Anda di halaman 1dari 9

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang mengutamakan hukum dalam kehidupan bernegara. Dengan
berpedoman pada Pancasila yang menjadi dasar negara bangsa Ini, seharusnya Indonesia dapat
melaksanakan penegakan hukum yang adil dan memberikan keamanan dan kenyamanan untuk
warga negaranya. Namun pada praktiknya, Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dalam
penegakan hukum. Penegakan hukum di Indonesia dirasa masih belum menunjukan keadilan,
padahal sudah jelas seharusnya hukum atau peraturan perundang undangan harus menunjukan
keadilan. Sudah bukan rahasia umum jika penegakan hukum di Indonesia dinilai
memprihatinkan. Penegak penegak hukum di Indonesia masih terasa pilih kasih dan tidak adil
dan tegas dalam mengimplementasikan hukum.
Penegakan hukum di Indonesia yang tidak adil dan tegas sering terlihat di beberapa kasus.
Masyarakat menengah kebawah sering menjadi korban dalam ketidak adilan penegakan hukum.
Contohnya saja dalam kasus nenek Minah yang dituduh mencuri tiga buah biji kakao oleh
mandor di sebuah perkebunan kakao, beliau diadili dan dijatuhi hukuman 1 bulan 15 hari dengan
masa percobaan 3 bulan. Contoh lain adalah kasus nenek Asyani, seorang tukang pijat asal dusun
Kristal, Situbondo, Jawa Timur. Beliau diduga mencuri 38 papan kayu jati di sebuah lahan
perhutani di desanya. Contoh contoh tersebut menunjukan bahwa rakyat kecil seolah tidak
memiliki kekuatan untuk melawan keputusan hukum yang dijatuhkan kepadanya. Banyak ahli
hukum yang menyatakan bahwa perbuatan mereka tidak etis jika disebut sebagai pencurian atau
kejahatan.
Berkebalikan dengan kasus hukum yang menimpa kalangan kelas bawah, dalam kasus hukum
yang menimpa kalangan kelas atas, banyak kasus yang tidak dapat diselesaikan secara tuntas.
Contohnya seperti kasus Gayus Tambunan yang menggelapkan pajak dan kasus seorang anak
musisi yang menabrak orang hingga tewas. Dalam kasus kasus tersebut, hukum seperti
kehilangan nyawa dan seolah berada dalam bayang bayang penguasa. Kalangan kelas atas
tersebut seringkali lolos dari jerat hukum dan para pelakunya dibiarkan berkeliaran tanpa adanya
keputusan hukum yang pasti.

Dari kedua kasus diatas, jelas terlihat bahwa penegakan hukum di Indonesia masih belum
menunjukan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seperti yang disebutkan dalam butir
butir Pancasila sila ke-5.
Hikmahanto Juwono menyatakan di Indonesia, secara tradisional, institusi hukum yang
melakukan penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, badan peradilan, dan advokat. Di luar
institusi tersebut masih ada diantaranya, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorak Jenderal
Pajak, Direktorat Jenderal Imigrasi. Problem dalam penegakan hukum meliputi hal hal sebagai
berikut, yaitu (Juwono, 2006) :
1.
2.
3.
4.

Problem pembuatan peraturan perundang undangan.


Masyarakat pencari kemenangan bukan keadilan.
Uang mewarnai penegakan hukum.
Penegakan hukum sebagai komoditas politik, penegakan hukum yang diskriminatif dan

5.
6.
7.
8.

ewuh pekewuh.
Lemahnya sumberdaya manusia.
Advokat tahu hukum versus advokat tahu koneksi.
Keterbatasan anggaran.
Penegakan hukum yang dipicu oleh media masa.

Permasalahan permasalahan tersebut membutuhkan pemecahan dan solusi. Pemerintah yang


menjadi wakil dari negara seharusnya mengeluarkan kebijakan yang dapat memberbaiki kinerja
institusi hukum dan aparat penegak hukum. Dalam tulisan ini penulis akan membahas bagaimana
seharusnya penegakan hukum di Indonesia mengenai kasus nenek Minah yang dinilai tidak adil.

Permasalahan
1. Bagaimana keadaan penegakan hukum di Indonesia saat ini?
2. Mengapa masyarakat menengah kebawah selalu kalah dalam penegakan hukum?
3. Bagaimana seharusnya penegakan hukum dalam kasus nenek Minah?

Pembahasan
1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara rasional, memenuhi
rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai
sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana
maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana
pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum
pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang
sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang
(Arief, 2002).
Penegakanhukumsendiriharusdiartikandalamkerangkatigakonsep,yaitusebagaiberikut:
a.Konseppenegakanhukumyangbersifattotal(totalenforcementconcept)yang
menuntutagarsemuanilaiyangadadibelakangnormahukumtersebutditegakkantanpa
terkecuali.
b.Konseppenegakanhukumyangbersifatpenuh(fullenforcementconcept)yang
menyadaribahwakonseptotalperludibatasidenganhukumacaradansebagainyademi
perlindungankepentinganindividual.
c.Konseppenegakanhukumactual(actualenforcementconcept)yangmunculsetelah
diyakiniadanyadiskresidalampenegakanhukumkarenaketerbatasanketerbatasan,baik
yangberkaitandengansaranaprasarana,kualitassumberdayamanusianya,kualitas
perundangundangannyadankurangnyapartisipasimasyarakat(Reksodipuro,1997)
2. Jenis Tindak Pidana
Adapun Jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, antara lain sebagai berikut :
a. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang
dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan
pelanggaran itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP menjadi
Buku II dan Buku III namun juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum
pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.
b. Cara merumuskannya
Dibedakan dalam tindak pidana formil (formeelDelicten) dan tindak pidana
materil (materil delicten). Formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa
larangan yangdirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya

Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Sedangkan tindak pidana materil inti
larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang
menimbulkan akibat yang dilarang itulah yangdipertanggung jawabkan dan
dipidana.
c. Bentuk kesalahan
Tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan
tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan
(dolus) yangdiatur di dalam KUHP antara lain: Pasal 338 KUHP (pembunuhan)
yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal354 KUHP
yang dengan sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga
dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan
matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan Pasal
360KUHP.
d. Berdasarkan macam perbuatannya
Tindak pidana aktif (positif),perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah
perbuatan untukmewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh
orangyang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan(Pasal
378 KUHP). Tindak pidana pasif dibedakan menjadi dua macam :
a. Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secaraformil atau
tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa pasif, misalnya
diatur dalam Pasal 224, Pasal 304, dan Pasal552 KUHP.
b. Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnyaberupa
tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana
yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukandengan tidak berbuat, misalnya
diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut
meninggal (Hamzah, 2001)
3. Rule of Law
Indonesia merupakan negara hukum atau yang disebut dengan Rule of Law. Sistem awal Rule of
Law dianut oleh Negara-negara Anglo Saxon. Namun dalam perkembangannya, negara - negara
di Asia Tenggara-pun mengambil sisi positif dari konsep ini, termasuk Indonesia. Namun,
Indonesia jgua mengambil konsep rechstaat dari Negara Eropa kontinental.
Menurut A.V.Dicey, negara hukum harus mempunyai 3 unsur pokok (Asshiddiqie, 2006) :

a. Supremacy Of Law
Dalam suatu Negara hukum, maka kedudukan hukum merupakan posisi tertinggi.
Kekuasaan harus tunduk pada hukum bukan sebaliknya hukum tunduk pada kekuasaan.
b. Equality Before The Law
Dalam Negara hukum kedudukan penguasa dengan rakyat dimata hukum adalah sama
(sederajat), yang membedakan hanyalah fungsinya, yakni pemerintah berfungsi mengatur
dan rakyat yang diatur.
c. Human Rights Human rights, meliputi 3 hal pokok, yaitu :
a. The rights to personal freedom ( kemerdekaan pribadi)
b. The rights to freedom of discussion ( kemerdekaan berdiskusi)
c. The rights to public meeting ( kemerdekaan mengadakan rapat)
Indonesia sebagai negara hukum mengatur tindak pidana dalam bentuk pencurian. Tindak pidana
pencurian dibagi dalam beberapa kategori, yaitu :
a. Pencurian (biasa)
Perbuatan pidana pencurian (biasa) perumusannya diatur dalamPasal 362 KUHP yang
menyatakan:Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan untuk dimiliki secaramelawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling
banyakRp. 900,- (Sembilan ratus rupiah).
b. Pencurian Ringan
Perbuatan pidana pencurian ringan ini diatur dalam ketentuanPasal 364 KUHP yang
menyatakan : Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363 KUHP butir 4,
begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363butir 5, apabila tidak dilakukan
dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang
yangdicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam karena pencurian ringan
dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp. 250,- (dua
ratus lima puluhrupiah) (Sugandi, 1980).
Berdasarkan rumusan Pasal 364 KUHP diatas, maka unsur-unsur dalam pencurian ringan
adalah:
1. Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP)
2. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secarabersama-sama (Pasal 363
ayat (1) ke-4 KUHP)
3. Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat, dengan anak
kunci, perintah palsu atau seragam palsu
4. Tidak dilakukan dalam sebuah rumah

5. Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dan apabila harga
barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah. (Sugandi, 1980).
4. Analisis Kasus
Kasus yang penulis angkat dari masalah penegakan hukum di Indonesia adalah kasus Nenek
Minah. Nenek minah merupakan seorang berumur 55 Tahun yang diganjar 1 bulan 15 hari
penjara karena perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari
Antan (RSA). Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan
garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa
Tengah. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah
ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di
tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan
begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun
bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu
perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja
mencuri.Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak
akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor
tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja. Namun dugaanya meleset.
Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat
panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk
sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Majelis hakim
yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono, S.H memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa
percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal
362 KUHP tentang pencurian (Hazmah, 2010).
Dalam kasus nenek Minah ini, seharusnya nenek Minah tidak ditahan karena apa yang dilakukan
nenek Minah bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2012.
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2012 mengatur tentang Penyesuaian
Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Pada Pasal 2 ayat 2 disebutkan,

apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima
ratus ribu rupiah) tidak perlu ditahan. Selain itu, dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
Nomor 2 Tahun 2012 terdapat juga 5 tindak pidana lain yang juga direvisi :
a. Pasal 373 KUHP tentang penggelapan yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 600 ribu tidak
perlu ditahan, hukuman maksimal 3 bulan.
b. Pasal 379 KUHP tentang perbuatan curang yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 600 ribu
tidak perlu ditahan, hukuman maksimal 3bulan.
c. Pasal 384 KUHP tentang pedagang yang berlaku curang yang nilai kerugiannya kurang dari Rp
2,5 juta tidak perlu ditahan, hukuman maksimal 3 bulan.
d. Pasal 407 KUHP tentang pengrusakan barang yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 600 ribu
tidak perlu ditahan, hukumanmaksimal 3 bulan.
e. Pasal 482 KUHP tentang penadahan yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 600 ribu tidak
perlu ditahan, hukuman maksimal 3 bulan (Projodikoro, 2010).
Nenek Minah yang mencuri tiga biji kakao seolah tidak dapat menentang keputusan hakim
karena dalam budaya kelas bawah, terdapat beberapa permasalahan yang mengakibatkan
masyarakat kelas bawah sulit mendapat keadilan di depan hukum. Adapun permasalahan tersebut
adalah :
a. Kesulitan
Kesulitan merupakan salah satu permasalahan mendasar yang dimiliki masyarakat kelas
bawah. Nenek Minah dan masyarakat kelas menengah kebawah lainnya sering mengalami
krisis ekonomi yang mengakibatkan mereka kesulitan mendapatkan bahan kehidupan
pokok. Kesulitan inilah yang biasanya menjadi pemicu perbuatan perbuatan hukum
yang dilakukan kelompok masyarakat menengah kebawah.
b. Nasib atau Takdir
Masyarakat kelas menengah kebawah seringkali menganggap apa yang menimpa dirinya
merupakan takdir yang harus ia jalani. Sehingga seringkali mereka tidak mau melawan
hukum atau melawan keputusan yang dijatuhkan mereka sehingga mereka biasanya
pasrah saja dengan keputusan hukum tersebut.
c. Tidak bisa membayar pengacara

Kasus tindak pidana yang diproses di pengadilan erat kaitannya dengan peran serta
pengacara sebagai pembela. Dalam kasus ini, nenek Minah akan sulit menyewa pengacara
untuk membela kasusnya karena kesulitan ekonomi yang dialaminya dan tidak banyak
pengacara yang mau membela kasus rakyat kecil tanpa dibayar.
Ketiga permasalahan ini menjadi salah satu penyebab nenek Minah dan masyarakat kelas
menengah kebawah selalu kalah dalam kasus penegakan hukum. Hal ini menyebabkan kasus
kecil yang dilakukan mereka menjadi besar namun mereka tidak dapat melawan hukum yang
menimpanya. Sedangkan para petinggi yang melakukan tindak pidana dapat lolos dari hukuman
karena kebanyakan dari mereka dapat menyewa pengacara dan bahkan melakukan aksi suap
terhadap pengadilan.
Tentu saja hal ini bertolak belakang dengan prinsip negara Indonesia sebagai negara hukum.
Sebagai negara hukum, seharusnya Indonesia (dalam hal ini aparatur penegak hukum) dapat
menjalankan tugasnya dengan baik dan menjamin keadilan seluruh warga negara. Pemerintah
seharusnya dapat menindak lebih lanjut kasus tindak pidana yang dilakukan kelas atas agar
mereka dapat lolos dari jerat hukum seperti penyuapan hakim yang mengakibatkan suatu
kejahatan tidak dapat diusut secara tuntas dan pelakunya dibiarkan bebas berkeliaran tanpa dijerat
pidana.

Penutup dan Kesimpulan


Berdasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012, Nenek Minah seharusnya
tidak perlu diberikan hukuman penahanan dan mendapat hukuman maksimal 3 bulan penjara,
karena yang dilakukan nenek Minah tergolong pencurian ringan dan nilai barang yang dicuri
kurang dari Rp 2,5 juta. Bahkan tiga buah biji kakao yang diambil nenek Minah sudah
dikembalikan dan biji kakao tersebut tidak bernilai tinggi.
Penegakan hukum yang terjadi di Indonesia saat ini dirasa memprihatinkan dan tidak adil karena
kasus seringan Nenek Minah diurus dan dijeratkan hukuman, sedangkan masih banyak kasus
kelas berat seperti penggelapan pajak dan suap menyuap yang dilakukan petinggi negara yang
tidak dapat diusut secara tuntas oleh penegak hukum. Seharusnya, pemerintah dapat membantu
mengawasi kinerja aparatur penegak hukum agar penegak hukum juga dapat mengusut secara
tuntas tindak pidana kelas berat yang dilakukan kaum elite penguasa, bukan hanya menindak

tindak pindana kelas bawah kaum kelas menengah kebawa. Jika penegak hukum dapat
melaksanakan kinerjanya dengan baik dan menerapkan prinsip keadilan sosial, maka Indonesia
sebagai negara hukum yang menjamin keadilan setiap anggota masyarakatnya dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai

  • Diagram
    Diagram
    Dokumen2 halaman
    Diagram
    Shella Herviana 'moCash'
    Belum ada peringkat
  • Pedoman Ukgs
    Pedoman Ukgs
    Dokumen8 halaman
    Pedoman Ukgs
    Shella Herviana 'moCash'
    Belum ada peringkat
  • Dafpus
    Dafpus
    Dokumen1 halaman
    Dafpus
    Shella Herviana 'moCash'
    Belum ada peringkat
  • OM Sherly
    OM Sherly
    Dokumen2 halaman
    OM Sherly
    Shella Herviana 'moCash'
    Belum ada peringkat
  • Pedoman Ukgs
    Pedoman Ukgs
    Dokumen8 halaman
    Pedoman Ukgs
    Shella Herviana 'moCash'
    Belum ada peringkat
  • Gumuk Pasir EPB
    Gumuk Pasir EPB
    Dokumen3 halaman
    Gumuk Pasir EPB
    Shella Herviana 'moCash'
    Belum ada peringkat
  • Kista Radicular
    Kista Radicular
    Dokumen4 halaman
    Kista Radicular
    Shella Herviana 'moCash'
    Belum ada peringkat