Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia meerdeka dari penjajahan bangsa asing sejak tahun 1945. 70 tahun
sudah, kita menikmati hari-hari merdeka berkat perjuangan para pahlawan. Tetapi,
sesungguhnya negara kita masih mengalami penjajahan. Penjajahan yang
dilakukan oleh

bangsa sendiri. Kebodohan yang dilakukan oknum-oknum

tertentu menyebabkan kemerdekaan yang dicapai dengan susah payah ternodai.


Kebodohan yang terbentuk dari ketidakseimbangan kecerdasan, baik kecerdasan
emosional, kecerdasan spiritual, maupun kecerdasan intelektual. Kebodohan yang
dilakukan oknum tertentu menjadi permasalahan yang harus diperbaiki agar
Indonesia menjadi negara yang lebih baik dan maju.
Pemerintah telah membuat perundang-undangan mengenai wajib belajar 12
tahun, setiap anak wajib menempuh pendidikan. Dari pendidikan dapat dibentuk
karakter manusia. Seperti karakter jujur, tidak mencuri, ramah, dan lain
sebagainya. Pemerintah juga telah membuat kurikulum 2013 yang tidak hanya
mementingkan kemampuan akademik tetapi juga mementingkan kemampuan
spritual dan sosial.
Dalam suatu pendidikan di sekolah terdapat komponen utama yang
mempengaruhi keberhasilan siswa, yaitu guru. Guru yang kurang memahami
tugasnya dengan baik dapat menyebabkan keberhasilan anak hanya tercapai pada
kemampuan

tertentu.

Ini

merupakan

salah

satu

sebab

timbulnya

ketidakseimbangan kecerdasan pada oknum-oknum tertentu. Akibatnya mereka


kurang bijak dalam mengolah sumberdaya sehingga membuat negara kita tetap
mengalami penjajahan. Dengan mengaplikasikan program wajib belajar dan
kurikulum yang telah dibentuk serta memperbaiki kualitas guru, masalah tesebut
dapat diatasi.
Guru sebagai pendidik generasi muda, calon pemimpin di masa akan datang
wajib memahami tugas dengan baik. Maka dari itu, kelompok kami membuat

makalah yang berjudul Menjadi Guru Profesional supaya mahasiswa


pendidikan fisika mampu memahami hal apa saja yang harus dimiliki oleh guru
profesional, selain itu makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Peer
Teaching.
1.2 Tujuan
Dari makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami :
1.2.1

konsep dasar kompetensi guru berdasarkan Undang-Undang RI No. 14

1.2.2

Tahun 2005
konsep mengenai etika profesi keguruan

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HASIL DISKUSI
2.1 Kualifikasi Akademik Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah (UU-GD No. 14/2005 BAB 1 Pasal 1 ayat 1).
Teachers are, thus an important component of education whose services are
important in the realization of educational goals the world over. Due to their
central role in the enterprise of education, teachers require effective and sufficient
preparation to be able to adequately carry out their roles and responsibilities.
(David, 2015). Otiende et al (1992) acknowledge that trained teachers are vital for
quality education.
Loughran (2006) looks at teacher education as the pre-service and in-service
teacher preparation where students of teaching seek to develop knowledge and
skills of teaching and to learn how to competently apply these in practice. These
views summarize the importance and the role of teacher education in the life of a
given society. Education in this respect is regarded as the driving force for social
development. Teacher education in this paper is seen as the pre-service and inservice education and training of all those involved in the dissemination of
knowledge at all levels of education aimed at exposing them to new ideas and
practices which continuously improve their ability to educate. The improved
ability to educate is an important ingredient for sustainable development.
Sesuai pasal 6 UU-GD No. 14 Tahun 2005 guru merupakan tenaga
profesional yang bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Dari UU-GD No. 14 Tahun 2005 dan pendapat David serta Otiende, berkat
seorang guru karakter baik warga negara di masa depan dapat dibentuk sehingga
dapat menciptakan negara yang maju sesuai dengan cita-cita Indonesia.

Seorang guru profesional harus memiliki kualifikasi dan kompetensi, hal ini
termuat dalam peraturan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16

Tahun 2007, pasal 8 dalam UU-GD No. 14 Tahun 2005 yang membahas tentang
standar kualifikasi dan kompetensi guru , yang mana disebutkan bahwa setiap
guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang
berlaku secara nasional. (Jamil, 2012 : 94)
Kualifikasi akademik yang harus dimiliki guru adalah kualifikasi akademik
melalui pendidikan formal dan uji kelayakan.
2.1.1 Kualifikasi akademik melalui pendidikan formal
Menurut Marselus (2011:17), kualifikasi merujuk kepada syarat formal
yang harus diselesaikan melalui aktivitas akademik tertentu dan itu
dibuktikan dengan adanya ijazah atau sertifikat yang dimiliki setelah yang
bersangkutan menyelesaikan studi pada jenjang pendidikan tertentu.
Undang-undang No.14 tahun 2005 memprasyaratkan bahwa guru pada
semua jenjang pendidikan haruslah memiliki kualifikasi akademik minimal
S1 dan DIV. Kualifikasi bersifat statis, artinya pengakuan terhadap
kemampuan akademik seseorang yang dibuktikan dengan pemberian ijazah
atau sertifikat tidak berubah sejauh yang bersangkutan menyandang gelar
akademik yang sesuai. Orang yang menyandang gelar S1dianggap sebagai
sarjana dan layak untuk memasuki bidang pekerjaan tertentu.
2.1.2

Kualifikasi Akademik Melalui Uji Kelayakan


Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat

sebagai guru dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan, tetapi


belum dikembangkan di

perguruan tinggi dapat diperoleh melalui uji

kelayakan dan kesetaraan. Uji kelayakan dan kesetaraan bagi seseorang yang
memiliki keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh perguruan tinggi yang diberi
wewenang untuk melaksanakannya (PP Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Staandar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru).
Kualifikasi akademik S1/DIV adalah syarat formalnya sedangkan
kompetensi adalah kemampuan inheren yang bersifat potensial dan akan
digunakan dalam situasi real untuk memecahkan masalah profesioanal yang
dihadapi. Untuk membuktikan kompetensi yang dimilikinya maka diperlukan
melalaui uji kompetensi. Dalam praktik, uji kompetensi ini dilakukan melalui

sertifikasi guru, karena di sana guru tidak hanya dinilai kelayakanya


berdasarkan kualifikasi akademiknya saja, tetapi juga kemampuankemampuan yang dimilikinya yang bisa diamati.
2.2 Konsep Dasar Kompetensi Guru
Menurut Marselus (2011:17-18), orang yang memiliki kualifikasi
akademik tertentu, meskipun secara formal dapat diasumsikan memiliki
kompetensi yang memadai namun tidak selamanya demikian. Seorang guru
yang berijazah S1/DIV tertentu belum tentu memperlihatkan kompetensi
sesuai dengan kualifikasi akademik yang dimilikinya seperti bisa mengajar
dengan terampil menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tepat
atau mampu menyampaikan pelajaran secara menarik. Ia bisa saja berijazah
S1/DIV tetapi buruk dalam kemampuan mengajar di kelas, tidak ramah
kepada siswa atau kurang menguasai materi pembelajaran. Pada kasus ini
guru memiliki kualifikasi akademik yang layak, tetapi kompetensinya tidak
layak. Sebaliknya, bisa saja terjadi bahwa ada orang yang tidak berkualifikasi
akademik S1/DIV kependidikan tetapi terampil dalam mengajar, mampu
menyampaikan pelajaran secara menarik dan mudah dipahami oleh para
siswa.
Dalam kasus ini yang bersangkutan sebagai guru tidak memiliki
kualifikasi akademik yang layak, tetapi memiliki kompetensi yang layak.
Itulah sebabnya, Undang-undang No.14/2005 mensyaratkan guru profesional
selain memiliki kualifikasi akademik minimal S1/DIV, juga harus memiliki
empat kompetensi utama yakni: kompetensi pedagogis, kompetensi
profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Berikut
kompetensi yang harus dimiliki guru:
2.2.1 kompetensi Sosial
Menurut Marselus (2011:61), Guru profesional juga memiliki
kompetensi sosial yang dapat diandalkan. Kompetensi ini nampak dalam
kemampuannya untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain
secara efektif (siswa, rekan guru, orang tua, kepala sekolah, dan masyarakat
pada umumnya). Menurut permendiknas No.16/2007, kemampuan dalam
standar kompetensi ini mencangkup empat kompetensi utama yakni:

a. Bersikap inklusif dan bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena


pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi.
b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia
yang memiliki keragaman sosial budaya.
d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara
lisan dan tulisan atau bentuk lain.
Menurut Jamil (2013 : 110), Kompetensi sosial berkaitan dengan
kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali, dan masyarakat sekitar. Guru merupakan
makhluk sosial. Kehidupan kesehariannya tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan bersosial, baik di sekolah atau di masyarakat. Maka dari itu, guru
dituntut memiliki kompetensi sosial yang memadai. Berikut ini adalah halhal yang perlu dimiliki guru sebagai makhluk sosial :
a.
b.
c.
d.

Berkomunikasi dan bergaul secara efektif.


Manajemen hubungan antara sekolah dan masyarakat.
Ikut berperan aktif di masyarakat.
Menjadi agen perubahan sosial.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa kompetensi

sosial harus dimiliki oleh guru. Tidak hanya dapat mengajar dengan baik
,menguasai ilmu mengajar yang baik, melainkan

juga harus memiliki

kemampuan untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain secara


efektif ( siswa, masyarakat, orang tua, dll ) supaya tercipta kualitas dalam
pembelajaran dan motivasi belajar siswa.
2.2.2 Kompetensi Pedagogik
Menurut Marselus (2011:28-29), secara etimologis, kata pedagogik
berasal dari kata bahasa Yunani, paedos dan agogos (paedos = anak dan
agoge = mengantar atau membimbing). Karena itu pedagogi berarti
membimbing anak. Tugas membimbing ini melekat dalam tugas seorang
pendidik, apakah guru atau orang tua. Karena itu pedagogi berarti segala

usaha yang dilakukan oleh pendidik untuk membimbing anak muda menjadi
manusia yang dewasa dan matang. Dari asal kata ini maka kompetensi
pedagogis nampaknya merupakan kompetensi yang tertua dan bahkan sudah
menjadi tuntutan mutlak bagi manusia sepanjang zaman, karena kompetensi
ini melekat dalam martabat manusia sebagai pendidik, khususnya pendidik
asli yakni orang tua.
Ketika peran pendidk dari orang tua digantikan dengan peran guru di
sekolah maka tuntutan kemampuan pedagogis ini juga beralih kepada guru.
Karena itu guru tidak hanya sebagai pengajar yang mentransfer ilmu,
pengetahuan dan keterampilan kepada siswa tetapi juga merupakan pendidik
dan pembimbing yang membantu siswa untuk mengembangkan segala
potensinya terutama terkait dengan potensi akademis maupun non akademis.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang
standar kualifikasi dan kompetensi Guru telah menggaris bawahi 10
kompetensi inti yang harus dimiliki oleh guru yang terkait dengan standar
kompetensi pedagogis. Kesepuluh kompetensi inti itu adalah sebagai
berikut:
a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,
kultural, emosional, dan intelektual.
b. Menguasai teori-teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik.
c. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran atau
bidang pengembangan yang diampu.
d. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

untuk

kepentingan pembelajaran.
f. Memfasilitasi pengembangan

untuk

potensi

peserta

didik

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta
didik.
h. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran.
i. Melakukan tindakan

reflektif

untuk

peningkatan

kualitas

pembelajaran.

Menurut pendapat Marsh (1996) yang menyatakan bahwa guru harus


memiliki kompetensi atau kemampuan untuk mengajar, memotivasi siswa,
membuat

model

instruksional,

mengelola

kelas,

berkomunikasi,

merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi.


Berdasarkan pedapat diatas, seorang guru yang memiliki kompetensi
pedagogik yang baik, ia akan mampu memahami apa yang dibutuhkan dan
diinginkan siswa dalam proses pembelajaran. Ia mengetahui seluas dan
sedalam apa materi yang akan diberikan pada siswanya sesuai dengan
perkembangan kognitifnya dengan cara menentukan strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik siswa dan menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang tepat.
2.2.3 Kompetensi Kepribadian
Menurut Permendiknas No.16/2007, kemampuan dalam standar
kompetensi ini mencakup lima kompetensi utama yakni:1) bertindak sesuai
dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, 2)
menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan,
3) sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, 4)
menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi
guru, dan rasa percaya diri, dan 5) menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi siswa dan berakhlak mulia (Jamil, 2013:
106)
Dengan demikian kompetensi kepribadian wajib dimiliki guru,
karena pribadi guru mampu membentuk karakter pribadi baik bagi siswanya
melalui pemberian contoh teladan dari diri guru.
2.2.4 Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional sebagaimana yang diamanatkan oleh
peraturan pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan terkait penguasaan terhadap struktur keilmuan dari mata
pelajaran yang diasuh secara luas dan mendalam, sehingga dapat membantu
guru membimbing siswa untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan

secara optimal. Secara lebih spesifik menurut Permendiknas No.16/2007,


standar kompetensi ini dijabarkan dalam lima kompetensi yakni:
a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu
b. Menguasai standar kompetensi, dan kompetensi dasar mata
pelajaran atau bidang pengembangan yang di ampu
c. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif
d. Memanfaatkan teknologi informasi

dan

komunikasi

untuk

berkomunikasi dan mengembangkan diri.


Menurut Aan (2012: 41), Guru juga harus memiliki kompetensi
profesional yaitu selalu meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi
akademik

dan

kompetensi

secara

berkelanjutan

sejalan

dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni.


Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkaitan
dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan
mendalam yang mencakup penguasaan substansi keilmuan yang menaungi
materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru
(Jamil, 2013: 115)
Berdasarkan uraian pendapat di atas, maka kompetensi profesional
wajib dimiliki guru. Kemudahan siswa memahami materi pembelajaran juga
tergantung pada penguasaan pengetahuan yang dimiliki guru. Bila guru
mengikuti perkembangan pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mengajar,
maka siswa akan lebih paham karena pengetahuan berhubungan langsung
dengan kenyataan.
2.3 Konsep Tentang Etika Profesi Keguruan
2.3.1 Pengertian dan syarat profesi guru
Kunandar menyebutkan bahwa profesi diartikan sebagai jabatan atau
pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan serta keterampilan khusus
yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Aan, 2012: 15).
Hamzah (2007: 15), menyebutkan bahwa guru merupakan suatu profesi
yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan
tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan.
Jamil (2012: 28), menyebutkan bahwa guru adalah profesi yang sangat
strategis dan mulia. Inti tugas guru adalah menyelamatkan masyarakat dari

kebodohan, sifat, serta perilaku buruk yang menghancurkan masa depan


mereka.
Dengan

demikian,

profesi

guru

merupakan

suatu

pekerjaan

berketerampilan atau memiliki keahlian khusus yang diperoleh dari


pendidikan akademis, karena tugas guru yang sangat besar yaitu membentuk
karakter baik pada masyarakat di masa depan.
Menurut Usman, mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu
kompleksnya, profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain:
1) Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendalam;
2) Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan
bidang profesinya;
3) Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai;
4) Memungkinkan pekembangan sejalan dengan dinamika kehidupan;
5) Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya;
6) Memiliki klien/objek layanan yang tetap, seperti dokter dengan pasiennya,
guru dengan muridnya;
7) Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.
2.3.2 Kode Etik Profesi Keguruan
1. Kode Etik Profesi Keguruan
a. pengertian kode etik guru
Kode etik guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima
oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan prilaku dalam
melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan
warga negara. Pedoman sikap dan prilaku ini adalah nilai-nilai moral yang
membedakan prilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dilaksanakan
dan yang tidak boleh dilaksanakan. Oleh karena itu kode etik guru
Indonesia dirumuskan sebagai himpunan norma dan nilai-nilai profesi guru
yang tersusun secara sistematis dalam sistem yang bulat. Fungsinya adalah
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku dalam menunaikan
pengabdiannya serta berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma
moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru
dalam hubungannya dengan siswa, orang tua/wali siswa, rekan sekolah
dan rekan seprofesi(Jamil, 2013 :82 ).
b. isi kode etik guru
10

Aan (2012: 27-28), menyatakan kode etik guru Indonesia yang


dirumuskan oleh Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) adalah:
1) Guru Indonesia

menyadari

bahwa

pendidikan

adalah

bidang

pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, negara serta


kemanusiaan pada umumnya.
2) Guru Indonesia yang berjiwa pancasila dan setia pada UUD 1945,
turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi
kemerdekaan republik Indonesia 17 agustus 1945. Oleh karena itu guru
Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman
pada dasar-dasar sebagai berikut :
a) Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.
b) Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran pancasila.
c) Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai
bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
d) Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya

yang

menunjang berhasilnya proses belajar mengajar


e) Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta tanggungjawab
bersama terhadap pendidikan
f) Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya
g) Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan,
kesetiakawanan sosial
h) Guru secara besama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasa PGRI, sebagai sarana perjuangan pengabdian
i) Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan
c. Tujuan kode etik guru
Secara umum, tujuan kode etik guru adalah :
a) Menjunjung tinggi martabat profesi
b) Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
c) Meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d) Meningkatakan mutu profesi
e) Meningkankan mutu organisasi profesi
d. Penetapan kode etik

11

Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi profesi yang berlaku
dan memikat para anggotanya. Penetapan kode etik ditetapkan pada
suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode
etik tidak dapat dilakukan oleh orang secara perorangan, tetapi harus
dilakukan oleh orang-orang yang di utus untuk dan atas nama anggota
profesi dari organisasi tersebut (Aan, 2012: 29).
e. Sanksi pelanggaran kode etik
Guru yang melanggar kode etik guru Indonesia dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Jenis pelanggaran
meliputi

pelanggaran

ringan,

sedang

dan

berat.

Pemberian

rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran kode


etik guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru
Indonesia. Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia
harus objektif. Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia
wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. ( jamil, 2013:91-92 )
Profesionalisme guru perlu didukung oleh kode etik guru yang
berfungsi sebagai norma hukum sekaligus norma kemasyarakatan.
Kelembagaan profesi guru seperti PGRI sangat diperlukan untuk
penyebarluasan dan pertukaran ide di antara anggota dalam menjaga kode
etik dan pengembangan profesi masing-masing.

Untuk itu, kode etik

profesi guru harus pula ditegakkan oleh anggotanya dan organisasi profesi
guru harus pula dikembangkan mengikuti perkembangan zaman.

2.3.3 Ruang Lingkup Kode Etik Profesi Keguruan


Berdasarkan isi kode etik guru yang dikeluarkan oleh organisasi profesi
guru PGRI dapat disimpulkan bahwa kode etik guru melingkupi antara guru
dengan siswa, guru dengan masyarakat,antar sejawat rekan guru, dan lain
sebagainya.

12

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Menurut UU-GD No. 14 Tahun 2005, guru harus memiliki kualifikasi
akademik melalui pendidikan formal yakni S1/DIV yang dibuktikan
dengan ijazah dari perguruan tinggi.
b. Berdasarkan PP Nomor 16 Tahun 2007, Guru juga harus memiliki
kualifikasi akademik melalui uji kelayakan yaitu sertifikasi.
c. Sesuai dengan UU-GD No. 14 Tahun 2005, kompetensi guru terdiri
dari kompetensi sosial, pedagogik, kompetensi

kepribadian, dan

kompetensi profesional.
d. Penguasaan kompetensi dibuktikan melalui uji kelayakan seperti
sertifikasi.
e. Organisasi profesi guru memiliki kode etik profesi keguruan yang
berisi seperangkat aturan yang wajib dipatuhi oleh guru supaya dalam
mengemban tugas, guru tidak melakukan perbuatan yang tidak baik.
f. Kode etik melingkupi antara guru dengan siswa, guru dengan
masyarakat, guru dengan orangtua, guru dengan rekan guru lainnya.

13

g. Guru yang telah memenuhi kualifikasi, kompetensi, dan mematuhi


kode etik barulah dapat disebut sebagai guru profesional.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2005. Undang-Undang RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2005 Peraturan Pemerintah Republik No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 16 Tahun
2007 tentang Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Jakarta: Depdiknas.
Hasanah, Aan. 2012. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Pustaka setia.
Ole, David Melita. 2015. Teacher Education Preparation program for the 21
st Century. Which way forward for Kenya?. Dalam Journal of Education
and

Practice.

ISSN

2222-288X

(Online).

Vol.6,

No.24,

2015.

www.portalgaruda.com. Diakses pada tanggal 4 september 2015.


Payong, Marselus. 2011. Sertifikasi Profesi Guru. Jakarta barat : PT Indeks.
Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Guru Profesional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Uno, Hamzah B. 2012. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.Katitia.

14

PENILAIAN NON-TES KEGIATAN DISKUSI MATA KULIAH


PEER TEACHING
Judul makalah

: Menjadi Guru Profesional

Kelompok 1

: Anthonius Yudha

Tanggal
NAMA
Anthonius

Herizon Primadona

(NIM : A1C313026)

Nurfajri

(NIM : A1C313036)

Umi Lestari

(NIM : A1C313025)

: 9 September 2015
ASPEK PENILAIAN

2.
3.
4.
1.

Primadona
2.
3.
4.

penulisan dan EYD


Penyajian Presentasi/ pemaparan makalah
Pemahaman materi
Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai
Penulisan makalah mengacu pada standar
penulisan dan EYD
Penyajian Presentasi/ pemaparan makalah
Pemahaman materi
Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai
Penulisan makalah mengacu pada standar

Nurfajri

1.

Umi

penulisan dan EYD


2. Penyajian Presentasi/ pemaparan makalah
3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai
1. Penulisan makalah mengacu pada standar

Lestari

SKOR
1 2 3

1. Penulisan makalah mengacu pada standar

Yudha

Herizon

(NIM : A1C313027)

penulisan dan EYD


2. Penyajian Presentasi/ pemaparan makalah
15

3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai

16

Anda mungkin juga menyukai