama.
Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX dan hitung
sebagai hari pertama.
Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung persisten setelah
3 dosis MTX.
2. Dosis variable :
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain
1,4,5,6,8,10
. Komplikasi yang
lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun
kedua hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan
menjalani terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan
yang ketat pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya
angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan
Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan
kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami
kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain.
Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah
mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup,
sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan
melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami
kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat,
dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1.
IDENTITAS
Nama
: Ny. N
Umur
: 33 tahun
Alamat
: Dusun Matajang
Suku Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: Tamat SMA
Pekerjaan
: IRT
MRS
3.2.
ANAMNESIS
G4P2A1
HPHT`: 7 September 2015
HTP
: 30 Juni 2016
UK
: 8 minggu
KU
lalu dan memberat 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah,
mendadak, dirasakan seperti tertusuk dan terjadi terus menerus hingga os masuk
rumah sakit. Nyeri tidak menghilang meskipun os mengganti posisi tubuhnya dan
mengakibatkan os tidak dapat berjalan. Keluhan nyeri seperti ini belum pernah
dirasakan sebelumnya oleh os. Os juga mengeluh keluar flek-flek darah lewat
kemaluannya sejak pagi hari tadi, darah keluar sedikit-sedikit, berwarna
kecoklatan, dan keluar terus menerus. Os juga mengeluh merasa sangat lemas
sejak kemarin malam hingga os tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Kepala
dirasakan sedikit pusing dan pandangan terkadang berkunang-kunang. Keluhan
mual-mual ringan tanpa disertai muntah juga dirasakan oleh os sejak awal
kehamilannya, keluhan ini terutama dirasakan di pagi hari. Tidak ada keluhan
BAK dan BAB. Riwayat pingsan, panas badan disangkal oleh os.
: 16 tahun
Siklus haid
: 28 hari
Lama
: 5 hari
ANC
: Tidak pernah
PPT
: Tidak pernah
Riwayat kehamilan
: 1. 2007, Abortus
2. 2008, laki-laki, 3,4 KG, RS, PPN
3. 2014, laki-laki, 3,4 KG, RS, PPN
4. Kehamilan sekarang
Asma (-)
: Tidak pernah
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
Kondisi Umum
: Baik
Tekanan Darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Temperatur rektal
: 36,7 oC
Status General :
Mata
THT
: Kesan tenang
Thoraks
Abdomen
: ~ Status ginekologi
Ekstremitas
Status Ginekologi :
Pem. luar
TFU
: ttb
MT/NT
: -/-
Fluksus
: darah +
V/V
: tak/tak
Portio
: kenyal
OUE/OUI : terbuka/tertutup
Uterus
: anteflexi
Pelepasan : darah
3.4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengambilan
Darah Lengkap
HGB
: 12,7 g/dl
RBC
: 4,53 x 106/uL
HCT
: 43,3%
MCV
: 95,8 fL
MCH
: 28,0 pg
MCHC
: 29,3 g/dL
PLT
: 291 x 109/L
MPV
: 8,3 fL
PDW
: 14,1
PCT
: 0,241%
CT
: 6 menit 45 detik
BT
: 3 menit
Glukosa Darah
: 85 mg/dL
Tes Kehamilan
: PPT (+)
USG Obstetri
Tampak EL (+)
DIAGNOSIS BANDING
- Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
- Abortus imminens
3.6.
DIAGNOSIS KERJA
G4P2A1, UK 8 minggu + Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
3.2.
PENATALAKSANAAN
Terapi.
: Infus RL 28 tetes/menit
Ceftriaxone 1g/IV
Pasang kateter
Persiapan darah
Laparatomi cito
Monitoring
: Keluhan
Vital Sign
Insisi pfanen 8cm, perdalam secara tajam dan tumpul hingga peritoneum
Perdarahan negatif
Operasi selesai
TD
: 130/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu
: 36,6oC
Pasca salfingektomi dextra oleh karena ruptur tuba pars ampullaris sinistra :
S
Nyeri luka pasca
operasi
(+),Ma/Mi -/-,
BAB (-)
BAK (+)
kateter)
Flatus (-),
O
TTV :
TD : 100/60
N : 80 x/mnt
P : 20 x/mnt
S : 36,8C
St general: dbn
St ginekologi
Abdomen :
Distensi (-),
BU (+) N,
Nyeri tekan
(+), Luka
operasi terawat
Vagina: taa
P
Pasca
IVFD RL 28tpm
salfingektomi Inj. Ceftriaxone
dextra ec/
1gr/12jam/IV
ruptur tuba
Inj. Ketorolac
pars
1amp/8jam/IV
ampullaris
Inj. Ranitidin
dextra hari-1 1amp/8jam/IV
Diet
Mobilisasi bertahap
91215
101215
Pasca
salfingektomi
dextra ec/
ruptur tuba
pars
ampullaris
dextra hari-2
IVFD RL 28tpm
Inj. Ceftriaxone
1gr/12jam/IV
Inj. Ketorolac
1amp/8jam/IV
Inj. Ranitidin
1amp/8jam/IV
Diet
Up kateter
Mobilisasi
Pasca
salfingektomi
dextra ec/
ruptur tuba
pars
ampullaris
dextra hari-2
IVFD RL 28tpm
Cefadroxil 2x1
Asam mefenamat
3x1
Metronidazole 3x1
Mobilisasi
St ginekologi
Abdomen :
Distensi (-),
BU (+) N,
Nyeri tekan (+)
berkurang,
Luka operasi
terawat
Vagina: taa
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu (KET) dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berikut adalah
perbandingan antara teori dan temuan-temuan klinis yang dijumpai pada pasien
yang mendukung diagnosa KET pada pasien.
No.
Teori
1. Anamnesis
1.
Trias klasik KET
Amenorea
Nyeri perut
Perdarahan pervaginam
2.
Tanda-tanda hamil muda
Mual-muntah
Rasa tegang pada payudara
Pasien
Anamnesis
Riwayat telat haid (+) dengan
HPHT (7-10-2015)
Nyeri perut mendadak di seluruh
perut bawah yang berat dan terus
menerus.
Flek-flek berwarna kecoklatan
pagi hari sebelum MRS.
Mual-mual ringan terutama di
pagi hari sejak mulai merasa telat haid.
Pemeriksaan Fisik
Dijumpai
tanda-tanda
syok,
keadaan umum pasien lemah dengan
tekanan darah, nadi dan respirasi masih
dalam batas normal. Tampak pucat,
berkeringat dingin, kulit yang mulai
lembab.
Status Ginekologi:
Abdomen: Fut ttb, distensi (+), BU (+)
N, nyeri (+)
Defance musculare (+)
Tanda cairan bebas (+) Shifting
dullness (+)
Nyeri tekan (+)
Vagina :
Pem. Luar :
TFU
: ttb
2. Pemeriksaan Fisik
1.
Tanda-tanda syok:
Tekanan
darah
menurun
(sistolik < 90 mmHg)
Nadi cepat dan lemah (> 110
kali permenit)
Pucat, berkeringat dingin, kulit
yang lembab
Nafas cepat (> 30 kali
permenit)
Cemas, kesadaran berkurang
atau tidak sadar.
2.
Gejala akut abdomen
Nyeri tekan
Defance musculare
3.
Pemeriksaan ginekologi
Servik teraba lunak,
Nyeri goyang,
MT/NT : -/+
Korpus uteri normal atau
sedikit membesar,
Fluksus : darah +
Kavum Douglas menonjol oleh
Pem. dlm vagina :
karena terisi darah.
V/V
: tak/tak
Portio
: kenyal
OUE/OUI : terbuka/tertutup
Uterus
: anteflexi
Pelepasan : darah
nyeri goyang (+)
CD
: menonjol, nyeri +
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb menurun
Leukosit normal/meningkat
PPT (+)
USG
GS (-) intrauterin, (+) di
ekstrauterin
Tanda cairan bebas pada
kavum abdomen
Massa abnormal di daerah
pelvis
Kombinasi USG dengan
pemeriksaan kuantitatif -hCG
GS (-) intrauterin
Kadar -hCG serum 1500
mIU/ml atau lebih,
Kuldosintesis
Darah (+) di cavum Douglass
Kadar progesteron
< 5 ng/mL
Kuretase uterus
Vili (-)
Laparoskopi
Laparotomi
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
- HGb: 12,7 g/dL
- WBC: 15,6 . 103/Ul
- PPT (+)
2. USG
- Tampak EL (+)
- Tampak massa kompleks adnexa
- Tanda cairan bebas (+) di cavum
abdomen
Kesan: Kehamilan ektopik terganggu
3. Kuldosintesis : meskipun blm
dilakukan, bisa di dapat (+) diaspirasi
darah berwarna kehitaman
4. Laparotomi didapatkan rupture tuba
pars ampullaris dextra
Proses ini selanjutnya akan diikuti dengan terjadinya abortus tuba atau ruptur dari
tuba yang menyebabkan berakhirnya kehamilan.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri perut yang
mendadak dan berat. Pada umumnya nyeri seperti ini terjadi pada ruptur tuba
akibat darah yang mengalir deras ke dalam kavum peritonei. Jika yang terjadi
adalah abortus tuba, nyeri yang timbul tidak seberapa hebat dan tidak terus
menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk
ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut
bawah. Dari kondisi ini, disimpulkan kemungkinan pasien mengalami ruptur tuba.
Flek-flek yang dialami oleh pasien merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik. Flek-flek ini merupakan akibat dari perdarahan yang berasal
dari uterus. Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan. Perdarahan uterus akan terjadi bila dukungan endokrin
terhadap endometrium sudah tidak memadai lagi, dan ini terjadi jika janin telah
mati. Pada keadaan telah terjadi kematian janin pembentukan hormon hCG akan
terganggu dan akan diikuti dengan terjadinya pelepasan desidua yang
bermanifestasi dalam bentuk perdarahan uterus.
Pasien juga mengeluhkan adanya mual-mual ringan. Mual-muntah pada
awal kehamilan dipengaruhi oleh peningkatan kadar -hCG serum. Akan tetapi
masing-masing wanita hamil memilki respon yang berbeda-beda, tidak semua
wanita hamil akan mengalami mual muntah meskipun kadar -hCG serumnya
meningkat. Pada umumnya, makin tinggi peningkatan kadar
-hCG, mual-
muntah yang terjadi akan semakin berat. Jaringan trofoblas, sebagai penghasil hCG, pada kehamilan ektopik menghasilkan -hCG yang lebih rendah daripada
kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itulah kejadian mual muntah pada
wanita dengan kehamilan ektopik jarang atau terjadi lebih ringan dibandingkan
wanita dengan kehamilan normal. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh
pasien.
Pada pemeriksaan fisik tidak tampak keadaan umum pasien lemah,
tekanan darah, nadi, dan pernapasan yang masih dalam batas normal, tapi pasein
sudah mulai terlihat pucat, berkeringat dingin, kulit yang mulai lembab.
Umumnya terdapat tanda bahwa terjadi perdarahan ke dalam rongga perut yang
masif, bila terjadi komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien dengan KET
yakni terjadi syok. Untuk mencegah terjadinya perburukan kondisi pasien dan
juga untuk diagnostik, laparatomi cito merupakan terapi definitif yang tepat.
Pemeriksaan pada abdomen pasien, ditemukan fundus uteri yang masih
tidak teraba, hal ini sesuai dengan umur kehamilan pasien 7-8 minggu. Pada
kehamilan ektopik, uterus juga membesar karena pengaruh hormon-hormon
kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi pertumbuhan
uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus pada
kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam
keadaan hidup. Pada pemeriksaan juga didapatkan adanya distensi, defance
musculare, nyeri tekan, dan tanda cairan bebas (shifting dullness +) dalam kavum
abdomen. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan telah terjadi akumulasi cairan
(dalam hal ini darah) di dalam kavum abdomen dalam jumlah yang cukup banyak
yang kemungkinan berasal dari perdarahan akibat ruptur tuba yang masuk ke
dalam rongga peritoneum.
Pemeriksaan dalam pada vagina juga mendukung bahwa pasien memang
dalam keadaan hamil (porsio yang livide). Nyeri goyang pada porsio, nyeri pada
adneksa dan parametrium, serta perabaan cavum Douglass yang menonjol dan
terasa nyeri , dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan ektopik tuba
yang sudah atau sedang mengalami ruptur. Nyeri goyang pada porsio mendukung
adanya rangsangan (iritasi) oleh darah pada peritoneum. Tidak terdapat massa
pada adneksa parametrium. Hal ini bisa terjadi bila sudah terdapat ruptur dari
tuba, didukung lagi oleh adanya nyeri sekitar adneksa. Ditemukan kavum Doglas
dalam keadaan menonjol, menunjukan adanya pendesakan oleh cairan dalam
rongga pelvis, dimana cairan tersebut dapat berupa darah akibat ruptur tuba.
Dari pemeriksaan laboratorium, didapatkan HB 12,7 g/dL. Belum tampak
penurunan kadar Hb yang dibawah standar. Hasil penghitungan leukosit
menunjukkan terjadinya peningkatan kadar leukosit. Perdarahan yang banyak juga
menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan sedikit demi sedikit,
leukosit biasanya normal atau sedikit meningkat ini berguna dalam menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan
dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik
dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya
infeksi pelvik.
Pemeriksaan PPT dengan hasil yang positif dengan ditunjang hasil USG
yang menunjukkan tidak adanya kantong gestasi di intrauterin, dan adanya cairan
bebas dalam kavum abdomen semakin menguatkan diagnosa bahwa pasien dalam
keadaan hamil ektopik yang terganggu (KET).
Klinis
perut
Ultrasonografi
berat, GS intrauterin (-)
mendadak/perlahan,lahan
Perdarahan
Progesteron < 5
kecoklatan
Intrauterin
pervaginam (+)
sedikit-sedikit,
Biomarker
daerah pelvis
Mual-muntah <<<
Nyeri perut (-)/ringan dan GS intrauterin (+)
sementara
mIU/mL
Perdarahan
Progesteron > 25
ng/mL
merah
Mual-muntah >>>
4.2.
DIAGNOSIS BANDING
Pasien didiagnosis banding dengan abortus iminens oleh karena adanya
nyeri perut disertai dengan adanya riwayat keluar darah dari vagina serta hasil
PPT (+). Diagnosis abortus akhirnya disingkirkan oleh karena pada abortus
biasanya darah yang keluar lebih banyak, berwarna merah segar, dan tidak hanya
berupa flek-flek. Ditemukan adanya nyeri goyang porsio dan penonjolan kavum
PENATALAKSANAAN
Pertama dilakukan tindakan perbaikan keadaan umum dengan mengatasi
kondisi pre syok. Pada pasien diberikan infus RL 28 tetes/menit sampai kondisi
syok teratasi, dengan terus dilakukannya monitoring tanda-tanda vital. Kemudian
seharusnya dilakukan cek Hb serial setiap 2 jam untuk memantau apakah terdapat
penurunan Hb. Apabila Hb < 9 gr/dL maka dilakukan tranfusi PRC. Namun
karena kondisi emergency dan Setelah mendapat persetujuan dari keluarga
dilakukan tindakan laparatomi untuk menghentikan perdarahan yang terjadi oleh
karena ruptur tuba. Tindakan laparatomi yang dilakukan bersifat sebagai alat
diagnostik sekaligus terapeutik. Saat abdomen dibuka terdapat darah kurang lebih
sebanyak 500 cc, hal ini membuktikan adanya perdarahan yang terkumpul di
rongga abdomen. Setelah ditelusuri didapatkan ruptur tuba pars ampullaris kanan.
Setelah tuba diklem, dilakukan salfingektomi sinistra.
Setelah mendapatkan perawatan selama 4 hari kondisi pasien membaik dan pasien
diijinkan untuk pulang.
4.4.
KOMPLIKASI
Pada pasien ini tidak ditemukan komplikasi berupa syok. Komplikasi
berupa perlengketan dengan usus tidak terjadi.
4.5.
PROGNOSIS
Pasien memiliki riwayat KET pada kehamilan pertama. Sebagian wanita
menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0 - 4,6 %.
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Pada pasien ini, pemulihan berlangsung
dengan baik.
Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan terhadap tuba kanan, dan didapatkan
hasil post salpingektomi dekstra. Berdasarkan literatur yang ada, hanya 60%
wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi,
apabila tuba yang lain masih berfungsi normal. Namun pada pasien ini karena
sudah pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu pada tuba dekstra
sebelumnya, kemungkinan untuk hamil lagi tidak ada, sehingga prognosis pasien
adalah dubius ad malam.
BAB 5
RINGKASAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita
yang bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan
yang gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan
keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik
ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan
penyebab yang masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga
perlu membedakannya dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan
gambaran yang hampir sama seperti infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens,
kista folikel dan korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai
dan apendisitis.
Bila diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan
sesuai dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel,
perlekatan dan obstruksi usus. Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada
operasi dilakukan salpingektomi bilateral untuk mencegah kehamilan ektopik
berulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Kebidanan;
Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002; 323-334
2. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta;
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; 198-204
3. Delfi L. Kehamilan Ektopik. Sinopsis Obstetri; jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 1998; 226-37
4. Cunningham FG, gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, haulth JC, Wenstrom KD.
Ectopic Pregnancy. In: William Obstetrics, 21thed; USA; Mc graw hill; 2001; pp
883-910